Anda di halaman 1dari 24

TEKNIK PENETUAN TINGKAT PENCEMARAN DI

PERAIRAN TAWAR
CURRICULUM VITAE

I. Biodata
Nama : Muchdar Ayub
TTL : Ternate 21 Januari 1988
NPM : 051608021
Prodi : Manajemen Sumberdaya Perairan
Fakultas : Perikanan Dan Ilmu Kelautan
Agama : Islam
Alamat : BTN Kelurahan Marikurubu
II. Seminar dan Pelatihan
1. Dialog interaktif Perencanaan Mina Politan Kota Ternate di RRI Ternate tahun 2010.
Pelaksana BEM FPIK dengan DKP Kota Ternate.
2. Seminar Nasiuonal HIMAPIKANI di Ternate. Pelaksana HIMAPIKANI Maluku Utara
2011.
3. Seminar Nasional Anti Narkoba tahun 2012. Pelaksana Universitas Khairun
Ternate.
4. Pelatihan Scuba Diving di Ternate. Pelakasana UKM-Scuba Diving Unkhair tahun
2011.
5. Pelatihan Open Water Scuba Diving di Ternate tahun 2011. Pelaksana Kawanua
Dive Center.

Ternate, 27 Januari 2012


Yang membuat

(Muchdar Ayub)

TEKNIK PENETUAN TINGKAT PENCEMARAN DI PERAIRAN


TAWAR

KARYA TULIS ILMIAH


OLEH
MUCHDAR AYUB
NPM 051608021
PROGRAM STUDI MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
UNIVERSITAS KHAIRUN
TERNATE
2012

RINGKASAN
Lingkungan dikatakan tercemar apabila lingkungan tersebut sudah tidak
sesuai lagi dengan peruntukannya. Pencemaran di perairan dapat diketahui dengan
menggunakan beberapa indikator salah satunya indikator biologi
yaitu menggunakan fitoplankton. Ada beberapa faktor yang dapat menyebabkan
perairan Tarakani terkontaminasi bahkan sampai tercemar, yaitu adanya aktivitas
rumah tangga. Dengan adanya aktivitas masyarakat yang memanfaatkan danau
Tarakani apakah dapat menyebakan perairan tercemar ? untuk menjawab
pertanyaan tersebut, maka dilakukan kajian menggunakan indeks saprobitas
dengan fitoplankton sebagai indikator biologi guna menilai klasifikasi tingkat
pencemaran di danau Tarakani.
Tujuan dari penelitian ini adalah mengkaji kelimpahan fitolankton dan
menentukan tingkat pencemaran perairan danau tarakani dengan menggunakan
kofisien saprobitas. Manfaat dari penelitian adalah menambah informasi ilmiah
kepada masyarakat tentang kondisi perairan berdasarkan tingkat pencemaran,
sehingga dapatmengurangi aktifitas pembuangan limbah secara langsung
ke perairan yang berdampak negatif terhadap danauTarakani.
Penelitian ini dilaksanakan pada tanggal 27 Juli 2011 dengan lokasi
Penelitian di perairan Danau Tarakani Kecamatan Galela Selatan Kabupaten
Halmahera Utara dan pengamatan sampel dilakukan di Laboratoruim Karantina
Ikan Bandara Babullah Ternate. Pengmpulan data dibagai dua yaitu data kualitas
air dan fitoplankton. Data kualitas air dilakukan pengukuran langsung dilapangan,
sedangkan untuk data fitoplankton diambil sampel air dengan planktonnet
kemudian dilakukan analisis di Laboratorium Karantina Ikan Bandara Babullah
Ternate. Kemudian dilakukan analisis data kelimpahan dan tingkat pencemaran
menggunakan metode koefisien saprobitas.
Hasil analisis menunjukkan bahwa Kelimpahan
fitoplankton terdistribusi merata secara luas pada danau tarakani. Tingkat
pencemaran di danau Tarakani tergolong pada fase Oligo/β- mesosaprobik atau
tingkat pencemaran sangat ringan.

DAFTAR ISI
Halaman
LEMBARAN PENGESAHAN ....................................................... i
KATA
PENGANTAR ...................................................................... ii
DAFTAR ISI .................................................................................... iii
DAFTAR
GAMBAR ........................................................................ iv
DAFTAR
TABEL ............................................................................. v
RINGKASAN .................................................................................. vi
PENDAHULUAN ............................................................................ 1
TELAAH PUSTAKA ....................................................................... 3
1. Pencemaran Air ....................................................................... 3
2. Sumber-sumber Pencemaran .................................................... 3
2.1. Limbah
Organik ..................................................................... 4
2.2. Limbah
Anorganik ................................................................. 4
3. Pengertian dan Fungsi Fitoplankton ........................................ 5
4. Kelimpahan Fitoplankton ........................................................ 6
5. Bio-Indikator Fitoplankton ..................................................... 6
6. Koefisien Saprobitas Fitoplankton .......................................... 8
7. Parameter Lingkungan ............................................................. 9
7.1.
Suhu ....................................................................................... 9
7.2. pH (Derajaat
Keasaman) ........................................................ 9
7.3. DO (Dissolved
Oxygen) ......................................................... 10
7.4. Kecerahan .............................................................................. 1
1
METODOLOGI PENELITIAN ....................................................... 12
1. Waktu Dan Tempat ................................................................. 12
2. Alat Dan Bahan ....................................................................... 12
3. Metode Pengambilan Data ...................................................... 13
3.1. Tehnik Pengambilan
Data ...................................................... 13
3.2. Pengamatan
Sampel ............................................................... 13
3.3. Pengukuran Parameter
Lingkungan ....................................... 13
4. Analisis Data ........................................................................... 15
4.1. Kelimpahan
Fitoplankton ...................................................... 15
4.2. Koefisien
Saprobitas .............................................................. 15
HASIL DAN PEMBAHASAN ....................................................... 17
1. Deskripsi Lokasi Penelitian ..................................................... 17
2. Parameter Kualitas Air ............................................................ 17
3. Komposisi dan Kelimpahan Fitoplankton ............................... 19
4. Penentuan Tingkat Pencemaran ............................................... 20
KESIMPULAN DAN SARAN
1. Kesimpulan .............................................................................. 23
2. Saran ........................................................................................ 23
DAFTAR PUSTAKA ....................................................................... 24
DAFTAR RIWAYAT HIDUP ......................................................... 26

DAFTAR GAMBAR
Gambar Halama
n
1 Peta lokasi
penelitian .............................................................................. 12
2 Koefisien Saprobitas
Fitoplankton ......................................................... 21
DAFTAR TABEL
Tabel Halama
n
1 Alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian .................................. 12
2 Hubungan antara koefisien saprobik (x) dengan tingkat
pencemaran perairan (Fachrul,
2007) ..................................................... 16
3 Parameter kualitas air danau
Tarakani .................................................... 17
4 Komposisi jenis
fitoplankton .................................................................. 19
PENDAHULUAN
Lingkungan dikatakan tercemar apabila lingkungan tersebut sudah tidak
sesuai lagi dengan peruntukannya. Maksud dari peruntukannya adalah lingkungan
tersebut sudah tidak bisa digunakan lagi sebagai tempat untuk hidup dan
berkembangbiak oleh makhluk hidup. Hal ini sesuai dengan pengelolaan (UU No
32 Tahun 2009 dalam Murdianto, 2011) bahwa pencemaran lingkungan hidup
adalah masuk atau dimasukkannya makhluk hidup, zat, energi, dan/atau komponen
lain kedalam lingkungan hidup oleh kegiatan manusia sehingga melampaui baku
mutu lingkungan hidup yang telah ditetapkan.
Danau Tarakani adalah salah satu danau yang terletak di Kecamatan Galela
Selatan. Salah satu organisme yang hidup di dalamnya adalah ikan, ini terlihat dari
beberapa masyarakat yang selalu melakukan pemancingan ikan dan adanya
aktivitas budidaya yaitu Keramba Jaring Apung (KJA), sehingga dapat diasumsikan
bahwa tersedianya pakan alami berupa plankton. Ada beberapa faktor yang dapat
menyebabkan perairan Tarakani terkontaminasi bahkan sampai tercemar, yaitu
adanya aktivitas rumah tangga.
Pencemaran di perairan dapat diketahui dengan
menggunakan beberapa indikator salah satunya indikatorbiologi
yaitu menggunakan fitoplankton. Fitoplankton memiliki klorofil yang berperan
dalam fotosintesis untuk menghasilkan bahan organik dan oksigen dalam air yang
digunakan sebagai dasar mata rantai pada siklus makanan di perairan air tawar.
Namun fitoplankton tertentu mempunyai peran menurunkan kualitas
perairan danau apabila jumlahnya berlebihan (blooming).
Tingginya populasi fitoplankton beracun di dalam suatu perairan dapat
menyebabkan berbagai akibat negatif bagi ekosistem perairan, seperti
berkurangnya oksigen di dalam air yang dapat menyebabkan kematian berbagai
makhluk air lainnya. Dengan adanya aktivitas masyarakat yang memanfaatkan
danau Tarakani apakah dapat menyebakan perairan tercemar ? untuk menjawab
pertanyaan tersebut, maka dilakukan kajian menggunakan indeks saprobitas
dengan fitoplankton sebagai indikator biologi guna menilai klasifikasi tingkat
pencemaran di danau Tarakani.
Berdasarkan permasalahan tersebut, maka tujuan dari penelitian ini adalah
mengkaji kelimpahan fitolankton dan menentukan tingkat pencemaran perairan
danau tarakani dengan menggunakan kofisien saprobitas.
Manfaat dari penelitian adalah menambah informasi ilmiah kepada
masyarakat tentang kondisi perairan berdasarkan tingkat pencemaran,
sehingga dapat mengurangi aktifitas pembuangan limbah secara langsung
keperairan yang berdampak negatif terhadap Danau Tarakani.

TELAAH PUSTAKA
1. Pencemaran Air
Air merupakan pelarut yang baik, sehingga air di alam tidak pernah murni
akan tetapi selalu mengandung berbagai zat terlarut maupun zat tidak terlarut serta
mengandung mikroorganisme atau jasad renik. Apabila kandungan berbagai zat
maupun mikroorganisme yang terdapat di dalam air melebihi ambang batas yang
diperbolehkan, kualitas air akan terganggu, sehingga tidak bisa digunakan untuk
berbagai keperluan baik untuk air minum, mandi, mencuci atau keperluan lainya.
Air yang terganggu kualitasnya ini dikatakan sebagai air yang tercemar
(http://www.bplhdjabar.go.id, 2009).
Pencemaran air adalah suatu perubahan keadaan disuatu tempat
penampungan air seperti danau, sungai, lautan dan air tanah akibat aktivitas
manusia. Meningkatnya kandungan nutrien dapat mengarah pada eutrofikasi.
Sampah organik seperti air comberan (sewage) menyebabkan peningkatan
kebutuhan oksigen pada air yang menerimanya yang mengarah pada berkurangnya
oksigen yang dapat berdampak parah terhadap seluruh ekosistem. Industri
membuang berbagai macam polutan ke dalam air limbahnya seperti logam berat,
toksin organik, minyak, nutrien dan padatan. Air limbah tersebut memiliki efek
termal, terutama yang dikeluarkan oleh pembangkit listrik, yang dapat juga
mengurangi oksigen dalam air (Hamdan, 2011).
Danau, sungai, lautan dan air tanah adalah bagian penting dalam siklus
kehidupan manusia dan merupakan salah satu bagian dari siklus hidrologi. Selain
mengalirkan air juga mengalirkan sedimen dan polutan. Berbagai macam fungsinya
sangat membantu kehidupan manusia. Pemanfaatan terbesar danau, sungai, lautan
dan air tanah adalah untuk irigasi pertanian, bahan baku air minum, sebagai saluran
pembuangan air hujan dan air limbah, bahkan sebenarnya berpotensi sebagai objek
wisata (http://naburjugolan-perikanan.blogspot.com, 2011).
2. Sumber-sumber Pencemaran
Banyak penyebab sumber pencemaran air, tetapi secara umum dapat
dikategorikan menjadi 2 (dua) yaitu sumber kontaminan langsung dan tidak
langsung. Sumber langsung meliputi efluen yang keluar dari industri, TPA sampah,
rumah tangga dan sebagainya. Sumber tak langsung adalah kontaminan yang
memasuki badan air dari tanah, air tanah atau atmosfir berupa hujan. Pada dasarnya
sumber pencemaran air berasal dari industri, rumah tangga (pemukiman) dan
pertanian. Tanah dan air tanah mengandung sisa dari aktivitas pertanian misalnya
pupuk dan pestisida (http://www.bplhdjabar.go.id, 2011).
2.1. Limbah Organik
Limbah organik memiliki definisi berbeda yang penggunaannya dapat
disesuaikan dengan tujuan penggolongannya. Berdasarkan pengertian secara
kimiawi limbah organik merupakan segala limbah yang mengandung
unsure karbon (C), sehingga meliputi limbah dari mahluk hidup (misalnya kotoran
hewan dan manusia, sisa makanan, dan sisa-sisa tumbuhan mati), kertas, plastik,
dan karet (http://www.ipauniversal.co.cc, 2009).
Namun, secara teknis sebagian besar orang mendefinisikan limbah organik
sebagai limbah yang hanya berasal dari mahluk hidup (alami) dan sifatnya mudah
busuk. Artinya, bahan-bahan organik alami namun sulit membusuk/terurai, seperti
kertas, dan bahan organik sintetik (buatan) yang juga sulit membusuk/terurai,
seperti plastik dan karet, tidak termasuk dalam limbah organik. Hal ini berlaku
terutama ketika orang memisahkan limbah padat (sampah) di tempat pembuangan
sampah untuk keperluan pengolahan limbah (http://id.answers.yahoo.com, 2011).
Limbah organik yang berasal dari mahluk hidup mudah membusuk karena
pada mahluk hidup terdapat unsur karbon (C) dalam bentuk gula (karbohidrat) yang
rantai kimianya relative sederhana sehingga dapat dijadikan sumber nutrisi bagi
mikroorganisme, seperti bakteri dan jamur. Hasil pembusukan limbah organik oleh
mikroorganisme sebagian besar adalah berupa gas metan (CH4) yang juga dapat
menimbulkan permasalahan lingkungan (http://adikristanto.net, 2011).
2.2. Limbah Anorganik
Berdasarkan pengertian secara kimiawi, limbah anorganik meliputi limbah-
limbah yang tidak mengandung unsur karbon, seperti logam (misalnya besi
dari mobil bekas atau perkakas, dan aluminium dari kaleng bekas atau peralatan
rumah tangga), kaca, dan pupuk anorganik (misalnya yang mengandung unsur
nitrogen dan fosfor). Limbah-limbah ini tidak memiliki unsur karbon sehingga tidak
dapat diurai oleh mikroorganisme. Seperti halnya limbah anorganik, pengertian
limbah anorganik yang sering diterapkan di lapangan umumnya limbah anorganik
dalam bentuk padat (http://id.shvoong.com, 2011).
Limbah anorganik didefinisikan sebagai segala limbah yang tidak dapat atau sulit
terurai/busuk secara alami oleh mikroorganisme pengurai. Dalam hal ini, bahan
anorganik seperti plastik, kertas, dan karet juga dikelompokkan sebagai limbah
anorganik. Bahan-bahan tersebut sulit diurai oleh mikroorganisme sebab unsur
karbonnya membentuk rantai kimia yang kompleks dan panjang (polimer)
(http://id.shvoong.com/exact-sciences, 2011).
3. Pengertian dan Fungsi Fitoplankton
Nama fitoplankton diambil dari istilah Yunani, phyton atau "tanaman" dan
("planktos"), berarti "pengembara" atau "penghanyut". Sebagian besar fitoplankton
berukuran terlalu kecil untuk dapat dilihat dengan mata telanjang. Akan tetapi, ketika
berada dalam jumlah yang besar, mereka dapat tampak sebagai warna hijau di air
karena mereka mengandung klorofil dalam sel-selnya (walaupun warna sebenarnya
dapat bervariasi untuk setiap spesies fitoplankton karena kandungan klorofil yang
berbeda-beda atau memiliki tambahan pigmen seperti phycobiliprotein (Sondoro,
2009).
Fitoplankton umumnya berupa individu bersel tunggal dan membentuk
rantai. Fitoplankton disebut juga plankton nabati adalah tumbuhan yang hidupnya
mengapung atau melayang dalam perairan. Ukurannya sangat kecil, tak dapat
dilihat dengan mata telanjang, berkisar antara 2 – 200 µm (1 µm = 0,001 mm).
Meskipun ukuranya sangat halus namun bila mereka tumbuh sangat lebat dan padat
bisa menyebabkan perubahan pada warna air danau yang bisa terlihat (Nontji,
2008).
Meskipun fitoplankton membentuk sejumlah besar biomassa di perairan
tawar, kelompok ini hanya diwakili oleh beberapa filum saja. Sebagian besar bersel
satu dan mikroskopik, dan mereka termasuk filum Chrysophyta, yakni alga kuning-
hijau yang meliputi diatom dan kokolifotor. Selain ini terdapat beberapa jenis alga
hijau-biru (Cyanophyta), alga coklat (Phaeophyta) dan satu kelompok besar dari
Dinoflagellata (Pyrophyta). Anggota fitoplankton yang merupakan minoritas
adalah berbagai alga hijau biru (Cyanophyceae), kokolitofor (Coccolithophoridae,
Haptophyceae), dan silicoflagellata (Dictyochaceae, Chrysophyceae) (Juwana,
2009).
Fitoplankton mempunyai fungsi penting di air tawar, karena bersifat autotrofik,
yakni dapat menghasilkan sendiri bahan organik makanannya. Selain itu,
fitoplankton juga mampu melakukan proses fotosintesis untuk menghasilkan bahan
organik karena mengandung klorofil. Karena kemampuannya ini fitoplankton disebut
sebagai produsen primer(primary producer) (Sondoro, 2009).
Fungsi fitoplankton di perairan sebagai makanan bagi zooplankton dan
beberapa jenis ikan serta larva biota yang masih muda, mengubah zat anorganik
menjadi organik dan mengoksigenasi air (wardiatno, 1990 dalamfachrul.2007).
Bahan organik yang diproduksinya menjadi sumber energi untuk melaksanakan
segala fungsinya. Tetapi disamping itu energi yang terkandung dalam
fitoplankton dapat dialirkan ke berbagai komponen ekosistem lainnya lewat rantai
pakan (food chain). Lewat rantai pakan ini seluruh fungsi ekosistem dapat
berlangsung (Nontji, 2008).
4. Kelimpahan Fitoplankton
Kelimpahan fitoplankton didefenisikan sebagai jumlah individu fitoplankton
persatuan volume air, yang umumnya dinyatakan dalam individu per meter kubik
(ind/m3) atau sel per meter kubik (sel/m3). Penggunaan fitoplankton sebagai
indikator kualitas lingkungan perairan dapat dipakai dengan mengetahui
keseragaman jenisnya yang disebut juga keheterogen jenis. Komunitas dikatakan
mempunyai keseragaman jenis tinggi, jika kelimpahan masing-masing jenis tinggi
sebaliknya keanekaragaman rendah jika hanya terdapat beberapa jenis yang
melimpah(Pirzan, 2008).
5. Bio-Indikator Fitoplankton
Fitoplankton merupakan salah satu indikator biologis yang terdapat di
ekosistem perairan. Fitoplankton digunakan sebagai indikator biologis karena
siklus mereka yang pendek, respon yang sangat cepat terhadap perubahan
lingkungan dan komposisi jenis serta keberadaan mereka dapat digunakan untuk
mengindikasi kualitas air (American Public Health Association,
1995 dalam Nugroho, 2006).
Fitoplankton dapat dijadikan indikator biologi yang dapat menentukan
kualitas perairan baik melalui pendekatan keragaman spesies maupun spesies
indikator. Fitoplankton sebagai indikator biologis bukan saja menentukan tingkat
kesuburan perairan (fase trofik), tetapi juga fase pencemaran yang terjadi dalam
perairan. Hubungan antara komunitas fitoplankton dengan produktivitas perairan
adalah positif. Bila kelimpahan fitoplankton disuatu perairan tinggi, maka dapat juga
diduga perairan tersebut memiliki produktivitas perairan tinggi (Basmi,
1988) dalam (Elfinurfajri, 2009).
Setiap jenis fitoplankton berbeda reaksi fisiologi dan tingkah lakunya
terhadap perubahan kualitas lingkungan. Pencemaran lingkungan berpengaruh
terhadap stabilitas dan struktur ekosistem. Menurut park, 1980 dalam Fachrul,
2007 bahwa pencemaran merupakan kerusakan akibat akumulasi buangan yang
dilakukan manusia, baik buangan yang berguna maupun tidak berguna.
Namun demikian untuk menggunakan komunitas organisme sebagai
indikator jenis diperlukan sifat atau ciri yang mendukung, yaitu :
a) Kehadiran atau ketidakhadiran suatu organisme dalam lingkungan
perairan sebagai faktor ekologi.
b) Terdapat sistem penilaian kualitas air yang mudah, memberikan perbandingan.
c) Penilaian kondisi air selalu berhubungan dengan waktu yang panjang, tidak hanya
pengambilan sesaat.
d) Sistem penilaian harus berhubungan dengan banyaknya pengambilan contoh dari
keseluruhan kondisi perairan.
e) Produktivitas fitoplankton dipengaruhi oleh faktor-faktor lingkungan ataupun
sebaliknya. Kelimpahan fitoplankton yang tinggi dapat mempengaruhi perubahan
lingkungan seperti suhu, pH, warna air, rasa, bau dan lain sebagainya.
Menurut Walker (1981) dalam Fachrul (2007) organisme yang dapat dijadikan
sebagai indikator biologi pada perairan tercemar adalah organisme yang dapat
memberikan respon terhadap sedikit banyaknya bahan pencemar dan meningkatkan
populasi organisme tersebut. Organisme yang toleran akan mengalami penurunan,
bahkan akan mengalami kemusnahan ataupun hilang dari lingkungan perairan
tersebut.
6. Koefisien Saprobitas Fitoplankton
Sistem saprobik merupakan sistem tertua yang digunakan untuk mendeteksi
pencemaran perairan dari bahan organik yang dikembangkan oleh Kolkwitz dan
Marsson (1908) in Nemerow (1991). Saprobitas menggambarkan kualitas air yang
berkaitan dengan kandungan bahan organik dan komposisi organisme di danau.
Komunitas biota bervariasi berdasarkan waktu dan tempat hidupnya. Dalam sistem
ini, suatu organisme dapat bertindak sebagai indikator dan mencirikan perairan
tersebut (Sladecek 1979).
Sistem saprobik didasarkan pada zonasi yang berbeda yang mengalami
pengkayaan bahan organik yang dikarakteristikkan oleh tanaman (alga) dan hewan
(bentos) secara spesifik. Adanya pencemar organik yang masuk ke dalam danau
terkait dengan serangkaian waktu dan jarak aliran yang akan menciptakan kondisi
lingkungan yang bebeda di sepanjang danau dan menghasilkan suksesi komunitas
akuatik yang berbeda di danau (Nemerow 1991). Di sepanjang danau yang menerima
limbah tersebut, komunitas biota akan melakukan proses pemulihan kondisi kualitas
air.
Kolkwitz dan Marsson (1909) in Nemerow (1991) mengembangkan penilaian
atau penafsiran dalam penentuan sistem saprobik terhadap limbah organik, dan
kemudian membagi zona danau menjadi tiga zona berdasarkan karakteristiknya,
yaitu:
1) Polisaprobik, merupakan zona perairan tercemar berat, kandungan bahan organik
sangat tinggi, kandungan oksigen terlarut rendah atau bahkan tidak ada sama sekali,
serta merupakan zona yang mengalami proses reduksi komunitas (komunitas biota
mengalami penurunan). Pada kondisi ini fitoplankton didominasi oleh
Euglenophyceae.
2) Mesosaprobik, merupakan zona perairan tercemar sedang, komponen bahan
organik lebih sederhana, kandungan oksigen lebih tinggi dibandingkan pada zona
polisaprobik. Di zona ini terjadi proses mineralisasi oleh bakteri (konversi bahan
organik menjadi bahan anorganik) yang hasilnya akan dimanfaatkan bagi
pertumbuhan alga dan hewan yang toleran pada zona ini.
3) Oligosaprobik, merupakan zona pemulihan, hanya terjadi pencemaran ringan
dengan kandungan oksigen normal dan proses mineralisasi berlangsung dengan
baik. Tumbuhan dan hewan dapat hidup baik di zona ini.
Klasifikasi oligosaprobik mencerminkan kualitas air bersih (berkaitan dengan
perairan yang tidak tercemar) yang menggambarkan proses mineralisasi
berlangsung dengan baik dan kandungan oksigen normal serta
fitoplankton didominasi oleh Desmidiaceae dan Chlorophyceae. Perairan β-
mesosaprobik merupakan perairan tercemar ringan; fitoplankton didominasi oleh
Chlorophyceae dan diatom, serta Euglenophyceae mulai jarang/menghilang,
dengan kandungan oksigen terlarut mulai meningkat. Perairan α-mesosaprobik
merupakan perairan yang tercemar sedang; fitoplankton didominasi oleh
Euglenophyceae, alga biru, dan diatom. Perairan polisaprobik mencerminkan
perairan terpolusi berat; fitoplankton didominasi oleh Euglenophyceae serta
kandungan oksigen terlarut yang rendah (Nemerow 1991).
7. Parameter Lingkungan
7.1. Suhu
Setiap jenis fitoplankton memiliki suhu optimal sendiri dan sangat tergantung
pada media dan faktor-faktor lain seperti intensitas cahaya, sehingga dapat diduga
bahwa suhu dapat berperan dalam perubahan komposisi jenis meskipun mungkin
bukan faktor satu-satunya. Pada umumnya suhu optimal pada perkembangan
fitoplankton adalah antara 290C – 30 0C tetapi fitoplankton berkembang dengan
baik pada suhu 25 0C atau lebih.
7.2. pH (Derajaat Keasaman)
Derajat keasaman merupakan gambaran jumlah atau aktivitas ion hidrogen
dalam perairan. Secara umum nilai pH menggambarkan seberapa besar tingkat
keasaman atau kebasaan suatu perairan. Perairan dengan nilai pH = 7 adalah netral,
pH < 7 dikatakan kondisi perairan bersifat asam, sedangkan pH > 7 dikatakan
kondisi perairan bersifat basa (Effendi, 2003). Adanya karbonat, bikarbonat dan
hidroksida akan menaikkan kebasaan air, sementara adanya asamasam mineral
bebas dan asam karbonat menaikkan keasaman suatu perairan. Limbah buangan
industri dan rumah tangga dapat mempengaruhi nilai pH perairan (Mahida, 1993).
Nilai pH dapat mempengaruhi spesiasi senyawa kimia dan toksisitas dari
unsur-unsur renik yang terdapat di perairan, sebagai contoh H2S yang bersifat toksik
banyak ditemui di perairan tercemar dan perairan dengan nilai pH rendah. Selain itu,
pH juga mempengaruhi nilai BOD5, fosfat, nitrogen dan nutrien lainnya (Dojildo and
Best, 1992).
Hubungan pH dengan sebaran fitoplankton di perairan alamiah ternyata sangat
menarik, berkaitan dengan masalah pencemaran yang dihubungkan dengan hujan
asam dan proses pengasaman perairan secara alami. Banyak spesies diatom yang
sensitif terhadap tersedianya unsur-unsur karbon (C) dan pH melalui kontrol unsur
karbon pada proses fotosintesis. Sebagian besar diatom kurang sensitif terhadap
perubahan besar pH di perairan (Prescott, 1980dalam Nugroho, 2006). Pescod,
(1973), mengatakan bahwa pH yang ideal untuk kehidupan fitoplankton berkisar
antara 6.5 – 8.0.
7.3. DO (Dissolved Oxygen)
Distribusi oksigen terlarut (Dissolved Oxigen) di perairan sungai umumnya
lebih merata dibandingkan dengan perairan tergenang. Hal ini disebabkan oleh
adanya gerakan air yang kontinyu, sehingga memungkinkan terlarutnya oksigen dari
udara ke air. Oksigen terlarut dalam air pada umumnya berasal dari difusi oksigen
udara melalui permukaan air pada siang hari. Oksigen merupakan salah satu unsur
yang penting di perairan yaitu sebagai pengatur proses-proses metabolisme
komunitas, Selain itu, kandungan produktivitas primer di suatu perairan dari hasil
fotosintesis.
Penurunan DO dapat disebabkan oleh pencemaran air yang mengandung
bahan organik sehingga menyebabkan organisme terganggu. Semakin kecil nilai
DO maka pencemaran makin tinggi. Bahan buangan yang memerlukan oksigen
terutama terdiri dari bahan-bahan organik karena bahan organik yang memerlukan
oksigen dapat menurunkan oksigen terlarut dalam air, maka diperlukan pengujian
terhadap bahan-bahan buangan untuk mengetahui tingkat polusi air.
Oksigen merupakan faktor penting bagi kehidupan makro dan mikro
organisme perairan karena diperlukan untuk proses pernafasan. Sumber oksigen
terlarut di perairan dapat berasal dari difusi oksigen yang terdapat di atmosfer (sekitar
35%) dan aktivitas fotosintesis oleh tumbuhan air dan fitoplankton. Fluktuasi harian
oksigen dapat mempengaruhi parameter kimia yang lain, terutama pada saat kondisi
tanpa oksigen, yang dapat mengakibatkan perubahan sifat kelarutan beberapa unsur
kimia di perairan (Effendi, 2003). Kandungan oksigen terlarut minimum 2 mg/l,
sudah cukup mendukung kehidupan organisme perairan secara normal (Warhdana,
1995).
7.4. Kecerahan
Kecerahan air ditunjukkan dengan kedalaman secchi disk. Kemampuan
daya tembus sinar matahari ke perairan sangat ditentukan oleh warna perairan,
kandungan bahan-bahan organik maupun anorganik yang tersuspensi dalam
perairan, kepadatan plankton, jasad renik dan detritus. Kedalaman secchi
disk merupakan faktor yang menentukan produktivitas perairan. Semakin besar
nilai kedalaman secchi disk semakin dalam penetrasi cahaya ke dalam air, yang
selanjutnya akan meningkatkan ketebalan lapisan air yang produktif. Tebal lapisan
air yang produktif memungkinkan terjadinya pemanfaatan unsur hara secara
kontinyu oleh produsen primer, akibatnya kandungan unsur hara menjadi berkurang
(Sumich, 1988) dalam (Elfinurfajri, 2009).

METODOLOGI PENELITIAN
1. Waktu Dan Tempat
Penelitian ini dilaksanakan pada tanggal 27 Juli 2011 dengan lokasi
Penelitian di perairan Danau Tarakani Kecamatan Galela Selatan Kabupaten
Halmahera Utara dan pengamatan sampel dilakukan di Laboratoruim Karantina
Ikan Bandara Babullah Ternate.

Gambar 1. Peta lokasi penelitian


2. Alat Dan Bahan
Alat dan Bahan yang digunakan pada penelitian ini dapat dilihat pada tabel 1.
Tabel 1. Alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian
No Alat dan bahan Kegunaan
1. Plankton net Mengambil sampel fitoplankton
2. Ember Penyaringan ke jaringan plankton net
3. Botol aqua Wadah penampung sampel plankton
4. Pipet tetes Mengambil sampel air (plankton)
5. Beaker glass Menampung sampel air saat diidentifikasi
5. Kaca preparat Menghitung/mencacah plankton yang telah
tersaring, diletakkan di bawah mikroskop
7. Mikroskop Binokuler Mengamati fitoplankton
8. DO meter Mengukur oksigen terlarut
9. Secchi disk Mengukur kecerahan
10. Termometer Mengukur Suhu
11 Tali Mengukur kedalaman
12. Kamera digital Dokumentasi
13. Alat tulis menulis Mencatat data
14. Alkohol Pengawetan sampel plankton
3. Metode Pengambilan Data
Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah metode sampling,
yaitu Sampel atau sebagian dari populasi. Sampel yang diperoleh dibawah ke
Laboratorium Karantina Ikan Bandara Babullah Ternate.
3.1. Tehnik Pengambilan Data
Pengambilan data dilakukan pada 3 (tiga) stasiun, dimana pada masing-
masing stasiun terdiri dari 3 (tiga) titik. Masing masing titik diulang sebanyak tiga
kali. Pengambilan sampel dilakukan pada pagi hari, menggunakan planktonnet
yaitu dengan saringan kerucut berdiameter 23 cm dan tinggi 40 cm, dengan cara
mengambil sampel air dengan menggunakan ember berukuran 2 liter, lalu di
masukan air kedalam planktonnet sebanyak 20 kali penyaringan. Air yang terdapat
dalam botol planktonnet dengan diameternya 4,5 cm dan tinggi 12 cm, lalu air
tersebut dimasukkan ke dalam botol sampel yang telah diberi larutan alkohol 70%.
3.2. Pengamatan Sampel
Sampel yang diperoleh selanjutnya dimasukkan kedalam botol sampel yang
telah diberi label sesuai dengan titik pengambilan sampel. Kemudian sampel
tersebut dibawah ke Laboratorium Karantina Ikan Bandara Babullah Ternate untuk
diidentifikasi/menghitung kelimpahan fitolankton di danau tersebut.
3.3. Pengukuran Parameter Lingkungan
Proses identifikasi yaitu sampel diambil dengan menggunakan pipet dengan
volume tetes 0,2 ml untuk selanjutnya diletakkan diatas preparat dan diamati di
bawah mikroskop 10 x 45 Lux. Identifikasi Fitoplankton dengan menggunakan
petunjuk Tregouboff dan Rose ( 1957).
Sebagai data penunjang perlu dilakukan pengukuran parameter lingkungan
seperti salinitas, suhu, pH, kelarutan oksigen, kecerahan dan kekeruhan dengan
ulangan sebanyak 3x untuk masing-masing parameter. Cara pengukuran parameter
lingkungan adalah sebagai berikut :
a. Salinitas
Pengukuran salinitas dilakukan dengan menggunakan alat handrefraktometer
:
- Pada kaca handrefraktometer dioleskan aquades untuk membuat standar angka nol.
b. Suhu
Pengukuran suhu dilakukan dengan menggunakan thermometer :
- Alat thermometer dicelupkan ke air selama beberapa detik.
- Lalu dibaca skala yang tertera sesuai dengan pergerakan air raksa.
c. pH
pengukuran pH air dilakukan dengan menggunakan pH meter:
- pH meter dicelupkan ke dalam air beberapa menit
- Kemudian dibaca skala yang tertera.
d. DO (Dissolved Oxygen )
Pengukuran kadar O2 terlarut dengan menggunakan DO meter :
- DO meter dicelupkan ke air selama beberapa detik.
- Lalu dilihat skala yang tertera
c. Kekeruhan
Kekeruhan menggambarkan sifat optik air yang ditentukan berdasarkan
banyaknya cahaya yang diserap dan dipancarkan oleh bahan-bahan yang terdapat
di dalam air. Kekeruhan disebabkan oleh adanya bahan organik dan anorganik yang
tersuspensi dan terlarut (misalnya lumpur dan pasir halus), maupun bahan organik
dan anorganik yang berupa plankton dan mikroorganisme lain
(Eaton et al. 1995 in Supartiwi 2000). Nilai kekeruhan di perairan alami
merupakan salah satu faktor terpenting untuk mengontrol produktivitasnya.
Kekeruhan yang tinggi akan mempengaruhi penetrasi cahaya matahari oleh
karenanya dapat membatasi proses fotosintesis sehingga produktivitas primer
perairan cenderung akan berkurang (Wardoyo 1975 in Supartiwi 2000).
d. Kecerahan
Pengukuran kecerahan air dilakukan dengan menggunakan Secchi disk;
- Secchi Disk diikat dengan tali lalu diberi pemberat
- Kemudian Secchi Disk diturunkan ke perairan sampai tidak tampak, lalu dicatat
kedalamannya untuk pengamatan awal yaitu (D1)
- Secchi Disk dinaikkan lagi sampai hampir tidak tampak, kemudian
dicatat kedalamannya (D2) Kemudian nilai dihitung dengan

formula D1+D22
4. Analisis Data
4.1. Kelimpahan Fitoplankton
Penentuan keelimpahan fitoplankton dilakukan berdasarkan metode sapuan
di atas gelas objek Segwick Rafter. Kelimpahan fitoplankton dinyatakan secara
kuantitatif dalam jumlah sel/liter. Kelimpahan plankton dihitung berdasarkan
rumus:

N =nx VrV0x1Vs
dimana :
N = Jumlah individu per liter (ind/m2).
n = Jumlah sel yang diamati.
Vr = Volume air yang tersaring (ml).
Vo = Volume air yang diamati (pada Sedgwick Rafter) (ml).
Vs = Volume air yang disaring (lt).
4.2. Koefisien Saprobitas
Sistem saprobitas ini hanya untuk melihat kelompok organisme yang
dominan saja dan banyak digunakan untuk menentukan tingkat pencemaran dengan
persamaan Dresscher dan van Der mark (Koesoebiono, 1987):

X = C+3D-B-3AA+B+C+D
dimana :
X = koefisien saprobik (berkisar antara antara-3 s/d 3)
A = kelompok organisme Cyanophyta
B = kelompok organisme Euglenophyta
C = kelompok organisme Chlorophyta
D = kelompok organisme Chrysophyta

Tabel 2. Hubungan antara koefisien saprobik (x) dengan tingkat pencemaran


perairan (Fachrul, 2007).
Bahan Tingkat Fase Saprobitas Koefisien
Pencemar Pencemar Saprobik

Bahan Sangat Polisaprobik (-3) – (-2)


Organik Berat Poli/ -mesosaprobik (-2) – (-1,5)
Cukup berat α -meso/polisaprobik (-1,5) – (-1)
α –mesosaprobik (-1) – (0,5)
Bahan Sedang α /β-mesosaprobik (-0,5) – (0)
Organik dan β/α –mesosaprobik (0) – (0,5)
anorganik Ringan β-mesosaprobik (0,5) – (1,0)
β-meso/oligosaprobik (1,0) – (1,5)
Bahan Sangat Ringan Oligo/β- mesosaprobik (1,5) – (2)
Organik dan Oligosaprobik (2,0) – (3,0)
anorganik

HASIL DAN PEMBAHASAN


1. Deskripsi Lokasi Penelitian
Secara administratif Danau Tarakani terletak dalam wilayah yang di kelilingi 13 desa di
Kecamatan Galela Selatan Kabupaten Halmahera Utara Provinsi Maluku Utara. Secara umum
Danau Tarakani memiliki keindahan alam yang istimewa, danau Tarakani di kelilingi
dengan pohon-pohon kelapa, mangga dan pohon-pohon yang tumbuh secara alami.
Sebagian besar masyarakat yang hidup disekitar Danau Tarakani memanfaatkan
lingkungan perairan danau sebagai tempat budidaya ikan dengan menggunakan
keramba jaring apung, selain itu masyarakat di sekitar danau juga memanfaatkan
danau untuk mencuci pakaian dan mandi. Hal ini terlihat jelas dari aktifitas
masyarakat yang tinggal di sekitar Danau Tarakani tesebut.
Praktek kerja lapangan dilakukan pada tiga stasiun dimana pada setiap stasiun
terdiri dari satu desa dengan tiga titik. Oleh karena tidak adanya alat tranportasi
(Perahu) di danau tersebut maka pengambilan sampel di lakukan pada setiap
stasiun/desa yaitu pada titik pertama di awal masuk stasiun/desa titik ke dua di
pertengahan stasiun/desa titik ketiga di akhir perbatasan desa.
2. Parameter Kualitas Air
Parameter kualitas air merupakan faktor penentu bagi kehidupan
fitoplankton, dari hasil pengamatan nilai kualitas air masih tergolong baik bagi
pertumbuhan dan kelimpahan fitoplankton (Tabel 3).
Tabel 3. Parameter kualitas air danau Tarakani
N Paramete Stasiun I Stasiun II Stasiun III
o r
Titik Titi Titi Titik Titi Titik Titik Titi Titik
1 k k 1 k 3 1 k 3
2 3 2 2
1 Suhu (0C ) 30.0 20.7 30.0 31.0 30.0 28.0 31.0 31.2 31.3
2 Ph 8.0 7.5 7.5 7.5 7.3 7.6 7.8 7.5 7.6
3 DO (mg/l) 2.60 2.30 2.45 2.33 1.80 2.30 2.25 2.25 2.40
4 Salinitas 0 0 0 0 0 0 0 0 0
(‰)
5 Kecerahan 3.70 1.70 1.00 1.00 1.00 4.5 1.3 1.50 3.2
6 Kekeruhan 8.20 1.70 1.00 1.00 1.00 11.0 1.30 1.50 12.0
(m) 0 0
Pada umumnya suhu optimal pada perkembangan fitoplankton adalah 29°C-
30°C tetapi fitoplankton dapat berkembang dengan baik pada suhu 25°C.
Berdasarkan suhu perairan pada danau Tarakani menunjukkan bahwa keadaan
fitoplankton dalam berkembang dengan baik. Filum Chlorophyta dan diatom akan
tumbuh baik pada kisaran suhu berturut-turut 30oC-35oC dan 20oC-30oC, dan filum
Cyanophyta dapat bertoleransi terhadap kisaran suhu yang lebih tinggi (di atas
30oC) dibandingkan kisaran suhu pada filum Chlorophyta dan diatom (Welch 1980;
Halsem 1995 in Effendi 2003).
Nila pH adalah nilai yang menunjukkan derajat keasaman dan kebasaan suatu
perairan. Kisaran nilai pH pada danau Tarakani berkisar antara 7.3 – 8.0. Batas
toleransi organisme terhadap pH bervariasi tergantung pada suhu, oksigen terlarut,
dan kandungan garam-garam ionik suatu perairan. Kebanyakan perairan alami
memiliki pH berkisar antara 6 – 9. Sebagian besar biota perairan sensitif terhadap
perubahan pH dan menyukai nilai pH sekitar 7 – 8,5.
Perkembangan fitoplankton sangat dipengaruhi oleh DO, suhu, pH, salinitas,
kekeruhan dan kecerahan. Dalam suatu penelitian, fitoplankton sering dijumpai adanya
perbedaan baik jenis maupun jumlahnya pada daerah yang berdekatan, meskipun
berasal dari massa air yang sama. Berdasarkan hasil penelitian kisaran nilai DO pada
danau Tarakani berkisar antara 1,80 – 2,45 mg/l. Besarnya oksigen terlarut sangat
tergantung berbagai macam faktor seperti suhu dan tekanan udara. Selain itu
fitoplankton dan jumlah makhluk hidup serta besarnya zat organik yang
terdekomposisi juga dapat mempengaruhi nilai DO menjadi rendah atau tinggi.
Kandungan oksigen terlarut minimum 2 mg/l, sudah cukup mendukung kehidupan
organisme perairan secara normal.
Salinitas air adalah konsentrasi dari total ion yang terdapat didalam perairan.
Hal ini dikarenakan salinitas air ini merupakan gambaran tentang padatan total di
dalam air setelah semua karbonat dikonversi menjadi oksida, semua bromida dan
iodida digantikan oleh chlorida dan semua bahan organik telah dioksidasi. Nilai
salinitas air untuk perairan tawar biasanya berkisar antara 0 – 5 ppt
(http://www.sentra-edukasi.com, 2011). Maka pada perairan danau Tarakani adalah
0 ppt.
Kecerahan adalah nilai kecerahan air untuk kehidupan plankton bisa
mencapai 100 – 500m dibawah permukaan air. Penetrasi cahaya seringkali
dihalangi oleh zat yang terlarut dalam air sehingga membatasi zona fotosintesis.
Apabila kecerahan pada suatu perairan rendah, maka perairan keruh. Berdasarkan
hasil penelitian menunjukkan kecerahan perairan danau Tarakani berkisar antara 1
– 4,5 m. Maka di perairan danau Tarakani tidak mempengaruhi kualitas
fitoplankton maupun tumbuhan air yang ada didalam perairan, melalui penyedian
energi untuk melangsungkan proses fotosintesa dan air yang terlalu keruh dapat
menyebabkan ikan mengalami gangguan pernafasan (sulit bernafas) karena
insangnya terganggu oleh kotoran.
Kekeruhan disebabkan oleh adanya bahan organik dan anorganik yang
tersuspensi dan terlarut (misalnya lumpur dan pasir halus), maupun bahan organik
dan anorganik yang berupa plankton dan mikroorganisme lain. Kisaran nilai
kekeruhan yang terdapat di perairan danau Tarakani 1 – 12 m.
3. Komposisi dan Kelimpahan Fitoplankton
Hasil identifikasi menunjukkan bahwa jumlah jenis fitoplankton yang
ditemukan adalah 13 jenis yang tersebar di 3 (tiga) stasiun pada masing-masing titik
pengamatan (lihat Tabel 4).
Tabel 4. Komposisi jenis fitoplankton
No. Nama Jenis Jumlah Individu
Stasiun I Stasiun II Stasiun III
Titik Titik Titik Titik Titik Titik Titik Titik Titik
1 2 3 1 2 3 1 2 3
1. Coscinodiscus 3 4 3 0 5 3 7 2 0
2. Rhizosolienia 3 3 6 7 4 5 0 4 8
delicatula
3. Melosira 6 6 0 4 0 0 3 0 6
4. Cladophora 5 0 6 0 7 3 0 6 3
5. Closterium 0 9 0 4 0 7 5 6 0
6. Chaetoceros 0 8 11 3 4 1 0 3 5
7. Mougeotia 8 0 7 2 0 5 5 4 7
8. Ceratium 3 0 5 4 5 0 3 7 5
fusus
9. Ulothrix 9 4 0 1 7 0 0 4 0
10. Bacillaria 0 5 3 0 3 6 4 0 8
11. Cylotella 9 0 3 9 5 8 3 0 6
12. Staurastrum 0 7 0 1 4 4 0 4 2
13. Peridinium 0 5 7 3 0 4 5 0 5
quinquecorne
Jumlah 46 51 51 38 44 46 35 40 55
Nilai Kelimpahan 287,5 318,75 318,75 237,5 275 287,5 218,75 250 34,37
(ind/l)
Hasil analisis menunjukan bahwa kelimpahan fitoplankton berkisar antara 34,37
– 318,75 ind/l, sehingga dapat disebutkan bahwa fitoplankton terdistribusi secara luas
pada di danau Tarakani. Menurut Nugroho, 2006 menyatakan bahwa suatu lingkungan
yang tidak menguntungkan bagi fitoplankton dapat menyebabkan jumlah individu atau
kelimpahan maupun jumlah spesies fitoplankton berkurang, karena suatu tingkat
kesuburan suatu perairan salah satunya ditentukan oleh tingkat kelimpahan
fitoplankton.
Berdasarkan nilai kelimpahan fitoplankton dapat dikatakan bahwa perairan
danau Tarakani masih tergolong subur. Menurut Praseno dan Adnan
(1984) dalam Fachrul (2007), kelimpahan fitoplanton yang terkandung didalam
perairan danau akan menentukan kesuburan suatu perairan.
4. Penentuan Tingkat Pencemaran
Tingkat pencemaran di suatu perairan ditentukan menggunakan koefisien
saprobitas yaitu Mesosaprobik, Polisaprobik, dan Oligosaprobik. Mesosaprobik,
merupakan zona perairan tercemar sedang, komponen bahan organik lebih
sederhana, kandungan oksigen lebih tinggi dibandingkan pada zona polisaprobik.
Di zona ini terjadi proses mineralisasi oleh bakteri (konversi bahan organik menjadi
bahan anorganik) yang hasilnya akan dimanfaatkan bagi pertumbuhan alga dan
hewan yang toleran pada zona ini (Nemerow, 1991).
Polisaprobik, merupakan zona perairan tercemar berat, kandungan bahan
organik sangat tinggi, kandungan oksigen terlarut rendah atau bahkan tidak ada
sama sekali, serta merupakan zona yang mengalami proses reduksi komunitas
(komunitas biota mengalami penurunan). Menurut Fachrul, 2007 bahwa perairan
yang α-meso/polisaprobik merupakan perairan tercemar cukup berat dengan
kisaran nilai (-1,5) - (-1,0) dan α –mesoplisaprobik kisaran nilai (-1,0) -
(0,5). Fase saprobik α /β-mesosaprobik merupakan perairan dengan tingkat
pencemaran sedang dan berada dikisaran nilai koefisien saprobik (-0,5) - (0). Untuk
koefisien saprobitas fitoplankton dapat dilihat pada Gambar 2.
Gambar 2. Koefisien Saprobitas Fitoplankton
Pada perairan Danau Tarakani dengan menggunakan sampel pada tiga stasiun
menunjukkan bahwa perairan Danau Tarakani tergolong pencemaran sangat ringan
karena berada pada fase Oligo/β- mesosaprobik dengan nilai koefisien saprobiknya
1,49 – 1,72. Hal ini terlihat jelas dari hasil pengamatan di danau Tarakani
ditemukan berbagai macam aktivitas masyarakat yang melakukan pemancingan
ikan dan budidaya ikan di danau tersebut.
Penentuan tingkat pencemaran perairan Danau Tarakani serta hubungan
terhadap indikasi yang ada, berdasarkan parameter biologi yaitu hasil koefisien
saprobitas fitoplankton dan beberapa parameter lingkungan seperti DO, suhu, pH,
salinitas, kekeruhan, dan kecerahan. Mesosaprobik merupakan zona perairan tercemar
sedang, komponen bahan organik lebih sederhana, kandungan oksigen lebih tinggi
dibandingkan pada zona polisaprobik. α-meso/polisaprobik dan α-mesosaprobik
adalah fase yang tingkat pencemarannya cukup berat, komponen bahan organik.
(Fachrul, 2007).
Penilaian terhadap saprobik fitoplankton di perairan Danau Tarakani tercemar
cukup berat. Jadi penyebab sumber pencemaran berasal dari bahan organik dan
anorganik tetapi berdasarkan hasil penelitian maka bahan organiklah yang lebih
dominan dibandingkan bahan anorganik.
Komposisi fitoplankton spesies Peridinium quinquecorne menunjukan
bahwa spesies ini lebih bertoksis. Fachrul 2007 bahwa penggunaan fitoplankton
sebagai indikator kualitas lingkungan perairan karena untuk kelimpahahn
fitoplankton yang terkandung di perairan Danau Tarakani dapat menentukan
kesuburan suatu perairan. Setiap jenis fitoplankton berbeda reaksi fisiologi dan
tingkah lakunya terhadap perubahan kualitas lingkungan. Pencemaran lingkungan
berpengaruh terhadap stabilitas dan struktur ekosisitem. Akibat akumulasi dari
buangan limbah organik yang dilakukan oleh masyarakat di perairan Danau
Tarakani sehingga terjadi pencemaran yang cukup berat.
KESIMPULAN DAN SARAN
1. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh, maka dapat disimpulkan bahwa :
1. Kelimpahan fitoplankton terdistribusi merata secara luas pada danau tarakani.
2. Tingkat pencemaran di danau Tarakani tergolong pada fase Oligo/β-
mesosaprobik atau tingkat pencemaran sangat ringan.
2. Saran
Diharapkan penelitian ini menjadi bahan informasi dan peningkatan bagi
masyarakat setempat agar mengurangi pembuangan limbah organik maupun
anorganik secara sengaja, sehingga tidak terjadi tingkat pencemaran yang lebih
berat.

DAFTAR PUSTAKA
Cahyono, B. 2000. Budidaya Ikan Air Tawar. Yogyakarta : Kanisius.
Effendi, H. 2003. Telah Kualitas Air: Bagi Pengelolaan Sumber Daya dan Lingkungan
Periaran. Kanisius: Yogyakarta.
Elfinurfajri feridian, 2009. Struktur komunitas fitoplankton serta Keterkaitannya dengan
kualitas perairan Di lingkungan tambak udang intensif. Departemen MSP-FPIK.
Institut pertanian bogor.
Fachrul, 2007. Metode Sampling Bioekologi. Penerbit PT Bumi Aksara, Jakarta.
Hamdan Wahid, 2011. Pencemaran-Lingkungan. http://www.goblue.or.id. diakses tanggal
3 November 2011.
http://maruf.wordpress.com. Mengenal-Diatom. Diakses tanggal 08 Agugustus 2011.
http://rhariyati.blogspot.com. Cyanophyta. Diakses tanggal 04 Juni 2011.
http://mikhsanamin.blogspot.com. Cyanophyta. Diakses tanggal 11 November 2011.
http://www.bplhdjabar.go.id. lingkungan/305-pencemaran-air. Diakses tanggal 11
November 2011.
http://www.ipauniversal.co.cc. limbah organik. Diakses tanggal 11 November 2011.
http://wong168.wordpress.com. Parameter Lingkungan. Diakses tanggal 11 November
2011.
http://hamidsetiabudi.blogspot.com. Ciri-Ciri Phytoplankton Potensinya. Diakses 11
November 2011.
http://Zaifbio.Wordpress.Com. Chrysophyta. Diakses tanggal 20 Juli 2011
http://naburjugolan perikanan.blogspot.com. laporan-praktikum-planktonologi. Diakses
tanggal 30 November 2011.
http://id.answers.yahoo.com. Limbah Organik. Diakses tanggal 10 Juli 2011.
http://adikristanto.net. Sampah-Organik-Dan-Anorganik. Diakses tanggal 11 November 2011.
http://id.shvoong.com. daur-ulang-limbah-organik. Diakses tanggal 11 November 2011.
http://www.scribd.com/doc. RPP-Kognitif. Diakses tanggal 11 November 2011.
http://naburjugolan-perikanan.blogspot.com. Perikanan Laut. Diakses tanggal 11
November 2011.
http://silicasecchidisk.connocoll.edu. Cyclotella. Diakses tanggal 11 November 2011.
http://repository.usu.ac.id. Chapter%20II.pdf. Diakses tanggal 11 November 2011.
http://www.sentra-edukasi.com. Salinitas-Air-Tawar-Laut-Payau. Diakses tanggal 11
November 2011.
http://translate.google.co.id. Pengantar Chrysophyta Alga Emas. Diakses tanggal
20 Agustus 2011.
http://translate.googleusercontent.com. Chrysophyta. Diakses tanggal 3 November
2011.
Juwana S. 2009. Biologi Laut; Ilmu Pengetahuan Tentang Biota Laut. Penerbit Djambatan,
Jakarta.
Kaunar Nuryani, 2011. Analisis Tingkat Pencemaran Perairan Dengan Koefisien Saprobitas
Fitoplankton
Nemerow, N. L. 1991. Stream, Lake, Estuary, and Ocean Pollution. Second Edition. Van
Nostrand Reinhold. New York. Sladecek, U. 1979. Continental System For The
Assessment of River Quality. p 3- – 3-27. In James, A. dan L. Evison. Botanical
Indicator of Water Quality. John Wiley and Sons Ltd. Chicester. New York.
Brisbane. Toronto.
Nontji A, 2008. Plankton Laut. LIPI Press. Jakarta.
Nugroho, 2006. Bio-indikator Kualitas Air. Penerbit Universitas Trisakti, Jakarta.
Pirzan, 2008. Hubungan Keragaman Fitoplankton dengan Kualitas Air di Pulau Bauluang,
kabupaten Takalar, Sulawesi Selatan. Jurusan Biologi FMIPA UNS Surakarta
Sachlan. 1982. Planktonologi. Semarang : Fakultas Peternakan dan Perikanan Universitas
Diponegoro.
Sondoro, 2009. Pengertian dan Penggolongan Plankton. http://wordpress.com. Diakses
tanggal 1 November 2011
Supartiwi, E. N. 2000. Karakteristik Komunitas Fitoplankton dan Perifiton Sebagai
Indikator Kualitas Lingkungan Sungai Ciujung, Jawa Barat. Skripsi. Prodi MSP.
Institut Pertanian Bogor.
Wardoyo, S.T.H. 1978. Kriteria Kualitas Air Untuk Keperluan Pertanian dan
Perikanan. Dalam : Prosiding Seminar Pengendalian Pencemaran Air. (eds Dirjen
Pengairan Dep. PU.), hal 293-300.

Anda mungkin juga menyukai