Anda di halaman 1dari 23

ASUHAN KEPERAWATAN DENGAN PASIEN

GLAUKOMA

Disusun oleh:

1. Indra Anggara (14.401.16.043)


2. Irma Wahyuni (14.401.16.044)
3. Istiana Ayu S (14.401.16.045)
4. Jeremy Tomas S (14.401.16.046)

PROGRAM STUDI DIPLOMA III KEPERAWATAN

AKADEMI KESEHATAN RUSTIDA

2018-2019
LEMBAR PENGESAHAN

Telah disahkan pada

Hari :

Tanggal :

Judul : Asuhan Keperawatan Glaukoma

Disusun oleh:

Dosen Pengampu

Keperawatan Medikal Bedah

()
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Glaucoma berasal dari kata Yunani glaukos yang berarti hijau kebiruan, yang
memberikan kesan warna tersebut pada pupil penderita glaucoma. Kelainan mata
glaucoma ditandai dengan meningkatnya tekanan bola mata, atrofi papil saraf optic, dan
menciutnya lapang pandang.
Pada glaucoma akan terdapat melemahnya fungsi mata dengan terjadinya cacat
lapang pandang dan kerusakan anatomi berupa ekskavasi (penggaungan) serta degenerasi
papil saraf optic, yang dapat berakhir dengan kebutaan.

B. Batasan Masalah
Masalah pada studi kasus ini dibatasi pada asuhan keperawatan pada klien yang
melangalami GLAUKOMA.

C. Rumusan Masalah
1. Jelaskan definisi Glaukoma?
2. Jelaskan etiologi Glaukoma?
3. Jelaskan manifestasi klinis Glaukoma ?
4. Jelaskan patofisiologi Glaukoma?
5. Jelaskan klasifikasi Glaukoma?

D. Tujuan
1. Tujuan umum
Mahasiswa mampu menganalisis asuhan keperawatan pada klien yang mengalami
Glaukoma.
2. Tujuan khusus
a. Memehami konsep penyakit Glaukoma.
b. Memahami tentang asuhan keperawatan penyakit Glaukoma.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. KONSEP PENYAKIT

1. Definisi

Glaukoma adalah suatu penyakit yang ditandai dengan adanya peningkatan


tekanan intraocular, penggaungan, dan degenerasi saraf optik serta defek lapang
pandang yang khas. Istilah glaucoma diberikan untuk setiap kondisi gangguan
komples yang melibatkan banyak perubahan gejala dan tanda patologik, namun
memiliki satu karakteristik yang cukup jelas yaitu adanya peningkatan tekanan
intraocular, yang mnyebabkan kerusakan diskus optic, menyebabkan atrofi, dan
kehilangan pandangan perifer. Glaucoma umumnya terjadi pada orang kulit hitam
dibandingkan kulit putih (Tamsuri, 2011).

Gloukoma adalah suatu penyakit yang memberikan gambaran klinik berupa


peninggian tekanan bola mata, penggaungan papil saraf optik dengan defek lapang
pandang mata (Sidarta, 2014).

Gloukoma merupakan sekelompok penyakit kerusakan saraf optic (neuropatik)


yang biasanya disebabkan oleh efek peningkatan tekanan ocular pada papil saraf optic.
Iskemia tersendiri pada papil saraf optic juga penting. Hilangnya akson menyebabkan
defek lapang pandang dan hilangnya tajam penglihatan jika lapang pandang sental
terkena (James, 2006).

2. Etiologi

Penyebab adanya peningkatan tekanan intraokuli adalah merubah anatomi sebagai


bentuk gangguan mata atau sistemik lainnya, trauma mata dan redisposisi factor
genetic. Gloukoma sering muncul sebagai manifestasi penyakit atau proses patologi
dari system tubuh lainnya. Adapun factor resiko timbulnya gloukoma antara lain
riwayat gluokoma pada keluarga, diabetes militus, dan pada orang kulit hitam
(Tamsuri, 2011).
3. Manifestasi klinis

Menurut (Tamsuri, 2011), didapatkan tanda dan gejala sebagai berikut:

a. Nyeri pada mata dan sekitarnya (orbital, kepala, gigi, telinga)


b. Pandangan kabut, melihat halo sekitar lampu
c. Mual, muntah, berkeringat
d. Mata merah, hyperemia konjungtiva, dan siliar
e. Visus menurun
f. Edema kornea
g. Bilik mata depan dangkal (sehingga tidak ditemui pada gloukoma pada sudut
terbuka
h. Pupil lebar menonjol, tidak ada refles cahaya
i. Tekanan intraokular meningkat

4. Patofiologi

Tingginya tekanan intraocular tergantung pada besarnya produksi hormone


aqueus oleh badan siliari dan mengalihkannya keluar. Besarnya aliran keluar humor
aqueus melalui sudut bilik mata depan juga bergantung pada keadaan kanal schlemm
dan keadaan tekanan episklera. Tekanan inttaokuler dianggap normal bila kurang dari
20 mmhg pada pemeriksaan dengan tonumeter schiotz (aplasti). Jika terjadi
peningkatan tekanan intraokuli lebih dari 23 mmhg, diperlukan evaluasi lebih lanjut
secara fisiologis, tekanan intraokuli yang tinggi akan menyebabkan terhambatnya
aliran darah menuju serabut saraf optic dan keracunan. Iskemia ini akan menimbulkan
kerusakan fungsi secara bertahap. Apabila terjadi peningkatan tekanan intraocular,
akan timbul penggaungan dan degenerasi saraf optikus yang dapat disebabkan oeh
beberapa factor:

a. Gangguan perdarahan pada pupil yang menyebabkan degenerasi berkas serabut


saraf pada pupil saraf optic
b. Tekanan intraocular yang tingkat secara mekanik menekan pupil saraf optic yang
merupakan tempat dengan daya tahan paling lemah pada bola mata. Bagian tepi
pupil saraf otak relative lebih kuat daripada bagian tengah sehingga terjadi
penggaungan pada saraf optic
c. Sampai saat ini, patofisiologi sesungguhnya dari kelainan ini masih belum jelas
d. Kelainan lapang pandang pada gloukoma disebabkan oleh kerusakan serabut saraf
optic (Tamsuri, 2011).
Pathway dalam buku (Kusuma, 2015).

Penyakit mata lain Kelainan anatomis, Glaukoma sudut terbuka


(Trauma, uveitis) kegagalan perkembangan (obstruksi aliran aqueus
organ mata humor) dan glaukoma
sudut tertutup (drainase
aqueus humor terganggu)
Penyempitan sudut Gangguan aliran drainase
mata / obstruksi
aliran drainage
aqueus humor

Nyeri mata dikepala Bola mata terlihat Peningkatan tekanan


menonjol intra okuler (TIO)

Tekanan pada saraf Tekanan pembuluh darah Tekanan pada sel


vagus diretina ganglion dan saraf optik

Mual, muntah Suplai O2 ke mata Kerusakan retina,


gangguan fungsi
penglihatan
Ketidakseimbangan Iskemik
nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh
Penurunan fungsi
penglihatan,
Resiko retinopati
Nyeri gangguan citra penurunan lapang
(kebutaan)
tubuh pandang, fotofobia

Gangguan citra tubuh


Kebutaan

Resiko cedera Gangguan persepsi


sensori visual
5. Klasifikasi

Berdasarkan penyebabnya, gloukoma dibedakan dalam:

a. Gloukoma primer
Yaitu gloukoma yang tidak diketahui penyebabnya. Umumnya dibedakan
dalam gloukoma sudut terbuka dan gloukoma sudut sempit (Tamsuri, 2011).
b. Gluokoma sekunder
Adalah gloukoma yang disebabkan oleh trauma, inflamasi, perubahan lensa,
kelainan uvea, rubeosis, dan steroid (Tamsuri, 2011).
c. Gluokoma kongenital.
Sekunder akibat kelainan mata turunan lainnya, misalnya tidak adanya irir
(James, 2006).

Berdasarkan pada kondisi klinis, gloukoma dibedakan dalam:


1. Gloukoma sudut terbuka
Gloukoma sudut terbuka merupakan sebagaian besar dari gloukoma (90%)
yang terjadi dikedua mata. Timbulnya kejadian dan kelainan perkembangan secara
lambat. Disebut sudut terbuka karena humor aqueus mempunyai pintu terbuka ke
jaringan trabekular. Pengaliran terhambat karena perubahan degenerative jaringan
tradekular, saluran schlemm dan saluran lain yang berdekatan. Perubahan
degenerative saraf optic dapat juga terjadi. Gejala awal biasanya tidak ada
(Tamsuri, 2011).
2. Gloukoma sudut tertutup
Biasanya terjadi sebagai suatu episode akut, meskipun dapat juga subakut atau
kronik. Disebut sudut tertutup karena ruang anterior (bilik mata depan) secara
anatomis menyempit sehingga iris terdorong ke depan, menempel jaringan
trabekular dan menghambat aliran humor aqueous ke saluran schlemm. Pergerakan
iris ke depan dapat meningkatkan tekanan vitreus. Gejalanya dapat berupa nyeri
mata berat, penglihatan kabur, dan terlihat halo. Bila tidak segera ditangani, dapat
terjadi kebutaan (total atau parsial) (Tamsuri, 2011).
B. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

1. Pengkajian
a. Identitas
Bisa terjadi pada wanita maupun laki-laki (Tamsuri, 2011).
b. Status kesehatan saat ini
1) Keluhan Utama
Berkurangnya lapang pandang dan mata menjadi kabur disebabkan oleh
kerusakan serabut saraf optic (Tamsuri, 2011).
2) Riwayat Penyakit Sekarang
Kemampuan aktivitas, gangguan membaca, resiko jatuh, dan berkendaraan
(Tamsuri, 2011).
c. Riwayat Kesehatan Dahulu
1) Riwayat Penyakit Sebelumnya
Menderita diabetes militus, hipertensi, penyakit kardiovaskular,
serebrovaskular, dan gangguan tiroid (Tamsuri, 2011).
2) Riwayat Penyakit Keluarga
Keluarga menderita gloukoma (Tamsuri, 2011).
d. Pemeriksaan Fisik
1) Keadaan Umum
a) Kesadaran : composmentis
b) Tanda-tanda vital
Tanda tanda vital pasien glaucoma dalam batas normal
c) Body Sistem
1. Sistem pernafasan
Meliputi frekwensi pernapasan bentuk dada, pergerakan dada.
2. Sistem kardiovaskuler
Meliputi irama dan suara jantung.
3. Sistem persarafan
Terjadi gangguan pada saraf ke 2 (optikus).

4. Sistem perkemihan
Tidak ada disuria, retensi urine, inkontinensia urine.
5. Sistem pencernaan
Pada klien dengan glaukoma ditandai mual muntah
6. Sistem integument
Meliputi warna kulit dan turgor kulit.
7. Sistem musculoskeletal
Meliputi pergerakan ekstremitas.
8. Sistem endokrin
Tidak ada yang mempengaruhi glaucoma dalam sisem endokrin
9. Sistem penginderaan
Pada mata menunjukkan penurunan luas lapang pandang, dan
mengalami kemerahan.
10. Sistem reproduksi
Tidak ada masalah pada sistem reproduksi.
11. Sistem imun
Tidak ada yang mempengaruhi untuk terjadinya glaucoma pada
sistem imun (Kusuma, 2015).
e. Pemeriksaan penunjang
1) Tonometri
Alat untuk mengukur tekanan intra okuler, nilai yang mencurigakan
apabila berkisar antara 21-25 mmhg dan dianggap patilogi bila melebihi
25mmhg (Kusuma, 2015).
2) Oftalmoskopi
Untuk melihat fondus mata bagian dalam yaitu retina, diskus optikus
macula dan pembuluh darah retina (Kusuma, 2015).
3) Perimetri
Kerusakan nervus peptikus memberikan gangguan lapang pandangan yang
khas pada gloukoma secara sederhana,lapang pandang dapat diperiksa dengan
tes kontrontasi (Kusuma, 2015).
4) Ultrasonotrapi
Apabila gelombang suara yang dapat digunakan untuk mengukur dimensi
dan struktur okuler (Kusuma, 2015).
f. Penatalaksaan
Dalam buku (Kusuma, 2015), didapatkan penatalaksanaan sebagai berikut:
a. Terapi medikamentosa
1. Agen osmotic
Agen ini lebih efektif untuk menurunkan tekanan intraocular. Agen
osmotic oral pada penggunannya tidak boleh diencerkan dengan cairan
atau es agar osmolaris dan efisiensinya tidak menurun.
2. Karbonik anhidrase inhibitor
Digunakan untuk tekanan intraocular yang tinggi, dengan menggunakan
dosis maksimal dalam bentuk intravena, oral atau topical.
3. Miotik kuat
Sebagai inisial terapi, pilokarpin 2% atau 4% setiap 15 menit sampai 4
kali pemberian diindikasikan untuk mencoba menghambat serangan awal
glaucoma.

4. Beta bloker
Terapi tambahan yang efektif untuk menangani gloukoma sudut tertutup.
Timolol merupakan beta bloker non selektif dengan aktivitas dan
konsentrasi tertinggi di bilik mata belakang yang dicapai dalam waktu 30-
60 menit setelah pemberian topical.
5. Apraklonidin
Merupakan agen agonis alfa-2 yang efektif untuk hipertensi
ocular.apraklonidin 0,5% dan 1% menunjukkan efektivitas yang sama
dalam menurunkan tekanan ocular 34% setelah 5 jam pemakaian topical.
b. Observasi respon terapi
Merupakan periode penting untuk melihat respon terapi yang harus
dilakukan minimal 2 jam setelah terapi medikamentosa secara intensif,
meliputi:
1. Monitor ketajaman visus, edema kornea dan ukuran papil
2. Ukur tekanan intraocular setiap 15 menit
3. Periksa sudut dengan gonioskopi, terutama bila tekanan intraocular sudah
turun dan kornea jernih
c. Parasintesis
Merupakan teknik untuk menurunkan tekanan intraocular secara cepat
dengan cara mengeluarkan cairan okuos sebanyak 0,05 ml maka akan
menurunkan tekanan setelah 15-30 menit pemberian.
d. Bedah laser
1) Laser iridektomi
Diindikasikan pada keadaan gloukoma sudut tertutup dengan blok pupil,
juga dilakukan untuk mencegah terjadinya blok pupil pada mata yang
beresiko yang ditetapkan melalui evaluasi gonioskopi.
2) Laser iridoplasti
Dibuat untuk membakar iris agar otot sfingter iris berkontaksi, sehingga
iris bergeser kemudian sudut terbuka.

e. Bedah insisi
a) Iridektomi bedah insisi
Pupil dibuat miosis total menggunakan miotik tetes. Kemudian dilakukan
insisi 3mm pada kornea-sklera 1 mm dibelakang limbus. Insisi dilakukan
agar iris prolaps.
b) Trabekulektomi
Indikasi tindakan ini dilakukan pada keadaan gloukoma akut yang berat
atau setalah kegagalan tindakan iridektomi perifer, gloukoma primer sudut
tertutup, juga pada penderita dengan iris berwarna coklat gelap (ras Asia
atau Cina).
f. Ekstraksi lensa
Apabila blok pupil jelas terlihat berhubugan dengan katarak, ekstraksi lensa
dapat dipertimbangkan sebagai prosedur utama.
g. Tindakan profilaksi
Tindakan ini terhadap mata normal kontra-lateral dilakukan iridektomi laser
profilaksis. Ini lebih disukai daripada perifer iridektomi bedah.

2. Diagnosa Keperawatan

Menurut (PPNI, 2016) diagnosa keperawatan glaukoma yang muncul antara lain:
a. Nyeri akut
Definisi: pengalaman sensorik atau emosional yang berkaitan dengan kerusakan
jaringan actual atau fungsional, dengan onset mendadak atau lambat dan
berintensitas ringan hingga berat yang berlangsung kurang dari 3 bulan.
Penyebab:
1) Agen pencedera fisiologis (inflamasi, iskemia dan neoplasma)
2) Agen pencedera kimiawi (terbakar dan bahan kimia iritan)
3) Agen pencedera fisik (abses, amputasi, terbakar, terpotong, mengangkat berat,
prosedur operasi, trauma, dan latihan fisik berlebihan)
Gejala dan Tanda mayor
Subjektif
1) Mengeluh nyeri
Objektif
1) Tampak meringis
2) Bersikap protektif (waspada, posisi menghindari nyeri)
3) Gelisah
4) Frekuensi nadi meningkat
5) Sulit tidur
Gejala dan Tanda Minor
Subjektif
1) (tidak tersedia)
Objektif
1) Tekanan darah meningkat
2) Pola napas berubah
3) Nafsu makan berubah
4) Proses berfikir terganggu
5) Menarik diri
6) Berfokus pada diri sendiri
7) Diaphoresis
Kondisi Klinis Terkait
1) Kondisi pembedahan
2) Cedera traumatis
3) Infeksi
4) Sindrom koroner akut
5) Glaucoma
b. Gangguan citra tubuh
Definsi: perubahan persepsi tentang penampilan, struktur dan fungsi fisik individu.
Penyebab:
1) Perubahan struktur atau bentuk tubuh (amputasi, trauma, luka bakar, obesitas,
jerawat)
2) Perubahan fungsi tubuh (proses penyakit, kehamilan, kelumpuhan)
3) Perubahan fungsi kogitif
4) Ketidaksesuain budaya, keyakinan atau system nilai
5) Transisi perkembangan
6) Gangguan psikososial
7) Efek tindakan atau pengobatan (pembedahan, kemoterapi, terapi radiasi)
Gejala dan tanda mayor
Subjektif
1) Mengungkapkan kecacatan atau kehilangan bagian tubuh
Objektif
1) Kehilangan bagian tubuh
2) Fungsi atau struktur tubuh berubah atau hilang
Gejala dan tanda minor
Subjektif
1) Tidak mau mengungkapkan kecacatan atau kehilangan bagian tubuh
2) Mengungkapkan perasaan negative tentang perubahan tubuh
3) Mengungkapkan perubahan gaya hidup
Objektif
1) Menyembunyikan atau menunjukkan bagian tubuh secara berlebihan
2) Menghindari melihat dan atau menyentuh bagian tubuh
3) Focus berlebihan pada perubahan tubuh
4) Respon nonverbal pada perubahan dan persepsi tubuh
5) Focus pada penampilan dan kekuatan masa lalu
6) Hubungan social berubah
Kondisi klinis terkait
1) Mastektomi
2) Amputasi
3) Jerawat
4) Parut atau luka bakar yang terlihat
5) Obesitas
6) Hiperpigmentasi pada kehamilan
c. Resiko cedera
Definisi: beresiko mengalami bahaya atau kerusakan fisik yang menyebabkan
seseorang tidak lagi sepunuhnya sehat atau dalam kondisi baik.
Faktor resiko:
Eksternal
1) Terpapar patogen
2) Terpapar zat kimia toksik
3) Terpapar agen nosokomial
4) Ketidakamanan transportasi
Internal
1) Ketidaknormalan profil darah
2) Perubahan orientasi afektif
3) Perubahan sensasi
4) Disfungsi biokimia
5) Disfungsi autoimun
6) Hipoksia jaringan
7) Kegagalan mekanisme pertahanan tubuh
8) Malnutrisi
9) Perubahan fungsi psikomotor
10) Perubahan fungsi kognitif

Kondisi klinis terkait

1) Kejang
2) Sinkop
3) Vertigo
4) Gangguan penglihatan
5) Gangguan pendengaran
6) Penyakit Parkinson
7) Hipotensi
8) Kelainan nervus vestibularis
9) Retardasi mental

3. Intervensi keperawatan

a. Nyeri akut berhubungan dengan peningkatan tekanan intraokuler

Tujuan: Tingkat kenyamanan; Tingkat persepsi positif terhadap kemudahan fisik


dan psikologis.

Intervensi (NIC)

1) Pemberian analgesik : menggunakan agen farmakologi untuk mengurangi atau


menghilanngkan nyeri
2) Menejemen nyeri : meringankan atau mengurangi nyeri sampai spada tingkat
kenyamanan yang dapat diterima oleh pasien
3) Menejemen sedasi : memberikan sedative memantai respom pasien, dan
memberikan fisiologis yang dibutuhkan selama prosedur diagnostik atau
terapiotik.

Aktivitas Keperawatan

Pengkajian
1) Gunakan laporan dari pasien sendiri sebagai pilihan pertama untuk
mengumpulkan informasi pengkajian
2) Minta pasien untuk menilai nyeri atau ketidak nyamanan pada skala 0-10
3) Observasi isyarat non verbal ketidaknyamanan, khususnya kepada mereka
yang tidak mampu berkomunikasi efektif.
4) Lakukan pengkajian nyeri yang komprehensif meliputi lokasi, karakteristik,
awitan dan dorasi, frekuensi, kualitas, intesitas atau keparahan nyeri, dan faktor
presipitasi

Penyuluhan untuk pasien dan keluarga

1) Intruksikan pasien untuk menginformasikan kepada perawat jika peredaan


nyeri tidak dapat dicapai
2) Informasikan kepada pasien tentang prosedur yang dapat meningkatkan nyeri
dan tawarkan strategi koping yang disarankan
3) Perbaiki kesalahan presepsi tentang analgesic narkotik atau opioid
4) Menejemen nyeri (nic) : berikan informasi tentang nyeri, seperti penyebab
nyeri, berapa lama akan berlangsung, dan antisipasi ketidak nyamanan akibat
prosedur
5) Menejemen nyeri (NIC) :
Ajarkan penggunaan tektik nonfarmakologi (mis, umpan balik biologi)
sebelum, setelah, dan jika memungkinkan, selama aktifitas yang menimbulkan
nyeri : sebelum nyeri terjadi atau meningkat : dan bersama penggunaan
tindakan peredaan nyeri yang lain

Aktivitas kolaboratif
1) Kelola nyeri pasca bedah awal dengan pemberian opiad yang terjadwal (mis,
setiap 4 jam selam 36 jam) atau PCA
2) Menejemen nyeri (NIC) :
a) Gunakan tindakan pengendalian nyeri sebelum nyeri menjadi lebih berat
b) Laporkan kepada dokter jika tindakan tidak berhasil atu jika keluhan saat
ini merupakan perubahan yang bermakna dari pengalaman nyeri dari
pasien dimasa lalu

Aktivitas lain

1) Bantu pasien mengidentifikasi tindakan kenyaman yang efektif dimasa lalu,


seperti, distrakti, relaksasi atau kompres hangat/ dingin
2) Lakukan perubahan posisi, masase punggung dan, relaksasi
3) Ganti linen tempat tidur bila perlu berikan peralatan dengan tidak terburu-buru,
dengan sikap mendukung libatkan pasien dalam pengambilan keputusan yang
menyangkut aktivitas keperawatan
4) Bantu pasien untuk berfokus pada aktivitas, bukan pada nyeri dan rasa tidak
nyaman dengan melakukan mengalihan melalui televise, radio, tape dan
interaksi dengan pengunjung
5) Gunakan pendekatan positif untuk mengoptimalkan respon pasien terhadap
analgesic (mis, “obat ini akan mengurangi nyeri anda”)
6) Menejemen nyeri (NIC) libatkan keluarga dalam modalitas peredaan nyeri, jika
memungkinkan kendalikan faktor lingkungan yang dapat mempengaruhi
respon pasien terhadap ketidak nyamanan (mis, suhu ruangan, pencahayaan
dan kegaduhan).
b. Gangguan citra tubuh berhubungan kebutaan
Tujuan: kesesuaian antara realitas tubuh, ideal tubuh dan perwujudan tubuh.
Intervensi (NIC):
1) peningkatan harga diri : membantu pasien untuk meningkatkan penilaian
personal untuk harga diri.
2) Manajemen pengabaian Unilateral: melindungi dan menyatakan kembali secara
aman bagian tubuh yang terkena seraya membantu beradaptasi terhadap
gangguan kemampuan mental.
Aktivitas Keperawatan
Pengkajian
1) Kaji dan dokumentasikan respons verbal dan non verbal pasien terhadap tubuh
pasien.
2) Identifikasi mekanisme koping yang biasa digunakan pasien.
3) Pantau citra tubuh (NIC):
a) Tentukan harapan pasien tentang citra tubuh berdasarkan tahap
perkembangan
b) Tentukan apakah persepsi ketidaksukaan terhadap karakteristik fisik
tertentu membuat disfungsi paralis social bagi remaja dan pada kelompok
resiko tinggi.

Penyuluhan untuk pasien/keluarga

1) Ajarkan tentang cara merawat dan perawatan diri, termasuk komplikasi

Aktivitas kolaboratif

1) Rujuk ke layanan social untuk merencanakan perawatan dengan pasien dan


keluarga
2) Rujuk pasien untuk mendapat terapi fisik untuk latihan kekuatan dan
fleksibilitas, membantu dalam berpindah tempat dan ambulasi, atau
penggunaan prostesi.

Aktivitas lain

1) Beri dorongan kepada pasien dan keluarga untuk mengungkapkan perasaan dan
untuk berduka jika perlu
2) Bantu pasien dan keluarga untuk mengidentifikasi dan menggunakan
mekanisme koping
3) Bantu pasien dan keluarga untuk mengidentifikasi kekuatan dan mengenali
keterbatasan
4) Berikan perawatan dengan cara yang tidak menghakimi, jaga privasi dan
martabat
5) Hati-hati dengan ekspresi wajah anda ketika merawat pasien dengan cacat
tubuh; pertahankan espresi netral.
c. Resiko cidera berhubungan dengan gangguan persepsi sensori visual
Tujuan : resiko cidera akan menurun, yang dibuktikan oleh perilaku keamanan
personal, pengendalikan resiko, dan lingkungan rumah aman.
Intervensi (NIC):
1) Pencegahan jatuh : mempraktikan tindakan kewaspadaan khusus bersama
pasien yang berisiko terhadap cidera akibat jatuh.
2) Manajemen lingkungan : keamanan: memantu dan memanipulasi lingkungan
fisik untuk memfasilitasi keamanan.
3) Manajemen tekanan: meminimalkan tekanan pada bagian tubuh
Aktivitas Keperawatan
Pengkajian
1) Indetifikasi faktor yang memengaruhi kebutuhan keamanan, misalnya
perubahan status mental, derajat keracunan, keletihan, usia kematangan,
pemgobatan, deficit motorik atau sensori
2) Identifikasi faktor lingkungan yang memungkinkan resiko jatuh (mis, lantai
licin, karpet yang sobek)
3) Perilaku apakah pasien memakai yang terlalu ketat, mengalami luka, luka
bakar, atau memar.

Penyuluhan untuk pasien/keluarga

1) Ajarkan pasien untuk berhati-hati dengan alat terapi panas


2) Berikan materi edukasi yang berhubungan dengan strategi dan tindakan untuk
mencegah

Aktivitas kolaboratif
1) Rujuk ke kelas pendidikan dalam komunitas

Aktivitas Lain

1) Orientasikan kembali pasien terhadap realitas dan lingkungan saat ini bila
dibutuhkan
2) Sediakan alat bantu jalan
3) Jauhi bahaya lingkungan (missal, berikan pencahayaan yang adekuat0
4) Jangan lakukan perubahan yang tidak diperlukan dilingkungan fisik
5) Gunakan alat pemanas dengan hati-hati untuk mencegah luka bakar pada
pasien dengan deficit sensori (M.Wilkinson, 2016).
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Gloukoma merupakan sekelompok penyakit kerusakan saraf optic (neuropatik)
yang biasanya disebabkan oleh efek peningkatan tekanan ocular pada papil saraf optic.
Iskemia tersendiri pada papil saraf optic juga penting. Hilangnya akson menyebabkan
defek lapang pandang dan hilangnya tajam penglihatan jika lapang pandang sental
terkena.
Gloukoma adalah suatu penyakit yang memberikan gambaran klinik berupa
peninggian tekanan bola mata, penggaungan papil saraf optik dengan defek lapang
pandang mata.
B. Saran
Menambah wawasan untuk mahasiswa dalam melakukan tindakan asuhan
keperawatan pada glaukoma serta mahasiswa lebih memahami konsep medis pada
glaukoma.
DAFTAR PUSTAKA

James, B. (2006). Oftalmologi. Jakarta: Erlangga.

Kusuma, A. H. (2015). Nanda NIC-NOC. Jogyakarta: Mediaction.

M.Wilkinson, J. (2016). Diagnosis Keperawatan. Jakarta: EGC.

PPNI, T. P. (2016). Standart Diagnosa Keperawatan Indonesia. Jakarta: Dewan Pengurus Pusat.

safitri, A. (2006). Oftalmologi Edisi 9. Jakarta: Erlangga.

Sidarta, I. (2014). Ilmu Penyakit Mata. Jakarta: FKUI.

Tamsuri, A. (2011). Klin Gangguan Mata & Penglihatan Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta:
EGC.

Anda mungkin juga menyukai