Anda di halaman 1dari 5

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah


ASI eksklusif menurut WHO (World Health Organization) adalah
pemberian air susu ibu saja kepada bayi selama enam bulan pertama
kehidupan bayi tanpa memberikan makanan atau cairan lain, kecuali vitamin,
mineral, dan obat yang telah diizinkan (Sherriff & Hall, 2011). Air susu ibu
(ASI) eksklusif adalah ASI yang diberikan kepada bayi sejak dilahirkan
selama enam bulan tanpa menambahkan dan atau mengganti dengan makanan
atau minuman lain (Dinkes. Jatim, 2012). ASI adalah makanan alam yang
berfungsi sebagai sumber lengkap gizi bagi bayi untuk enam bulan pertama
kehidupan. ASI memiliki keseimbangan yang tepat dan nutrisi yang tersedia
dalam bioavailable dan bentuknya mudah dicerna, ASI juga melindungi ibu
dan anak terhadap penyakit dengan sifat imunologi dan anti-inflamasi yang
tak tertandingi (Mekura & Edris, 2015).
Pemberian ASI ekslusif memberikan manfaat yang besar bagi
pertumbuhan bayi. Berdasarkan rekomendasi dari World Health Organization
(WHO) bahwa pemberian ASI eksklusif diberikan pada usia 0 sampai 6 bulan
pertama, ASI ekslusif adalah makanan bayi yang mudah di jangkau dan minim
biaya sehingga dapat mengurangi bayi morbiditas dan mortalitas diseluruh
dunia. ASI Eksklusif sangat penting karena ASI mengandung nutrisi, sel-sel
hidup dan faktor defensif yang memungkinkan bayi memiliki kekebalan yang
lebih baik, fisik dan kognitif (Asemahagn, 2016). Organisasi United Nation
Children Fund (UNICEF) dan World Health Organization (WHO)
merekomendasikan pemberian ASI eksklusif sampai bayi berumur 6 bulan
sehingga dapat menurunkan angka kesakitan dan kematian anak, (Dinkes. RI,
2013).
Adapun dampak yang dapat terjadi pada bayi yang tidak mendapat ASI
eksklusif memiliki resiko kematian karena diare 3,94 kali lebih besar
dibandikan dengan bayi yang mendapat ASI eksklusif (Kemenkes, 2010). Hal

1
2

ini sejalan dengan hasil riset WHO pada tahun 2005 menyebutkan bahwa 42%
penyebab kematian balita di dunia terbesar adalah malnutrisi (58%).
Angka Kematian Neonatal (0-28 hari) berdasarkan hasil Survei Demografi
dan Kesehatan Indonesia (SDKI, 2012) sebesar 19 per 1000 kelahiran hidup.
Upaya penurunan angka kematian neonatal menjadi penting karena kematian
neonatal memberi kontribusi terhadap 59% kematian bayi. Hasil Survei
Penduduk Antar Sensus (SUPAS, 2015) menunjukkan AKB sebesar 22,23 per
1000 kelahiran hidup (Kemenkes RI, 2016) .
UNICEF menyebutkan bahwa kematian sekitar 30 ribu anak di Indonesia
setiap tahunnya dapat dicegah melalui pemberian ASI secara eksklusif selama
6 bulan sejak kelahiran bayi (Hikmawati,2008).
Pemerintah telah menetapkan Peraturan Pemerintah No 33 Tahun 2012
Tentang Pemberian Asi Eksklusif, Peraturan Pemerintah tersebut menyatakan
bahwa setiap bayi harus mendapatkan asi ekskusif yaitu ASI yang diberikan
kepada bayi sejak dilahirkan selama 6 (enam) bulan, tanpa menambahkan
dan/atau mengganti dengan makanan atau minuman lain (Kemenkes, 2012).
Menurut hasil SDKI 2012 cakupan ASI eksklusif di Indonesia baru
mencapai 27,1%. Angka ini masih rendah, karena target cakupan pemberian
ASI ekslusif pada bayi kurang dari 6 bulan adalah 80% (Riskesdas, 2012). Di
Kota Malang pemberian ASI eksklusif terhadap bayi baru lahir masih rendah.
Akan tetapi pada tahun 2014 terjadi peningkatan dalam pemberian ASI
eksklusif jika dibandingkan dengan tahun 2013. Pada tahun 2013pemberian
ASI eksklusif mencapai 70,51%. Sedangkan pada tahun 2014 pemberian ASI
eksklusif meningkat menjadi 74,57 % dari 23.880 bayi , sehingga jumlah bayi
yang diberi ASI eksklusif adalah 17.807 bayi (Dinkes Kota Malang, 2015).
Berbagai faktor telah ditemukan berhubungan dengan pemberian ASI
eksklusif yaitu faktor sosial, psikologi, emosi dan lingkungan (Pisacane,
2005). Ditambah lagi berkaitan dengan tempat tinggal, etnis ibu, tingkat
penghasilan, tingkat pendidikan, pekerjaan ibu, dukungan suami dalam
menyusui (Tan, 2011). Masalah yang sering timbul selama menyusui dapat
dimulai sejak sebelum persalinan (periode antenatal) pada masa pasca
persalinan dini, dan pasca masa persalinan lanjut. Masalah menyusui dapat
3

pula diakibatkan karena keadaan khusus (Widiasih, 2008). Masalah fisiologis


yang biasa ditemui dalam praktik pemberian ASI pada ibu-ibu, yaitu putting
datar atau terpendam, putting lecet, putting bengkak, dan saluran ASI
tersumbat. Melihat begitu pentingnya ASI bagi bayi diperlukan usaha-usaha
atau pengelolaan yang benar, agar setiap ibu dapat menyusui bayinya (Astari,
2009).
Tan (2011) dalam sebuah penelitiannya di Malaysia menunjukkan bahwa
praktek menyusui secara eksklusif lebih banyak ditemukan pada ibu yang di
dukung oleh suami dibandingkan tanpa dukungan suami dan dapat memiliki
dampak yang signifikan. Dalam penelitian yang dilakukan oleh Evariny
(2010) menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara
pengetahuan suami terhadap pemberian ASI. Pengetahuan suami yang tinggi
mempunyai prevalensi 1.84 kali lebih tinggi untuk mempraktikkan pemberian
ASI secara eksklusif dibandingkan dengan suami yang berpengetahuan
rendah.
Berdasarkan hasil study pendahuluan dengan tehnik wawancara yang
dilakukan di Puskesmas Ciptomulyo dalam kegiatan posyandu balita di
dapatkan data dari 5 ibu menyusui yang datang ke posyandu 4 diantaranya
menyatakan mengalami masalah produksi ASI. Dari beberapa pertanyaan
yang telah diberikan pada ibu yang sedang menyusui dan memiliki masalah
pada produksi ASI masalah yang ada yaitu dikarenakan produksi asi tidak
lancar, puting tenggelam (inverted), bayi merasakan kurang puas saat
menyusu, dan waktu menyusui pada ibu bekerja. Adapun upaya yang telah
diberikan suami dalam membantu mengatasi masalah produksi ASI yaitu 3
dari 4 ibu menyusui yang memiliki masalah pada produksi ASI menjawab
bahwa suami hanya memberikan solusi untuk pemberian susu formula pada
bayinya. Dan 1 ibu menjawab bahwa suami membantu dengan membelikan
alat pemerah ASI. Dan kurangnya dukungan dari suami dalam proses
menyusui. Hasil wawancara yang juga dilakukan pada bidan KIA banyak ibu
yang sedang menyusui datang saat memeriksakan atau imunisasi bayinya
dengan mengeluhkan produksi ASI tidak lancar. Banyaknya suami yang
beranggapan bahwa proses menyusui hanyalah tanggung jawab seorang istri
4

sehingga hal tersebut menjadi salah satu faktor kurangnya upaya suami dalam
membantu mengatasi masalah produksi ASI pada istri.
Berdasarkan fenomena yang ada dalam study penelitian, peneliti ingin
mengetahui upaya suami dalam membantu mengatasi masalah produksi ASI
pada istri. Sehingga penelitian ini dapat membahas tentang pentingnya peran
suami dalam membantu mengatasi masalah produksi ASI pada istri yang
sedang menyusui saat ini. Hal ini membuat peneliti tertarik untuk melakukan
penelitian tentang upaya suami dalam membantu mengatasi masalah produksi
ASI pada istri menyusui.

1.2 Rumusan Masalah


Bagaimanakah upaya suami dalam membatu mengatasi masalah produksi
ASI pada istri yang menyusui ?

1.3 Tujuan Penelitian


Untuk mengetahui lebih lanjut tentang upaya yang dilakukan suami dalam
membantu mengatasi masalah produksi ASI pada istri yang menyusui.

1.4 Manfaat Penelitian


1.4.1 Bagi Pasien / Partisipan / Suami
Pasien dapat mengetahui upaya suami dalam membantu mengatasi
masalah produksi ASI pada istri yang menyusui, dan sebagai sumber
informasi bagi para suami.

1.4.2 Bagi Rumah Sakit / Puskesmas


Sebagai tambahan informasi yang dapat dipergunakan khususnya
di bidang KIA dalam meningkatkan mutu, dan memberikan pendidikan
kesehatan kepada ibu menyusui mengenai pentingnya perlibatan suami
dalam mengatasi masalah produksi ASI pada istri yang menyusui dan
mengikutseratakan peran suami dalam kegiatan tersebut.
5

1.4.3 Bagi Perawat


Dengan adanya karya tulis ilmiah ini perawat dapat memberikan
asuhan keperawatan dengan melibatkan keluarga khususnya suami dalam
membantu mengatasi masalah produksi ASI pada istri yang menyusui.

1.4.4 Bagi Institusi


Diharapkan dapat memberikan manfaat yaitu menambah ilmu
pengetahuan dan edukasi tentang upaya suami dalam membantu mengatasi
masalah produksi ASI pada ibu menyusui.

Anda mungkin juga menyukai