Kehamilan Muda
Tressy A. Padahana
102010233
Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida
Wacana
Jl. Arjuna Utara No. 6, Jakarta Barat
Email: trezyph@ymail.com
PENDAHULUAN
Abortus adalah berakhirnya kehamilan sebelum janin dapat hidup di luar kandungan ibu,
tanpa mempersoalkan penyebabnya, di mana kandungan seorang perempuan hamil dengan spontan
gugur, sehingga perlu dibedakan antara abortus spontan dan abortus yang disengaja.
Abortus spontan dapat terjadi karena pengaruh baik dari dalam maupun luar tanpa ada
keinginan dari ibu hamil tersebut untuk menggugurkan kandungannya. Hal-hal yang mempengaruhi
misalnya kelainan perkembangan janin dalam kandungan, ataupun adanya keganasan pada rahim
ibu yang mempengaruhi perkembangan janin dalam kandungan.
Sedangkan abortus yang disengaja terjadi karena direncanakan dan tindakan ini diatur dalam
undang-undang sebagai suatu tindakan kriminal. Pada pembahasan ini akan dibahas lebih dalam
mengenai abortus spontan, penyebab-penyebab abortus spontan, dan macam-macam abortus
spontan dan penanganannya.
PEMBAHASAN
A. Anamnesis
Merupakan kegiatan tanya-jawab antara dokter-pasien atau dokter-kerabat pasien
yang mengantarkannya kepada dokter. Dalam anamnesis perlu ditanyakan nama, usia,
alamat, dan pekerjaan pasien. Ini adalah hal-hal dasar yang perlu diketahui seorang dokter
mengenai pasiennya.
Untuk pasien abortus spontan perlu ditanyakan:
Kehamilan ke berapa yang sedang dialami;
Sudah memiliki berapa orang anak;
Bagaimana proses kelahiran anak (melahirkan per vaginam atau secsio caecar);
Sudah pernah mengalami hal yang serupa sebelumnya atau tidak;
Memiliki penyakit-penyakit tertentu atau tidak;
Perkembangan penyakit tersebut sudah sampai mana;
Pengobatan penyakit tersebut bagaimana;
1
B. Pemeriksaan Fisik
Merupakan pemeriksaan yang dilakukan dokter terhadap fisik pasien mulai dari
keadaan umum pasien, kesadaran pasien, pemeriksaan tanda-tanda vital, hingga
pemeriksaan yang sesuai dengan keluhan yang pasien berikan. Perhatikan dan periksa juga
mata pasien (anemia, ikterus, eksoftalmus), kelenjar gondok (struma), payudara, kelenjar
ketiak, jantung, paru-paru dan perut. Adanya edema, panikulus adiposus yang tebal, asites,
gambaran vena yang jelas/melebar dan varises-varises perlu mendapat perhatian yang
seksama.1
Pemeriksaan ginekologi:
Inspeksi vulva: perdarahan pervaginam, ada/tidak jaringan hasil konsepsi,
tercium/tidak bau busuk dari vulva.1
Inspekulo: perdarahan dari kavum uteri, ostium uteri terbuka atau sudah
tertutup, ada/tidak jaringan keluar dari ostium, ada/tidak cairan atau jaringan
berbau busuk dari ostium.1
Vagina Touche: porsio masih tertutup atau sudah terbuka, teraba atau tidak
jaringan dalam kavum uteri, besar uterus sesuai atau lebih kecil dari usia
kehamilan, tidak nyeri saat porsio digoyang, tidak nyeri pada perabaan adneksa,
kavum Douglasi tidak menonjol dan tidak nyeri.1
Pemeriksaan kehamilan: kesesuaian besar perut dengan usia gestasi, letak dan posisi
janin, denyut jantung janin.1
C. Pemeriksaan Penunjang
Merupakan pemeriksaan yang dilakukan untuk mengetahui dengan jelas kondisi
pasien dan dilakukan untuk menyingkirkan diagnosis-diagnosis lain yang dicurigai dialami
oleh pasien. Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan antara lain:1,2
Pemeriksaan Darah Lengkap
Dilakukan untuk mengetahui keadaan pasien. Jika perdarahan yang dialami sangat
banyak maka bisa dilakukan transfusi darah.
Pemeriksaan Hormon β-hCG
Untuk menentukan kehamilan secara cepat dan tepat dan untuk mengevaluasi
pasien dengan keluhan yang mengarah pada kehamilan ektopik.
Pemeriksaan Ultrasonografi (USG)
Digunakan untuk diagnosis mola hidatidosa, kematian hasil konsepsi, dan kehamilan
kembar; untuk mencari detak jantung janin dan lokalisasi plasenta. Dalam ginekologi
cara pemeriksaan ini dapat pula digunakan untuk deteksi massa tumor, lebih-lebih
dalam menghadapi diagnosis differensial antara uterus gravidus, mioma, dan kista
ovarium.1,2
D. Diagnosis Banding
1) Kehamilan Ektopik
Kehamilan ektopik ialah suatu kehamilan yang pertumbuhan sel telur yang
telah dibuahi tidak menempel pada dinding endometrium kavum uteri. Patofisiologi
terjadinya kehamilan ektopik tersering karena sel telur yang sudah dibuahi dalam
perjalanannya menuju endometrium tersendat sehingga embrio sudah berkembang
sebelum mencapai kavum uteri, mengakibatkan tumbuh di luar rahim.2,3
2
Apabila tempat nidasi tersebut tidak dapat menyesuaikan diri dengan
besarnya kehamilan, akan terjadi ruptur dan kehamilan ektopik terganggu.
Berdasarkan lokasi terjadinya, kehamilan ektopik dapat terjadi menjadi 5 berikut
ini:2,3
a. Kehamilan tuba (> 95%) meliputi pars ampularis, pars ismika, pars fimbriae,
pars intersisialis
b. Kehamilan ektopik lain (<5%) antara lain terjadi di serviks uterus, ovarium,
atau abdominal. Untuk kehamilan abdominal lebih sering merupakan
kehamilan abdominal sekunder dimana semula merupakan kehamilan tuba
yang kemudian abortus dan meluncur ke abdomen dari ostium tuba pars
abdominalis (abortus tubaria) yang kemudian embrio/buah kehamilannya
mengalami reimplantasi di kavum abdomen, misalnya di
mesenterium/mesovarium atau di omentum.
c. Kehamilan intraligamenter, jumlahnya sangat sedikit.
d. Kehamilan heteropik, merupakan kehamilan ganda di mana satu janin
berada di kavum uteri sedangkan lainnya merupakan kehamilan ektopik.
Kejadian sekitar 1 per 15.000-40.000 kehamilan
e. Kehamilan ektopik bilateral. Kehamilan ini pernah dilaporkan walaupun
sangat jarang terjadi.
3
terjadinya kehamilan ektopik. Faktor umur penderita yang sudah menua dan
faktor perokok juga sering dihubungkan dengan terjadinya kehamilan
ektopik.
4
darah intrabdominal). Gambaran USG kehamilan ektopik sangat bervariasi
bergantung pada usia kehamilan, ada tidaknya gangguan kehamilan (ruptur,
abortus) serta banyak dan lamanya perdarahan intraabdomen. Diagnosis pasti
kehamilan ektopik secara USG hanya bisa ditegakkan bila terlihat kantong gestasi
berisi janin hidup yang letaknya di luar kavum uteri. Namun gambaran ini hanya
dijumpai pada 5-10% kasus.2-4
Sebagian besar kehamilan ektopik tidak memberikan gambaran yang
spesifik. Uterus mungkin besarnya normal atau mengalami sedikit pembesaran yang
tidak sesuai dengan usia kehamilan. Endometrium menebal ekogenik sebagai akibat
reaksi desidua. Kavum uteri sering berisi cairan eksudat yang diproduksi oleh sel-sel
desidua yang pada pemeriksaan terlihat sebagai struktur cincin ekoik yang disebut
kantong gestasi palsu (pseudogestational sac). Berbeda dengan kantong gestasi yang
sebenarnya, kantong gestasi palsu letaknya simetris di kavum uteri dan tidak
menunjukkan struktur cincin ganda.2,4
Seringkali diujumpai masa tumor di daerah adneksa yang gambarannya
bervariasi. Mungkin terlihat kantong gestasi yang masih utuh berisi janin, mungkn
hanya berupa masa ekoigenik dengan batas ireguler, ataupun masa kompleks yang
terdiri dari sebagian masa ekogenik dan anekoik. Gambaran masa yang tidak spesifik
ini mungkin sulit dibedakan dari gambaran peradangan adneksa, tumor ovarium,
maupun masa endometrioma.2-4
2) Mola Hidatidosa
Mola hidatidosa adalah suatu kehamilan yang berkembang tidak wajar di
mana tidak ditemukan janin dan hampir seluruh vili korialis mengalami perubahan
degenerasi hidropik. Secara makroskopik, mola hidatidosa mudah dikenal yaitu
berupa gelembung-gelembung putih, tembus pandang, berisi cairan jernih, dengan
ukuran bervariasi dari beberapa millimeter sampai 1-2 cm.2-4
Gambaran histopatologik yang khas dari mola hidatidosa ialah edema
stroma vili, tidak ada pembuluh darah pada vili/degenerasi hidropik dan proliferasi
sel-sel trofoblas.2-4
Pada permulaannya gejala mola hidatidosa tidak seberapa berbeda dengan
kehamilan biasa, yaitu mual, muntah, pusing, dan lain-lain, hanya saja derajat
keluhannya sering lebih hebat. Selanjutnya perkembangan lebih pesat, sehingga
pada umumnya besar uterus lebih besar dari umur kehamilan. Ada pula kasus-kasus
yang uterusnya lebih kecil atau sama besar walaupun jaringannnya belum
dikeluarkan. Dalam hal ini perkembangan jaringan trofoblas tidak begitu aktif
sehingga perlu dipikirkan kemungkinan adanya jenis dying mole.2-4
Perdarahan merupakan gejala utama mola. Biasanya keluhan perdarahan
inilah yang menyebabkan mereka datang ke rumah sakit. Gejala perdarahan ini
biasanya terjadi antara bulan pertama sampai ketujuh dengan rata-rata 14-14
minggu. Sifat perdarahan bisa intermiten, sedikit-sedikit atau sekaligus banyak
sehingga menyebabkan syok atau kematian. Karena perdarahan ini umumnya pasien
mola hidatidosa masuk dalam keadaan anemia.2-4
Seperti juga pada kehamilan biasa, mola hidatidosa bisa disertai dengan
preeklamsia (eklampsia), hanya perbedaannya ialah bahwa preeklamsia pada mola
5
terjadinya lebih muda daripada kehamilan biasa. Penyulit lain yang akhir-akhir ini
banyak dipermasalahkan ialah tirotoksikosis. Maka setiap kasus mola harus dicari
tanda-tanda tirotoksikosis secara aktif seperti mencari tanda preeklamsia pada
kehamilan biasa. Biasa penderita meninggal karena krisis tiroid.2-4
Penyulit lain yang mungkin terjadi ialah emboli sel trofoblas ke paru-paru.
pada mola, kadang-kadang jumlah sel trofoblas ini sedemikian banyak sehingga
dapat menimbulkan emboli paru-paru akut yang bisa menyebabkan kematian.2-4
Mola hidatidosa sering disertai dengan kista lutein, baik unilateral ataupun
bilateral. Kasus mola dengan kista lutein mempunyai risiko 4 kali lebih besar untuk
mendapat degenerasi keganasan di kemudian hari daripada kasus tanpa kista.2-4
Diagnosis
Adanya mola hidatidosa harus dicurigai bila ada perempuan dengan
amenorea, perdarahan pervaginam, uterus yang lebih besar dari tuanya kehamilan,
dan tidak ditemukan tanda kehamilan pasti seperti balotemen dan detak jantung
anak. Untuk memperkuat diagnosis dapat dilakukan pemeriksaan kadar Human
Chorionic Gonadotropin (hCG) dalam darah atau urin. Peninggian hCG, terutama dari
hari ke-100, sangat sugestif. Bila belum jelas dapat dilakukan pemeriksaan USG, di
mana kasus mola menunjukkan gambaran khas berupa badai salju (snow flakes
pattern) atau gambaran seperti sarang lebah (honey comb).4,5
Diagnosis yang paling tepat bila kita telah melihat keluarnya gelembung
mola. Namun, bila kita menunggu sampai gelembung mola keluar biasanya sudah
terlambat karena pengeluaran gelembung umumnya disertai perdarahan yang
banyak dan keadaan umum paisen menurun. Terbaik ialah bila dapat mendiagnosis
mola sebelum keluar.4,5
Pada kehamilan trimester I gambaran mola hidatidosa tidak spesifik,
sehingga seringkali sulit dibedakan dari kehamilan anembrionik, missed abortion,
abortus inkompletus, atau mioma uteri. Pada kehamilan trimester II, gambaran mola
hidatidosa umumnya lebih spesifik. Kavum uteri berisi masa ekogenik bercampur
bagian anekoik vesicular berdiameter 5 – 10 mm.4,5
Apabila jaringan mola memenuhi sebagian kavum uteri dan sebagian berisi
janin yang ukurannya relatif kecil dari umur kehamilannya disebut mola parsialis.
Umumnya janin mati pada bulan pertama, tapi ada juga yang hidup sampai cukup
besar atau bahkan aterm. Pada pemeriksaan histopatologik tampak di beberapa
tempat vili yang edema dengan sel trofoblas yang tidak begitu berproliferasi,
sedangkan di tempat lain masih tampak vili yang normal. Umumnya mola parsialis
mempunyai kariotipe triploid. Pada perkembangan selanjutnya jenis mola ini jarang
menjadi ganas.4,5
E. Diagnosis Kerja
Perdarahan Pervaginam Pada Kehamilan Muda (Abortus)
Kata abortus berasal dari bahasa Latin aboriri yang berarti keguguran. Abortus
adalah ancaman atau pengeluaran hasil konsepsi sebelum janin dapat hidup di luar
kandungan. Sebagai batasan ialah kehamilan kurang dari 20 minggu atau berat janin kurang
dari 500 gram.
6
Abortus dapat berlangsung tanpa tindakan (disebut abortus spontan) dan dapat juga
berlangsung dengan tindakan. Abortus dengan tindakan (abortus provokatus) dibagi menjadi
abortus provokatus medisinalis yang dilakukan dengan tujuan menyelamatkan ibu dan
abortus provokatus kriminalis.2-6
F. Etiologi
Penyebab abortus bervariasi dan umumnya lebih dari satu penyebab. Penyebab
terbanyak diantaranya sebagi berikut:3,5,6
1) Faktor genetik. Abortus spontan dini dering memperlihatkan kelainan
perkembangan zigot, mudigah, janin atau kadang plasenta. Pada 50- 60% abortus
spontan terjadi karena adanya kelainan jumlah kromosom seperti trisomi autosom,
monosomi X, tetraploid, kelainan struktur kromosom.
2) Kelainan uterus berupa defek uterus, defek perkembangan uterus, dan serviks
inkompeten. Defek uterus didapat contohnya leiomioma uterus yang besar dan
multipel sering terjadi dan lesi ini dapat menyebabkan keguguran. Defek
perkembangan uterus yaitu kelainan pembentukan duktus Mulleri atau defek fusi
dapat timbul secara spontan atau terjadi akibat terpajannya janin ke
dietilstilbesterol (DES). Serviks inkompeten ditandai oleh dilatasi serviks tanpa nyeri
pada trimester kedua. Hal ini dapat diikuti oleh prolaps dan mengembungnya
membran janin ke dalam vagina dan akhirnya ekspulsi janin imatur
3) Infeksi bakteria (Listeria monositogenes, Klamidia trakomatis, Ureaplasma
urealitikum, Bakterial vaginosis), infeksi virus (CMV, Rubela, Herpes Simpleks Virus,
HIV, Parvovirus), infeksi parasit (Toxoplasma gondii, Plasmodium falsiparum).
4) Kelainan endokrin. Angka abortus spontan dan malformasi kongenital mayor
meningkat pada wanita pada diabetes bergantung insulin. Risiko tampaknya
berkaitan dengan derajat kontrol metabolik pada awal kehamilan.
5) Faktor lingkungan. Ibu hamil terpapar obat, bahan kimia, radiasi. Misalnya paparan
buangan gas anastesi dan tembakau. Karbon monoksida juga menurunkan pasokan
oksigen ibu dan janin sehingga menimbulkan gangguan sirkulasi fetoplasenta dan
menimbulkan abortus.
6) Trauma abdomen mayor dapat mencetus abortus. Namun hal ini jarang terjadi.
G. Epidemiologi
Insidens abortus sukar ditentukan karena abortus provokatus banyak yang tidak
dilaporkan kecuali bila sudah terjadi komplikasi. WHO memperkirakan di seluruh dunia, dari
46 juta kelahiran pertahun terdapat 20 juta kejadian abortus. Sekitar 13% dari jumlah total
kematian ibu di seluruh dunia diakibatkan oleh komplikasi abortus dan sekurangnya 95% (19
dari setiap 20 abortus ) di antaranya terjadi di negara berkembang.2,3
H. Patofisiologi
Pada awal abortus terjadilah perdarahan pada desidua basalis, kemudian diikuti oleh
nekrosis jaringan di sekitarnya. Hal tersebut menyebabkan hasil kontrasepsi terlepas
sebagian atau seluruhnya, sehingga merupakan benda asing pada uterus. Kedaan ini
menyebabkan uterus berkontraksi dan mengeluarkan isinya.4-6 (Gambar 1)
7
Pada kehamilan kurang dari 8 minggu, hasil konsepsi biasanya dikeluarkan
seluruhnya karena villi korialis belum menembus desidua lebih dalam sehingga umumnya
plasenta tidak lepas sempurna yang dapat menyebabkan banyak perdarahan. Pada
kehamilan 14 minggu ke atas umumnya yang dikeluarkan setelah ketuban pecah ialah janin,
disusul beberapa waktu kemudian plasenta. Perdarahan tidak banyak jika plasenta segera
terlepas dengan lengkap. Peristiwa abortus ini menyerupai persalinan dalam bentuk
miniatur.2,4-6
Hasil konsepsi pada abortus dapat dikeluarkan dalam berbagai bentuk. Ada kalanya
kantong amnion kosong atau tampak di dalamnya benda kecil tanpa bentuk yang jelas
(blighted ovum), mungkin pula janin telah mati (missed abortion).3
I. Manifestasi Klinis
Dikenal berabgai macam abortus sesuai gejala, tanda, dan proses patologi yang
terjadi: (1) abortus mengancam (abortus iminens), (2) abortus tak terelakan (abortus
inevitable, insipiens), (3) abortus kompletus, (4) abortus inkompletus, (5) missed abortion,
(6) abortus habitualis, dan (7)abortus septik.2-6
8
Gambar 2. Abortus Iminens
(Sumber: www.google.com)
Yang pertama kali muncul biasanya adalah perdarahan pada usia 20 minggu
dan beberapa jam sampai beberapa hari kemudian terjadi nyeri perut kram perut.
Nyeri abortus mungkin terasa di anterior dan jelas bersifat ritmis, nyeri dapat
berupa nyeri punggung bawah yang menetap disertai perasaan tertekan di panggul,
atau rasa tidak nyaman atau nyeri tumpul di garis tengah suprapubis. Ostium uteri
masih tertutup besarnya uterus masih sesuai dengan usia kehamilan dan tes urine
kehamilan masih positif.
Pemeriksaan USG diperlukan untuk mengetahui pertumbuhan janin yang
ada dan mengetahui keadaan plasenta sudah lepas apa belum. Denyut jantung janin
dan gerakan janin diperhatikan di samping ada tidaknya hematoma retroplasenta
atau pembukaan kanalis servikalis.
Tidak ada terapi yang efektif untuk abortus iminens. Tirah baring dilakukan
sampai perdarahan berhenti; analgesia dengan asetaminofen dapat diberikan untuk
mengurangi nyeri; kadang diberi spasmolitik agar uterus tidak berkontraksi atau
diberi tambahan hormon progesterone atau derivatnya untuk mencegah terjadinya
abortus.2,3
9
lagi cairan amnion yag keluar dan tidak adanya perdarahan, demam, atau nyeri,
wanita yang bersangkutan dapat kembali melakukan aktivitasnya kecuali segala
bentuk penetrasi ke dalam vagina. Namun jika pengeluaran cairan tersebut diikuti
oleh perdarahan, nyeri atau demam, abortus harus dianggap tak terelakan dan
uterus dikosongkan.3,4
Abortus insipiens ditandai oleh ketuban yang pecah disertai pembukaan
serviks.Penderita akan merasa mulas karena berkontraksi yang sering dan kuat,
perdarahannya bertambah sesuai dengan pembukaan serviks uterus dan usia
kehamilan. Besar uterus masih sesuai dengan usia kehamilan dengan tes urin
kehamilan masih positif. Pada pemeriksaan USG akan didapati pembesaran uterus
yang masih sesuai dengan kehamilan, gerak janin dan gerak jantung janin masih jelas
walau mungkin sudah mulai tidak normal, biasanya terlihat penipisan serviks uterus
atau pembukaanya. Perhatikan ada tidaknya pelepasan plasenta dari dinding uterus.
Pengelolaan penderita ini harus memperhatikan keadaan umum dan
perubahan hemodinamik yang terjadi dan segera lakukan tindakan
evakuasi/pengeluaran hasil konsepsi disusul dengan kuretase bila perdarahan
banyak. Pascatindakan perlu perbaikan keadaan umum, pemberian uterotonika, dan
antibiotika profilaksis.2,3
3) Abortus Kompletus
Seluruh hasil konsepsi telah keluar dari kavum uteri pada kehamilan kurang
dari 20 minggu atau berat janin kurang dari 500gram, ostium uteri telah menutup,
uterus sudah mengecil sehingga perdarahan sedikit. Besar uterus tidak sesuai
dengan umur kehamilan. Pemeriksaan USG tidak perlu dilakukan bila pemeriksaan
secara klinis sudah memadai. Pada pemeriksaan tes urin biasanya masih positif
sampai 7-10 hari sesudah abortus. Pengelolaan penderita tidak memerlukan
tindakan khusus ataupun pengobatan. Biasanya hanya diberikan roboransia atau
hematenik bila keadaan pasien memerlukan. Uterotonika tidak perlu diberikan.
2
(Gambar 4)
10
Gambar 4. Abortus Kompletus
(Sumber: www.google.com)
4) Abortus inkomplet
Sebagian hasil konsepsi telah keluar dari kavum uteri dan masih ada yang
tertinggal. (Gambar 5)
Perdarahan terjadi jika plasenta, secara keseluruhan atau sebagian, terlepas
dari uterus. Pada abortus inkomplit ostium internum serviks membuka dan menjadi
tempat lewatnya darah. Janin dan plasenta mungkin seluruhnya tetap berada di
utero atau mungkin sebagian keluar melalui ostium yang terbuka. Sebelum 10
minggu, janin dan plasenta sering dikeluarkan bersama-sama, tetapi kemudian
mereka dilahirkan secara terpisah.
Pada sebagian wanita diperlukan dilatasi serviks tambahan sebelum
kuretase dapat dilakukan. Pada banyak kasus jaringan plasenta tertahap
mengantung bebas di kanalis servikalis, memungkinkan ekstrasi dengan mudah dari
ostium eksternum yang terpajan dengan forceps cincin. Kuretase hisapsecara efektif
mengosongan uterus. Pada wanita dengan abortus inkomplet yang secara klinis
stabil, penanganan dengan menunggu bisa menjadi pilihan.
Perdarahan akibat abortus inkomplet pada kehamilan tahap lanjut kadang
parah tetapi jarang mematikan. Karena itu, bila terjadi peradarahan hebat
dianjurkan untuk segera melakukan pengeluaran sisa hasil konsepsi secara manual
agar jaringan yang mengganjal terjadinya kontraksi uterus segera dikeluarkan.
Kontraksi uterus dapat berlangsung baik, dan perdarahan bisa berhenti. Selanjutnya
dilakukan tindakan kuretase. Tindakan yang dianjurkan ialah dengan kuret vakum
menggunakan kunula dari plastik. Jika terjadi demam maka pasien diberi antibiotik
yang sesuai sebelum kuretase.2,3
11
Gambar 5. Abortus Inkompetus
(Sumber: www.google.com)
6) Abortus Habitualis
Abortus habitualis adalah abortus spontan yang terjadi 3 kali atau lebih
berturut-turut. Penderita abortus habitualis umumnya tidak sulit untuk menjadi
hamil kembali, tetapi kehamilannya berakhir dengan keguguran/abortus secara
berturut-turut.
Penyebab abortus habitualis yang sering ialah inkompetensia serviks yaitu
keadaan di mana seriviks uterus tidak dapat menerima beban untuk tetap bertahan
menutup setelah kehamilan melewati trimester pertama, di mana ostium serviks
akan membuka (inkompeten) tanpa disertai rasa mules/kontraksi rahim dan
akhirnya terjadi pengeluaran janin.
Dengan pemeriksaan dalam, kita bisa menilai diameter kanalis servikalis dan
dapati selaput ketuban yang mulai menonjol pada saat mulai memasuki trimester
12
kedua. Diameter ini melebihi 8 mm. untuk itu, pengelolaan penderita inkompetensia
serviks dianjurkan untuk memeriksa kehamilannya seawall mungkin dan harus
dilakukan fiksasi pada serviks agar dapat menerima beban dengan berkembangnya
umur kehamilan.3-6 (Gambar 6)
7) Abortus Septik
Abortus septis ialah abortus yang disertai penyebaran infeksi pada
peredaran darah tubuh atau peritoneum (septicemia atau peritonitis). Kejadian ini
merupakan salah satu komplikasi tindakan abortus yang paling sering terjadi apalagi
bila dilakukan kurang memperhatikan asepsis dan antisepsis. Terapi infeksi
mencangkup pemberian segera antibiotik spektrum luas intravena diikuti oleh
evakuasi uterus. Pada sindrom sepsis yang parah dapat timbul sindrom respirasi
akut atau koagulopati intravaskular diseminata dan pasien memerlukan perawatan
suportif.4-6
J. Tata Laksana
Dengan kematian mudigah saat ini mudah dipastikan dengan teknologi sonografik
yang telah ada sekarang. Penatalaksaan dapat lebih diindividualkan. Penanganan dengan
menunggu, medis, dan bedah semuanya masuk akal, kecuali jika terdapat perdarahan serius
atau infeksi. Terapi bedah bersifat definitif dan dapat diperkirakan, terapi invasif dan tidak
semua wanita memerlukannya. Penaganan dengan menunggu atau secara medis mungkin
dapat menghindari keharusan kuretase tetapi berkaitan dengan perdarahan yang tidak
diperkirakan dan sebagian wanita akhirnya memerlukan bedah non-elektif.3-6
13
Pada wanita dengan etiologi abortus yang tidak diketahui, kemungkinan
keberhasilan kehamilan berikutnya sekitar 40 – 80%;
Sekitar 77% angka kelahiran hidup setelah pemeriksaan aktivitas jantung janin pada
kehamilan 5 sampai 6 minggu pada wanita dengan riwayat 2 atau lebih abortus
spontan yang tidak jelas.
Pencegahan
Karena aborsi disebabkan oleh berbagai faktor, hal yang dapat dilakukan ialah
dengan menghindari hal-hal yang membahayakan kandungan seperti rokok, radiasi, paparan
obat.6 Jika seorang ibu hamil harus menggunakan obat-obat tertentu untuk mengobati
penyakit yang sedang dialami maka harus dipastikan bahwa obat tersebut aman bagi
perkembangan janin dalam kandungan. Hal lain yang dapat dilakukan misalnya dengan
menganjurkan ibu hamil untuk tidak terlalu banyak bekerja pada masa kehamilan usia muda.
L. Komplikasi
Komplikasi yang mungkin timbul akibat abortus antara lain:2-6
Perdarahan
Perforasi
Syok
Infeksi
PENUTUP
Kesimpulan
14
DAFTAR PUSTAKA
1. Erol R. Norwitz, John O. Schorge. Anamnesis dan pemeriksaan fisik at a glance obstetrics dan
ginekologi. Edisi ke-2. Jakarta: Erlangga dan Pembukuan Depdiknas; 2007. h.8-9.
2. Prawirohardjo S, Rachimhadhi T, Winknjosastro G. Ilmu kebidanan. Jakarta: PT Bina Pustaka;
2012. h. 132-69.460-90.
3. Cunningham FG, Leveno KJ, Bloom SL, Hauth JC, Rouse DJ, Spong CY. Obstetri Williams
volume I. Edisi ke-23. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2012. h.227-46.
4. Hanretty KP. Obstetrics illustrated. 6th ed. Philadelphia: Elsevier; 2004. p.171-5.
5. Pitkin J, Peattie AB, Magowan BA. Obstetrics and gynaecology an illustrated colour text.
Philadelphia: Elsevier; 2003. p.93-9.
6. Berek, Jonathan S. Berek & Novak’s gynecology. 14th ed. New York: Lippincott Williams &
Wilkins; 2007. P.602-7.
15