Anda di halaman 1dari 21

Stress Diperberat Kerja

Felix rico suwandi - 10.2012.239

Flxrco@gmail .com

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA JAKARTA

Jl. TerusanArjuna no.6, Jakarta Barat

BAB I

PENDAHULAN

Pekerjaan merupakan hal yang penting bagi kehidupan manusia terutama bagi mereka yang
sangat kekurangan .Dalam hal ini dapat juga mempengaruhi factor psikis manusia.Dalam
hubungannya dengan pekerjaan atau profesi yang ditekuni, setiap orang memiliki kemampuan
berbeda untuk menyangga beban pekerjaannya. Di antara mereka ada yang cocok untuk beban
fisik, mental, atau sosial atas pekerjaan yang ditekuni. Dan ada pula yang tidak cocok untuk
beban kerja mereka. penempatan seorang tenaga kerja yang tepat pada pekerjaan yang tepat,
dalam arti derajat ketepatan suatu penempatan, meliputi kecocokan basis pengetahuan dan
pengalaman, keterampilan, minat, motivasi dan lain sebagainya atas pekerjaan yang ditekuni.
Interaksi manusia sebagai pekerja dengan pekerjaan dan lingkungan kerja dapat menyebabkan
efek positif kepada pekerja, atau efek yang sebaliknya. Pekerjaan dan lingkungan kerja yang
sehat dan kondusif dapat memberikan efek positif, sedangkan pekerjaan dan lingkungan kerja
yang tidak sehat dan tidak kondusif dapat berpengaruh negatif kepada pekerja. Bahkan tak jarang
kondisi tersebut mengakibatkan gangguan kesehatan. Oleh karena itu, pekerjaan dan lingkungan
kerja yang dapat memberikan efek negatif sedapat mungkin dieliminasi atau dihindarkan, sebab
penyakit akibat dari suatu pekerjaan secara langsung atau tidak langsung dapat menyebabkan
gangguan psiko-fisiologis.

BAB II

PEMBAHASAN

1. Diagnosis klinis
A. Anamnesis
Menanyakan data-data pribadi seperti nama, umur, alamat, dan pekerjaan. Kemudian
menanyakan keluhan utama, riwayat penyakit sekarang, riwayat penyakit dahulu, dan riwayat
penyakit keluarga. Riwayat penyakit sekarang biasanya merupakan cerita yang kronologis,
terinci, dan jelas mengenai keadaan kesehatan pasien sejak sebelum keluhan utama sampai
pasien datang berobat. Sedangkan riwayat penyakit dahulu meliputi pertanyaan yang
menanyakan apakah pasien dulu pernah mengalami penyakit-penyakit tertentu yang
memungkinkan adanya hubungan dengan penyakit yang dialami sekarang. Riwayat penyakit
keluarga ditanyakan untuk mengetahui apakah pasien memiliki penyakit keturunan yang
mungkin diturunkan dari orang tua atau keluarga.

Pada pasien yang diduga mengalami penyakit akibat kerja, maka riwayat pekerjaan harus
ditanyakan lebih lengkap. Menggali lebih dalam sudah berapa lama pekerjaannya yang sekarang,
pekerjaan terakhir sebelum pekerjaan sekarang apa (mungkin saja pasien sudah pensiun atau
sudah berganti pekerjaan), jenis pekerjaan dan berbagai alat serta bahan yang berhubungan
dengan pekerjaan tersebut, jumlah jam kerja atau jam giliran kerja, kemungkinan bahaya yang
dialami, hubungan gejala dan waktu kerja, apakah ada pekerja lain yang mengalami hal sama.
Harus disertakan anamnesis psikiatris kepada pasien

B. Pemeriksaan fisik

Pemeriksan fisik yang dilakukan adalah tanda-tanda vital meliputi suhu, pernapasan, nadi, dan
tekanan darah. Suhu normal pada orang dewasa berkisar 36 derajat. Naik atau turunnya suhu
dipengaruhi oleh berbegai hal seperti umur, aktivitas tubuh, jenis kelamin, dan sebagainya.
Pengukuran dapat dilakukan di beberapa tempat yaitu di mulut, anus, ketiak, dan telinga.
Pernapasan normal pada dewasa adalah 16-20 x/menit. Menghitung pernapasan lebih baik
dilakukan tanpa diketahui oleh orang yang diperiksa agar tidak membiaskan hasil. Nilai denyut
nadi merupakan salah satu indikator untuk menilai sistem kardiovaskular. Nilai normal pada
orang dewasa adalah 70-80 x/menit. Tekanan darah menunjukkan nilai sistole dan diastole. Nilai
normal pada orang dewasa adalah sekitar 120/80 mmHg. Dalam kasus ini dalam batas normal

C. Pemeriksaan penunjang
Bahan pemeriksaan penunjang diambil dari darah, feses, urin, atau dalam organ tubuh untuk
tergantung dari keluhannya namun dalam kasus ini belum dilakukan. Namun disarankan lebih
menekankan ke anamnesis untuk rencana melakukan pemeriksaan penunjang

D. Pemeriksaan tempat kerja

Pemeriksaan tempat kerja lebih ditekankan pada lingkungan tempat individu bekerja. Dilihat
penerangannya, kelembaban tanah dan udara, penempatan alat dan bahan yang digunakan,
terdapat atau tidaknya fasilitas untuk mencuci/membersihkan tubuh jika terkena bahan kimia,
dan lain-lain.

Hasil kasus:

1. Anamnesis
- Identitas : Wanita, 30 tahun
- RPS : Mual berulang dan makin diperberat apabila kerja,sulit
tidur , pusing biasa terus menerus tidak ada perasaan berputar
- RPD :-
- RPK :-
- RPKerjaan : Karyawati Y, 1 bulan lalu , Bekerja selama 9 jam/minggu
- Pajanan : Stress, Pasien masih melakukan adaptasi dengan
lingkungan pekerjaan karena tidak sesuai dengan pendidikan terakhir pasien
- Pemeriksaan Fisik : TTV normal
- Pemeriksaan penunjang :-
Anamnesis psikiatris meliputi penampilan umum (kesadaran perilaku,sikap pembicaraan
dll), keadaan afektif (perasaan dasar ekspresi,afektif,empati), Fungsi kognitif (daya
ingat,konsentrasi,orientasi,kemampuan menolong diri sendiri),persepsi,proses piker, daya
nilai social,tanggapan tentang diri dan lingkungan

1. Psikosomatis

Psikosomatis sebenarnya merupakan istilah segolongan penyakit fisis/organik yang erat


berhubungan dengan peristiwa psikososial yang erat hubungannya dengan timbul gejala
tersebut.1
WHO membagi nya dalam dua macam yaitu
i. Faktor psikologis yang mempengaruhi malfungsi fisiologis tanpa ada
kerusakan jaringan biasanya diakibatkan tidak seimbangan saraf autonom
ii. Psikologis dan mempengaruhi kondisi fisis yakni ada kerusakan jaringan. 1

Untuk mempermudah pemahaman berdasarkan ada tidaknya patologi organ, gangguan


psikosomatis dibagi menjadi gangguan psikomatis fungsional (malfungsi fisiologis atau
gangguan psikosomatis primer ) dan gangguan psikomatis struktural (malfungsi
fisiopatologis atau gangguan psikosomatik sekunder ) . 1

1.1 Stres

Stres adalah respons umum terhadap adanya tuntutan pada tubuh. Tuntutan tersebut adalah
keharusan untuk menyesuaikan diri, dan karenanya keseimbangan tubuh terganggu. Manusia
membutuhkan stres untuk bisa berfungsi normal. Anggaplah stres sebagai suatu tantangan, tanpa
itu manusia tidak akan tergerak untuk melakukan sesuatu. Seberapa besar stres yang dibutuhkan?
Mari kita lihat gambar berikut.1

Gambar 1.1 Grafik stress terhadap kinerja


Sumber : Medcnet.2010

Mula-mula, sejalan dengan meningkatnya stres, meningkat pula kinerja manusia sampai suatu
titik tertentu. Pada saat ini kita tidak menganggap diri kita dalam keadaan stres, melainkan dalam
keadaan bersemangat, bergairah, atau penuh dorongan. 1
Namun, lewat titik tersebut, tambahan stres akan membuat kinerja kita menurun dan mengurangi
kemampuan untuk mengatasinya (coping). Sebagian besar dari kita mempunyai rentang stres
yang optimal atau "Daerah Nyaman" (Comfort Zone) yang membuat kita merasa nyaman dan
berfungsi baik. 1
Jika kita melampaui daerah nyaman, timbul rasa lelah yang merupakan tanda untuk mengurangi
tingkat stres kita. Jika hal itu tidak dilakukan, maka kita menjadi kehabisan tenaga, sakit, dan
akhirnya ambruk (breakdown). 1
Gejala-gejala fisik maupun psikis yang dapat timbul adalah sebagai berikut:

 Gejala Fisik: merasa lelah, insomnia, nyeri kepala, otot kaku dan tegang (terutama
leher/tengkuk, bahu, dan punggung bawah), berdebar-debar, nyeri dada, napas pendek,
gangguan lambung dan pencernaan, mual, gemetar, tangan dan kaki merasa dingin, wajah
terasa panas, berkeringat, sering flu, dan menstruasi terganggu. Karena gejala fisik ini
mungkin ada kaitannya dengan penyakit fisik, sebaiknya berkonsultasi dengan dokter
sebelum memutuskan bahwa gejala fisik tersebut disebabkan oleh stres. 1

 Gejala Mental: berkurangnya konsentrasi dan daya ingat, ragu-ragu, bingung, pikiran
penuh atau kosong. 1

 Gejala Emosi: cemas (pada berbagai situasi), depresi, putus asa, mudah marah, ketakutan,
frustrasi, tiba-tiba menangis, fobia, rendah diri, merasa tak berdaya, menarik diri dari
pergaulan, dan menghindari kegiatan yang sebelumnya disenangi. 1

 Gejala Perilaku: mondar-mandir, gelisah, menggigit kuku, menggerak-gerakkan anggota


badan atau jari-jari, perubahan pola makan, merokok, minum minuman keras, menangis,
berteriak, mengumpat, bahkan melempar barang atau memukul. 1

1.2 Stresor

Stressor adalah setiap keadaan atau peristiwa yang menyebabkan perubahan dalam kehidupan
seseorang. Karena adanya stressor terpaksa seseorang harus menyesuaikan diri untuk
menanggulangi stressor yang timbul. Jenis stressor dapat dikelompokan sebagai berikut: masalah
perkawinan, masalah keluarga, masalah hubungan interpersonal, masalah pekerjaan, lingkungan
hidup, masalah hukum, keuangan, perkembangan, penyakit fisis, dan lain-lain.
Respon tubuh terhadap perubahan-perubahan tersebut/stressor dapat dibagi menjadi 3 fase yaitu:
1

 Alarm reaction (reaksi peringatan), pada fase ini tubuh dapat mengatasi stressor
(perubahan) dengan baik. 1

 The stage of resistence (reaksi pertahanan), reaksi terhadap stressor udah


mencapai/melampaui tahap kemampuan tubuh. Pada keadaan ini sudah dapat timbul
gejala-gejala psikis dan somatik. 1

 Stage of exhaustion (reaksi kelelahan), pada fase ini gejala-gejala psikosomatik (penyakit
fisik yang sebagian disebabkan atau dicetuskan oleh faktor-faktor psikologis) tampak
dengan jelas. 1
Menurut pengertian tersebut di atas tampak bahwa reaksi psikis dan somatik akan muncul pada
tahap di mana respon terhadap situasi stress sudah mencapai/melampaui titik pertahanan tubuh.
Gangguan psikis/konflik emosi yang menimbulkan gangguan psikosomatik ternyata diikuti oleh
perubahan-perubahan fisiologis dan biokimia pada tubuh seseorang. 1

Gambar 1.2.1 Faktor stressor terhadap hormon


(Sumber : Sherwood.2002)

Perubahan fisiologis ini berkaitan erat dengan adanya gangguan pada sistem saraf autonom
vegetatif, sistem endokrin, dan sistem imun. Proses emosi terdapat di otak kemudian disalurkan
melalui saraf otonom vegetatif ke alat-alat viseral yang banyak dipersarafi oleh saraf autonom
vegetatif tersebut. 1

Gambar 1.2.2 Perubahan fisiologis tubuh diantaranya


(Sumber : Buku IPD UI.2007)

- Gangguan keseimbangan saraf autonom vegetatif


Pada keadaan ini konflik emosi yang timbul diteruskan melalui korteks serebri ke system limbic
kemudian hipotalamus dan akhirnya ke system saraf autonom vegetative. Gejala klinis yang
timbul dapat berupa hipertoni simpatik (Tonus simpatis yang berlebihan dan langsung terlampau
lama mengakibatkan penurunan ambang rangsang yang sangat banyak SSP contohnya
nervousitas,tremor, pusing ,kepala insomnia,murung selalu merasa dingin Kardiovaskular
contohnya hipertensi ringan , takikardia , Gastrointestinal contohnya peristaltic berkurang ,
anoreksia, bahkan gejala seperti hipertiroidisme , gangguan lambung ) lanjut ke hipotoni
simpatik gejala hipertoni simpatis masih ada tetapi gejala nya sudah tidak begitu tampak. Gejala
hipertoni simpatis meliputi keadaan umum yang lemah, keadaan gizi yang jelek disebut sebagai
dekompensasi simpatikus, Hipertoni parasimpatik ( lebih parah gejalanya yaitu desentralisasi
system parasimpatik biasanya gejalanya terbatas pada satu organ saja misalnya traktus digestivus
saja. Ataksia vegetative (runtuh nya koordinasi antara simpatik dan parasimpatik). 1

- Hiperalgesia alat visceral


Respons reflex alat visceral tinggi misalnya non cardiac chest pain, non ulcer dyspepsia dan
irritable bowel syndrome. 1

- Gangguan system endokrin/ hormonal


Perubahan stress mengakibatkan gangguan hormonal contohnya kortisol, Epinefrin , insulin ,
Glukagon , vasopressin , Renin angiotensin.1

- Perubahan pada system imun


Perubahan tingkah laku dan ketidakseimbangan hormonal mempermudah terjadinya infeksi
akibat depresi immunotransmitter contoh depresi neutrofil dalam sirkulasi meningkat sedangkan
natural killer menurun , limfosit T turun dan limfosit B turun sel T helper turun dan sel NK turun
produksi interferon turun . 1

1.3 Kriteria Klinis Penyakit Psikosomatik

a. Kriteria yang biasanya tidak ada (criteria negatif)

- Tidak didapatkan kelainan organik pada pemeriksaan yang teliti sekalipun, walaupun
mempergunakan alat-alat canggih. Bila ada kelainan organik belum tentuk bukan penyakit
psikosomatik, sebab: 1

- Bila penyakit psikosomati tidak diobati, dalam jangka waktu yang cukup lama,
dapatmenimbulkan kelainan-kelainan organik pada alat-alat yang dikeluhkan. 1

- Secara kebetulan ada kelainan organik, tetapi kelainan ini tidak dapat menerangkan Keluhan
yang ada pada pasien tersebut. Yang dinamakan koinsidensi. 1

- Sebelum timbulnya gejala-gejala psikosomatik, telah ada lebih dahulu kelainan organiknya,
tetapi tidak disadari oleh pasien sendiri. Baru menjadi sadar, setelah disadarkan oleh orang lain
atau kadang-kadang oleh dokter yang mengobatinya. Hal ini membuatnya jadi takut, khawatir
dan gelisah, yang dinamakan iatrogen. Tidak didapatkan kelainan psikiatri. Tidak ada gejala-
gejala psikotik: tidak ada disintegrasi kepribadian. Tidak ada distorsi realitas. Masih mengakui
bahwa ia sakit, masih mau aktif berobat. 1

b. Kriteria yang biasanya ada (criteria positif).


-Keluhan-keluhan yang ada hubungannya dengan emosi tertentu.

-Keluhan-keluhan tersebut berganti-ganti dari satu sistem ke kelainan sistem lainnya. Dinamakan
shifting phenomen atau alternasi. 1

- Adanya imbalans vegetatif (ketidakseimbangan susunan saraf autonom). 1

- Penuh dengan stres sepanjang kehidupan (stressful life situation), yang menjadi sebab konflik
mentalnya. 1

-Ada perasaan negatif yang menjadi titik tolak keluhan-keluhannya. 1

-Adanya faktor pencetus (faktor presipitasi), proksimal dari keluhan-keluhannya. 1

- Adanya faktor predisposisi, dicari dari anamnesis longitudinal. Yang membuat pasien rentan
terhadap faktor predisposisi presipitasi itu. Faktor predisposisi dapat berupa faktor fisik/somatis,
biologis, stigmata neurotik, dapat pula faktor psikis dan sosio-kultural. Kriteria-kriteria ini tidak
perlu semuanya ada. 1

1. Pajanan yang dialami

Pengetahuan mengenai pajanan yang dialami oleh seorang tenaga kerja adalah esensial untuk
dapat menghubungkan suatu penyakit dengan pekerjaannya. Untuk ini perlu dilakukan
anamnesis mengenai riwayat pekerjaannya secara cermat dan teliti, yang mencakup:2

a) Penjelasan mengenai semua pekerjaan yang telah dilakukan oleh penderita secara kronologis, 2

b) Lamanya melakukan masing-masing pekerjaan, 2

c) Bahan yang diproduksi,

d) Materi (bahan baku) yang digunakan,

e) Jumlah pajanannya, 2

f) Pemakaian alat perlindungan diri (misal: masker), 2

g) Pola waktu terjadinya gejala,

h) Informasi mengenai tenaga kerja lain (apakah ada yang mengalami gejala serupa), i) Informasi
tertulis yang ada mengenai bahan-bahan yang digunakan (MSDS, label, dan sebagainya). 2

Faktor Fisik

Yang meliputi keadaan fisik seperti bangunan gedung atau volume udara perkapita atau luas
lantai kerja maupun hal-hal yang bersifat fisis seperti penerangan, suhu udara, kelembaban
udara, tekanan udara, kecepata aliran udara, kebisingan, vibrasi mekanis, radiasi, gelombang
eltromagnetis. 2

Faktor Biologis

Semua makhluk hidup baik dari golongan tumbuhan maupun hewan. Dari yang paling sederhana
bersel tunggal sampai dengan yang paling tinggi tikatannya. 2

Faktor Kimia

Semua zat kimia anorganis dan organis yang mungkin wujud fisiknya merupakan salah satu atau
lebih dari bentuk gas, uap, debu, kabut, fume (uap logam), asap, awan, cairan, dan atau zat padat.
2

Faktor Ergonomis atau fisiologis

Interaksi antara faal kerja manusia dengan pekerjaan dan lingkungan kerjanya seperti konstruksi
mesin yang disesuaikan dengan fungsi indra manusia, postur dan cara kerja yang
mempertimbangkan aspek antropometris dan fisiologis manusia. 2

Faktor Mental dan Psikologis

Reaksi mental dan kejiwaan terhadap suasana kerja, hubungan antara pengusaha dan tenaga
kerja, struktur dan prosedur organisasi pelaksanaan kerja dan lain-lain. Stress akibat kerja dapat
menyebabkan gangguan perilaku dan jiwa di lingkungan kerja. Stress akibat kerja didefinisikan
sebagai stress dalam kesehatan kerja akibat ketidakseimbangan antara hasil kerja yang
diharapkan dengan kemampuan untuk merealisasikannya. Stress merupakan problem kesehatan
kerja yang penting karena secara signifikan menyebabkan kerugian ekonomis. Stres kerja
merupakan reaksi pekerja terhadap situasi dan kondisi di tempat kerja yang berdampak fisik dan
psikososial bagi pekerja. Klasifikasi stress menurut Hans Selye adalah distress yang destruktif,
dan eustress yang positif. Terdapat 3 aspek yang dapat menjadi dampak stress kerja yaitu gejala
fisiologis seperti peningkatan debar jantung, dan pernapasan serta tekanan darah; gejala
psikologis seperti ketidakpuasan dan marah – marah; serta gejala perilaku antara lain meliputi
perubahan kebiasaan makan, banyak merokok, gangguan tidur, tidak masuk kerja, dan
penurunan prestasi kerja. 2

2. Hubungan pajanan dengan penyakit

Apakah terdapat bukti-bukti ilmiah dalam kepustakaan yang mendukung pendapat bahwa
pajanan yang dialami menyebabkan penyakit yang diderita. Jika dalam kepustakaan tidak
ditemukan adanya dasar ilmiah yang menyatakan hal tersebut di atas, maka tidak dapat
ditegakkan diagnosa penyakit akibat kerja. Jika dalam kepustakaan ada yang mendukung, perlu
dipelajari lebih lanjut secara khusus mengenai pajanan sehingga dapat menyebabkan penyakit
yang di derita (konsentrasi, jumlah, lama, dan sebagainya). 2
3. Besarnya Pajanan

Tentukan apakah jumlah pajanan yang dialami cukup besar untuk dapat mengakibatkan penyakit
tersebut. Jika penyakit yang diderita hanya dapat terjadi pada keadaan pajanan tertentu, maka
pajanan yang dialami pasien di tempat kerja menjadi penting untuk diteliti lebih lanjut dan
membandingkannya dengan kepustakaan yang ada untuk dapat menentukan diagnosis penyakit
akibat kerja. Hal ini dapat diperkuat juga dengan mengetahui patofisiologis penyakit serta
pemakaian alat pelindung diri. 2

4. Peranan faktor individu

Menentukan apakah ada faktor-faktor lain yang mungkin dapat mempengaruhi penyakit. Dalam
hal ini diperlukan status kesehatan fisik penderita seperti riwayat alergi, perlu diketahui riwayat
kesehatan (riwayat keluarga) yang mengakibatkan penderita lebih rentan/lebih sensitif terhadap
pajanan yang dialami, kebersihan personal, kepatuhan dalam menaati peraturan terkait tempat
kerja penderita, kebiasaan berolahraga. 2

5. Faktor lain di luar pekerjaan

Meliputi kebiasaan individu sehari-hari (merokok, minum minuman beralkohol, jarang makan
makanan sehat), ada atau tidak adanya pajanan di rumah, hobi individu, apakah individu
memiliki pekerjaan sampingan selain pekerjaan utama. 2

6. Diagnosis okupasi

Sesudah menerapkan keenam langkah di atas perlu dibuat suatu keputusan berdasarkan informasi
yang telah didapat yang memiliki dasar ilmiah. Seperti telah disebutkan sebelumnya, tidak selalu
pekerjaan merupakan penyebab langsung suatu penyakit, kadang-kadang pekerjaan hanya
memperberat suatu kondisi yang telah ada sebelumnya. Hal ini perlu dibedakan pada waktu
menegakkan diagnosis. Suatu pekerjaan/pajanan dinyatakan sebagai penyebab suatu penyakit
apabila tanpa melakukan pekerjaan atau tanpa adanya pajanan tertentu, pasien tidak akan
menderita penyakit tersebut pada saat ini. Sedangkan pekerjaan dinyatakan memperberat suatu
keadaan apabila penyakit telah ada atau timbul pada waktu yang sama tanpa tergantung
pekerjaannya, tetapi pekerjaannya/pajanannya memperberat/mempercepat timbulnya penyakit.
Dari uraian di atas dapat dimengerti bahwa untuk menegakkan diagnosis Penyakit Akibat Kerja
diperlukan pengetahuan yang spesifik, tersedianya berbagai informasi yang didapat baik dari
pemeriksaan klinis pasien, pemeriksaan lingkungan di tempat kerja (bila memungkinkan) dan
data epidemiologis. 2
7. Mekanisme terjadi stress akibat kerja

Gambar 8.1 skema stress akibat kerja dengan berbagai penyebabnya

(Sumber : robbins.1996)

Hampir setiap pekerjaan selalu memiliki “agen stress” yang potensial, dan masing-masing jenis
pekerjaan memiliki variasi tingkatan stressornya. Pada umumnya, stress pada pekerja terjadi
karena interaksi pekerja dengan pekerjaan atau lingkungan kerja, yang ditandai dengan
penolakan diri sehingga terjadi penyimpangan secara fungsional. Dengan kata
lain, stress merujuk pada kondisi internal individu untuk menyesuaikan diri secara baik terhadap
perasaan yang mengancam terhadap kondisi fisik dan atau psikis, atau label untuk gejala
psikologis yang mendahului penyakit, reaksi ansietas, ketidaknyamanan atau hal lain yang
sejenis .Dalam kaitannya dengan pekerjaan dijelaskan bahwa stress kerja sebagai suatu kondisi
yang disebabkan oleh transaksi antara individu dengan lingkungan kerja, sehingga menimbulkan
persepsi jarak antara tuntutan yang berasal dari situasi dengan sumber daya sistem biologis,
psikologis dan sosial.3

Stress dengan berbagai dimensinya dapat dikonseptualisasikan dalam berbagai sudut pandang,
diantaranya: (1) stress dipandang sebagai suatu stimulus atau variabel bebas yang mempengaruhi
keberadaan individu, (2) stress dipandang sebagai respon atau variabel tergantung, serta
(3) stress merupakan hasil interaksi individu dengan lingkungan. 3

Sudut pandang stress sebagai stimulus dapat digambarkan bahwa stress itu berasal dari
lingkungan. Kejadian atau peristiwa yang muncul di lingkungan (stressor) dapat menimbulkan
perasaan tidak enak atau tegang, cemas, dan lain-lainya yang dapat menjadi bencana besar dalam
kehidupan seseorang. Menurut model ini, bila individu secara terus menerus bertemu dengan
sumber stressor yang potensial, kemungkinkan akan terjadi perubahan keseimbangan dalam
individu tersebut. Contoh sumber stressor yang potensial tersebut adalah fasilitas penunjang
pekerjaan yang minim, kondisi pekerjaan yang tidak baik, dan situasi lingkungan yang tidak
memuaskan (tekanan di lingkungan kerja). Perbedaan individual, tingkat toleransi, dan harapan-
harapannya tetap menjadi pertimbangan sendiri. 3

Tahapan Mendiagnosis Penyakit Akibat Kerja pada Kasus

1. Diagnosis klinis

Melakukan anamnesis terkait kasus didapatkan data karyawati Y di jalan Sudirman sudah 1
bulan pekerjaan sebagai administrasi Keluhan utamanya mual berulang dan diperberat pada saat
kerja , Mual pusing terkadang kadang sulit tidur, masih beradaptasi dengan lingkungan pekerjaan
nya , masih mengalami haid , udah pernah berobat sebelumnya tetapi tidak ada perbaikan ,
diketahui jurusan sastra inggris ketika mengambil pendidikan dan tidak sesuai dengan pekerjaan
saat ini.

Melakukan pemeriksaan fisik terkait kasus dan didapatkan semua dalam batas-batas normal.

Pemeriksaan laboratorium belum dilakukan , namun bisa dianjurkan untuk tes darah rutin, feses
urin untuk memastikan organ nya mengalami gangguan atau tidak. 2,3

2. Pajanan yang dialami

Berdasarkan anamnesis diduga pajanan pasien adalah secara psikososial yaitu merasa terbeban
karena pekerjaan yang tidak sesuai dengan apa yang dipelajari selama perguruan tinggi yaitu
sebagai admin sedangkan waktu mengambil studi dia menekuni sastra inggris tetapi karena
kekurangan dan mengalami gangguan adaptasi SDM sehingga dia menerimanya. 2,3

3. Hubungan pajanan dengan penyakit

Perlu ditanyakan apakah gejala yang dialami terjadi setelah individu menjalani pekerjaannya
sebagai Karyawati bagian admin . apakah gejala mual dan pusing tersebut semakin berat, apakah
hilang timbul, dan merasa lebih baik ketika dalam keadaan apa. Di sini didapatkan mual
terkadang kadang tapi berulang dan diperberat kalau ia bekerja dan pusing terus menerus . 2,3

4. Besarnya pajanan

Efek yang timbul pada seseorang tergantung pada jumlah pajanan yang ia terima. Semakin besar
dan sering pajanan yang ia terima, maka semakin hebat gejala yang ia alami. Selain jumlah
pajanan, perlu diperhatikan patofisiologi stress terhadap dampaknya baik individu dan
perusahaan (dalam hal ini tempat kerja dan kesesuaian bidang yang dikerjakan) sesuai literatur
untuk membantu menegakkan diagnosis. 2,3

5. Peranan faktor individu

Perlu diketahui status kesehatan fisik penderita seperti riwayat alergi, perlu diketahui riwayat
kesehatan (riwayat keluarga) yang mengakibatkan penderita lebih rentan/lebih sensitif terhadap
pajanan yang dialami, kebersihan personal, kepatuhan dalam menaati peraturan terkait tempat
kerja penderita, kebiasaan berolahraga.2,3

6. Faktor lain di luar pekerjaan

Meliputi informasi mengenai hal-hal yang dilakukan oleh individu diluar pekerjaan yang
memungkinkan memperberat penyakit. Diantaranya adalah kebiasaan individu sehari-hari
(merokok, minum minuman beralkohol, jarang makan makanan sehat), ada atau tidak adanya
pajanan di rumah, hobi individu, apakah individu memiliki pekerjaan sampingan selain
pekerjaan utama.2,3

7. Diagnosis Okupasi
Berdasarkan keenam langkah-langkah yang telah dilakukan, maka penderita mengalami stress
Diperberat kerja. 2,3

8. Dampak

Stress akibat kerja merupakan kondisi yang muncul akibat interaksi seseorang dengan pekerjaan
dan lingkungan kerjanya. Stress ditandai dengan perubahan pada diri seseorang yang memaksa
mereka menyimpang dari fungsinya secara normal. Memang tidak selamanya stress berdampak
negatif pada penderitanya, dan bahkan dapat pula berdampak positif. Semua itu tergantung pada
kondisi psikologis dan sosial seorang guru, sehingga reaksi terhadap setiap kondisi stress sangat
berbeda. Contoh dampak stress kerja yang bersifat positif, antara lain, adalah motivasi diri,
rangsangan untuk bekerja keras, dan timbulnya inspirasi untuk meningkatkan kehidupan yang
lebih baik. Sedangkan, dampak stress kerja yang bersifat negatif dapat digolongkan ke dalam
kategori subyektif seperti kecemasan, acuh, agresif, bosan, depresi, gugup, dan terisolir; kategori
perilaku seperti penyalahgunaan obat/narkoba, reaksi meledak-ledak, merokok berlebihan, dan
alkoholik; kategori kognitif seperti ketidakmampuan mengambil keputusan secara jelas, sulit
konsentrasi, peka kritik, dan rintangan mental; kategori fisiologis dan kesehatan seperti
meningkatnya kadar gula, denyut jantung, tekanan darah, tubuh panas dingin, meningkatnya
kolesterol, dan lain-lain; dan kategori organisasi seperti ketidakpuasan kerja, menurunnya
produktivitas, dan keterasingan dengan rekan sekerja. 3
Dampak Terhadap Individu

Gambar 8.1 Effect of stress

(Sumber holistic dentistry.2009)

Dampak stress kerja bagi individu adalah munculnya masalah-masalah yang berhubungan
dengan kesehatan, psikologis dan interaksi interpersonal.3

Kesehatan

Tubuh manusia pada dasarnya dilengkapi dengan sistem kekebalan untuk mencegah serangan
penyakit. Istilah "kebal" ini dikemukakan oleh dua orang peneliti yaitu Memmler dan Wood
untuk menggambarkan kekuatan yang ada pada tubuh manusia dalam mencegah dan mengatasi
pengaruh penyakit tertentu, dengan cara memproduksi antibodi. 3

Sistem kekebalan tubuh manusia ini bekerja sama secara integral dengan sistem fisiologis lain,
dan kesemuanya berfungsi untuk menjaga keseimbangan tubuh, baik fisik maupun psikis yang
cara kerjanya di atur oleh otak. Seluruh sistem tersebut sangat mungkin dipengaruhi oleh faktor
psikososial seperti stress dan immunocompetence. Istilah immunocompetence ini biasanya
digunakan di bidang kedokteran untuk menjelaskan derajat keaktifan dan keefektifan dari sistem
kekebalan tubuh. Jadi, tidak heran jika orang yang mudah stress, mudah pula terserang penyakit.
3

Psikologis

Stress berkepanjangan akan menyebabkan ketegangan dan kekuatiran yang terus-menerus.


Menurut istilah psikologi, stress berkepanjangan ini disebut stress kronis. Stress kronis sifatnya
menggerogoti dan menghancurkan tubuh, pikiran dan seluruh kehidupan penderitanya secara
perlahan-lahan. Stress kronis umumnya terjadi di seputar masalah kemiskinan, kekacauan
keluarga, terjebak dalam perkawinan yang tidak bahagia, atau masalah ketidakpuasan kerja.
Akibatnya, orang akan terus-menerus merasa tertekan dan kehilangan harapan. 3

Akar dari stress kronis ini adalah dari pengalaman traumatis di masa lalu yang terinternalisasi,
tersimpan terus dalam alam bawah sadar. Hal ini jadi berbahaya karena orang jadi terbiasa
"membawa" stress ini ke mana saja, dimana saja dan dalam situasi apapun juga; stress kronis ini
dianggap sudah menjadi bagian dari kehidupan mereka sehingga tidak ada upaya untuk mencari
jalan keluarnya lagi. Singkatnya, orang yang menderita stress kronis ini sudah hopeless
and helpless. Tidak heran jika para penderita stress kronis akhirnya mengambil keputusan untuk
bunuh diri, atau meninggal karena serangan jantung, stroke, kanker, atau tekanan darah tinggi. 3

Interaksi Interpersonal

Orang yang sedang stress akan lebih sensitif dibandingkan orang yang tidak dalam kondisi stress.
Oleh karena itulah, sering terjadi salah persepsi dalam membaca dan mengartikan suatu keadaan,
pendapat atau penilaian, kritik, nasihat, bahkan perilaku orang lain. Obyek yang sama bisa
diartikan dan dinilai secara berbeda oleh orang yang sedang stress. 3
Selain itu, orang stress cenderung mengkaitkan segala sesuatu dengan dirinya. Pada tingkat stress
yang berat, orang bisa menjadi depresi, kehilangan rasa percaya diri dan harga diri. Akibatnya, ia
lebih banyak menarik diri dari lingkungan, tidak lagi mengikuti kegiatan yang biasa dilakukan,
jarang berkumpul dengan sesamanya, lebih suka menyendiri, mudah tersinggung, mudah marah,
mudah emosi. Tidak heran kalau akibat dari sikapnya ini mereka dijauhkan oleh rekan-rekannya.
Respon negatif dari lingkungan ini malah semakin menambah stress yang diderita karena
persepsi yang selama ini ia bayangkan ternyata benar, yaitu bahwa ia kurang berharga di mata
orang lain, kurang berguna, kurang disukai, kurang beruntung, dan kurang-kurang yang lainnya. 3

Sebuah penelitian terhadap sekelompok karyawan yang bekerja di suatu organisasi


menunjukkan, bahwa stress kerja menyebabkan terjadinya ketegangan dan konflik antara pihak
karyawan dengan pihak manajemen. Tingginya sensitivitas emosi berpotensi menyulut pertikaian
dan menghambat kerja sama antara individu satu dengan yang lain. 3

Dampak Terhadap Perusahaan

Sebuah organisasi atau perusahaan dapat dianalogikan sebagai tubuh manusia. Jika salah satu
dari anggota tubuh itu terganggu, maka akan menghambat keseluruhan gerak, menyebabkan
seluruh tubuh merasa sakit dan menyebabkan individunya tidak dapat berfungsi secara normal.
Demikian pula jika banyak di antara karyawan di dalam organisasi mengalami stress kerja, maka
produktivitas dan kesehatan organisasi itu akan terganggu. mengidentifikasi beberapa perilaku
negatif karyawan yang berpengaruh terhadap organisasi. Menurut peneliti ini, stress yang
dihadapi oleh karyawan berkorelasi dengan penurunan prestasi kerja, peningkatan ketidakhadiran
kerja, serta tendensi mengalami kecelakaan.4

Secara singkat beberapa dampak negatif yang ditimbulkan oleh stress kerja dapat berupa:

 Terjadinya kekacauan, hambatan baik dalam manajemen maupun operasional kerja


 Mengganggu kenormalan aktivitas kerja
 Menurunkan tingkat produktivitas
 Menurunkan pemasukan dan keuntungan perusahaan. Kerugian finansial yang dialami
perusahaan karena tidak imbangnya antara produktivitas dengan biaya yang dikeluarkan
untuk membayar gaji, tunjangan, dan fasilitas lainnya. Banyak karyawan yang tidak
masuk kerja dengan berbagai alasan, atau pekerjaan tidak selesai pada waktunya entah
karena kelambanan atau pun karena banyaknya kesalahan yang berulang. 4

C. Management

C.1.1 Management Klinis

Perlu disadari secara mendalam orientasi dasar mengenai Ecletic-Holistic Medical Model.
Adanya interaksi secara terus-menerus dari 3 lapangan yang berpengaruh terhadap perilaku
manusia, yakni: 4

1. Lapangan bio-organik

2. Lapangan psiko-edukatif

3. Lapangan sosio-kultural

Lapangan-lapangan ini memiliki pengaruh timbal balik satu dengan yang lainnya yang
berlangsung terus menerus. Kepada ketiga lapangan inilah harus ditujukan pengobatan tersebut. 4

1. Lapangan bio-organik

• Pemeriksaan fisik secara lengkap, teliti, dapat mengurangi atau menghilangkan bahwa ia tidak
sakit yang berat atau tak dapat diobati.

• Mengobati kelainan-kelainan fisik atau cacat bawaan dengan bedah plastik, kosmetik, dapat
menghilangkan rasa rendah diri lain lain. 4

• Dengan obat-obatan:

o Simtomatis, sesuai dengan keluhan-keluhan dan ketidakseimbangan vegetatifnya. 4

o Sesuai dengan penyakit-penyakit yang diderita, secara medis internis. Misalnya, ulkus
peptikum, asma bronkial, angina pektoris. 4

o Obat-obatan yang sesuai dengan emosi yang diderita oleh pasien, seperti tranquilizer,
ansiolitik, anti depresi dan lain-lain. 4

2. Lapangan psiko-edukatif
Hanya berorientasi supefisial dan psikoterapi suportif saja. Antara lain dapat dilakukan:
- Hubungan dokter-pasien. Menciptakan therapeutic relationship antara dokter dengan pasien,
sehingga timbul suasana kepercayaan dari pasien pada dokter tersebut. (confidence and trust). 4

- Ventilasi. Memberi kesempatan mengutarakan konfliknya, mengeluarkan isi hatinya, sambil


mendengarkan dengan sungguh-sungguh. Dengan demikian dapat merasa lebih lega dan
mengurangi ketegangannya. 4

- Reedukasi.

- Agama.

3. Lapangan sosio-kultural

- Memperbaiki kondisi sosial-ekonomi.

- Kapasitas adaptasi.

- Meningkatkan kemampuan penyesuaian diri pasien terhadap lingkungannya atau keluarganya.


- Manipulasi lingkungan. Lingkungan dan orang-orang yang bergaul dengan pasien yang sering
justru membutuhkan psikoterapi demi kepentingan pasien tersebut yang sakit. 4

C.1.2 Management Okupasi

Stress akibat kerja merupakan kondisi yang muncul akibat interaksi seseorang dengan
pekerjaan dan lingkungan kerjanya. Stress ditandai dengan perubahan pada diri seseorang yang
memaksa mereka menyimpang dari fungsinya secara normal. Memang tidak selamanya stress
berdampak negatif pada penderitanya, dan bahkan dapat pula berdampak positif. Semua itu
tergantung pada kondisi psikologis dan sosial seorang guru, sehingga reaksi terhadap setiap
kondisi stress sangat berbeda. Contoh dampak stress kerja yang bersifat positif, antara lain,
adalah motivasi diri, rangsangan untuk bekerja keras, dan timbulnya inspirasi untuk
meningkatkan kehidupan yang lebih baik. Sedangkan, dampak stress kerja yang bersifat negatif
dapat digolongkan ke dalam kategori subyektif seperti kecemasan, acuh, agresif, bosan, depresi,
gugup, dan terisolir); kategori perilaku seperti penyalahgunaan obat/narkoba, reaksi meledak-
ledak, merokok berlebihan, dan alkoholik; kategori kognitif seperti ketidakmampuan mengambil
keputusan secara jelas, sulit konsentrasi, peka kritik, dan rintangan mental; kategori fisiologis
dan kesehatan sepeprti meningkatnya kadar gula, denyut jantung, tekanan darah, tubuh panas
dingin, meningkatnya kolesterol, dan lain-lain; dan kategori organisasi seperti ketidakpuasan
kerja, menurunnya produktivitas, dan keterasingan dengan rekan sekerja. 4
Upaya-upaya yang bersifat individual ini dapat dilakukan dengan membuat daftar
kegiatan yang harus diselesaikan dalam menentukan urutannya berdasarkan skala prioritasnya,
modifikasi perilaku, memilih filsafat hidup yang tepat, mengelola waktu secara baik. Khusus
untuk waktu-waktu senggang sebaiknya dimanfaatkan untuk relaksasi atau latihan fisik yang
bersifat rekreatif, seperti; meditasi, jalan sehat, jogging, renang, lintas alam, bersepeda, dan lain-
lain. 4
Upaya-upaya yang bersifat organisatoris sangat erat terkait dengan bidang pekerjaan yang
ditekuni. Oleh karena itu, penempatan kerja sesuai dengan kemampuannya, menspesifikasi
tujuan dan antisipasi hambatan, meningkatkan komunikasi organisasi secara efektif untuk
membentuk persepsi yang sama terhadap tujuan pekerjaan, menghindari ketidakpastian peran,
penciptaan iklim kerja yang sehat, restrukturisasi jabatan/pekerjaan, dan training/upgrading
pengembangan profesi merupakan upaya yang konstruktif untuk meminimalkan terjadinya stress
kerja. Upaya-upaya lainnya adalah penyediaan fasilitas fisik, klinik mental, dan bimbingan
peningkatan tanggung jawab, yang semuanya ini merupakan langkah positif bersifat
organisatoris untuk menghindari terjadinya stress akibat kerja. 4
D. Pencegahan

1. Pola hidup sehat (Olah raga dan tidak merokok) Olahraga dapat menurunkan tingkat stres.
Olahraga seperti jogging, berenang, dan lain-lainnya juga diketahui mampu meningkatkan
senyawa kimia di dalam otak diantaranya adalah hormon serotonin, dopamin, dan endorphin.
Senyawa kimia ini yang nantinya dapat menurunkan tingkat stres.5

2. Konsumsi makanan seimbang Beberapa makanan yang dapat membantu meredakan stres.
Makanan jenis ini adalah makanan yang memiliki kandungan nutrisi sebagai berikut:
-Vitamin B, terdapat pada alpukat, pisang, ikan tuna, ikan salmon, ikan sardin, susu dan
yoghurt.5

-Asam folat, terdapat pada oatmeal, jeruk atau asparagus. 5

-Magnesium, terdapat pada sayur bayam, tofu dan kacang almond. Makanan tersebut dapat
membantu tubuh memproduksi dopamin, yang dapat membantu anda tidur nyenyak. 5

-Vitamin C, terdapat pada buah-buahan seperti kiwi, stroberi atau jeruk.


-Serta beberapa makanan dengan kandungan asam lemak omega 3 dapat menurunkan tingkat
stres, karena memicu produksi hormon serotonin. Misalnya; salmon, alpukat, walnut, kacang
tanah, biji-bijian dan minyak zaitun. 5

3. Cukup istirahat (tidur cukup) untuk tetap menjaga daya tahan tubuh. 5
4. Tidak kekurangan minum air putih 5

5. Mengenali gejala-gejala stress serta bisa melakukan manajemen stres dan latihan berpikir
positif (Cognitive Behavior Therapy).Jika tanda-tanda stres mulai muncul, selalu tanamkan
pikiran positif. Anda dapat mencoba melakukan autohipnosis (menghipnotis diri sendiri dengan
menanamkan pikiran-pikiran yang membuat kita lebih percaya diri dalam melakukan sesuatu).
Meditasi dan teknik relaksasi dapat membantun menghilangkan stres. Latihlah supaya Anda
dapat hidup dalam kerangka "here and now", yaitu tidak mengungkit-ungkit kesalahan dan
penyesalan masa lalu maupun kekhawatiran berlebihan akan masa depan. Penenangan pikiran ini
bisa dilakukan dengan cara meditasi, yoga, pelatihan relaksasi autogenik, pelatihan relaksasi
neuromuskular dan lain-lain. 5

BAB III

PENUTUP

Stres dapat dialami oleh setiap orang dan dapat diakibatkan berbagai faktor. Dalam kasus ini
perempuan yang berprofresi sebagai Karyawati Y mengalami stress oleh karena pekerjaan yang
dimaksukan ke dalam kategori pengaruh psikologis. Dampak yang terjadi dapat mempengaruhi
diri sendiri dan juga perusahaan tempat dia bekerja . Perlu penaganan yang tepat baik untuk
individu dan pajanan disekitarnya. melalui perancangan kembali pekerjaan dan memilih pekerja
sesuai dengan pekerjaan yang akan dilaksanakannya. Tujuannya adalah agar pekerjaan tidak
dipersepsi sebagai suatu tekanan atau sumber ketegangan oleh pekerja. Dalam usaha mengurangi
kadar stres dan dampaknya tersebut penyelia atau atasan dapat berperan sebagai konselor yang
berusaha membantu pekerja mengatasi masalah-masalah yang dihadapinya.
Daftar pustaka

1. Tim Editor FK UI. Ilmu penyakit dalam. Dalam: Sudoyo AW.Gangguan


psikomatis gambaran umum dan patofisiologi. Edisi ke 5. Jakarta : Interna
publishing;2009.h.2093-9
2. Niven. Health psychology: An Introduction for Nurses and Other Health Case
Profesionals. Jakarta: ECG;2000
3. Barbara A. Fritzsche and Tiffany J. Parrish, “Theories and Research on Job
Satisfaction” dalam Steven Douglas Brown and Robert William Lent, eds., Career
Development and Counseling: Putting Theory and Research to Work (New
Jersey: John Wiley & Sons, Inc., 2005) p.180
4. Sarafino, EP. Health psychology: Biopsychosocial Interactions.Ed. 2. Singapore:
John Wiley & Sons, Inc; 1994. h. 74.
5. Luthans. Organizational behavior. New York: McGraw-Hill Books Company;
2011. h. 294-302.

Anda mungkin juga menyukai