Anda di halaman 1dari 36

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Sejarah Kanker Payudara


Kanker payudara merupakan salah satu bentuk keganasan tertua yang
diketahui oleh manusia. Deskripsi tertua kanker ini ditemukan di Mesir sekitar
1600 SM. Selama berabad-abad, dokter tidak menemukan terapi untuk kasus ini.
Sampai akhirnya pada abad ke-17 mereka dapat menemukan hubungan antara
kanker payudara dan kelenjar getah bening di ketiak. Ahli bedah Perancis Jean
Louis Petit (1674–1750) dan kemudian dokter bedah Skotlandia Benjamin Bell
(1749–1806) adalah dokter pertama yang mengangkat kelenjar getah bening,
jaringan payudara, dan otot dada. Pekerjaan mereka berhasil diikuti oleh William
Stewart Halsted yang mulai melakukan mastectomy pada tahun 1882. Radikal
mastectomies tetap standar hingga tahun 1970-an.

1.2. Definisi Tumor Payudara


Tumor atau dalam istilah medis disebut sebagai neoplasma, secara harfiah
berarti pertumbuhan baru. Neoplasma merupakan massa abnormal jaringan yang
pertumbuhannya berlebihan dan tidak terkoordinasi dengan pertumbuhan jaringan
normal serta terus demikian, walaupun rangsangan yang memicu perubahan
tersebut telah berhenti. Hal mendasar tentang asal neoplasma adalah hilangnya
responsivitas terhadap faktor pengendali pertumbuhan yang normal (Kumar et al,
2007).
Tumor dapat dibedakan menjadi tumor jinak dan tumor ganas atau lebih
sering dikenal dengan sebutan kanker. Suatu tumor dikatakan jinak apabila masih
berdiferensiasi baik (secara morfologis dan fungsional masih mirip dengan sel
asal), tumbuh perlahan, tidak menginfiltrasi jaringan sekitar serta tidak
bermetastasis ke organ lain. Dan hal yang berlawanan terdapat pada tumor ganas
atau kanker. Kanker cenderung lebih anaplastik, laju pertumbuhan lebih cepat
serta tumbuh dengan cara infiltrasi, invasi, destruksi, sampai metastasis ke
jaringan sekitar dan cukup potensial untuk menimbulkan kematian (Kumar et al,
2007).

1
1.3.Epidemiologi Kanker Payudara
Di dunia, kanker merupakan penyebab kematian nomor 2 setelah penyakit
kardiovaskular. Menurut laporan Badan Kesehatan Dunia (WHO) tahun 2003,
setiap tahun timbul lebih dari 10 juta kasus penderita baru kanker dengan prediksi
peningkatan setiap tahun kurang lebih 20%. Diperkirakan pada tahun 2020 jumlah
penderita baru penyakit kanker meningkat hampir 20 juta penderita, 84 juta orang
diantaranya akan meninggal pada sepuluh tahun ke depan bila tidak dilakukan
intervensi yang memadai (Depkes 2009). Berdasarkan data WHO Global Burden
of Disease 2004, di dunia kanker yang paling umum terjadi pada wanita adalah
kanker payudara, 16% dari semua kejadian kanker pada wanita. Diperkirakan
519.000 perempuan meninggal akibat kanker payudara pada tahun 2004.
Meskipun kanker payudara dianggap sebagai penyakit di negara maju, namun
mayoritas (69%) dari semua kematian kanker payudara terjadi di negara
berkembang (WHO 2011).
Berdasarkan Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) tahun 2001
penyakit kanker merupakan penyebab kematian nomor 5 di Indonesia setelah
penyakit kardiovaskular, infeksi, pernafasan, dan pencernaan (Depkes 2010).
Berdasarkan data Globocan (Estimasi International Agenct Cancer
Registry/IACR) 2002, kanker payudara menempati urutan pertama dari seluruh
kanker pada perempuan. IACR mengestimasi insidens kanker payudara di
Indonesia sebesar 26 per 100.000 perempuan. Data dari Sistem Informasi Rumah
Sakit (SIRS) di Indonesia tahun 2004 menunjukkan bahwa kanker payudara
menempati urutan pertama pasien rawat inap (15.40%) dan pasien rawat jalan
(15.78%) (Depkes 2007), pada tahun 2007 terjadi peningkatan pasien rawat inap
kanker payudara menjadi 16.85% (Depkes 2010).

1.4. Anatomi Payudara


Payudara normal mengandung jaringan kelenjar, duktus, jaringan otot
penyokong lemak, pembuluh darah, saraf dan pembuluh limfe. Pada bagian lateral
atas kelenjar mammae, jaringan kelenjar ini keluar dari bulatannya ke arah aksila,
disebut penonjolan Spence atau ekor mammae. Setiap mammae terdiri atas 15-20
lobulus kelenjar yang masing-masing mempunyai saluran ke papilla mamae, yang

2
disebut duktus lactiferous. Di antara kelenjar susu dan fasia pectoralis, juga di
antara kulit dan kelenjar tersebut mungkin terdapat jaringan lemak. Di antara
lobules tersebut ada jaringan ikat yang disebut ligamentum Cooper yang memberi
rangka untuk mammae (Brunicardi et al, 2006).

Bagan 1 Anatomi Payudara

Blood Supply

3
Perdarahan mammae terutama berasal dari cabang a.perforantes anterior
dari a.mamaria interna, a.torakalis lateralis yang bercabang dari a.aksilaris, dan
beberapa a.interkostalis.
Persarafan kulit mammae diurus oleh cabang pleksus servikalis dan n.
interkostalis. Jaringan kelenjar mammae sediri diurus oleh saraf simpatik. Ada
beberapa saraf lagi yang perlu diingat sehubungan dengan penyulit paralisis dan
mati rasa pasca bedah, yakni n.interkostobrakialis dan n.kutaneus brakius medialis
yang mengurus sensibilitas daerah aksila dan bagian medial lengan atas. Pada
diseksi aksila, saraf ini sedapat mungkin disingkirkan sehingga tidak terjadi mati
rasa di daerah tersebut. (Brunicardi et al, 2006).
Nervus Otot yang dipersarafi Kelainan jika terjadi trauma
Long thoracic m.serratus anterior Skapula terangkat
nervus
n.thoracodorsal m.latissimus dorsi Tidak dapat mengangkat
badan dari posisi duduk
n. pectoralis medial m.pectoralis mayor dan Kelemahan otot pectoralis
dan lateral minor
n.intercostobrachial Melewati axilla menuju Baal pada area persarafan
lengan

Bagan 2 Aliran Lymphe Kelenjar Mammae

Aliran limfe dari mammae kurang lebih 75% ke aksila, sebagian lagi ke
kelenjar parasternal, terutama dari bagian yang sentral dan medial dan ada pula
penyaliran yang ke kelenjar interpektoralis. Pada aksila terdapat rata-rata 50

4
(berkisar dari 10-90) buah kelenjar getah bening yang berada di sepanjang arteri
dan vena brakialis (Brunicardi et al, 2006).
Ada enam kelompok kelenjar getah bening axillary yang diakui oleh para
ahli bedah. Yaitu axillary lateral lymphe nodes, mammaria eksterna lymphe nodes
(anterior dan pectoral), scapular lymphe nodes (posterior dan subscapular), central
lymphe nodes, subclavicular lymphe nodes, dan interpectoral lymphe nodes
(Rotter’s group) Kelompok kelenjar getah bening ditugaskan sesuai dengan
tingkat hubungan mereka terhadap musculus pectoralis minor. Kelenjar getah
bening yang terletak lateral atau di bawah otot pectoralis minor yang disebut
sebagai lymphe nodes level I, yang meliputi vena aksilaris, mammaria eksterna,
dan scapula lymphe nodes. Kelenjar getah bening yang terletak superficial
terhadap otot pectoralis minor disebut sebagai lymphe nodes level II, yang
meliputi central dan interpectoral lymphe nodes. Kelenjar getah bening yang
terletak medial dengan atau di atas batas otot pectoralis minor yang disebut
sebagai lymphe nodes level III, yang terdiri dari subclavicula lymphe nodes
(Brunicardi et al, 2006).

1.5. Fisiologi Payudara


Perkembangan dan fungsi payudara tergantung dari beberapa rangsang
hormonal termasuk estrogen, progresteron, prolactin, hormon tiroid, kortisol dan
growth hormon. Estrogen, progresteron dan prolaktin memiliki efek yang sangat
penting untuk perkembangan dan fungsi mammae. Estrogen mengawali
perkembangan duktus sementara progresteron bertanggung jawab terhadap
diferensiasi epitel dan perkembangan lobus mammae. Prolactin adalah hormon
utama yang dapat merangsang lactogenesis pada kehamilan tua dan masa
menyusui. Hormon tersebut juga memperbaharui regulasi reseptor-reseptor
hormon dan merangsang perkembangan epitel mammae. (Brunicardi et al, 2010)
Mammae berkembang selama pubertas karena peran mammotrophic
hormon, ada lima fase perkembangan payudara menurut Tanner. Fase I (8-10
tahun) adalah penonjolan puting susu tanpa disertai perkembangan kelenjar susu.
Fase II (10-12 tahun) pembentukan gundukan kelenjar susu atau pembentukan
kelenjar subaerolar. Fase III (11-13 tahun) penambahan jumlah kelenjar dan

5
peningkatan pigmentasi daerah aerola. Fase IV (12-14 tahun) peningkatan
pigmentasi dan penambahan luas aerola. Fase V ( 13-17 tahun) merupakan fase
akhir dimana perkembangan dan pembentukan payudara menjadi sempurna.
(Pass, Helen 2001)
Peningkatan drastis estrogen dan progresteron pada siklus ovarium dan
placenta terjadi selama masa kehamilan, yang mengawali perubahan mencolok
dari bentuk dan substansi mammae. Mammae membesar seiring dengan
proliferasi epitel, penggelapan areola dan tubulus Montgomery menjadi menonjol.
Pada masa awal kehamilan, duktus bercabang dan berkembang, selama trimester
tiga, lemak terakumulasi disekitar epitel dan colostrum mengisi sinus dan ductus
yang kosong. Pada akhir kehamilan, prolaktin merangsang pengeluaran lemak
susu dan protein. (Brunicardi et al, 2010)
Pada masa menopause terjadi penurunan sekresi estrogen dan progresteron
oleh ovarium dan involusi ductus pada mammae. Jaringan ikat sekitar meningkat
dan jaringan mammae (kelenjar mammae) digantikan oleh jaringan lemak.
Duktus – duktus akan berakhir pada duktus terminal yang disebut acini.
Pada acini terdapat kelenjar pembuat air susu yang bersama-sama dengan duktus-
duktus kecil lainnya yang disebut lobulus. Acini terbentuk dari jaringan ikat
longgar yang terdiri dari pembuluh darah, limfosit dan mononuklear sel.

1.6. Etiologi dan Patogenesis


Dasar patogenesis dari tumor adalah suatu proses yang dinamakan
karsinogenesis (Mitchel, 2007). Karsinogenesis terkait dalam proses-proses yang
meliputi :
a. Menghasilkan sendiri sinyal pertumbuhan
b. Insensivitas terhadap sinyal penghambat pertumbuhan
c. Menghindari apoptosis
d. Potensi replikasi tanpa batas
e. Angiogenesis berkelanjutan
f. Kemampuan menginvasi dan beranak sebar
Suatu pertumbuhan yang tak terkontrol dari organ mammae dipengaruhi
oleh faktor genetik dan hormonal. Berbagai faktor yang dapat mencetuskan

6
suatu pertumbuhan yang berlebihan bahkan yang ganas dari organ mammae
adalah:
 Herediter
Ditemukan 13% tumor mammae terjadi secara herediter pada
garis pertama keturunan, hanya sekitar 1 % yang diakibatkan oleh
multifaktor dan mutasi germline.
Sekitar 23 % kanker mammae terjadi secara familial (atau 3%
dari seluruh kanker mammae) hal ini diakibatkan dengan BRCA1 dan
BRCA2 probabilitas terjadinya kanker yang berhubungan dengan
mutasi gen ini meningkat jika terjadi pada garis pertama keturunan.
Secara herediter, penyebab terjadinya mutasi multifaktorial dan pada
umumnya antara faktor ini saling mempengaruhi. Perubahan terjadi
pada salah satu dari gen dan sekian banyak gen yang dapat
mencetuskan suatu transformasi maligna didukung oleh faktor lain.
Pada kanker mammae ditemukan dua gen yang bertanggung
jawab pada dua pertiga kasus kanker mammae familial atau 5 %
secara keseluruhan, yaitu gen BRCA1 yang berlokasi pada kromosom
17 (17q21) dan gen BRCA2 yang berlokasi pada kromosom 13q-12-
13. Adanya mutasi dan delesi BRCA1 yang bersifat herediter pada 85
% menyebabkan terjadinya peningkatan resiko untuk terkena
mammae 10 % secara nonherediter dan kanker ovarium. Mutasi dari
BRCA1 menunjukkan perubahan ke arah karsinoma tipe medular,
cenderung ‘high grade’, mitotik sangat aktif, pola pertumbuhan dan
mempunyai prognosis yang buruk. Gen BRCA2 yang berlokasi pada
kromosom 13q melibatkan 70 % untuk terjadinya kanker mammae
secara herediter dan bukan merupakan mutasi sekunder dari BRCA1.
Seperti halnya BRCA1, BRCA2 juga dapat menyebabkan terjadinya
kanker ovarium dan pada pria dapat meningkat resiko terjadinya pada
kanker mammae (Tapia, 2007).
 Mutasi Sporadik
Secara mayoritas keadaan mutasi sporadik berhubungan dengan
paparan hormon, jenis kelamin, usia menarche dan menopause, usia

7
reproduktif, riwayat menyusui dan estrogen eksogen. Keadaan kanker
seperti yang dijumpai pada wanita postmenopause dan overekspresi
estrogen reseptor. Estrogen sendiri mempunyai dua kemampuan untuk
berkembang menjadi kanker mammae. Metabolit estrogen pada
penyebab mutasi atau menyebabkan perusakan DNA-radikal bebas.
Melalui aktivitas hormonal, estrogen dapat menyebabkan proliferasi
lesi premaligna menjadi suatu maligna. Sifat bergantung hormon ini
berkaitan dengan adanya estrogen, progesterone dan reseptor hormon
steroid lain ini di sel mammae. Pada neoplasma yang memiliki
reseptor ini terapi hormon (antiestrogen) dapat memperlambat
pertumbuhannya dan menyebabkan regresi tumor.
 Mutasi Germline
Faktor genetik ditunjukkan dengan kecendrungan familial yang
kuat. Tidak adanya pola pewarisan menunjukkan bahwa insiden
familial dapat disebabkan oleh kerja banyak gen atau oleh faktor
lingkungan serupa yang bekerja pada anggota keluarga yang sama.
Pada penderita sindroma Li-Fraumeni terjadi mutasi dari tumor
suppressor gen p53. Keadaan ini dapat menyebabkan keganasan pada
otak dan kelenjer adrenal pada anak-anak dan kanker mammae pada
orang dewasa. Ditemukan sekitar 1 % mutasi p53 pada penderita
kanker mammae yang dideteksi pada usia sebelum 40 tahun.
 HER2/neu
HER2/neu (c-erbB-2) merupakan suatu onkogen yang meng-
encode glikoprotein transmembran melalui aktivitas tirosin kinase,
yaitu p185. Overekspresi HER2/neu dapat dideteksi melalui
pemeriksaaan imunohistokimia, FISH (‘Fluorencence In Situ
Hybridization’) dan CISH (‘Chromogenic In Situ Hybridization’).
Suatu kromosom penanda (1q+) telah dilaporkan dan peningkatan
ekspresi onkogen HER2/neu telah dideteksi pada beberapa kasus.
Adanya onkogen HER2/neu yang mengalami amplikasi pada sel-sel
mammae berhubungan dengan prognosis yang buruk (Moriki, 2006).

8
 Virus
Diduga menyebabkan kanker mammae. Faktor susu Bittner
adalah suatu virus yang menyebabkan kanker mammae pada tikus
yang ditularkan melalui air susu. Antigen yang serupa dengan yang
terdapat pada virus tumor mammae tikus telah ditemukan pada
beberapa kasus kanker mammae pada manusia tetapi maknanya tidak
jelas (Rubin, 2003).

1.7. Klasifikasi Tumor Payudara


Berdasarkan gambaran histologisnya, WHO tahun 2003 membagi tumor
pada mammae menjadi:

9
1.8. Prosedur Diagnostik

A. Pemeriksaan Klinis
1. Anamnesis :
a. Keluhan di payudara atau ketiak dan riwayat penyakitnya.
 Benjolan
 Kecepatan tumbuh
 Rasa sakit
 Nipple discharge
 Nipple retraksi dan sejak kapan
 Krusta pada areola
 Kelainan kulit: dimpling, peau d’orange, ulserasi, venektasi
 Perubahan warna kulit
 Benjolan ketiak
 Edema lengan
b. Keluhan ditempat lain berhubungan dengan metastasis, al :
 Nyeri tulang (vertebra, femur)
 Rasa penuh di ulu hati

10
 Batuk
 Sesak
 Sakit kepala hebat, dll
c. Faktor-faktor risiko
 Usia penderita
 Usia melahirkan anak pertama
 Punya anak atau tidak
 Riwayat menyusukan
 Riwayat menstruasi
 menstruasi pertama pada usia berapa
 keteraturan siklus menstruasi
 menopause pada usia berapa
 Riwayat pemakaian obat hormonal
 Riwayat keluarga sehubungan dengan kanker payudara atau
kanker lain.
 Riwayat pernah operasi tumor payudara atau tumor ginekologik
 Riwayat radiasi dinding dada

2. Pemeriksaan fisik
a. Status generalis, cantumkan performance status.
b. Status lokalis :
- Payudara kanan dan kiri harus diperiksa.
- Masa tumor :
 lokasi
 ukuran
 konsistensi
 permukaan
 bentuk dan batas tumor
 jumlah tumor
 terfiksasi atau tidak ke jaringan sekitar payudara, kulit,
m.pektoralis dan dinding dada

11
- perubahan kulit :
 kemerahan, dimpling, edema, nodul satelit
 peau d’orange, ulserasi
- nipple :
 tertarik
 erosi
 krusta
 discharge
- status kelenjar getah bening.
 KGB aksila : Jumlah, ukuran, konsistensi,
terfiksir satu sama lain atau jaringan sekitar
 KGB infra klavikula : idem
 KGB supra klavikula : idem
- pemeriksaan pada daerah yang dicurigai metastasis :
 Lokasi organ (paru, tulang, hepar, otak)

B. Pemeriksaan Radiodiagnostik / Imaging :


1. Diharuskan (recommended)
 USG payudara dan Mamografi untuk tumor ≤ 3 cm.
 Foto Toraks.
 USG Abdomen (hepar).

2. Optional (atas indikasi)


 Bone scanning atau dan bone survey (bilamana sitologi + atau klinis
sangat mencurigai pada lesi > 5 cm).
 CT scan

C. Pemeriksaan Fine Needle Aspiration Biopsy - sitologi


Dilakukan pada lesi yang secara klinis dan radiologik curiga ganas
Catatan : belum merupakan Gold Standard. Bila mampu, dianjurkan untuk
diperiksa TRIPLE DIAGNOSTIC

12
D. Pemeriksaan Histopatologi (Gold Standard Diagnostic).

Pemeriksaan histopatologi dilakukan dengan potong beku dan/atau parafin.


Bahan pemeriksaan histopatologi diambil melalui :
 Core Biopsy.
 Biopsi Eksisional untuk tumor ukuran <3 cm.
 Biopsi Insisional untuk tumor :
o operable ukuran >3 cm sebelum operasi definitif
o inoperable
 Spesimen mastektomi disertai dengan pemeriksaan KGB
 Pemeriksaan imunohistokimia : ER, PR, c-erb B-2 (HER-2 neu),
cathepsin-D, p53. (situasional)

E. Laboratorium :

Pemeriksaan laboratorium rutin dan pemeriksaan kimia darah sesuai dengan


perkiraan metastasis

13
BAB II
TUMOR JINAK PAYUDARA

2.1. Fibroadenoma
Fibroadenoma sejauh ini adalah tumor jinak tersering pada payudara
perempuan. Peningkatan aktivitas estrogen diperkirakan berperan dalam
pembentukannya, dan lesi serupa mungkin muncul bersama dengan perubahan
fibrokistik. Fibroadenoma biasanya terjadi pada perempuan muda; insidensi
puncak adalah pada usia 30-an.
Fibroadenoma terjadi secara asimptomatik pada 25% wanita. Fibroadenoma
sering terjadi pada usia awal reproduktif dan waktu puncaknya adalah antara usia
15 dan 35 tahun. Dikatakan juga bahwa fibroadenoma ini lebih sering dan terjadi
lebih awal pada wanita kulit hitam berbanding wanita kulit putih. Insidens
fibroadenoma menurun apabila usia menghampiri menopause yakni ketika
involusi terjadi. Tumor multiple pada satu atau kedua mammae ditemukan pada
10-15% pasien.
Secara klinis fibroadenoma biasanya bermanifestasi sebagai massa soliter,
diskret, dan mudah digerakkan. Lesi mungkin membesar pada akhir daur haid dan
selama kehamilan. Pada pascamenopause, lesi ini mungkin mengecil dan
mengalami kalsifikasi.
Pemeriksaan sitogenetik memperlihatkan bahwa sel stroma bersifat
monoklonal sehingga mencerminkan elemen neoplastik dari tumor ini. Penyebab
proliferasi duktus tidak diketahui; mungkin sel stroma neoplastik mengeluarkan
faktor pertumbuhan yang mempengaruhi sel epitel. Fibroadenoma hampir tidak
pernah menjadi ganas.
Nodul Fibroadenoma sering soliter, mudah digerakkan dengan diameter 1
hingga 10 cm. Jarang terjadinya tumor yang multiple dan diameternya melebihi
10 cm (giant fibroadenoma). Walau apa pun ukurannya, fibroadenoma ini sering
“shelled out”. Gambaran makroskopik dari fibroadenoma yang telah dipotong
adalah padat dengan warna uniform tank-white disertai dengan tanda softer
yellow-pink yang menunjukkan area glandular. Gambaran histologi menunjukkan
stroma fibroblastik longgar yang terdiri dari ruang seperti saluran (ductlike)

14
dilapisi epithelium yang terdiri dari berbagai ukuran dan bentuk. Ductlike atau
ruang glandular ini dilapisi dengan lapisan sel tunggal atau multiple yang regular
dan berbatas tegas serta membran basalis yang intak. Walaupun pada sebagian
lesi, ruang duktal ini terbuka, bulat sampai oval dan regular (pericanaliculi
fibroadenoma), sebagian yang lain dikompresi dengan proliferasi ekstensif dari
stroma dan oleh karena itu, pada cross section Fibroadenoma terlihat seperti
irregular dengan struktur berbentuk bintang (intracanaluculi fibroadenoma).
(Kumar, et al, 2007)

Gambaran Mikroskopik Fibroadenoma Mammae

Diagnosis
Pada pasien dengan usia kurang dari 25 tahun, diagnosa bisa ditegakkan
melalui pemeriksaan klinik walaupun dianjurkan untuk dilakukan aspirasi
sitologi. Konfirmasi secara patologi diperlukan untuk menyingkirkan karsinoma
seperti kanker tubular karena sering dikelirukan dengan penyakit ini. Fine-needle
aspiration (FNA) sitologi merupakan metode diagnosa yang akurat walaupun
gambaran sel epitel yang hiperplastik bisa dikelirukan dengan neoplasia.
Diagnosa fibroadenoma bisa ditegakkan melalui gambaran klinik pada
pasien usia muda dan karena itu, mammografi tidak rutin dikerjakan. Pada pasien
yang berusia, fibroadenoma memberikan gambaran soliter, lesi yang licin dengan
densitas yang sama atau hampir menyerupai jaringan sekitar pada mammografi.
Dengan pertambahan usia, gambaran stippled calcification terlihat lebih jelas.
Ultrasonografi mammae juga sering digunakan untuk mendiagnosa
penyakit ini. Ultrasonografi dengan core-needle biopsy dapat memberikan
diagnosa yang akurat. Kriteria fibroadenoma yang dapat terlihat pada pemeriksaan
ultrasonografi adalah massa solid berbentuk bulat atau oval, berbatas tegas dengan

15
internal echoes yang lemah, distribusinya secara uniform dan dengan intermediate
acoustic attenuation. Diameter massa hipoechoic yang homogenous ini adalah
antara 1 – 20 cm.
Diagnosis Banding
1. Tumor Phylloides Benigna : Neoplasma yang dicirikan dengan dua lapisan
epitel yang terletak di dalam celah yang dikelilingi dengan komponen
hiperseluler mesenkima. Sebagian besar dari kasus adalah benigna.
2. Tubular Adenoma : Lesi proliferasi benigna yang terdiri dari tubulus kecil
yang uniform serta dilapisi sel epitel dan lapisan tipis dari sel mioepitel.

Penatalaksanaan
Terapi untuk fibroadenoma tergantuk dari beberapa hal sebagai berikut:
1. Ukuran
2. Terdapat rasa nyeri atau tidak
3. Usia pasien
4. Hasil biopsy
Pengetahuan yang semakin meluas mengenai natural dari penyakit ini
menyebabkan prosedur untuk mengangkat semua fibroadenoma ditinggalkan.
Kebanyakkan dari fibroadenoma dapat sembuh sendiri (self-limiting) dan tidak
terdiagnosa dan karena itu, terapi konservatif dianjurkan. Sekiranya fibroadenoma
ini tidak diterapi, kebanyakannya akan berkembang secara perlahan dari 1 cm
menjadi 3 cm dalam jangka waktu 5 tahun. Fase aktif perkembangannya adalah
antara 6 sampai 12 bulan dimana ukurannya bisa berganda dari asal. Setelah itu,
massa ini akan menjadi statik dan pada hampir 1/3 kasus, massa ini akan menjadi
semakin kecil.
Pada wanita di bawah usia 25 tahun, pengangkatan rutin tidak diperlukan.
Terapi konservatif ini direkomendasikan untuk wanita di bawah usia 35 tahun dan
harus dilakukan pemeriksaan sitologi setelah 3 bulan untuk menyingkirkan
keganasan. Aturan ini membuatkan sebagian kecil dari kasus kanker tidak
terdeteksi dan beberapa menyarankan pengangkatan fibroadenoma pada wanita
yang berusia lebih dari 25 tahun.

16
Fibroadenoma residif setelah pengangkatan jarang terjadi. Sekiranya
berlaku rekurensi, terdapat beberapa faktor yang diduga berpengaruh. Pertama,
pembentukan dari truly metachronous fibroadenoma. Kedua, asal dari tumor tidak
diangkat secara menyeluruh sewaktu operasi dan mungkin karena presentasi dari
tumor phyllodes yang tidak terdiagnosa.

Prognosis
Melalui satu penelitian retrospektif, risiko terjadinya karsinoma mammae
pada wanita dengan fibroadenoma meningkat 1.3 sampai 2.1 kali berbanding
populasi umum.

2.2. Papiloma Intraduktus


Papiloma intraduktus adalah pertumbuhan tumor neoplastik di dalam suatu
duktus. Sebagian besar lesi bersifat soliter, ditemukan di dalam sinus atauduktus
laktiferosa utama. Lesi ini menimbulkan gejala klinis berupa : (1) keluarnya
discharge serosa atau berdarah dari puting payudara; (2) adanya tumor subareola
kecil dengan garis tengah beberapa milimeter sehingga terlalu kecil untuk
dipalpasi; atau (3) retraksi puting payudara (jarang terjadi). (Kumar, et al, 2007)
Pada beberapa kasus, terbentuk banyak papiloma di beberapa duktus atau
papilometosis intraduktus. Lesi kadang-kadang menjadi ganas, sedangkan
papiloma soliter hampir selalu tetap jinak. Demikian juga karsinoma papilaris
perlu disingkirkan; tumor ini tidak memiliki komponen mioepitel dan
memperlihatkan atipia sel yang parah dengan gambaran mitotik abnormal.
Tumor biasanya tunggal dengan diameter kurang dari 1 cm, terdiri atas
pertumbuhan yang halus, bercabang-cabang di dalam suatu kista atau duktus yang
melebar. Secara histologis, tumor terdiri atas papila-papila, masing-masing
memiliki aksis jaringan ikat yang dibungkus oleh sel epitel silindris atau kuboid
yang sering terdiri atas dua lapis, dengan lapisan epitel luar terletak di atas lapisan
mioepitel.
Papilloma Intraduktus soliter sering terjadi pada wanita paramenopausal
atau postmenopausal dengan insidens tertinggi pada dekade ke enam. Hampir
90% dari Papilloma Intraduktus adalah dari tipe soliter. Papilloma Intraduktus

17
soliter sering timbul pada duktus laktiferus dan hampir 70% dari pasien datang
dengan nipple discharge yang serous dan bercampur darah. Ada juga pasien yang
datang dengan keluhan massa pada area subareola walaupun massa ini lebih
sering ditemukan pada pemeriksaan fisis. Massa yang teraba sebenarnya adalah
duktus yang berdilatasi.
Pasien dengan Papilloma Intraduktus multiple biasanya tidak ada gejala
nipple discharge dan biasanya terjadi pada duktus yang kecil. Diperkirakan
hampir 25% dari Papilloma Intraduktus multiple adalah bilateral. Papilloma
Intraduktus ini bisa terjadi pada laki-laki. Kasus terbaru menunjukkan bahwa pada
laki-laki penyakit ini terkait dengan penggunaan phenothiazine.
Penatalaksanaan
Umumnya, pasien diterapi secara konservatif dan papilloma serta nipple
discharge dapat menghilang secara spontan dalam waktu beberapa minggu.
Apabila hal ini tidak berlaku, eksisi lokal duktus yang terkait bisa dilakukan.
Eksisi duktus terminal merupakan prosedur bedah pilihan sebagai penatalaksanan
nipple discharge. Pada prosedur ini, digunakan anestesi lokal dengan atau tanpa
sedasi. Tujuannnya adalah untuk eksisi dari duktus yang terkait dengan nipple
discharge dengan pengangkatan jaringan sekitar seminimal mungkin. Apabila lesi
benigna ini dicurigai mengalami perubahan ke arah maligna, terapi yang diberikan
adalah eksisi luas disertai radiasi.
Prognosis
Papilloma Intraduktus subareolar soliter atau intrakistik adalah benigna.
Namun, telah terjadi pertentangan apakah penyakit ini merupakan prekursor bagi
karsinoma papillary atau merupakan predisposisi untuk meningkatkan resiko
terjadinya karsinoma. Menurut komuniti dari College of American Pathologist,
wanita dengan lesi ini mempunyai risiko 1,5 – 2 kali untuk terjadinya karsinoma
mammae.

2.3. Fibrokistik
Perubahan fibrokistik adalah ragam kelainan dimana terjadi akibat dari
peningkatan dan distorsi perubahan siklik payudara yang terjadi secara normal

18
selama daur haid. Perubahan fibrokistik dibagi menjadi perubahan nonproliferatif
dan perubahan proliferatif. Perubahan nonproliferatif mencakup kista dan fibrosis
tanpa hiperplasia sel epitel (perubahan fibrokistik sderhana). Perubahan
proliferatif mencakup serangkaian hiperplasia sel epitel duktulus atau duktus
banal atau atipikal serta adenosis sklerotikans. (Kumar et al, 2007)
Perubahan nonproliferatif ditandai dengan peningkatan stroma fibrosa
disertai oleh dilatasi duktus dan pembentukan kista dengan berbagai ukuran.
Stroma mengelilingi semua bentuk kista biasanya terdiri atas jaringan fibrosa
yang kehilangan gambaran miksomatosa. Infiltrat limfositik stroma sering
ditemukan pada lesi ini dan varian lain perubahan fibrokistik. Perubahan
proliferatif meliputi hiperplasia epitel dan adenosis sklerotikans.
Istilah hiperplasia epitel dan perubahan fibrokistik proliferatif mencakup
serangkaian lesi proliferatif di dalam duktulus, duktus terminalis, dan kadang-
kadang lobulus payudara. Sebagian hiperplasia epitel ini bersifat ringan dan
teratur serta tidak membawa resiko karsinoma, tetapi di sisi lain hiperplasia
atipikal mamiliki resiko signifikan.
Adenosis sklerotikans memiliki gambaran klinis dan morfologi mirip
dengan karsinoma. Di lesi ini rampak mencolok fibrosis intralobularis serta
proliferasi duktulus kecil dan asinus. Pertumbuhan berlebihan jaringan fibrosa ini
mungkin menekan lumen asinus dan duktus sehingga keduanya tampak sebagai
genjel-genjel sel. Adanya lapisan ganda epitel dan identifikasi elemen mioepitel
menandakan bahwa kelainannya bersifat jinak. (Kumar et al, 2007)
Gejala-gejalanya berupa pembengkakan dan nyeri tekan pada payudara
menjelang periode menstruasi. Tanda-tandanya adalah teraba massa yang
bergerak bebas pada payudara, terasa granularitas pada jaringan payudara, dan
kadang-kadang keluar cairan yang tidak berdarah dari puting. Banyak perempuan
tidak mengeluhkan gejala dan baru mencari pemeriksaan kesehetan setelah
meraba adanya massa. (Price and Wilson, 2006)

2.4.Tumor Phylloides
Tumor phylloides adalah fibroadenoma besar di payudara, dengan stroma
serupa-sarkoma yang sangat selular. Tumor ini termasuk neoplasma jinak, namun

19
kadangkala dapat menjadi ganas. Tumor ini bersifat agresif lokal dan dapat
bermetastasis, dan diperkirakan berasal dari stroma intralobulus. Umumnya,
tumor ini berdiameter 3 hingga 4 cm, namun dapat tumbuh hingga berukuran
besar, mungkin masif sehingga payudara membesar. Sebagian mengalami lobulasi
dan menjadi kistik. Karena pada potongan memperlihatkan celah yang mirip daun,
maka tumor ini disebut tumor filoides. Perubahan yang paling merugikan adalah
terjadinya peningkatan selularitas stroma disertai anaplasia dan aktivitas mitotik
yang tinggi, selain itu peningkatan ukuran secara pesat, biasanya dengan invasi
jaringan payudara di sekitarnya oleh stroma maligna. Sebagian besar tumor ini
tetap lokalisata dan disembuhkan dengan eksisi. Lesi maligna mungkin kambuh,
tetapi lesi ini juga cenderung terlokalisasikan. Hanya yang paling ganas, sekitar
15% kasus, menyebar ke tempat yang jauh.

Gambaran Mikroskopik Tumor Phyloides

20
BAB III
KARSINOMA MAMMAE

3.1. Definisi
Carcinoma Mammae atau kanker mammae adalah adalah suatu kondisi
dimana sel telah kehilangan pengendalian dan mekanisme normalnya, sehingga
mengalami pertumbuhan yang tidak normal, cepat dan tidak terkendali.
Carcinoma mammae merupakan neoplasma yang ganas berasal dari parenchyma.

3.2. Faktor Risiko


Beberapa faktor risiko yang memegang peranan penting di dalam proses
kejadian kanker mammae berhasil diidentifikasi melalui penelitian epidemiologi
(Casciato, 2000).
1) High Risk Factor
a) Usia.
Wanita di atas 40 tahun lebih berisiko terkena carcinoma mammae.
Carcinoma mammae jarang dijumpai pada wanita berusia < 25 tahun.
Insidensi meningkat seiring meningkatnya usia.
b) Riwayat carcinoma mamme pada payudara yang lain, khususnya apabila
diderita pada masa sebelum menopause.
c) Riwayat carcinoma mammae pada keluarga.
Resiko kanker mammae meningkat pada wanita yang memiliki ibu,
saudara perempuan, atau anak perempuan dengan riwayat mengidap
kanker.
d) Hyperplasia with atypia
Riwayat memiliko tumor jinak mammae yang bersifat atipikal hiperplasia.
e) Paritas
Wanita yang hamil dan melahirkan pada usia < 20 tahun memiliki resiko
terkena kanker mammae dua kali lebih tinggi dibandingkan nullipara atau
wanita yang hamil pertama kali di usia lebih dari 35 tahun.
f) Lobular carcinoma in situ memberikan risiko carcinoma invasif sebesar
30%.

21
g) Risiko pada pria antara lain Klinefelter’s syndrome, gynecomastia, dan
riwayat carcinoma mammae pada saudara laki-laki.
2) Intermediate Risk Factor
a) Riwayat Menstruasi
Wanita dengan usia saat menarche kurang dari 11 tahun memiliki resiko
terkena kanker mammae sebesar 20% dibandingkan dengan wanita yang
menarche saat usia 14 tahun ke atas. Menopause yang lebih lama juga
meningkatkan resiko namun besarnya resiko belum berhasil teridentifikasi.
b) Estrogen Oral dan HRT
c) Riwayat carcinoma pada ovarium, fundus uteri, dan colon.
d) Diabetes mellitus
e) Alkohol
f) Ras
Insidensi kanker mammae lebih rendah pada keturunan Afrika-Amerika.
Faktor sosial seperti kurangnya akses ke fasilitas kesehatan dan masih
kurangnya penggunaan mammografi, dan faktor genetik juga berpengaruh.
Wanita kulit hitam yang berusia < 40 tahun lebih sering mengalami kanker
mammae dibandingkan wanita kulit putih. Wanita Kaukasoid memiliki
rating tertinggi dalam terjadinya kanker mammae, angka kejadiannya pada
usia > 50 tahun adalah 1 diantara 15 wanita, sedangkan pada wanita afrika
adalah 1 diantara 20, 1 diantara 26 pada wanita Asia Pasifik, dan 1
diantara 27 pada wanita Hispanik.

3.3. Tipe Carcinoma Mammae


Carcinoma mammae dibagi menjadi kanker yang belum menembus
membran basal (noninvasif) dan yang sudah menembus membran basal dan yang
sudah menembus membran basal. Bentuk utama tumor ganas mammae dapat
diklasifikasikan sebagai berikut :
a. Noninvasif
Terdapat dua tipe carcinoma mammae yang noninvasif yaitu: Ductus Carcinoma
In Situ (DCIS) dan Lobulus Carcinoma In Situ (LCIS). Penelitian morfologik
memperlihatkan bahwa keduanya biasanya berasal dari unit lobulus duktus

22
terminal. DCIS cenderung mengisi, mendistorsi dan membuka lobulus yang
terkena sehingga tampaknya melibatkan rongga mirip duktus. Sebaliknya LCIS
biasanya meluas, tetapi tidak mengubah arsitektur dasar lobulus. Keduanya
dibatasi oleh membran basal dan tidak menginvasi stroma atau saluran
limfovaskular.
1) Ductus Carcinoma In Situ (DCIS)
Peningkatan penggunaan screening mamografi telah mengakibatkan peningkatan
dramatis dalam mendeteksi karsinoma duktal in situ (DCIS). Sekitar 64.000 kasus
DCIS didiagnosis setiap tahun di Amerika Serikat. Sembilan puluh persen dari
kasus DCIS diidentifikasi pada mamografi sebagai kalsifikasi mencurigakan,
dengan distribusi linier, berkerumun, segmental, fokus, atau campuran. DCIS
dibagi menjadi comedo subtipe (yaitu micropapillary, padat) dan noncomedo,
yang memberikan informasi prognostik tambahan mengenai kemungkinan
perkembangan atau kekambuhan.
2) Lobulus Carcinoma In Situ (LCIS)
LCIS cenderung bersifat multifokal dan bilateral. LCIS tidak menghasilkan lesi
yang dapat diraba dan tidak terlihat pada mammografi. Sel-sel abnormal dari
hiperplasia lobular atipik, karsinoma lobular insitu dan karsinoma lobular invasif
adalah identik, terdiri dari sel-sel kecil dengan inti yang oval atau bulat dan anak
inti yang kecil serta tidak berdekatan satu sama lain. Sering dijumpai adanya
signet ring cell yang mengandung mucin. Karsinoma lobular insitu sering
menampilkan reseptor estrogen dan progesteron dan overekspresi HER2/neu
belum didapat (Tavasolli, 2003).
b. Invasif
1) Ductus Carcinoma Invasif
Ductus Carcinoma Invasif adalah tumor yang paling sering didiagnosis dan
memiliki kecenderungan untuk bermetastasis melalui limfatik. Lesi ini,
menyumbang 75% dari kanker payudara, tidak memiliki karakteristik histologis
khusus selain invasi melalui membran basement.
2) Lobulus Carcinoma Invasif
Tipe kanker mammae ini biasanya tampak sebagai penebalan di kuadran luar atas
dari mammae. Tumor ini berespon baik terhadap terapi hormon. Terjadi sebanyak

23
5% dari kasus kanker mammae. Karsinoma lobular invasif biasanya tampak
seperti karsinoma duktal insitu yaitu massa yang dapat teraba dan densitas pada
mammografi. Sekitar ¼ kasus adalah bentuk difus dari invasif tanpa desmoplasia
yang menonjol dan adanya daerah penebalan dari mammae atau perubahan
arsitektur pada mammografi. Metastasis sulit dideteksi berdasarkan klinis dan
radiologis pada tipe invasif. Karsinoma lobular dilaporkan paling banyak dijumpai
bilateral. Insiden dari karsinoma lobular dilaporkan meningkat pada wanita yang
postmenopause. Diduga ada hubungan dengan terapi hormon pengganti pada
wanita yang postmenopause.
Secara mikroskopis menunjukkan gambaran klasik dengan kecenderungan
populasi sel yang sedikit. Sel-sel tersebar tunggal atau membentuk kelompokan
kecil dengan karakteristik gambaran single files, sitoplasma sedikit, banyak
dijumpai naked cells, inti irregular, hiperkromatik dan ukuran inti uniform.
Ukuran sel sedikit lebih besar dari limfosit, inti bulat – oval, ukuran inti 11,8 µm,
tepi ireguler, kadang-kadang tampak nukleoli dan indentasi pada tepi inti, kadang-
kadang inti eksentrik, sitoplasma banyak dan mengandung musin. Pada karsinoma
lobular secara umum dapat dijumpai dua jenis sel yaitu, sel-sel kecil yang tersebar
merata biasanya dijumpai pada wanita postmenopause dan sel-sel yang tersusun
dalam kelompokan pleomorfik, membentuk gambaran tiga dimensi, ukuran sel
lebih besar sedikit dari sel-sel darah merah. Kadang-kadang dapat dijumpai
lumina intrasitoplasmik, vakuol musin atau „signet ring cell.. Stroma banyak,
terdiri dari jaringan ikat atau desmoplastik. Sel-sel neoplastik tidak begitu erat
melekat ke stroma dan pada sediaan hapus menunjukkan populasi yang sedikit.
Pada beberapa karsinoma lobular dijumpai kondensasi droplet musin pada sentral
(bull.s eye inclusion) tetapi keadaan ini bukan suatu karakteristik (Crum, 2007).
3) Medularis Carcinoma
Secara makroskopis berbentuk bulat dengan ukuran yang berbeda-beda, dengan
diameter 2 -2,9 cm, dengan batas yang tegas dan konsisten lunak. Berwarna coklat
sampai abu-abu. Sering dijumpai daerah nekrosis dan perdarahan-perdarahan.
Secara histopatologi karsinoma terdiri dari sel-sel yang berdiferensiasi buruk yang
tersusun pada lembaran-lembaran besar, dengan tidak dijumpai struktur kelenjar,
dengan stroma yang sedikit dan infiltrasi limphoplasmasitik yang menonjol. Ada

24
lima bentuk karakteristik yaitu bentuk sinsitial, tidak dijumpai bentuk glandular
atau tubular, infiltrasi limphoplasmasitik pada stroma yang diffuse, selselnya
biasanya bulat dengan sitoplasma yang banyak dan anak inti vesikuler
mengandung satu atau beberapa anak inti. Inti plemorfis dengan ukuran sedang.
Mitotis sering dijumpai. Dapat dijumpai sel-sel besar yang atipik, sel- sel yang
berfoliferasi dibatasi oleh jaringan ikat fibrous.
4) Coloid Carcinoma (Karsinoma Musinosa)
Insiden karsinoma musinosum juga lebih tinggi pada wanita yang mengalami
mutasi gen BRCA1. Mirip dengan yang diamati pada karsinoma medullari,
hypermetilasi dan promoter BRCA1 juga terdapat pada 55% dari karsinoma
musinosum yang tidak berhubungan dengan mutasi germline BRCA1 (Crum,
2007)
Secara makroskopis konsistensi tumor sangat lunak seperti gelatin dan berwarna
pucat biru keabuan. Sel tumor tampak berkelompok dan memiliki pulau-pulau sel
yang kecil dalam sel musin yang besar yang mendorong ke stroma terdekat.
Secara sitologi sel-sel kanker dengan bentuk atipik, membentuk agregat kecil
yang solid dan ada juga yang tersebar membentuk „files. tunggal, inti membesar,
pleomorfik, „moderate. atipia, dengan sitoplasma yang banyak. Latar belakang
sediaan hapus didominasi oleh musin yang sangat menonjol dan secara
makroskopis dapat terlihat. Pada pewarnaan MGG, musin memperlihatkan warna
biru dan pada pewarnaan Hemaktosilin dan Eosin serta Pap memberikan warna
pucat. Pada beberapa kasus dapat dijumpai musin intrasitoplasmik dan signet ring
cell, seperti pada karsinoma lobular invasif. Selain itu juga dapat dijumpai
gambaran chicken wire. yang berasal dari pembuluh darah dan sangat prominen.
Keadaan ini mendukung suatu karsinoma musinosum walaupun pada
fibroadenoma mamma juga kadang-kadang dapat dijumpai. Pada sediaan hapus
tidak dijumpai massa nekrotik.
5) Tubulus Carcinoma
Metastasis pada axilla kurang dari 10 %. Subtipe ini penting dikenali untuk
menentukan prognosisnya. Tipe ini banyak ditemukan pada wanita usia sekitar 50
tahun. Pada pemeriksaan mikroskopik gambaran struktur tubulusnya sangat khas.

25
Dengan kata lain semua adalah well differentiated dan angka 10 YRS (Year
Survival Rate) mencapai 95 (Tavasolli, 2003).
Gambaran mikroskopisnya tumor ini terdiri dari well formed tubules. dan
terkadang sulit dibedakan dengan lesi sklerotik yang jinak. Namun demikian
tumor ini tidak memiliki lapisan sel myoepitel dan sel-sel tumor ini berkontak
langsung dengan stroma. Hampir semua karsinoma tubulus mengekspresikan
reseptor hormon, dan sangat jarang mengekspresikan ERBB2 secara berlebihan
(Crum, 2007).

3.4. Stagging

Tumor Primer (T)

Tx Tumor pimer tidak dinilai

Tis Carcinoma in situ (LCIS atau DCIS) atau paget’s disease pada
puting tanpa tumor

T1 Tumor ≤2 cm

T1a Tumor ≥0.1 cm, ≤0.5 cm

T1b Tumor >0.5 cm, ≤1 cm

T1c Tumor >1 cm, ≤2 cm

T2 Tumor >2 cm, ≤5 cm

T3 Tumor >5 cm

T4 Tumor dalam berbagai ukuran dengan perluasan sampai ke dinding


dada atau kulit

T4a Tumor meluas sampai dinding dada (termasuk m. pectoralis)

T4b Tumor meluas ke kulit dengan ulserasi, edema dan nodul satelit

T4c Gabungan T4a dan T4b

T4d Karsinoma inflammatory

Pembuluh Limfe/Node (N)

26
N0 Tidak ada keterlibatan kel.limfe regional, tidak diteliti lebih jauh

N0 (i-) Tidak ada keterlibatan kel.limfe regional, IHC (-)

N0 (i+) Keterlibatan kel.limfe mencakup <0.2 mm

N0 Tidak ada keterlibatan kel.limfe, PCR (-)


(mol-)

N0 Tidak ada keterlibatan kel.limfe, PCR (+)


(mol+)

N1 Metastasis ke kel.limfe axilla 1-3 dan atau int. mammary (+) dari
biopsy

N1(mic) Micrometastasis (>0.2 mm, none >2.0 mm)

N1a Metastasis ke kel.limfe axilla 1-3

N1b Metastasis ke kel.limfe int. mammary dengan biopsy sentinel

N1c Metastasis ke kel.limfe axilla 1-3 dan kel. limfe int. Mammary
dengan biopsy

N2 Metastasis ke kel.limfe axilla 4-9 atau int. mammary disertai klinik


(+) tanpa metastasis ke axilla

N2a Metastasis ke kel.limfe axilla 4-9 paling tidak 1 >2.0 mm

N2b Int. mammary klinik nampak, kel.limfe axilla (-)

N3 Metastasis ke ≥10 kel.limfe axilla atau kombinasi metastasis


kel.limfe axilla dan int. mammary metastasis

N3a ≥10 kel.limfe axilla (>2.0 mm), atau kel.limfe infraclavicular

N3b Klinik int. mammary (+) ≥1 kel.limfe (+) atau >3 kel.limfe axilla
(+) dengan int. mammary (+) dari biopsy

N3c Metastasis ke ipsilateral supraclavicular nodes (IAN)

M (Metastasis)

M0 Tidak terdapat metastasi jauh

27
M1 Terdapat metastasis jauh

3.5. Diagnosis
Dalam 33% kasus kanker mammae, wanita biasanya mengeluhkan benjolan
di mammaenya. Tanda-tanda klinis lain yang sering ditemukan pada gejala kanker
mammae meliputi :
(1) pembesaran mammae atau asimetri
(2) perubahan putting
(3) ulserasi atau eritema pada kulit mammae,
(4) massa (benjolan) di aksila
(5)dan ketidaknyamanan pada tulang dan sendi (musculoskeletal).
Pemeriksaan Histopatologi (Gold Standard Diagnostic).
Pemeriksaan histopatologi dilakukan dengan potong beku dan/atau parafin.
Bahan pemeriksaan histopatologi diambil melalui :
• Core Biopsy.
• Biopsi Eksisional untuk tumor ukuran <3 cm.
• Biopsi Insisional untuk tumor :
 operable ukuran >3 cm sebelum operasi definitif
 inoperable
o Spesimen mastektomi disertai dengan pemeriksaan KGB

3.6. Screening
Metoda :
 SADARI (Pemeriksaan Mammae Sendiri)
Dilaksanakan pada wanita mulai usia subur, setiap 1 minggu setelah hari
pertama menstruasi terakhir
 Pemeriksaan Fisik
 Mamografi
- Pada wanita diatas 35 tahun – 50 tahun : setiap 2 tahun
- Pada wanita diatas 50 tahun : setiap 1 tahun.

28
3.7. Penatalaksanaan
Modalitas terapi:
 Operasi
 Radiasi
 Kemoterapi
 Hormonal terapi
 Molecular targeting therapy (biology therapy)

Operasi :
Jenis operasi untuk terapi
 BCS (Breast Conserving Surgery)
 Simpel mastektomi
 Radikal mastektomi modifikasi
 Radikal mastektomi

Radiasi :
 primer
 adjuvan
 paliatif

Kemoterapi :
 Harus kombinasi
 Kombinasi yang dipakai
 CMF
 CAF, CEF
 Taxane + Doxorubicin
 Capecetabin

Hormonal :
 Ablative : bilateral ovarektomi
 Additive : Tamoxifen
 Optional :

29
 Aromatase inhibitor
 GnRH (Gonadotropin Releasing Hormone) , dsb.

Ad. 1 Kanker payudara stadium 0

Dilakukan : - BCS
- Mastektomi simple

Terapi definitif pada T0 tergantung pada pemeriksaan blok parafin, lokasi


didasarkan pada hasil pemeriksaan imaging.

Indikasi BCS
o T 3 cm.
o Pasien menginginkan mempertahankan payudaranya.

Syarat BCS
o Keinginan penderita setelah dilakukan informed consent.
o Penderita dapat melakukan kontrol rutin setelah pengobatan.
o Tumor tidak terletak sentral.
o Perbandingan ukuran tumor dan volume payudara cukup baik
untuk kosmetik pasca BCS.
o Mamografi tidak memperlihatkan mikrokalsifikasi/tanda
keganasan lain yang difus (luas).
o Tumor tidak multipel.
o Belum pernah terapi radiasi di dada.
o Tidak menderita penyakit LE atau penyakit kolagen.
o Terdapat sarana radioterapi yang memadai.

Ad. 2 Kanker payudara stadium dini / operabel :

Dilakukan : - BCS (harus memenuhi syarat di atas)


- Mastektomi radikal

30
- Mastektomi radikal modifikasi

Terapi adjuvant :
o Dibedakan pada keadaan : Node (-) atau Node (+)
o Pemberiannya tergantung dari :
- Node (+)/(-)
- ER / PR
- Usia pre menopause atau post menopause
o Dapat berupa :
- radiasi
- kemoterapi
- hormonal terapi

Adjuvant therapi pada NODE NEGATIVE (KGB histopatologi negatif)

Menopausal Hormonal Receptor High Risk


Status
Premenopause ER (+) / PR (+) Kh + Tam / Ov
ER (-) / PR (-) Kh
Post menopause ER (+) / PR (+) Tam + Khemo
ER (-) / PR (-) Kh
Old Age ER (+) / PR (+) Tam + Khemo
ER (-) / PR (-) Kh

Adjuvant therapi pada NODE POSITIVE (KGB histopatologi positif)

Menopausal Status Hormonal Receptor High Risk


Premenopausal ER (+) / PR (+) Kh + Tam / Ov
ER (-) and PR (-) Kh
Post menopausal ER (+) / PR (+) KH + Tam
ER (-) and/ PR (-) Kh
Old Age ER (+) / PR (+) Tam + Khemo

31
ER (-) and PR (-) Kh

High risk group :


 Umur < 40 tahun
 High grade
 ER/PR negatif
 Tumor progresif (Vascular, Lymph invasion)
 High thymidin index

Terapi adjuvant :

 Radiasi

Diberikan apabila ditemukan keadaan sbb. :


 Setelah tindakan operasi terbatas (BCS).
 Tepi sayatan dekat ( T > = 2) / tidak bebas tumor.
 Tumor sentral/medial.
 KGB (+) dengan ekstensi ekstra kapsuler.

Acuan pemberian radiasi sbb :


 Pada dasarnya diberikan radiasi lokoregional (payudara dan aksila
beserta supraklavikula, kecuali :
- Pada keadaan T < = T2 bila cN = 0 dan pN , maka tidak
dilakukan radiasi pada KGB aksila supraklavikula.
- Pada keadaan tumor dimedial/sentral diberikan tambahan
radiasi pada mamaria interna.
 Dosis lokoregional profilaksis adalah 50Gy,booster dilakukan sbb :
- Pada potensial terjadi residif ditambahkan 10Gy (misalnya tepi
sayatan dekat tumor atau post BCS)
- Pada terdapat masa tumor atau residu post op (mikroskopik
atau makroskopik) maka diberikan boster dengan dosis
20Gy kecuali pada aksila 15 Gy

32
* Khemoterapi

Khemoterapi : Kombinasi CAF (CEF) , CMF, AC


Khemoterapi adjuvant : 6 siklus
Khemoterapi paliatif : 12 siklus
Khemoterapi neoadjuvant : - 3 siklus pra terapi primer
ditambah
- 3 siklus pasca terapi primer

 Kombinasi CAF
Dosis C : Cyclophosfamide 500 mg/m2 hari 1
A : Adriamycin = Doxorubin 50 mg/m2 hari 1
F : 5 Fluoro Uracil 500 mg/m2 hari 1
Interval : 3 minggu
 Kombinasi CEF
Dosis C : Cyclophospamide 500 mg/ m2 hari 1
E : Epirubicin 50 mg/m2 hari 1
F : 5 Fluoro Uracil 500 mg/ m2 hari 1
Interval : 3 minggu
 Kombinasi CMF
Dosis C : Cyclophospamide 100 mg/m2 hari 1 s/d 14
M : Metotrexate 40 mg/ m2 IV hari 1 & 8
F : 5 Fluoro Uracil 500 mg/m2 IV hari 1 & 8
Interval : 4 minggu
 Kombinasi AC
Dosis A : Adriamicin
C : Cyclophospamide
 Optional :
 Kombinasi Taxan + Doxorubicin
 Capecitabine
 Gemcitabine

33
 Hormonal terapi :
Macam terapi hormonal
1. Additive : pemberian tamoxifen
2. Ablative : bilateral oophorectomi (ovarektomi bilateral)

Dasar pemberian : 1.Pemeriksaan Reseptor ER + PR + ;


ER + PR – ;
ER - PR +
2. Status hormonal
Additive : Apabila ER - PR +
ER + PR – (menopause tanpa pemeriksaan ER & PR)
ER - PR +
Ablasi : Apabila
 tanpa pemeriksaan reseptor
 premenopause
 menopause 1-5 tahun dengan efek estrogen (+)
 perjalanan penyakit slow growing & intermediated growing

Ad.3 Kanker payudara locally advanced (lokal lanjut)

Ad.3.1 Operable Locally advanced


 Simple mastektomi/mrm + radiasi kuratif + kemoterapi
adjuvant + hormonal terapi

Ad.3.2 Inoperable Locally advanced


 Radiasi kuratif + kemoterapi + hormonal terapi
 Radiasi + operasi + kemoterapi + hormonal terapi
 Kemoterapi neo adj + operasi + kemoterapi + radiasi +
hormonal terapi.

34
Ad.4 Kanker payudara lanjut metastase jauh

Prinsip :
 Sifat terapi palliatif
 Terapi sistemik merupakan terapi primer (Kemoterapi dan
hormonal terapi)
 Terapi lokoregional (radiasi & bedah) apabila diperlukan

Follow up :

o tahun 1 dan 2 kontrol tiap 2 bulan


o tahun 3 s/d 5 kontrol tiap 3 bulan
o setelah tahun 5 kontrol tiap 6 bulan

Follow Up terdiri dari


o Pemeriksaan fisik : tiap kali kontrol
o Thorax foto : tiap 6 bulan
o Lab, marker : tiap 2-3 bulan
o Mamografi kontra lateral : tiap tahun atau ada indikasi
o USG Abdomen/lever : tiap 6 bulan atau ada indikasi
o Bone scaning : tiap 2 tahun atau ada indikasi

35
DAFTAR PUSTAKA

[Depkes RI] Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2010. Jika tidak


dikendalikan 26 juta orang di dunia menderita kanker.
http://www.depkes.go.id/index.php/berita/press-release/1060-jika-tidak-
dikendalikan-26-juta-orang-di-dunia-menderita-kanker-.html
[WHO] World Health Organization. 2011. Cancer. http://www.who.int/cancer/en/
American Cancer Society (ACS), 2009. Breast Cancer Facts & Figures 2009
2010. Atlanta:American Cancer Society, Inc. Available from :
http://www.cancer.org/downloads/STT/F861009_final%209-08-09.pdf
Brunicardi, Charles et al. 2004. Schwartz's Principles of Surgery. 8th Edition:
Chapter 37. McGraw-Hill Professional.
Casciato, Dennis A, Barry Lowitz. 2000. Manual of Clinical Oncology. North
America: Lippincott Williams & Wilkins
Pass, Helen. A. Benign and Malignant Disease of The Breast at Surgery Basic
Science and Clinical Evidence. Jeffrey A Norton Springer. New York.
2001
Protokol Penatalaksanaan Kanker Mammae, PERABOI, 2003
Robbins, Kumar, etc.2007.Buku Ajar Patologi Edisi 7 Volume II.Jakarta : EGC
hal.782-783
Rubin, et all. 2003. Pathology Volume II. 3rd edition. North America: Lippincott
Williams & Wilkins
Tapia C., Savic S., Wagner. 2007. Her2 Gene Status in Primary Breast Cancer
and Matched Distant Metastasis. Breast Cancer Research.
Tavasolli, Devilee R. 2003. Pathology and Genetic of Tumours of the Breast and
Female Genital Organs/ WHO Classification of Tumours. IARC Press.:
34-36.
World Health Organization. 1995. Guidelines for The Management of Breast
Cancer.

36

Anda mungkin juga menyukai