Disusun Oleh :
Anggi Dwi Rizki DBD 113 053
Muhamad Ridho DBD 113 102
Rudy Cahyono DBD 113 160
Astika Putri Roshinta DBD 114 004
Nurul Azizatul Hasanah DBD 114 007
Noor Rizal Fahliani DBD 114 010
Ivana Yolanda Umar DBD 114 012
Ridho Romadhon DBD 114 014
Fajria Maulida DBD 114 019
Saffitri Angraini Puspa DBD 114 023
UNIVERSITAS PALANGKARAYA
FAKULTAS TEKNIK
JURUSAN TEKNIK PERTAMBANGAN
2016
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa. karena atas karunia-Nya, tim
penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Teori Pembentukan Batubara”.
Makalah ini dibuat untuk memenuhi tugas mata kuliah Teknologi Eksplorasi
Batubara. Di samping itu, tim penulis juga berharap makalah ini mampu memberikan
kontribusi dalam menunjang pengetahuan para mahasiswa pada khususnya dan pihak
lain pada umumnya.
Tim penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh
karena itu, tim penulis berharap kritik serta saran dari pembaca untuk dapat
menyempurnakan makalah ini. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi bagi semua,
kami ucapkan terimakasih.
Penulis
i
DAFTAR ISI
3.1. Kesimpulan....................................................................... 20
DAFTAR PUSTAKA
ii
DAFTAR GAMBAR
iii
BAB I
PENDAHULUAN
Mutu dari setiap endapan batubara ditentukan oleh suhu dan tekanan serta
lama waktu pembentukan, yang disebut sebagai ‘maturitas organik’. Proses
awalnya gambut berubah menjadi lignite (batu bara muda) atau ‘brown coal (batu
bara coklat)’ – Ini adalah batu bara dengan jenis maturitas organik rendah.
Dibandingkan dengan batu bara jenis lainnya, batu bara muda agak lembut dan
warnanya bervariasi dari hitam pekat sampai kecoklat-coklatan.
Mendapat pengaruh suhu dan tekanan yang terus menerus selama jutaan
tahun, batu bara muda mengalami perubahan yang secara bertahap menambah
maturitas organiknya dan mengubah batu bara muda menjadi batu bara ‘sub-
bitumen’. Perubahan kimiawi dan fisika terus berlangsung hingga batu bara
menjadi lebih keras dan warnanya lebih hitam dan membentuk ‘bitumen’ atau
‘antrasit’. Dalam kondisi yang tepat, penigkatan maturitas organik yang semakin
tinggi terus berlangsung hingga membentuk antrasit.
1
1.2 Rumusan Masalah
2
BAB II
PEMBAHASAN
3
Pembentukan batubara dimulai sejak Carboniferous Period (Periode
Pembentukan Karbon atau Batubara) dikenal sebagai zaman batubara pertama
yang berlangsung antara 360 juta sampai 290 juta tahun yang lalu. Mutu dari
setiap endapan batubara ditentukan oleh suhu dan tekanan serta lama waktu
pembentukan, yang disebut sebagai ‘maturitas organik’. Proses awalnya gambut
berubah menjadi lignite (batubara muda) atau brown coal (batubara coklat), ini
adalah batubara dengan jenis maturitas organik rendah. Dibandingkan dengan
batubara jenis lainnya, batubara muda agak lembut dan warnanya bervariasi dari
hitam pekat sampai kecoklat-coklatan.
Mendapat pengaruh suhu dan tekanan yang terus menerus selama jutaan
tahun, batubara muda mengalami perubahan yang secara bertahap menambah
maturitas organiknya dan mengubah batubara muda menjadi batubara ‘sub-
bitumen’. Perubahan kimiawi dan fisika terus berlangsung hingga batubara
menjadi lebih keras dan warnanya lebih hitam dan membentuk ‘bitumen’ atau
‘antrasit’. Dalam kondisi yang tepat, peningkatan maturitas organik yang
semakin tinggi terus berlangsung hingga membentuk antrasit.
Tingkat perubahan yang dialami batu bara, dari gambut sampai menjadi
antrasit disebut sebagai pengarangan memiliki hubungan yang penting dan
hubungan tersebut disebut sebagai ‘tingkat mutu’ batubara. Berdasarkan tingkat
proses pembentukannya yang dikontrol oleh tekanan, panas dan waktu, batubara
umumnya dibagi dalam lima kelas: antrasit, bituminus, sub-bituminus, lignit dan
gambut.
1. Antrasit adalah kelas batubara tertinggi, dengan warna hitam berkilauan
(luster) metalik, mengandung antara 86% – 98% unsur karbon (C) dengan
kadar air kurang dari 8%.Biasanya digunakan untuk proses sintering bijih
4
mineral, proses pembuatan elektroda listrik, pembakaran batu gamping, dan
untuk pembuatan briket tanpa asap.
2. Bituminus mengandung 68 – 86% unsur karbon (C) dan berkadar air 8-10%
dari beratnya. Kelas batubara yang paling banyak ditambang di Australia. Dan
batubara ini masih dibedakan menjadi dua, yaitu :
a. Batubara ketel uap atau batubara termal atau yang disebut steam
coal, banyak digunakan untuk bahan bakar pembangkit listrik, pembakaran
umum seperti pada industri bata atau genteng, dan industri semen
b. Batubara metalurgi (metallurgical coal atau coking coal) digunakan untuk
keperluan industri besi dan baja serta industri kimia.
3. Sub-bituminus mengandung sedikit karbon dan banyak air, dan oleh
karenanya menjadi sumber panas yang kurang efisien dibandingkan dengan
bituminus.
4. Lignit atau batubara coklat adalah batubara yang sangat lunak yang
mengandung air 35-75% dari beratnya.
5. Gambut, berpori dan memiliki kadar air di atas 75% serta nilai kalori yang
paling rendah.
1. Teori Insitu
Teori ini menyatakan bahwa bahan - bahan pembentuk lapisan batubara
terbentuk ditempat dimana tumbuh - tumbuhan asal itu berada. Lingkungan
tempat tumbuhnya pohon-pohon kayu pembentuk batubara itu adalah pada
daerah rawa atau hutan basah. Kejadian pembentukannya diawali dengan
tumbangnya pohon-pohon kuno tersebut, disebabkan oleh berbagai faktor,
5
seperti angin (badai), dan peristiwa alam lainnya. Pohon-pohon yang tumbang
tersebut langsung tenggelam ke dasar rawa. Air hujan yang masuk ke rawa
dengan membawa tanah atau batuan yang tererosi pada daerah sekitar rawa akan
menjadikan pohon-pohon tersebut tetap tenggelam dan tertimbun.
Dengan demikian setelah tumbuhan mati, belum mengalami proses
transportasi segera tertutup oleh lapisan sedimen dan mengalami proses
coalification.
6
pohonan kuno tersebut mengalami perubahan secara bertahap, yakni mulai dari
fase penggambutan sampai ke fase pembatubaraan.
Ciri :
a. Penyebaran luas dan merata.
b. Kualitas lebih baik, contoh Muara Enim, Sumatra Selatan.
2. Teori Drift
Batubara terbentuk dari tumbuhan atau pohon yang berasal dari hutan yang
bukan di tempat dimana batubara tersebut terbentuk. Batubara yang terbentuk
sesuai dengan teori drift biasanya terjadi di delta-delta, mempunyai ciri-ciri
lapisan batubara tipis, tidak menerus (splitting), banyak lapisannya (multiple
seam), banyak pengotor (kandungan abu cenderung tinggi). Proses pembentukan
batubara terdiri dari dua tahap yaitu tahap biokimia (penggambutan) dan tahap
geokimia (pembatubaraan)
Tahap penggambutan (peatification) adalah tahap dimana sisa-sisa
tumbuhan yang terakumulasi tersimpan dalam kondisi bebas oksigen (anaerobik)
di daerah rawa dengan sistem pengeringan yang buruk dan selalu tergenang air
pada kedalaman 0,5 - 10 meter. Material tumbuhan yang busuk ini melepaskan
unsur H, N, O, dan C dalam bentuk senyawa CO2, H2O, dan NH3 untuk menjadi
humus. Selanjutnya oleh bakteri anaerobik dan fungi diubah menjadi gambut
(Stach, 1982, op cit Susilawati 1992).
Tahap pembatubaraan (coalification) merupakan gabungan proses biologi,
kimia, dan fisika yang terjadi karena pengaruh pembebanan dari sedimen yang
menutupinya, temperatur, tekanan, dan waktu terhadap komponen organik dari
gambut (Stach, 1982, op cit Susilawati 1992). Pada tahap ini prosentase karbon
akan meningkat, sedangkan prosentase hidrogen dan oksigen akan berkurang
(Fischer, 1927, op cit Susilawati 1992). Proses ini akan menghasilkan batubara
7
dalam berbagai tingkat kematangan material organiknya mulai dari lignit, sub
bituminus, bituminus, semi antrasit, antrasit, hingga meta antrasit.
Teori ini menyatakan bahwa bahan-bahan pembentuk lapisan batubara
terjadi ditempat yang berbeda dengan tempat tumbuhan semula hidup dan
berkembang. Dengan demikian tumbuhan yang telah mati mengalami
transportasi oleh media air dan terakumulasi disuatu tempat, tertutup oleh lapisan
sedimen dan mengalami coalification.
Ciri :
a. Penyebaran tidak luas tetapi banyak.
b. Kualitas kurang baik (mengandung pasir pengotor), contoh pengendapan delta
`di aliran sungai Mahakam, Kalimantan Timur.
8
1. Teori Pembentukan Peat (Gambut)
Lapisan batubara umumnya berasal dari peat(gambut) deposit di suatu
rawa. Faktor-faktor penting dalam pembentukkan peat:
a. Evolusi perkembangan flora
Batubara tertua yang berumur Hurorian Tengah dari Michigan berasal
dari alga dan fungi. Sedangkan pada jaman Devon Bawah dan Atas, batubara
kebanyakan berasal dari Psilophites (spt: Taeniocrada decheniana (lower
devon)). Kebanyakan batubara dari jaman ini memiliki rata-rata lapisan yang
tipis(3-4m) dan tidak punya nilai ekonomis.
Pada Carbon Atas, tumbuhan mulai tinggi-tinggi hingga mencapai
ketinggian lebih dari 30m namun belum seberagam sekarang. Pada jaman ini
didominasi oleh: Lepidodendron, Sigillaria, Leginopteris oldhamia,
Calamitea. Jaman Upper Carboniferous dikenal sebagai perioda bituminous
coal
Lapisan penting batubara berumur Perm terdapat di USSR, dominan
terbentuk dari Gymnosperm cordaites.
Pada jaman Mesozoic terutama Jura dan Cretaceous Bawah,
Gymnosperm(Ginkcophyta, Cycadophyta dan Cornifers) merupakan
tumbuhan penting pembentuk batubara, terutama di Siberia dan Asia Tengah.
Pada rawa-rawa berumur Cretaceous Atas dan Tersier tumbuhan
Angiosperm tumbuh dengan pesat di N. America, Europe, Japan dan
Australia.
Jika dibandingkan dengan tumbuhan pada masa Carbon, tumbuhan pada
jaman Mesozoic terutama jaman Tersier lebih beragam dan spesifik serta
menghasilkan deposit peat yang tebal dan beragam dalam tipe fasiesnya.
Perkembangan dan evolusi flora akan berpengaruh pada keragaman
jenis dan tipe batubara yang dihasilkan.
9
b. Iklim
Pada iklim yang lebih hangat dan basah tumbuhan tumbuh lebih cepat
dan beragam. Lapisan-lapisan kaya batubara berumur Carbon Atas,
Cretaceous Atas dan Tersier Awal diendapkan pada iklim seperti ini. Namun
pada hemisphere selatan dan Siberia juga terdapat endapan batubara yang
kaya yang diendapakan pada iklim yang sedang hingga dingin, contohnya
batubara inter-post glacial PermoCarbon Gondwana (dari Ganganopteris
glossopteris) dan batubara umur Perm dan Jura Bawah dari Angara konitnen.
Lapisan batubara yang diendapkan pada iklim hangat dan basah
biasanya lebih terang dan tebal dibandingkan dengan yang diendapkan pada
iklim basah.
10
Akibatnya endapan yang kaya batubara banyak berhubungan dengan daerah
ini, seperti yang sering muncul pada foredeep pada suatu pegunungan lipatan
yang besar.
Sikuen sediment yang tebal dimana didalamnya terdapat lapisan tipis
batubara(<2m) dengan penyebaran yang besar dan keberadaan intercalation
dari marine bed adalah karakteristik dari batubara yang diendapkan di
foredeeps dari suatu pegunungan lipatan yang besar. Cyclothem adalah
perulangan antara peat dengan inorganic sediment dan sekuen ini sering
berulang.
Pada bagian backdeeps dari suatu pegunungan lipatan yang besar,
subsidence biasanya lebih sedikit dan jumlah lapisan batubara lebih sedikit.
Ketika paralic coals diendapkan di foredeeps, kebanyakan limnic coals
diendapkan di dalam cekungan kontinen yang besar. Limnic coals memiliki
karakter: terbentuk pada kontinen graben, jumlah lapisannya sedikit tapi
setiap lapisannya sangat tebal.
11
terbentuk dalam lapisan itu sendiri. Hasil dari proses awal ini adalah peat, atau
material lignit yang lunak. Dalam tahap ini proses biokimia mendominasi, yang
mengakibatkan kurangnya kandungan oksigen. Setelah tahap biokimia ini selesai
maka berikutnya prosesnya didominasi oleh proses fisik dan kimia yang
ditentukan oleh kondisi temperatur dan tekanan. Temperatur dan tekanan
berperan penting karena kenaikan temperatur akan mempercepat proses reaksi,
dan tekanan memungkinkan reaksi terjadi dan menghasilkan unsur-unsur gas.
Proses metamorfisme (temperatur dan tekanan) ini terjadi karena penimbunan
material pada suatu kedalaman tertentu atau karena pergerakan bumi secara
terus-menerus didalam waktu dalam skala waktu geologi.
2. Tahap Malihan
Tahap Malihan atau Geokimia, meliputi proses perubahan dari lignit menjadi
bituminus dan akhirnya antrasit.
Secara lebih rinci, proses pembentukan batu bara dapat dijelaskan sebagai
berikut:
12
1. Pembusukan
Pembusukan, yakni proses dimana tumbuhan mengalami tahap
pembusukan (decay) akibat adanya aktifitas dari bakteri anaerob. Bakteri ini
bekerja dalam suasana tanpa oksigen dan menghancurkan bagian yang lunak dari
tumbuhan seperti selulosa, protoplasma, dan pati.
2. Pengendapan
Pengendapan, yakni proses dimana material halus hasil pembusukan
terakumulasi dan mengendap membentuk lapisan gambut. Proses ini biasanya
terjadi pada lingkungan berair, misalnya rawa-rawa.
3. Dekomposisi
Dekomposisi, yaitu proses dimana lapisan gambut tersebut di atas akan
mengalami perubahan berdasarkan proses biokimia yang berakibat keluarnya air
(H20) clan sebagian akan menghilang dalam bentuk karbondioksida (C02),
karbonmonoksida (CO), clan metana (CH4).
4. Geotektonik
Geotektonik, dimana lapisan gambut yang ada akan terkompaksi oleh gaya
tektonik dan kemudian pada fase selanjutnya akan mengalami perlipatan dan
patahan. Selain itu gaya tektonik aktif dapat menimbulkan adanya
intrusi/terobosan magma, yang akan mengubah batubara low grade menjadi high
grade. Dengan adanya tektonik setting tertentu, maka zona batubara yang
terbentuk dapat berubah dari lingkungan berair ke lingkungan darat.
5. Erosi
Erosi, dimana lapisan batubara yang telah mengalami gaya tektonik berupa
pengangkatan kemudian di erosi sehingga permukaan batubara yang ada menjadi
terkupas pada permukaannnya. Perlapisan batubara inilah yang dieksploitasi
pada saat ini.
13
Gambar 2.3 Skema Pembentukan Batubara
Berdarakan gambar di atas dapat kita lihat bahwa, material asal pembentuk
rawa gambut ada dua yaitu, Autochton (Material yang tidak mengalami
transportasi) dan Allochton (material yang mengalami transportasi).
Material rawa gambut tersebut mengalami proses peatification atau proses
penggambutan. Dalam proses tersebut mikroba memiliki peranan yang sangat
penting, seiring dengan proses penggambutan, proses pembentukan humin dan
penurunan keseimbangan biotektonik pun dapat berlangsung.
Mulai dari proses penggambutan sampai pada tahap Lignite disebut sebagai
tahapan diagenesa (Fase Biokimia), sedangkan pada Lignite sampai pada
Anthrachite disebut sebagai atahapan Metamorfosa (Fase Geokimia).
14
Gambar 2.4 Proses Pembentukan Batubara
15
2. Fase Geokimia (Metamorfisma)
Fase geokimia (fase ini tidak ada lagi aktivitas organism seperti bakteri,
tetapi didominasi oleh pengaruh peningkatan temperatur dan tekanan,
disebabkan oleh peningkatan kedalaman penimbunan unsur organik di bawah
tutupan sedimen (sedimentary overburden). Batas dari fase tersebut yaitu pada
kedalaman lebih dari sepuluh meter, tetapi bisa dikatakan reaksi berakhir pada
tingkat gambut dan aksi geokimia menjadi agen utama pada tingkat brown-coal
dan hard-coal.
Pada tahapan geokimia, terjadi peningkatan rank pada batubara mulai dari
lignite sampai pada tahap anthracite, seiring dengan kenaikan rank, maka terjadi
pula kenaikan unsur karbon, nilai reflectan (Rmax) dan CV (Caloric Value) atau
nilai kalori, serta terjadi penurunan kandungan air (H2O), Vollatil Matter (VM),
Hidrogen (H) dan Oksigen (O). Nilai Kalori batubara bergantung pada peringkat
batubara. Semakin tinggi peringkat batubara, semakin tinggi nilai kalorinya. Pada
batubara yang sama Nilai kalori dapat dipengaruhi oleh moisture dan juga Abu.
Semakin tinggi moisture atau abu, semakin kecil nilai kalorinya. Kandungan
karbon secara sesuai pada rank batubara yaitu: Gambut (55% C), Lignite (60%
C), Sub-bituminous (70%), Bituminous (80% C) dan Anthracite (95% C).
16
2. Silofita
Silofita, dari Zaman Silur hingga Devon Tengah, merupakan turunan dari
alga. Sedikit endapan batubara dari perioda ini.
3. Pteridofita
Pteridofita, umur Devon Atas hingga KArbon Atas. Materi utama
pembentuk batubara berumur Karbon di Eropa dan Amerika Utara. Tetumbuhan
tanpa bunga dan biji, berkembang biak dengan spora dan tumbuh di iklim hangat.
4. Gimnospremae
Gimnospermae, kurun waktu mulai dari Zaman Permian hingga Kapur
Tengah. Tumbuhan heteroseksual, biji terbungkus dalam buah, semisal pinus,
mengandung kadar getah (resin) tinggi. Jenis Pteridospermae seperti
gangamopteris dan glossopteris adalah penyusun utama batubara Permian seperti
di Australia, India dan Afrika.
5. Angiospermae
Angiospermae, dari Zaman Kapur Atas hingga kini. Jenis tumbuhan
modern, buah yang menutupi biji, jantan dan betina dalam satu bunga, kurang
bergetah dibanding gimnospermae sehingga, secara umum, kurang dapat
terawetkan.
17
2. Morfologi (Topografi)
Morfologi dari cekungan pada saat pembentukan gambut sangat penting
karena menentukan penyebaran rawa-rawa dimana batubara tersebut terbentuk.
3. Iklim
Kelembaban memegang peranan penting dalam pembentukan batubara dan
merupakan faktor pengontrol pertumbuhan flora dan kondisi yang sesuai.
Tergantung pada posisi geografi dan dipengaruhi oleh posisi geotektonik.
4. Penurunan
Dipengaruhi oleh gaya-gaya tektonik. Jika penurunan dan pengendapan
gambut seimbang akan dihasilkan endapan batubara tebal.
5. Umur Geologi
Posisi geologi menentukan berkembangnya evolusi kehidupan berbagai
macam tumbuhan. Dalam masa perkembangannya secara tidak langsung
membahas sejarah pengendapan batubara dan metamorfosa organik. Makin tua
umur batuan makin dalam penimbunan yang tejadi, sehingga terbentuk batubara
yang bermutu tinggi. Tetapi pada batubara yang mempunyai umur geologi lebih
tua selalu ada resiko mengalami deformasi tektonik yang membentuk struktur
perlipatan atau patahan pada lapisan batubara.
6. Tumbuhan
Flora merupakan unsur utama pembentuk batubara. Pertumbuhan dari flora
terakumulasi pada suatu lingkungan dan zona fisiografi dengan iklim dan
topografi tertentu, merupakan faktor penentu terbentuknya berbagai type
batubara.
18
7. Dekomposisi
Dekomposisi flora merupakan bagian dari transformasi biokimia dari
organik merupakan titik awal untuk seluruh alterasi. Dalam pertumbuhan
gambut, sisa tumbuhan akan mengalami perubahan baik secara fisik maupun
kimiawi. Setelah tumbuhan mati, proses degradasi biokimia lebih berperan.
Proses pembusukan (decay) akan terjadi oleh kerja mikrobiologi (bakteri
anaerob). Bakteri ini bekerja dalam suasana tanpa oksigen menghancurkan
bagian yang lunak dari tumbuhan seperti celulosa, protoplasma dan pati.
Dari proses diatas terjadi perubahan dari kayu menjadi lignit dan batubara
berbitumen. Dalam suasana kekurangan oksigen terjadi proses biokimia yang
berakibat keluarnya air (H2O) dan sebagian unsur karbon akan hilang dalam
bentuk karbon dioksida (CO2), karbon monoksida (CO) dan methan (CH4).
Akibat pelepasan unsur atau senyawa tersebut jumlah relatif unsur karbon akan
bertambah. Kecepatan pembentukan gambut tergantung pada kecepatan
perkembangan tumbuhan dan proses pembusukan. Bila tumbuhan tertutup oleh
air dengan cepat, maka akan terhindar oleh proses pembusukan, tetapi terjadi
proses disintegrasi atau penguraian oleh mikrobiologi. Bila tumbuhan yang telah
mati terlalu lama berada di udara terbuka, maka kecepatan pembentukan gambut
akan berkurang, sehingga hanya bagian keras saja tertinggal yang menyulitkan
penguraian oleh mikrobiologi.
19
BAB III
PENUTUP
3.1 KESIMPULAN
Dari hasil pembahasan dapat disimpulkan bahwa batubara adalah salah satu
bahan bakar fosil, yang dapat terbakar, terbentuk dari endapan organik, yaitu dari
sisa-sisa tumbuhan dan terbentuk melalui proses pembatubaraan. Batubara
terbentuk dari pelapukan tumbuh-tumbuhan yang mengendap selama berjuta-juta
tahun dan mengalami proses pembatubaraan (coalification) dibawah pengaruh
kimia, fisika dan geologi.
Teori pembentukan batubara berdasarkan tempat terbentuknya batubara,
yaitu :
1. Teori In-situ
Teori In – situ menyatakan batubara terbentuk dari tumbuhan atau
pohon yang berasal dari hutan dimana batubara tersebut terbentuk. Batubara
yang terbentuk sesuai dengan teori in-situ lazimnya terjadi di hutan basah dan
berawa, sehingga pohon-pohon di hutan tersebut pada saat mati dan roboh,
langsung tenggelam ke dalam rawa tersebut, dan sisa tumbuhan tersebut tidak
mengalami pembusukan secara sempurna, dan akhirnya menjadi fosil
tumbuhan yang membentuk sedimen organik.
2. Teori Drift
Teori Drift menyatakan batubara terbentuk dari tumbuhan atau pohon
yang berasal dari hutan yang bukan di tempat dimana batubara tersebut
terbentuk. Batubara yang terbentuk sesuai dengan teori drift biasanya terjadi
di delta-delta, mempunyai ciri-ciri lapisan batubara tipis, tidak menerus
(splitting), banyak lapisannya (multiple seam), banyak pengotor (kandungan
20
abu cenderung tinggi). Proses pembentukan batubara terdiri dari dua tahap
yaitu tahap biokimia (penggambutan) dan tahap geokimia (pembatubaraan)
Tahap penggambutan (peatification) adalah tahap dimana sisa-sisa
tumbuhan yang terakumulasi tersimpan dalam kondisi bebas oksigen
(anaerobik) di daerah rawa dengan sistem pengeringan yang buruk dan selalu
tergenang air pada kedalaman 0,5 – 10 meter. Material tumbuhan yang busuk
ini melepaskan unsur H, N, O, dan C dalam bentuk senyawa CO2, H2O, dan
NH3 untuk menjadi humus. Selanjutnya oleh bakteri anaerobik dan fungi
diubah menjadi gambut (Stach, 1982, op cit Susilawati 1992).
Tahap pembatubaraan (coalification) merupakan gabungan proses
biologi, kimia, dan fisika yang terjadi karena pengaruh pembebanan dari
sedimen yang menutupinya, temperatur, tekanan, dan waktu terhadap
komponen organik dari gambut (Stach, 1982, op cit Susilawati 1992). Pada
tahap ini prosentase karbon akan meningkat, sedangkan prosentase hidrogen
dan oksigen akan berkurang (Fischer, 1927, op cit Susilawati 1992). Proses
ini akan menghasilkan batubara dalam berbagai tingkat kematangan material
organiknya mulai dari lignit, sub bituminus, bituminus, semi antrasit, antrasit,
hingga meta antrasit.
3.2 SARAN
Dalam makalah ini masih banyak kekurangan dan dimohon agar pembaca
dapat memperbaiki dan dapat saling melengkapi data-data yang kurang demi
mendapatkan hasil yang bagus. Dalam makalah ini membahas tentang teori
pembentukan batubara, yang menjelaskan teori-teori yang menjelaskan
pembentukan batubara dari awal pembentukannya. Teori-teori yang kami bahas
dalam makalah ini adalah teori In-situ dan teori drift, mungkin pembaca
mengetahui lebih banyak lagi tentang teori-teori pembentukan batubara, oleh
sebab itu kami sangat berharap saran dan masukan dari pembaca.
21
DAFTAR PUSTAKA
22