Anda di halaman 1dari 15

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Al Quran merupakan wahyu yang diturunkan oleh Allah kepada Nabi
Muhammad SAW melalui malaikat jibril, AlQuran juga dijadikan sebagai pedoman
dalam kehidupan kita sehari-hari, didalamnya terkandung berbagai ilmu pengetahuan,
hikmah, dan pengajaran tersirat maupun yang tersurat.
Kemurnian kitab suci Al Quran juga dijamin langsung oleh Allah yang
termaktub dalam firman Nya yaitu Al Quran surah Al-Hijr ayat 9 yang
artinya “Sesungguhnya kami-lah yang menurunkan Al Quran dan sesungguhna kami
benar-benar memeliharannya”.
Al Quran tidak turun sekaligus melainkan turun secara berangsur-angsur
selama 22 tahun 2 bulan 22 hari. Pada perjalanannya penulisan Al Quran sudah
dimulai sejak zaman Nabi Muhammad berlanjut sampai zaman pemerintahannya Abu
Bakar dan pada zaman pemerintahan Utsman bin Affan.
Pada masa pemerintahan selain Abu Bakar dan Utsman bin Affan tidak
terjadi perkembangan yang signifikan terkait dengan kodifikasi Al Quran. Kodifikasi
yang terjadi pada masa Abu Bakar dan Utsman bin Affan terdapat perbedaan
penyebab adanya kodifikasi dan hasil dari kodifikasi yang nanti akan dibahas
perbandingan antara kedua Khalifah tersebut .

B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan kodifikasi Al Quran?
2. Bagaimana kodifikasi Al Quran pada masa Nabi dan Khulafaur Rasyidin?
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Kodifikasi Al Quran


Yang dimaksud dengan pengumpulan Qur’an (jam’ul Qur’an) oleh para ulama
adalah dalam firman salah satu dari dua pengertian berikut:
Pertama: pengumpulan dalam arti hifzuhu(menghafalnya dalam
hati). Jumma’ul Qur’anartinya huffazuhu (penghafal-penghafalnya, orang yang
menghafalkannya di dalam hati). Inilah makna yang dimaksudkan dalam firman Allah
kepada Nabi-Nabi senantiasa menggerak-gerakkan kedua bibir dan lidahnya untuk
membaca Al Qur’an ketika Al Qur’an itu turun kepadanya sebelum jibril selesai
membacakannya, karena ingin menghafalnya:

َ ‫ ث ُ َّم ِّإ َّن َعلَيْنا‬,ُ‫اءذَا قَ َرأْنَاهُ فَات َّ ِّب ْع قُ ْرانَه‬


ِّ َ‫ ف‬,ُ‫ ِّإ َّن َعلَيْنا َ َج ْم َعهُ َوقُ ْرانَه‬,‫الَت ُ َح ِّر ْك ِّب ِّه ِّلساَنكَ ِّلتَ ْع َج َل ِّب ِّه‬
.ُ‫بَياَنَه‬

“Janganlah kamu gerakkan lidahmu untuk membaca Al Qur’an karena hendak


cepat-cepat menguasainya. Sesungguhnya atas tanggungan Kamilah
mengumpulkannya (di dadamu) dan (membuatmu pandai) membacanya. Apabila
Kami telah selesai membacakannya maka ikutilah bacaannya itu. Kemudian, atas
tanggungan Kamilah penjelasannya.” (al-Qiyamah [75]:16-19[1]).
Ibn Abbas mengatakan: “Rasulullah sangat ingin segera menguasai Al Qur’an
yang diturunkan. Ia menggerakkan lidah dan kedua bibirnya karena takut apa yang
turun itu akan terlewatkan. Ia ingin segera menghafalnya. Maka Allah
menurunkan: Janganlah kamu gerakkan lidahmu untuk membaca Al Qur’an karena
hendak cepat-cepat menguasainya. Sesungguhnya atas tanggungan Kamilah
mengumpulkannya dan membacanya; maksudnya,
‘Kami yang mengumpulkannya di dadamu, kemudian Kami membacakannya.’
Apabila Kami telah selesai membacakannya; maksudnya, ‘apabila Kami telah
menurunkannya kepadamu’ maka ikutilah bacaan itu; maksudnya. ‘dengarkan dan
perhatikanlah ia.’ Kemudian, atas tanggungan Kamilah penjelasannya, yakni ‘
menjelaskannya dengan lidahmu.‘ Dalam lafal yang lain dikatakan: ‘Atas tanggungan
Kamilah membacakannya.’ Maka setelah ayat ini turun bila jibril datang, Rasulullah
diam. Dalam lafal lain: ‘ia mendengarkan. ‘Dan bila jibril telah pergi, barulah ia
membacanya sebagaimana diperintahkan Allah’’.
Kedua:pengumpulan dalam arti kitabatuhu kullihi (penulisan Al Qur’an
semuanya) baik dengan memisah-misahkan ayat-ayat dan surah-surahnya, atau
menertibkan ayat-ayat semata dan setiap surah ditulis dalam satu lembaran secara
terpisah, ataupun menertibkan ayat-ayat dan surah-surahnya dalam lembaran-
lembaran yang terkumpul yang menghimpun semua surah, sebagiannya ditulis
sesudah bagian yang lain[2].
B. Kodifikasi Al-Qur’an Pada Masa Rasulullah SAW dan Khulafaur Rasyidin.

Pengumpulan Al Quran dalam Arti Menghafalnya pada Masa Nabi.


Rasulullah amat menyukai wahyu, ia senantiasa menunggu penurunan wahyu

dengan rasa rindu, lalu menghafal dan memahaminya, persis seperti dijanjikan
Allah: Sesungguhnya atas tanggungan Kamilah mengumpulkannya (di dadamu) dan

(membuatmu pandai) membacanya(al-Qiyamah [75]:17). Oleh sebab itu, ia

adalahhafiz (penghafal) Al Quran pertama dan merupakan contoh paling baik bagi

para sahabat dalam menghafalnya, sebagai realisasi kecintaan mereka kepada pokok

agama dan sumber risalah. Al Quran diturunkan selama dua puluh tahun lebih. Proses

penurunannya terkadang hanya turun satu ayat dan terkadang turun sampai sepuluh

ayat. Setiap kali sebuah ayat turun, dihafal dalam dada dan ditempatkan dalam hati,

sebab bangsa Arab secara kodrati memang mempunyai daya hafal yang kuat. Hal itu

karena umumnya mereka buta huruf, sehingga dalam penulisan berita-berita, syai-

syair dan silsilah mereka dilakukan dengan catatan dihati mereka[3].

Pengumpulan Al Quran dalam Arti Penulisannya pada Masa Nabi.

Rasulullah telah mengangkat para penulis wahyu Al Quran dari sahabat-sahabat

terkmuka, seperti Ali, Mu’awiyah, Ubaid bin Ka’ab dan Zaid bin Sabit. Bila ayat

turun, ia memerintahkan mereka menuliskannya dan menunjukkan tempat ayat

tersebut dalam surah, sehingga penulisan pada lembaran itu membantu penghafal di

dalam hati. Di samping itu sebagian sahabat pun menuliskan Qur’an yang turun di

atas kemauan mereka sendiri, tanpa diperintah oleh Nabi. mereka menuliskannya pada

pelepah kurma, lempengan batu, daun lontar, kulit atau daun kayu, pelana, potongan

tulang belulang binantang. Zaid bin Sabit berkata:”Kami menyusun Quran dihadapan

Rasulullaalan pada kulit binatang.”

Ini menunjukkan betapa besar kesulitan yang dipikul para sahabat dalam

menuliskan Quran. Alat-alat tulis tidak cukup tersedia bagi mereka, selai sarana-

sarana tersebut. Dan dengan demikian, penulisan Quran ini semakin menambah

hafalan mereka.
Jibril membacakan Qu’an kepada Rasululah pada malam-malam bulan

Ramadhan setiap tahunnya. Abdullah bin Abbas berkata:

“Rasulullah adalah orang paling pemurah, dan puncak kemurahannya pada

bulan Ramadhan ketika ia ditemui oleh Jibril. Ia ditemui Jibril pada setiap malam

bulan Ramadhan; Jibril membacakan Qur’an kepadanya ,dan ketika Rasulullah

ditemui oleh Jibril ia sangat pemurah sekali.”

Tulisan-tulisan Al Qur’an pada masa Nabi tidak terkumpul dalam satu

mushaf.rasulullah berpulang ke rahmatullah disaat Qur’an telah dihafal dan tertulis

dalam mushaf dengan susunan ayat-ayat dan surah-surah dipisah-pisahkan, atau

diterbitkan ayat-ayatnya saja dan setiap surah berada dalam satu lembaran secara

terpisah dan dalam tujuh huruf, [4]tetapi Al Qur’an belum dikumpulkan dalam satu

mushaf yang menyeluruh (lengkap)[5], sebab Nabi masih selalu menanti turunnya

wahyu dari waktu ke waktu. Disamping itu terkadang terdapat ayat yang me-nasikh

(menghapuskan) sesuatu yang turun sebelumya. Susunan penulisan Al Qur’an tidak

menurut tertib nuzulnya,tetapi setiap ayat yang turun dituliskan di tempat penulisan

sesuai dengan petunjuk Nabi. Andai kata (pada masa Nabi) Al Qur’an itu seluruhnya

dikumpulkan diantara dua sampul dalam satu mushaf, hal yang demikian tentu akan

membawa perubahan bila wahyu turun lagi.

Pengumpulan Al Quran pada Masa Abu Bakar

Abu Bakar menjalankan urusan islam sesudah Rasulullah. Ia dihadapkan kepada

peristiwa-peristiwa besar berkenaan dengan kemurtadan sebagian orang Arab. Karena

itu ia segera menyiapkan pasukan dan mengirimkannya untuk memerangi orang-


orang yang murtad itu. Peperangan Yamamah yang terjadi pada tahun dua belas

Hijriah melibatkan sejumlah besar sahabat yang hafal Quran. Dalam peperangan

ini tujuh puluh qari dari para sahabat gugur. Umar bin Khattab merasa sangat

khawatir melihat kenyataan ini, lalu ia menghadap Abu Bakar dan mengajukan usul

kepadanya agar mengumpulkan dan membukukan Qur’an karena dikhawatirkan akan

musnah, sebab peperangan Yamamah talah banyak membunuh para qari[6].

Di segi lain Umar merasa khawatir juga kalau-kalau peperangan di tempat-

tempat lain akan membunuh banyak qari pula sehingga Qur’an akan hilang dan

musnah. Abu Bakar menolak usulan ini dan berkeberatan melakukan apa yang tidak

pernah dilakukan oleh Rasulullah. Tetapi Umar tetap membujuknya, sehingga Allah

membukakan hati Abu Bakar untuk menerima usulan Umar tersebut. Kemudian Abu

Bakar memerintahkan Zaid bin Sabit, mengingat keudukannya dalam qira’at,

penulisan, pemahaman dan kecerdasannya serta kehadirannya pada pembacaan yang

terakhir kali. Abu Bakar menceritakan kepadanya kekhawatiran dan usulan Umar.

Pada mulanya Zaid menolak seperti halnya Abu Bakar sebelum itu. Keduanya lalu

bertukar pendapat, sampai akhirnya Zaid dapat menerima dengan lapang dada

perintah penulisan Qur’an itu. Zain bin Sabit memulai tugasnya yang berat ini dengan

bersandar pada hafalan yang ada dalam hati para qurra dan cacatan yang ada pada

para penulis. Kemudian lembaran-lembaran (kumpulan) itu disimpan ditangan Abu

Bakar. Setelah ia wafat pada tahun tiga belas Hijri, lembaran-lembaran itu berpindah

ke tangan Umar dan tetap berada di tangannya hingga ia wafat. Kemudia mushaf itu

berpindah ke tangan Hafsah, putri Umar. Pada permulaan kekhalifahan Usman,

Usman memintahnya dari tangan Hafsah[7].

Zaib bin Sabit berkata: “Abu Bakar memanggilku untuk menyampaikan berita

mengenai korban perang Yamamah. Ternyata Umar sudah ada di sana. Abu Bakar
berkata: ‘Umar telah datang kepadaku dan mengatakan, bahwa perang di Yamamah

telah menelan banyak korban dari kalangan qurra dan ia khawatir kalau-kalau

terbunuhnya para qurra itu juga akan terjadi di tempat-tempat lain, sehingga sebagian

besar Qur’an akan musnah. Ia menganjurkan agar aku memerintahkan seseorang

untuk mengumpulkan Quran. Maka aku katakan kepadanya, bagaimana mungkin kita

akan melakukan sesuatu yang tidak pernah dilakukan oleh Rasulullah? Tetapi Umar

menjawab dan bersumpah, Demi allah, perbuatan tersebut baik. Ia terus menerus

membujukku sehingga Allah membukakan hatiku untuk menerima usulnya, dan

akhirnya aku sependapat dengan Umar.”Zaid berkata lagi:”Abu Bakar kepadaku

Engkau seorang pemuda yang cerdas dan kami tidak meragukan kemampuanmu.

Engkau telah menuliskan wahyu untuk Rasulullah. Oleh karena itu carilah Qur’an dan

kumpulkanlah.’’’ ‘’Demi Allah’’, kata Zaid lebih lanjut, “sekiranya mereka

memintaku memindahkan gunung, rasanya tidak lebih berat bagiku daripada

menggumpulkan Qur’an. Karena itu aku menjawab: ‘Mengapa anda berdua inggin

melakukan sesuatu yang tidak pernah dilakukan Rasulullah?’ Abu Bakar menjawab:

‘Demi Allah, itu baik.’ Abu Bakar tetap membujukku sehingga Allah membukakan

hatiku sebagaimana Ia telah membukakan hati Abu Bakar dan Umar. Maka aku pun

mulai mencari Qur’an. Kukumpulkan ia dari pelepah kurma, kepingan-kepingan batu

dan hapalan para penghapal, sampai akhirnya aku mendapatkan akhir surah Taubah

berada pada Abu Khuzaimah al-Ansari, yang tidak kudapatkan pada orang lain,

Sesungguhnya telah datang kepadamu seseorang rasul dari kaummu sendiri... hingga

akhir surah. Lembaran-lembaran (hasil kerjaanku) tersebut kemudian disimpan

ditangan Abu Bakar hingga wafatnya. Sesudah itu pindah ketangan Umar sewaktu

masih hidup, dan selanjutnya berada di tangan Hafsah binti Umar.”


Zaid bin Sabit bertindak sangat teliti, hati-hati. Ia tidak mencukupkan pada

hafalan semata tanpa disertai dengan tulisan. Kata-kata Zaid dalam keterangan di atas:

“Dan aku dapatkan akhir dari surah Taubah pada Abu Kuzaimah al-Ansari, yang

tidakaku dapatkan pada orang lain” tidak menghilangkan arti keberhati-hatian tersebut

dan tidak pula berarti akhir surah Taubah itu tidak mutawatir[8].

Ibn Abu Daud meriwayatkan melalui Yahya bin Abdurrahman bin Hatib, yang

meriwayatkan: “Umar datang lalu berkata: ‘Barang siapa menerima dari Rasulullah

sesuatu dari Qur’an, hendaklah ia menyampaikannya.’ Mereka menuliskan Qur’an itu

pada lembaran kertas, papan kayu dan pelepah kurma, dan Zaid tidak mau menerima

dari seseorang mengenai Qur’an sebelum disaksikan oleh dua orang saksi.” Ini

menunjukkan bahwa Zaid tidak merasa puas hanya dengan adanya tulisan semata

sebelum tulisan itu disaksikan oleh orang yang menerimanya secara pendengaran

(langsung dari Rasul), sekalipun Zaid sendiri hafal. Ia bersikap demikian ini karena

sangat berhati- hati. Dan diriwayatkan pula oleh Ibn Abu Daud melalui Hasyim bin

‘Urwah, dari ayahnya, bahwa Abu Bakar berkata kepada umar dan Zaid: “ Duduklah

kamu berdua di pintu mesjid. Bila ada yang datang kepadamu membawa dua orang

saksi atas semua dari Kitab Allah, maka tulislah.” Pada perawi hadis ini orang-orang

terpercaya, sekalipun hadist munqati’ (terputus). Ibn Hajar mengatakan: “Yang

dimaksudkan dengan dua orang saksi adalah hafalan dan catatan.”

Pengumpulan Qur’an pada Masa Usman

Penyebaran Islam bertambah luas dan para qurra tersebar di berbagai wilayah,

dan penduduk di setiap wilayah itu mempelajari qira’at (bacaan) dari qari yang

dikirim kepada mereka. Cara-cara pembacaan (qira’at) Qur’an yang mereka bawakan

berbeda-beda sejalan dengan perbedaan “huruf” yang dengannya Qur’an diturunkan.


Apa bila mereka berkumpul di suatu pertemuan atau disuatu medan peperangan,

sebagian mereka merasa heran akan adanya perbedaan qira’at ini. Ketika terjadi

perang Armenia dan Azarbaijan dengan penduduk Irak, di antara orang yang ikut

menyerbu kedua tempat iu ialah Huzaifah bin al-Yaman. Ia melihat banyak perbedaan

dalam cara-cara membaca Qur’an. Sebagian bacaan itu bercampur dengan kesalahan;

tetapi masing-masing mempertahankan dan berpegang pada bacaannya, serta

menentang setiap orang yang menyalahi bacaanyan dan bahkan mereka saling

mengkafirkan. Melihat kenyataannya demikian Huzaifah segera menghadap Usman

dan melaporkan kepadanya apa yang telah di lihatnya.

Usman kemudian mengirimkan utusan kepada Hafsah (untuk meminjamkan

mushaf Abu Bakar yang ada padanya) dan Hafsah pun mengirimkan lembaran-

lembaran itu kepadanya. Hafsah mengirimkan kepada Usman, dan Usman

memerintahkan Zaid bin Sabit, Abdullah bin Zubair, Sa’id bin ‘As dan Abdurrahman

bin Haris bin Hisyam untuk menyalinnya. Mereka pun menyalinnya menjadi beberapa

mushaf[9].

Perbedaan antara Pengumpulan Abu Bakar dengan Usman

Pengumpulan (mushaf oleh) Abu Bakar berbeda dengan pengumpulan yang

dilakukan Usman dalam motif dan caranya. Motif Abu Bakar adalah kekhawatiran

beliau akan hilangnya Qur’an karena banyaknya para hafiz yang gugur dalam

peperangan yang banyak menelan korban dari para qari. Sedang motif Usaman untuk

mengumpulkan Quran adalah karena banyaknya perbrdaan dalam cara-cara membaca

Qur’an yang disaksikannya sendiri di daerah-daerah dan mereka saling menyalahkan

satu terhadap yang lain.


Pengumpulan Qur’an yang dilakukan Abu Bakar ialah memindahkan semua

tulisan atau catatan Qur’an yang semula bertebaran di kulit-kulit binatang, tulang

belulang dan pelepah kurma, kemudian dikumpulkan dalam satu mushaf, dengan

ayat-ayat dan surah-surahnya yang tersusun serta terbatas pada bacaan yang tidak

dimasukkan dan mencakup ketujuh huruf sebagaimana ketika Qur’an itu

diturunkan.sedangkan pengumpulan yang dilakukan Usman adalah menyalinnya

dalam satu huruf diantara ketujuh huruf itu, untuk mempersatukan kaum Muslimin

dalam satu mushaf dan satu huruf yang mereka baca tanpa keenam huruf lainnya.

Usman hanyalah berusaha menyatukan umat pada satu macam (wajah) qiraat. Itu pun

atas dasar kesepakatan antara dia dengan kaum Muhajirin dan Ansar yang hadir di

hadapannya, setelah ada kekhawatiran timbulnya kemelut karena perbedaan yang

terjadi antara penduduk Irak dengan Syam dalam cara qiraat.

Dengan usahanya itu Usman telah berhasil menghindarkan timbulnya fitnah dan

mengkikis sumber perselisihan serta menjaga Qur’an dari penambahan dan

penyimpangan sepanjang zaman. para ulama berbeda pendapat tentang jumlah mushaf

yang dikirimkan Usman ke berbagai daerah[10]:

A. Ada yang mengatakan bahwa jumlahnya tujuh buah mushaf yang dikirimkan ke

Mekah, Syam, Basrah, Kufah, Yaman, Bahrain dan Madinah. Ibn Abu Daud

mengataan: “aku mendengar Abu Hatim as-Sijistani berkata: ‘telah ditulis tujuh buah

mushaf, lalu dikirimkan ke Mekah, Syam, Yaman, Bahrain, Basrah, Kufah dan

sebuah ditahanan di Madinah.”’

B. Dikatakan bahwa jumlahnya ada empat buah, masing-masing dikirimkan ke

Irak, Syam, Mesir dan Mushaf Imam; atau dikirimkan ke Kufah, Basrah, Syam

Mushaf Imam. Berkata Abu ‘Amr ad-Dani dalam al-Muqni: “ sebagian besar ulama

berpendapat bahwa ketika Usman menulis Mushaf, ia membuatnya sebanyak empat


buah salinan dan ia kirimkan ke setiap daerah masing-masing satu buah: ke Kufah,

Basrah, Syam dan ditinggalkan satu buah untuk dirinya sendiri.”

C. Ada juga yang mengatakan bahwa jumlahnya ada lima. As-Suyuti berkata

bahwa pendapat inilah yang mansyur. Adapun lembaran-lembaran yang dikembalikan

kepada Hafsah, tetap berada di tangannya hingga ia wafat. Stelah itu lembaran-

lembaran tersebut dimusnahkan, dan dikatakan pula bahwa lembaran-lembaran

tersebut diambil oleh Marwan bin Hakam lalu dibakar[11].

Keraguan yang Harus Ditolak


Ada beberapa keraguan yang ditiupkan oleh pengumbara hawa nafsu untuk
melemahkan kepercayaan terhadap Qur’an dan kecermatan pengumpulannya. Disini
kami akan kemukakan beberapa hal yang penting di antaranya dan kemudian
menjawabnya.
1. Mereka berkata, sumber-sumber lama (asar) menunjukkan bahwa ada beberapa
bangian Qur’an yang tidak dituliskan dalam mushaf-mushaf yang ada di tangan kita
ini. Sebagai bukti (dalil) dikemukakannya:

A. “ Aisyah berkata: ‘Rasulullah pernah mendengar seseorang membaca Al Quran


dimasjid, lalu berkata: ‘Semoga Alah mengasihinya. Ia telah mengingatkan aku akan
ayat (.anu.) dan ayat (.anu.) dari surah (.anu.).’(.ini.) dan (.ini.).’ Dan ada lagi riwayat
yang mengatakan ‘ Aku telah dibuat lupa terhadapnya.’’’
B. Allah berfirman dalam Surah A’la :
“ Kami akan membacakan (Qur’an) kepadamu (Muhammad), maka kamu tidak akan
lupa, kecuali kalau Allah menghendaki.” (al-A’la [87]:6-7). Pengecualian dalam ayat
ini menunjukkan bahwa ada beberapa ayat yang terlupakan oleh Rasulullah.
BAB III
PENUTUPAN
A. Kesimpulan

a) Pengumpulan Al-Qur’an pada masa Rasulullah, yaitu bahwa semua Al-Qur’an itu
telah dituliskan dan telah tersusun berdasarkan petunjuk Rasul, walaupun sutat-
suratnya belum tersusun seperti apa yang dilihat sekarang ini dan tulisan-tulisannya
belum terhimpun dalam satu kesatuan yang terdiri dari benda-benda yang beragam.
b) Pengumpulan Al-Qur’an di masa Abu Bakar ini ialah bahwa Al-Qur’an itu
terkumpul di dalam satu mushaf yang terbuat dari lembaran-lembaran yang beragam,
baik bahannya maupun ukurannya, dan ayat-ayatnya tetap tersusun sesuai yang telah
ditunjukkan Rasulullah.
c) Pengumpulan Al-Qur’an pada masa Usman bin Affan adalah menyeragamkan
bacaan Al-Qur’an dengan jalan menyeragamkan penulisannya kemudian
membukukannya dengan menyalinkan kembali ayat-ayat Al-Qur’an yang
sudah ditulis pada masa Abu Bakar, sehingga menjadi mushaf yang lebih sempurna
yang akan dijadikan standar bagi seluruh kaum muslimin sebagai sumber bacaan dan
hafalan lalu diperbanyak dan dikirimkan ke daerah-daerah.
B. Saran
a) Kita sebagai umat Nabi Muhammad SAW harus lebih menghargai dengan kerja
keras Nabi Muhammad SAW dan para sahabatnya yang berjuang mati-matian untuk
mengumpulkan ayat-ayat alqur’an yang terpisah-pisah dari penghafalnya lalu di
kumpulkan di kitabkan yang disusun begitu rapi dan tersusun
b) Kita harus membacanya, mengamalkan, menyakininya, lebih baiknya mengetahui
maknanya. Karna itu alquran sebagai pedoman hidup kita
c) Kita minta maaf apabila ada kesalahan di makalah kita, karna hanya ini yang kita
bisa curahkan.
DAFTAR PUSTAKA
Al-Qattan,Munna Kholil.1973. studo ilmu-ilmu al-Qur’an.JAKARTA: PT Pustaka
Litera Antarnusa.
KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur kami panjatkan kepada ALLAH SWT. Karena berkat
limpahan rahmat, taufik serta hidayah Nya kami dapat menyelesaikan makalah ini Dalam
rangka memenuhi tugas kelompok mata kuliah

Akhirnya Makalah ini dapat kami selesaikan berkat bimbingan dan arahan dari
dosen pengasuh yang memberikan bahan-bahan materi, dan kami mengucapkan terima kasih ke
semua pihak yang telah membantu.

Apabila dalam makalah ini banyak terdapat kekurangan, baik dari segi isi maupun
teknik penulisannya, untuk itu kami mengharapkan kritik, saran dan bimbingan dari semua pihak
untuk perbaikan dimasa yang akan datang.

Semoga makalah ini bermanfaat dan berguna buat kita semua, amien.

Penyusun,
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR....................................................................................................................

DAFTAR ISI.....................................................................................................................................

BAB 1 PENDAHULUAN.................................................................................................................

1.1.Latar Belakang.......................................................................................................

1.2.Rumusan Masalah.................................................................................................

BAB 2 PEMBAHASAN.....................................................................................................................

BAB 3 PENUTUP...............................................................................................................................

3.1 Kesimpulan..................................................................................................................

3.2.Saran.............................................................................................................................

DAFTAR PUSTAKA...............................................................................................................................
MAKALAH
KODIFIKASI ALQURAN

OLEH :
KELOMPOK IV
ANITA
HASRIADI

STAIN DDI MAJENE


TAHUN AKADEMIK 2018/2019

Anda mungkin juga menyukai