Anda di halaman 1dari 28

KONSEP KESEHATAN MASYARAKAT FARMASI

1. Definisi Kesehatan Masyarakat


1) Menurut Winslow (1920) bahwa Kesehatan Masyarakat (Public Health) adalah Ilmu dan Seni : mencegah penyakit,
memperpanjang hidup, dan meningkatkan kesehatan, melalui “Usaha-usaha Pengorganisasian masyarakat “ untuk :
a. Perbaikan sanitasi lingkungan
b. Pemberantasan penyakit-penyakit menular
c. Pendidikan untuk kebersihan peroranga
d. Pengorganisasian pelayanan-pelayanan medis dan perawatan untuk diagnosis dini dan pengobatan.
e. Pengembangan rekayasa sosial untuk menjamin setiap orang terpenuhi kebutuhan hidup yang layak dalam
memelihara kesehatannya.
2) Menurut Notoatmodjo (2003)
Pada dasarnya Masalah Kesehatan Masyarakat bersifat multikausal, maka pemecahanya harus secara multidisiplin.
Oleh karena itu, kesehatan masyarakat sebagai seni atau prakteknya mempunyai bentangan yang luas. Semua kegiatan
baik langsung maupun tidak untuk mencegah penyakit (preventif), meningkatkan kesehatan (promotif), terapi (terapi
fisik, mental, dan sosial) atau kuratif, maupun pemulihan (rehabilitatif) kesehatan (fisik, mental, sosial) adalah upaya
kesehatan masyarakat.
2. Ilmu kesehatan masyarakat
1) Secara garis besar, disiplin ilmu yang menopang ilmu kesehatan masyarakat, atau sering disebut sebagai pilar utama
Ilmu Kesehatan Masyarakat ini antara lain sbb :
a. Epidemiologi.
b. Biostatistik/Statistik Kesehatan.
c. Kesehatan Lingkungan.
d. Pendidikan Kesehatan dan Ilmu Perilaku.
e. Administrasi Kesehatan Masyarakat.
f. Gizi Masyarakat.
g. Kesehatan Kerja.
2) Secara garis besar, upaya-upaya yang dapat dikategorikan sebagai seni atau penerapan ilmu kesehatan masyarakat
antara lain sebagai berikut :
a. Pemberantasan penyakit, baik menular maupun tidak menular.
b. Perbaikan sanitasi lingkungan
c. Perbaikan lingkungan pemukiman
d. Pemberantasan Vektor
e. Pendidikan (penyuluhan) kesehatan masyarakat
f. Pelayanan Kesehatan Ibu dan Anak
g. Pembinaan gizi masyarakat
h. Pengawasan Sanitasi Tempat-Tempat Umum
i. Pengawasan Obat dan Minuman
j. Pembinaan Peran Serta Masyarakat
3) Menurut Hendrick L. Blumm, terdapat 4 faktor yang mempengaruhi derajat kesehatan masyarakat, yaitu:
a. Perilaku
b. Lingkungan
c. Keturunan
d. Pelayanan Kesehatan.
3. Slogan Paradigma Sehat (CERDIK)
1. Cek kesehatan secara rutin
2. Enyahkan asap rokok
3. Rajin aktifitas fisik
4. Diet Sembang
5. Istirahat cukup
6. Kelola stress
4. Gerakan Masyarakat Cerdas Menggunakan Obat (GeMa CerMat)
5. Gerkan Masyarakat Hidup Sehat (GERMAS)
GERMAS dilakukan sebagai penguatan upaya promotif dan preventif masyarakat. Tujuan GERMAS, antara lain:
1) Menurunkan beban penyakit menular dan penyakit tidak menular, baik kematian maupun kecacatan;
2) Menghindarkan terjadinya penurunan produktivitas penduduk
3) Menurunkan beban pembiayaan pelayanan kesehatan karena meningkatnya penyakit dan pengeluaran kesehatan.
Prinsip GERMAS, yaitu Kerjasama multisektor; Keseimbangan masyarakat; keluarga dan individu; Pemberdayaan
masyarakat;
4) Penguatan sistem kesehatan; Pendekatan siklus hidup; Jaminan Kesehatan Nasional (JKN); dan berfokus pada
pemerataan layanan
Gerakan ini akan dimulai dengan 3 fokus kegiatan, yaitu :
meningkatkan aktifitas fisik,
konsumsi sayur dan buah,
deteksi dini penyakit tidak menular (PTM)
6. Program Indonesia Sehat merupakan salah satu program dari Agenda ke-5 Nawa Cita
Program Indonesia Sehat dilaksanakan dengan menegakkan tiga pilar utama, yaitu:
1) penerapan paradigma sehat = dilakukan dengan strategi pengarusutamaan kesehatan dalam pembangunan, penguatan
upaya promotif dan preventif, serta pemberdayaan masyarakat.
2) penguatan pelayanan kesehatan = dilakukan dengan strategi peningkatan akses pelayanan kesehatan, optimalisasi
sistem rujukan, dan peningkatan mutu menggunakan pendekatan continuum of care dan intervensi berbasis risiko
kesehatan.
3) pelaksanaan jaminan kesehatan nasional (JKN) = dilakukan dengan strategi peningkatan akses pelayanan kesehatan,
optimalisasi sistem rujukan, dan peningkatan mutu menggunakan pendekatan continuum of care dan intervensi berbasis
risiko kesehatan.
7. Ada 10 pesan kesehatan bagi masyarakat, termasuk aparat pemerintahan dan petugas kesehatan, disampaikan Jokowi dalam
Rapat Kerja Kesehatan Nasional pada 28 Februari 2017 lalu di Jakarta yakni:
1) Kesehatan sangat fundamental
"Dan juga di bidang kesehatan. Ini sangat basic sekali, sangat fundamental sekali untuk kita selesaikan."
2) Gizi, investasi bangsa
"Jangan sampai ada lagi yang namanya gizi buruk. Memalukan kalau masih ada. Entah satu anak, dua anak, tiga anak
harus secepatnya diselesaikan. Saya hanya ingin memberikan pesan bahwa yang namanya gizi itu diperlukan sejak
dalam kandungan. Saya selalu sampaikan, ini investasi jangka panjang."
3) Selesaikan problem AKI dan penyakit menular
"Problem-problem kita, angka kematian ibu, angka kurang gizi, penyakit yang masih kita lihat belakangan ini, demam
berdarah, TBC harus diselesaikan."
4) Utamakan pencegahan
"Terutama Puskesmas, ini perlu saya ingatkan pada semua kepala dinas, arahkan mereka kepada gerakan pencegahan
terhadap munculnya penyakit-penyakit. Artinya apa? Mengajak masyarakat hidup sehat."
5) Gerakan hidup sehat
"Kita kembalikan lagi kepada pola hidup sehat masyarakat kita. Entah pola makan, entah pola olahraga, itu yang
digerakkan kesana. Entah lingkungannya, sanitasi, air bersih."
6) Hentikan merokok
"Saya sampaikan terus pada masyarakat biar mereka mengerti. Jangan sampai ada uang dipakai untuk beli rokok dan
tidak dipakai untuk menambah gizi anaknya."
7) Pendekatan keluarga
"Tenaga kesehatan harus aktif mendatangi masyarakat, Jangan menunggu di Puskesmas menunggu orang sakit, datangi
mereka. Gencarkan, beritahukan mana yang benar mana yang enggak benar dan mana yang harus dilakukan dan mana
yang tidak boleh dilakukan sehingga pendekatan kepada keluarga sangat diperlukan."
8) Sinergitas antar kementerian /lembaga
"Oleh sebab itu, di sini hadir Pak Menteri PU, karena ini sangat berkaitan erat dengan infrastruktur. Enggak mungkin
Kementerian Kesehatan bekerja sendiri tanpa didukung air bersih yang baik, sanitasi yang baik"
9) Manajemen dan anggaran pusat-daerah
"Kalau anggaran itu ada, kemudian kita tidak bisa menyelesaikan persoalan-persoalan di lapangan, pasti ada yang
keliru. Entah kita disorientasi atau kita sudah keluar dari track. Inilah yang harus dibenarkan. Inilah yang harus
dibetulkan"
10) Reformasi birokrasi
"Kalau kita bekerja dan kita menghasilkan sesuatu di 'dalam' itu enggak kosong, karena memang kita bekerja dari dalam
hati. Bukan bekerja rutinitas, bukan asal ada absen. Kalau setiap individu dari kita bisa melakukan ini, dalam kita akan
terasa bahwa kita melakukan sesuatu untuk bangsa ini.
8. Ada 12 indikator keluarga sehat, (Kemenkes RI). Kedua belas indikator keluarga sehat terbagi ke dalam lima kelompok,
yaitu:
a. Indikator dalam gizi, kesehatan ibu dan anak (5 indikator):
1) Keluarga mengerti program keluarga berencana (KB)
2) Ibu hamil memeriksa kehamilannya sesuai standar
3) Balita mendapatkan imunisasi lengkap
4) Pemberian ASI Ekslusif 0-6 bulan
5) Pemantauan pertumbuhan balita
b. Indikator dalam pengendalian penyakit menular dan tidak menular (2 indikator):
6) Penderita hipertensi berobat teratur
7) Penderita TB paru berobat sesuai standar
c. Indikator dalam perilaku sehat (2 indikator):
8) Tidak adanya anggota keluarga yang merokok
9) Sekeluarga sudah menjadi anggota JKN
d. Indikator terkait lingkungan sehat (2 indikator):
10) Mempunyai sarana air bersih
11) Menggunakan jamban keluarga
e. Indikator kesehatan jiwa (1 indikator):
12) Anggota keluarga yang mengalami gangguan jiwa mendapatkan pengobatan dan tidak ditelantarkan
 Disepakati 3 tingkatan Keluarga Sehat yaitu:
> Keluarga sehat > 80% indikator baik
> Keluarga pra-sehat 50%-80% indikator baik
> Keluarga tidak sehat < 50% indikator baik
9. Keluarga Sehat 2016 – 2019
1) Pendekatan Keluarga Sehat
Cara kerja pelayanan kesehatan yang tidak hanya menyelenggarakan pelayanan kesehatan didalam gedung, melainkan
juga keluar gedung dengan mengunjungi keluarga-keluarga diwilayah kerjanya (tidak hanya mengandalkan UKBM
yang ada), melakukan pendekatan pelayanan yang mengintegrasikan UKP dan UKM secara berkesinambungan dengan
target keluarga didasari data dan informasi dari profil kesehatan keluarga.
2) Tujuan Keluarga Sehat
a. Meningkatkan akses keluarga terhadap elayanan kesehatan yang komprehensif
b. Mendukung pencapaian SPM kab/kota dan SPM provinsi
c. Mendukung pelaksanaan JKN
d. Mendukung tercapainya program Indonesia sehat

10. Peran Apoteker Dalam Kesehatan Masyarakat


1) penyuluhan kepada masyarakat tentang penyakit-penyakit hati; gejala awal, sumber penyakit, cara pencegahan dan
pertolongan pertama yang harus dilakukan.
2) Pembuatan buletin, leaflet, poster, dan iklan layanan masyarakat seputar penyakit liver dalam rangka edukasi di atas
3) Berpartisipasi dalam upaya pengendalian infeksi di rumah sakit melalui KPI dg memberikan saran ttg pemilihan
antiseptik dan desinfektan;
4) menyusun prosedur,
5) kebijakan untuk mencegah terkontaminasinya produk obat yang diracik di instalasi farmasi atau apotek;
6) menyusun rekomendasi tentang penggantian, pemilihan alat-alat kesehatan, injeksi, infus, alat kesehatan yang
digunakan untuk tujuan baik invasive maupun non-invasif, serta alat kesehatan balut yang digunakan di ruang
perawatan, ruang tindakan, maupun di unit perawatan intensif (ICU).
7) Memberikan informasi kepada pasien tentang penyakitnya dan perubahan pola hidup yang harus dijalani (misalnya:
diet rendah lemak dan garam, tidak minum minuman beralkohol, istirahat yang cukup).
8) Menjelaskan obat-obat yang harus digunakan, indikasi, cara penggunaan, dosis, dan waktu penggunaannya.
9) Melakukan konseling kepada pasien untuk melihat perkembangan terapinya dan memonitor kemungkinan terjadinya
efek samping obat. Ada tiga pertanyaan utama (Three Prime Questions)
a. Apa yang telah dokter katakan tentang obat anda?
b. Apa yang dokter jelaskan tentang harapan setelah minum obat ini?
c. Bagaimana penjelasan dokter tentang cara minum obat ini?
10) Melakukan Swamedikasi (pengobatan sendiri)
 Setidaknya ada lima komponen informasi yang yang diperlukan untuk swamedikasi yang tepat menggunakan obat
modern, yaitu :
1) pengetahuan tentang kandungan aktif obat (isinya apa?),
2) indikasi (untuk mengobati apa?),
3) dosage (seberapa banyak? seberapa sering?),
4) Bagimana cara pakainya
5) effek samping, dan kontra indikasi (siapa/ kondisi apa yang tidak boleh minum obat itu?)
 Sesuai permenkes No.919/MENKES/PER/X/1993, kriteria obat yang dapat diserahkan tanpa resep:
1) Tidak dikontraindikasikan untuk penggunaan pada wanita hamil, anak di bawah usia 2 tahun dan orang tua di
atas 65 tahun.
2) Pengobatan sendiri dengan obat dimaksud tidak memberikan risiko pada kelanjutan penyakit.
3) Penggunaannya tidak memerlukan cara atau alat khusus yang harus dilakukan oleh tenaga kesehatan
4) Penggunaannya tidak memerlukan cara atau alat khusus yang harus dilakukan oleh tenaga kesehatan
5) Penggunaannya diperlukan untuk penyakit yang prevalensinya tinggi di Indonesia
6) Obat dimaksud memiliki rasio khasiat keamanan yang dapat dipertanggungjawabkan untuk pengobatan sendiri
11. Kesimpulan
1) Farmasis dapat terlibat dalam Program Indonesia Sehat dengan Pendekatan Keluarga (PISPK) terutama dalam
Eliminasi penyakit Menular dan PTM , dan Kesehatan Ibu dan Anak ( eliminasi Stunting, Cegah Anemia , KB dll )
2) Parameter umum tentang hubungan farmasis dengan kesehatan masyarakat adalah penggunaan obat
(rasional) yang terkait kebijakan publik.
3) Masyarakat dapat melakukan pengobatan sendiri yang disebut swamedikasi namun harus mencari informasi obat yang
sesuai dengan penyakitnya sesuai dengan arahan seorang farmasi.
RISET KESEHATAN MASYARAKAT
1. Research Kesehatan Untuk menjalankan Program seorang manajer memerlukan data yang akurat, tepat waktu, sahih dan
handal, kemudian dianalisis dan disintesis sehingga diperoleh informasi, yang dapat membantu dia untuk membuat
keputusan bisnis yang baik
 Perubahan  selalu terjadi
 Masalah  selalu timbul
 Informasi  selalu diperlukan
 Penelitian  selalu dilakukan

2. Pengertian metodologi Penelitian


Metode: Cara yang tepat melakukan sesuatu (Cholid Narbuko,2008) Logos : ilmu/pengetahuan.
3. Apa penelitian itu? “research.” berasal dari kata re, yang berarti kembali, dan to search yang berarti mencari. Dengan
demikian, arti sebenarnya dari research adalah mencari kembali.
 INTINYA : Riset adalah upaya mendapatkan pengetahuan berbasis Masalah dilakukan secara sistematik dan
terorganisir serta mengikuti metode ilmiah
4. Identifikasi Masalah: Terjadinya Gejala Atau Fenomena
Contoh:
- gejala atau fenomena: kasus stunting meningkat
- permasalahan: banyak ibu hamil kek ( kekurangan energi kronis ) lila < 23 cm
- gejala atau fenomena merupakan dampak (consequence)
5. Pendekatan Ilmiah dituntut dilakukan dengan cara & tata urutan tertentu sehingga diperoleh pengetahuan yang benar/logis
Cara ilmiah ini harus dapat diterima oleh akal dengan berpikir ilmiah.
Berpikir ilmiah yaitu bersikap skeptik, analitik dan kritik
1) Berpikir skeptik : selalu menanyakan bukti & fakta yg mendukung pertanyaan
2) Berpikir analitik : selalu menganalisis setiap pertanyaan atau persoalan
3) Berpikir Kritik : selalu mendasarkan pikiran atau pendapat pada logika & mampu menimbang berbagai hal secara
obyektif berdasarkan data, dan analisis akal sehat

6. Kriteria Metode
a. Ilmiah
1) berdasarkan fakta
2) bebas dari prasangka
3) menggunakan prinsip analisis
4) menggunakan hipotesis.
5) menggunakan ukuran obyektif
6) menggunakan teknik kuantifikasi
b. Non Ilmiah
1) Akal sehat (common sense)
2) Prasangka
3) Otoritas ilmiah & kewibawaan
4) Penemuan kebetulan & coba-coba
5) Pendekatan intuitif (dorongan hati)
7. Jenis penelitian kesehatan
1) Metode penelitian survei (Research Method)
Dalam survei, penelitian tidak dilakukan terhadap seluruh obyek yang diteliti atau populasi, tetapi hanya mengambil
sebagian dari populasi tersebut (sampel). Sampel adalah bagian dari populasi yang dianggap mewakili populasinya.
Penelitian survei, digolongkan lagi menjadi 2, yaitu :
a. Survei deskriftif,
peneliti diarahkan untuk mendeskrifsikan atau menguraikan suatu keadaan dalam suatu komonitas atau
masyarakat.
Mis; distribusi penyakit dalam suatu masyarakat dan kaitannya dengan umur, jenis kelamin, dan karakteristik lain.
Oleh sebab itu penelitian deskriftif ini sering disebut penelitian penjelajahan (exploratory study) dalam survey
diskriptif pada umumnya penelitian menjawab pertanyaan bagaimana (how)
b. Survey analitik,
penelitian diarahkan untuk menjelaskan suatu keadaan atau situasi. Suervey analitik ini pada umumnya berusaha
menjawab pertanyaan mengapa (why ?) oleh sebab itu juga disebut penelitian penjelasan (explanatory study)
mis; mengapa penyakit menyebar disuatu masyarakat, mengapa penyakit terjadi pada seseorang ? Mengapa
masyarakat tidak menggunakan fasilitas yang telah tersediah ?Mengapa orang tidak mau membuat jamban
keluarga dan sebagainya ?
Penelitian survei yang bersifat analitik ini dibedakan lagi menjadi 3 macam , yaitu
1) Seksional Silang (Cross Sectional)
Dalam penelitian sektional silang, variabel sebab atau risiko dan akibat atau kasus yang terjadi pada obyek
penelitian diukur atau dikumpulkan secara simultan (dalam waktu yang bersamaan) mis; penelitian tentang
hubungan antara bentuk tubuh dengan hipertensi, hubungan antara kondisi sanitasi lingkungan dengan penyakit
menular dsb. Pengumpulan data untuk jenis penelitian ini, baik untuk variabel sebab (independent variabel)
maupun variabel akibat (dependent variable) dilakukan secara bersama-sama atau sekaligus
2) Studi Restrospektif (Retrospective Study)
Penelitian ini adalah penelitia yang berusaha melihat kebelakang (bacward looking), artinya pengumpulan data
dimulai dari efek atau akibat yang telah terjadi. Dari efek tersebut ditelusuri penyebabnya atau variabel-
variabel yang mempengaruhi akibat tersebut Penelitian retrospektif ini berangkat dari dependen variabel,
kemudian dicari indevendent variabelnya
Mis; penelitian yang akan mencari hubungan antara merokok dengan kanker paru-paru, maka dimulai dari
mengumpulkan kasus penderita kanker paru-paru, kemudian dari kasus tersebut dinyatakan tentang riwayat
merokok pada waktu yang lampau sampai sekarang.  Dari sini akan dapat diketahui berapa persen dari kasus
tersebut yang merokok, dan berapa batang rokok yang diisap tiap hari, serta berapa persen dari kasus tersebut
tidak merokok, dari proporsi besarnya perokok dan bukan perokok terhadap jumlah kasus tersebut, akan dapat
disimpulkan hubungan antara merokok dan kanker paru-paru
3) Studi Prospektif (Prospective Study)
Penelitian ini adalah penelitian yang melihat ke depan (forward looking) artinya penelitian ini dimulai dari
variabel penyebab atau Faktor resiko, kemudian diikuti akibatnya pada waktu yang akan dating. Penelitian ini
berangkat dari variabel independen kemudia diikuti akibat dari independen variabel tersebut terhadap
dependen variabel.
Mis; Penelitian tentang hubungan antara merokok dan kanker paru-paru, tersebut tidak dimulai dari kasus
atau penderita , tetapi dari orang yang merokok dan bukan perokok.. Penelitian dimulai dari mengambil sampel
dari perokok dan bukan perokok, dan diikuti mis sampai 15 tahun mendatang.  Setelah 15 tahun, maka
terhadap orang-orang tersebut diadakan peneriksaan kesehatan khususnya paru-paru. Dari analisis hasil atau
proporsi orang-orang yang merokok dan menderita kanker paru-paru, dan bukan perokok juga menderita
kanker paru-paru, serta orang yang merokok tidak menderita kanker paru-paru, dan orang yang tidak merokok
tidak menderita paru-paru, dapat disimpulkan hubungan antara merokok dan kanker paru-paru
2) Metode Penelitian Experimen
Dalam penelitian eksperimen atau percobaan, peneliti melakukan percobaan atau perlakuan terhadap variabel
independennya, kemudian mengukur akibat atau pengaruh percobaan tersebut pada dependen variable. Yang dimaksud
dengan perlakukan atau percobaan disini adalah suatu usaha modifikasi kondisi secara sengaja dan terkontrol dalam
menentukan peristiwa atau kejadian, serta pengamatan terhadap perubahan yang terjadi akibat dari peristiwa tersebut.
Penelitian eksperimen ini bertujuan untuk menguji hipotesis sebab akibat dengan melakukan intervensi. Oleh sebab itu
sering disebut penelitian intervensi (intervention studies)

8. Jenis Penelitian Kesehatan Lainnya


a. Ditinjau dari segi tujuan , penelitian kesehatan dapat digolonghkan menjadi 3 yaitu :
1) Penelitian penjelasan (eksploratorif), bertujuan untuk menemukan problematik-problematik baru dalam dunia
kesehatan atau kedokteran
2) Penelitian pengembangan bertujuan untuk mengembangkan pengetahuan atau teori baru dibidang kesehatan atau
kedokteran
3) Penelitian verifikatif bertujuan untuk menguji kebenaran suatu teori dalam bidang kesehatan atau kedokteran
b. Dari segi tempat atau sumber data dari mana penelitian itu dilakukan , jenis penelitian kesehatan dibedakan
menjadi 3 yaitu :
1) Penelitian perpustakaan (library research) dilakukan hanya dengan mengumpulkan dan mempelajari data dari
buku-buku literatur, laporan-laporan, dan dokumen-dokumen yang diperpustakaan
2) Penelitian labotratorium dilakukan didalam laboratoriumpada umumnya digunakan dalam [enelitian klinis
3) Penelitian lapangan dilakukan dalam masyarakat, dan masyarakat sendiri sebagai obyek penelitian oleh sebab itu
penelitian ini biasanya digunakan dalam penelitian kesehatan masyarakat (public health)
9. Tujuan penelitian kesehatan
Secara umum tujuan semua jenis penelitian kesehatan itu antara lain adalah :
1) Menemukan atau menguji fakta baru maupun fakta lama sehubungan dengan bidang kesehatan atau kedokteran
2) Mengadakan analisis terhadap hubungan atau interaksi antara fakta-fakta yang ditemukan dalam bidang kesehatan atau
kedokteran
3) Menjelaskan tentang fakta yang ditemukan serta hubungannya dengan teori-teori yang ada
4) Mengembangkan alat, teori atau konsep baru dalam bidang kesehatan /kedokteran yang memberi kemungkinan bagi
peningkatan kesehatan masyarakat khususnya, dan peningkatan kesejahteraan umat manusia pada uumnya
10. Manfaat Penelitian Kesehatan
Secara singkat manfaat penelitian kesehatan dapat diidentifikasi sebagai berikut :
1) Hasil penelitian dapat digunakan untuk menggambarkan tentang keadaan atau status kesehatan individu, kelompok ,
maupun masyarakat
2) Hasil penelitian kesehatan dapat digunakan untuk menggambarkan kemampuan sumber daya, dan kengkinan sumber
daya tersebut guna mendukung pengembangan pelayanan kesehatan yang direncanakan
3) Hasil penelitian kesehatan dapat dijadikan sarana diagnosis dalam mencari sebab masalah kesehatan, atau kegagalan-
kegagalan yang terjadi di dalam sistem pelayanan kesehatan. Dengan demikian akan memudahkan pencarian alternatif
pemecahan masalah –masalah kesehatan tersebut
4) Hasil penelitian kesehatan dapat dijadikan sarana untuk menyususn kebujaksanaan dalam menyusun strategi
pengembangan sistem pelayanan kesehatan
5) Hasil penelitian kesehatan dapat melukiskan kemampuan dalam pembiayaan , peralatan, dan ketenagakerjaan baik
secara kuantitas maupun secara kualitas guna mendukung sistem kesehatan
11. 10 Penyebab Kematian Utama  Sample Registration System (Srs) Indonesia, 2014
Penyebab kematian saat ini memang didominasi oleh penyakit tidak menular (PTM).  Namun, tidak terlepas dari aspek
Kesehatan Lingkungan

12. Program Kesehatan Berdasarkan Siklus Hidup  gambar 1000 hari pertama kehidupan
13. Faktor Risiko Perilaku Penyebab Terjadinya PTM yang Harus Diperbaiki
1) 26,1%  Penduduk kurang aktivitas fisik**
2) 36,3%  Penduduk usia >15 tahun yang merokok **
 Perempuan usia > 10 tahun (1,9%)
3) 93,5%  Penduduk >10 th kurang konsumsi buah dan sayur **
4) 4,6%  Penduduk >10 th minum minuman beralkohol (4,6%)*
LABORATORIUM KESEHATAN MASYARAKAT

1. Definisi Menurut Kep.Menkes No.943/Menkes/SK/VIII/2002 yang dimaksud dengan Laboratorium Kesehatan adalah
sarana kesehatan yang melaksanakan pengukuran, penetapan dan pengujian terhadap bahan yang berasal dari manusia atau
bahan bukan berasal manusia untuk penentuan jenis penyakit, kondisi kesehatan atau faktor yang dapat berpengaruh pada
kesehatan perorangan dan masyarakat
2. Fungsi pelayanan laboratorium sangat dibutuhkan dalam pelaksanaan berbagai program dan upaya kesehatan, dan
dimanfaatkan untuk keperluan penegakan diagnosis, pemberian pengobatan dan evaluasi hasil pengobatan serta
pengambilan keputusan lainnya
HARUS TEPAT…TELITI… DAN BENAR…..
3. Alur terapi pasien  Dokter, Anamnesa, Penentuan diagnose  Lab Menegakkan diagnosa kondisi pasien  Obat
4. Jenis Laboratorium
1) Klinik
Untuk menunjang doagnosa penyakit perorangan seperti :
hematologi, kimia klinik, parasitologi klinik, imunologi klinik, patologi anatomi atau bidang lain yang berkaitan dengan
kepentingan kesehatan perorangan terutama untuk menunjang upaya diagnosis penyakit, penyembuhan penyakit dan
pemulihan kesehatan. Contoh : RS , Klinik, Puskesmas
2) Kesehatan Masyarakat
bidang mikrobiologi, fisika, kimia atau lingkungan terutama untuk menunjang upaya pencegahan penyakit dan
peningkatan kesehatan
5. IPAL dan SPAL
1) IPAL ( Instalasi Pengelolaan Air Limbah )  Menjamin kemanan Limbah Faskes
2) SPAL ( Saluran Pembuangan Air Limbah )  Saluran Pembuangan Air Limbah (SPAL) adalah bangunan yang
digunakan untuk mengumpulkan air buangan sisa pemakaian dari kran / hidran umum, sarana cuci tangan, kamar
mandi, dapur, dan lain-lain, sehingga air limbah tersebut dapat tersimpan atau meresap ke dalam tanah dan tidak
menyebabkan penyebaran penyakit serta tidak mengotori lingkungan sekitarnya. SPAL tidak menyalurkan air kotor
dari peturasan/jamban)
6. Keamanan Pangan
1) Pengertian dan tujuan
Kebijakan penanganan keamanan pangan diarahkan untuk menjamin tersedianya pangan segar yang aman untuk
dikonsumsi agar masyarakat terhindar dari bahaya, baik karena cemaran kimia maupun mikroba yang dapat
mengganggu, merugikan, dan membahayakan kesehatan manusia serta tidak bertentangan dengan agama, keyakinan,
dan budaya masyarakat sehingga aman untuk dikonsumsi dan mendukung terjaminnya pertumbuhan/perkembangan
kesehatan dan kecerdasan manusia.
2) Karakter Bahan Pangan
a. karakteristik fisik/tampak, meliputi penampilan yaitu warna, ukuran, bentuk dan cacat fisik; kinestika yaitu tekstur,
kekentalan dan konsistensi; flavor yaitu sensasi dari kombinasi bau dan cicip
b. karakteristik tersembunyi, yaitu nilai gizi dan keamanan mikrobiologis.( terhindar dari micro organisme patogen :
Salmonella, Botolinum, Norovirus )
3) Keamanan Makanan
a. Berada dalam derajat kematangan yang dikehendaki
b. Bebas dari pencemaran di setiap tahap produksi dan penanganan selanjutnya.
c. Bebas dari perubahan fisik, kimia yang tidak dikehendaki, sebagai akibat dari pengaruh enzym, aktifitas mikroba,
hewan pengerat, serangga, parasit dan kerusakan-kerusakan karena tekanan, pemasakan dan pengeringan.
d. Bebas dari mikroorganisme dan parasit yang menimbulkan penyakit yang dihantarkan oleh makanan (food borne
illness).
4) Syarat kemanan pangan
a. Higiene dan Sanitasi
Kebersihan dari bahan , cara penyimpanan proses pengolahan ,Cara penyimpanan dan cara penyajian :
Makanan Disajikan panas : suhu > 60OC
Makanan Disajikan dingin : suhu < 4OC
Makanan Disajikan panas jika disimpan di bawah 4OC dipanaskan lagi sampai suhu 60 OC
b. Penambahan Bahan Tambahan : Hindari Borax , Rodhamin B, Metanil Yellow, Formalin
5) Keracunan Makanan
a. Penyebab
Makanan yang mengandung bahan berbahaya seperti bahan kimia beracun, bahan tambahan makanan kadaluarsa,
parasit, jamur, bakteri dan virus bisa menyebabkan keracunan.
 Bakteri, contohnya Campylobacter, salmonella, Escherichia coli (E. coli), Listeria, dan Shigella.
 Virus, contohnya norovirus dan rotavirus.
 Parasit, contohnya cryptosporidium, Entamoeba histolytica, dan giardia.
b. Gejala
 Sakit perut atau gejala diare
 Gangguan pencernaan sedang hingga parah seperti mual dan muntah
 Sakit perut yang tidak termasuk diare atau gangguan pencernaan
 Kram perut yang menyebabkan rasa sakit yang parah
 Kekurangan cairan atau dehidrasi
 Penyebab sakit kepala seperti kepala berputar dan rasa sakit dibagian kepala depan dan belakang
 Detak jantung yang sangat cepat
c. Penanganan
 Ditangani Di Fasilitas Kesehatan
 Kordinasi Dinas Kesehatan Setempat
 Sampel dikirim Ke BPOM, Pemeriksaan Sampel Laboratorium
 Penyelidikan Epidemiologi ( Attack Rate , Relatif risk , Lokasi , Waktu)
7. SISTEM INFORMASI KESEHATAN
1) Definisi
Sistem Informasi Kesehatan adalah Sekumpulan komponen yang bekerja sama menghasilkan informasi (fakta/data)
untuk mencapai tujuan yaitu meningkatkan manajemen pelayanan kesehatan
2) Tujuan :
a. Meningkatkan manajemen pelayanan kesehatan
b. Mengetahui tingkat status kesehatan masyarakat
c. Sebagai dasar evidence based bagi sistem kesehatan
d. Sebagai dasar dalam proses pengambilan keputusan dalam manajemen kesehatan
3) Manfaatan SIKNAS Online
a. Komunikasi Data Terintegrasi (sudah dimulai tahun 2007), yaitu arus tukar-menukar data antar unit kesehatan
(khususnya antara Daerah dan Pusat), yang mencakup semua data esensial yang diperlukan untuk manajemen
kesehatan (data kegiatan puskesmas, kegiatan rumah sakit, kegiatan sarana kesehatan lain, termasuk data
keuangannya, tenaga kesehatannya, obatnya, perbekalan farmasinya, dan sumber daya lainnya), data
perkembangan pelaksanaan Standar Pelayanan Minimal, dan data perkembangan pelaksanaan Desa Siaga.
b. Informasi Eksekutif (sudah dimulai tahun 2007), yaitu sarana tukar-menukar informasi antar pimpinan kesehatan
(Pusat dan Daerah) dalam upaya memecahkan masalah-masalah yang dijumpai dalam pelaksanaan pembangunan
kesehatan, secara cepat dan tepat.
c. Telekomunikasi & Teleconference (sudah dimulai tahun 2007), yaitu pemanfaatan jaringan komputer online
untuk komunikasi suara (Voice over Internet Protocol-VoIP) dan rapat jarak jauh antar pejabat Pusat, dan
antara Pejabat-pejabat Pusat dengan Pejabat-pejabat Daerah, dalam pelaksanaan pembangunan kesehatan.
4) Kedudukan Puskesmas, Dinkes dalam SIK
a. Kedudukan Puskesmas dalam sistem kesehatan Kabupaten
1) Kedudukan dalam bidang administrasi :
Puskesmas merupakan perangkat Pemerintah Daerah Kabupaten/ Kota dan bertanggung jawab langsung baik
teknis maupun administratif kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota
2) Kedudukan dalam jenjang sistem rujukan pelayanan kesehatan:
Pada urutan tingkat pelayanan kesehatan dalam sistem rujukan, Puskesmas berkedudukan pada tingkat fasilitas
pelayanan kesehatan pertama.
3) Kedudukan dalam sistem kesehatan secara nasional
Puskesmas berkedudukan sebagai ujung tombak pelayanan kesehatan nasional.
4) Kedudukan dalam sistem pembangunan nasional
Puskesmas berkedudukan sebagai salah satu unsur pembangunan dalam bidang kesehatan yang terdepan dan
yang pada dasarnya saling tergantung satu dengan lainnya dengan unsur pembangunan sektor terkait di tingkat
kecamatan.
b. SP2TP (Sistem Pencatatan dan Pelaporan Terpadu Puskesmas)
Sistem Pencatatan dan Pelaporan Terpadu Puskesmas (SP2TP) yang berlaku hingga saat ini adalah merujuk pada
Keputuasn Dirjen Binkesmas No. 590/BM/DJ/INFO/V/96 (Departemen Kesehatan RI, 1998). Ada 2 jenis
pencatatan kegiatan Puskesmas, yaitu :
1) Pencatatan di dalam gedung Puskesmas
Pencatatan di dalam gedung Puskesmas membutuhkan Kartu Tanda Pengenal Keluarga (KTPK), Kartu Status
Perorangan dan beberapa Buku Register.
2) Pencatatan di luar gedung Puskesmas
Pencatatan di luar gedung Puskesmas menggunakan beberapa Buku Register.
Laporan Lainya :
1) Laporan harian untuk melaporkan kejadian luar biasa penyakit tertentu.
2) Laporan mingguan untuk melaporkan kegiatan penyakit yang sedang ditanggulangi
3) Laporan bulanan untuk melaporkan kegiatan rutin progam.
 Formulir LB 1 untuk data kesakitan
 Formulir LB 2 untuk Laporan Pemakaian dan Lembar Permintaan Obat (LPLPO)
 Formulir LB 3 untuk data Gizi, KIA, Imunisasi dan Pengamatan Penyakit Menular
 Formulir LB 4 untuk data kegiatan Puskesmas
4) Tahunan
 Formulir LT-1 untuk data dasar Puskesmas
 Formulir LT-2 untuk data kepegawaian Puskesmas termasuk Bidan di desa
 Formulir LT-3 untuk data peralatan Puskesmas termasuk Puskesmas Pembantu dan Puskesmas
Keliling

c. SPRS (Sistem Pelaporan Rumah Sakit)


1 RL1 Data Kegiatan Pelayanan Rumah Sakit
2 RL2a Data Keadaan Morbiditas Pasien Rawat Inap
3 RL2b Data Keadaan Morbiditas Pasien Rawat Jalan
4 RL2a1 Data Keadaan Morbiditas Rawat Inap Surveilans Terpadu RS
5 RL2b1 Data Keadaan Morbiditas Rawat Jalan Surveilans Terpadu RS
6 RL2c Data Status Imunisasi
7 RL2.1, RL2.2, RL2.3 Data Individual Morbiditas Pasien Rawat Inap Umum
Data Individual Morbiditas Pasien Rawat Inap Obstetri
Data Individual Morbiditas Pasien Rawat Inap Perinatal
8 RL3 Data Dasar Rumah Sakit
9 RL4 Data Keadaan Ketenagaan Rumah Sakit
10 RL4a Data Individual Ketenagaan RL4a
11 RL5 Data peralatan Medik Rumah Sakit
12 RL6 Data Infeksi Nosokomial Rumah Sakit
BPJS  Aplikasi P Care Untuk memantau kunjungan pasien baik kunjungan sakit maupun kunjungan sehat
https://pcare.bpjs-kesehatan.go.id  ICD 10
PERUNDANG UNDANGAN DI BIDANG KESEHATAN
1. Dasar Hukum
1) UU no 36 tahun 2009 ttg kesehatan
2) UU no 36 tahun 2014 ttg tenaga kesehatan
3) PP 51 tahun 2009 ttg Pekerjaan Kefarmasian
4) PMK 889 tahun 2011 ttg registrasi , ijin praktek,dan ijin kerja tenaga kefarmasian
5) PMK no 161 tahun 2010 ttg registrasi tenaga kesehatan
6) PMK n0 31 ttg registrasi tenaga kefarmasian ( juknis dan juklak masih disusun )
7) Pmk no 72, 73 dan 74 tahun 2016 ttg Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek, rs, PUskesmas
2. Penjabaran Undang2 diatas
1) UU no 36 tahun 2009 ttg kesehatan
Setiap orang mempunyai hak yang sama dalam memperoleh akses atas sumber daya di bidang kesehatan. Juga
memperoleh pelayanan kesehatan yang aman, bermutu, dan terjangkau. Setiap orang berhak secara mandiri dan
bertanggungjawab menentukan sendiri pelayanan kesehatan yang diperlukan dan mendapatkan lingkungan yang sehat
bagi pencapaian derajat kesehatan yang diperlukan bagi dirinya.
a. Keutamaan Pasien
- Fasilitas pelayanan kesehatan terdiri atas pelayanan kesehatan perseorangan dan pelayanan kesehatan
masyarakat.fasilitas pelayanan kesehatan meliputi pelayanan kesehatan tingkat pertama, pelayanan kesehatan
tingkat kedua, dan pelayanan kesehatan tingkat ketiga.
- Fasilitas pelayanan kesedilaksanakan oleh pemerintah, pemerintah daerah, dan swasta. Ketentuan perizinan
fasilitas pelayanan kesehatan ditetapkan oleh pemerintah dan pemerintah daerah.
- Dalam keadaan darurat, fasilitas pelayanan kesehatan baik pemerintah maupun swasta wajib memberikan
pelayanan kesehatan bagi penyelamatan nyawa pasien dan pencegahan kecacatan terlebih dahulu. Dalam
keadaan darurat, fasilitas pelayanan kesehatan baik pemerintah maupun swasta dilarang menolak pasien
dan/atau meminta uang muka.
b. Ketersediaan Obat
- Pemerintah menjamin ketersediaan, pemerataan, dan keterjangkauan perbekalan kesehatan, terutama obat
esensial. Dalam menjamin ketersediaan obat dalam keadaan darurat, pemerintah dapat melakukan kebijakan
khusus untuk pengadaan dan pemanfaatan obat dan bahan yang berkhasiat obat.
- Pengelolaan perbekalan kesehatan dilakukan agar kebutuhan masyarakat akan perbekalan kesehatan terpenuhi.
Pengelolaan perbekalan kesehatan yang berupa obat esensial dan alat kesehatan dasar tertentu dilaksanakan
dengan memperhatikan kemanfaatan, harga dan faktor yang berkaitan dengan pemerataan
- Pemerintah menyusun daftar dan jenis obat yang secara esensial harus tersedia bagi kepentingan masyarakat.
Daftar dan jenis tersebut ditinjau dan disempurnakan paling lama setiap dua tahun sesuai dengan
perkembangan kebutuhan dan teknologi.
- Perbekalan kesehatan berupa obat generik yang termasuk dalam daftar obat esensial nasional harus dijamin
ketersediaan dan keterjangkauannya, sehingga penetapan harganya dikendalikan oleh pemerintah.
c. Anggaran Kesehatan
- Pembiayaan Kesehatan, Besar anggaran pemerintah dialokasikan minimal lima persen dari anggaran
pendapatan belanja negara diluar gaji.
- Besar anggaran kesehatan pemerintah daerah propinsi, kabupaten/kota dialokasikan minimal sepuluh persen
dari anggaran pendapatan dan belanja daerah diluar gaji
- Besaran anggaran kesehatan diprioritaskan untuk kepentingan pelayanan publik yang besarnya sekurang-
kurangnya dua per tiga dari anggaran kesehatan dalam APBN

2) UU no 36 tahun 2014 ttg tenaga kesehatan


1. Tenaga Kesehatan adalah setiap orang yang mengabdikan diri dalam bidang kesehatan serta memiliki pengetahuan
dan/atau keterampilan melalui pendidikan di bidang kesehatan yang untuk jenis tertentu memerlukan kewenangan
untuk melakukan upaya kesehatan.
2. Asisten Tenaga Kesehatan adalah setiap orang yang mengabdikan diri dalam bidang kesehatan serta memiliki
pengetahuan dan/atau keterampilan melalui pendidikan bidang kesehatan di bawah jenjang Diploma Tiga.
Pasal 8 Tenaga di bidang kesehatan terdiri atas:
(1) Tenaga Kesehatan; dan
(2) Asisten Tenaga Kesehatan.

Pasal 9
(1) Tenaga Kesehatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 huruf a harus memiliki kualifikasi minimum Diploma
Tiga, kecuali tenaga medis.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai kualifikasi minimum Tenaga Kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
diatur dengan Peraturan Menteri.
Pasal 10
(1) Asisten Tenaga Kesehatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 huruf b harus memiliki kualifikasi minimum
pendidikan menengah di bidang kesehatan
3. Jenis tenaga kesehatan
Tenaga Kesehatan dikelompokkan ke dalam:
a. tenaga medis; ( dr umum, dr spesialis, drg, drg spesialis )
b. tenaga psikologi klinis; ( psikologi klinis )
c. tenaga keperawatan; ( perawat )
d. tenaga kebidanan; ( Bidan )
e. tenaga kefarmasian; ( Apoteker dan TTK )
f.. Tenaga kesehatan masyarakat;
g. tenaga kesehatan lingkungan;
h. tenaga gizi;
i. tenaga keterapian fisik;
j. tenaga keteknisian medis;
k. tenaga teknik biomedika;
l. tenaga kesehatan tradisional; dan
m. tenaga kesehatan lain
4. Jenis Tenaga Kesehatan yang termasuk dalam kelompok tenaga kesehatan masyarakat
sebagaimana dimaksud pada ayat atas yaitu :
a. Epidemiolog kesehatan,
b. Tenaga promosi kesehatan dan ilmu perilaku, pembimbing kesehatan kerja
c. Tenaga administrasi dan kebijakan kesehatan, tenaga biostatistik dan kependudukan,
d. Tenaga kesehatan reproduksi dan keluarga.
5. Jenis Tenaga Kesehatan yang termasuk dalam kelompok tenaga kesehatan lingkungan sebagaimana
terdiri atas
a. tenaga sanitasi lingkungan,
b. entomolog kesehatan,
c. mikrobiolog kesehatan.
6. Jenis Tenaga Kesehatan yang termasuk dalam kelompok tenaga gizi sebagaimana dimaksud pada ayat terdiri atas
nutrisionis dan dietisien.
7. Jenis Tenaga Kesehatan yang termasuk dalam kelompok tenaga keterapian fisik sebagaimana dimaksud terdiri atas
fisioterapis, okupasi terapis, terapis wicara, dan akupunktur
8. Jenis Tenaga Kesehatan yang termasuk dalam kelompok tenaga keteknisian medis sebagaimana terdiri atas
perekam medis dan informasi kesehatan, teknik kardiovaskuler,teknisi pelayanan darah, refraksionis
optisien/optometris, teknisi gigi, penata anestesi, terapis gigi danmulut, dan audiologis.
9. Jenis Tenaga Kesehatan yang termasuk dalam kelompok tenaga teknik biomedika sebagaimana terdiri atas
radiografer, elektromedis, ahli teknologi laboratorium medik,fisikawan medik, radioterapis, dan ortotik prostetik.
10. Jenis Tenaga Kesehatan yang termasuk dalam kelompok Tenaga Kesehatan tradisional sebagaimana terdiri atas
tenaga kesehatan tradisional ramuan dan tenaga kesehatan tradisional keterampilan.
11. Daftar Jenis Profesi Kesehatan

Tenaga Medis DOKTER IDI Ikatan Dokter Indonesia(IDI)


Tenaga Medis DOKTER GIGI PDGI Persatuan Dokter Gigi Indonesia(PDGI)
Tenaga Kefarmasian APOTEKER IAI Ikatan Apoteker Indonesia(IAI)
Tenaga Keperawatan PERAWAT PPNI Persatuan Perawat Nasional
Indonesia(PPNI)
Tenaga Keperawatan BIDAN IBI Ikatan Bidan Indonesia(IBI)
Terapist gigi PERAWAT GIGI PPGI Persatuan Perawat Gigi
Indonesia(PPGI)
Tenaga Kefarmasian ASISTEN APOTEKER PAFI Persatuan Ahli Farmasi
Indonesia(PAFI)
Tenaga Kesehatan EPIDEMIOLOG PAEI Perhimpunan Ahli Epidemiolog
Masyarakat KESEHATAN Indonesia(PAEI)
Tenaga Kesehatan ENTOMOLOG PEKI Perhimpunan Entomolog Kesehatan
Masyarakat KESEHATAN Indonesia(PEKI)
Tenaga Kes SANITARIAN HAKl Himpunan Ahli Kesehatan Lingkungan
Masyarakat Indonesia(HAKLI)
Tenaga Gizi NUTRISIONIS DAN PERSAGI Persatuan Ahli Gizi
DIETISIEN Indonesia(PERSAGI)
Tenaga Keterampilan FISIOTERAPIS IFI Ikatan Fisioterapi Indonesia(IFI)
Fisik
Tenaga Keterampilan OKUPASI TERAPIS IOTI Ikatan Okupasi Terapi Indonesia(IOTI)
Fisik
Tenaga Keterampilan TERAPIS WICARA IKATWI Ikatan Terapi Wicara Indonesia
Fisik (IKATWI)
Tenaga Kesehatan ENTOMOLOG PEKI Perhimpunan Entomolog Kesehatan
Masyarakat KESEHATAN Indonesia (PEKI)
Tenaga Kesehatan SANITARIAN HAKLI Himpunan Ahli Kesehatan Lingkungan
Masyarakat Indonesia(HAKLI)
NUTRISIONIS DAN Persatuan Ahli Gizi Indonesia
Tenaga Gizi PERSAGI
DIETISIEN (PERSAGI)
Tenaga Keterampilan
FISIOTERAPIS IFI Ikatan Fisioterapi Indonesia(IFI)
Fisik
Tenaga Keterampilan
OKUPASI TERAPIS IOTI Ikatan Okupasi Terapi Indonesia (IOTI)
Fisik
Tenaga Keterampilan Ikatan Terapi Wicara Indonesia
TERAPIS WICARA IKATWI
Fisik (IKATWI)
Tenaga Keteknisian Persatuan Ahli Radigrafer Indonesia
RADIOGRAFI PARI
Medis (PARI)
Tenaga Keteknisian Persatuan Teknik Gigi Indonesia
TEKNISI GIGI PTGI
Medis (PTGI)
Tenaga Keteknisian TEKNISI Ikatatan Teknik Elektromedik
IKATEMI
Medis ELEKTROMEDIS Indonesia(IKATEMI)
Persatuan Ahli Teknik Laboratorium
Tenaga Kefarmasian ANALIS FARMASI PATELKI
Kesehatan Ind(PATELKI)
Tenaga Keteknisian REFRAKSIONIS Ikatan Refraksionis Optisien
IROPIN
Medis OPTISIEN Indonesia(IROPIN)
Tenaga Keteknisian Perhim Profesi Perekam Medis &
PEREKAM MEDIS PORMIKI
Medis Informasi Kes Ind(PORMIKI)
PERAWAT Ikatan Perawat Anestesi Indonesia
Tenaga Keperawatan IPAI
ANASTESI (IPAI)
Tenaga Kesehatan PENYULUH Perkumpuln Promosi & Pendidikan Kes
PPKMI
Masyarakat KESEHATAN Masy Ind (PPKMI)
AKUPUNKTUR Himpunan Akupunktur Terapi
HAKTI
THERAPI Indonesia (HAKTI)
Tenaga Keteknisian ORTOTIK Ikatan Ortotik Prostetik Indonesia
IOPI
Medis PROSTETIK (IOPI)
Ikatan Ahli Fisika Medik Indonesia
AHLI FISIKA MEDIK IKAFMI
(IKAFMI)
Tenaga Keteknisian PARAMEDIK Ikatan Paramedik Teknologi Transfusi
IPPTDI
Medis TRANSFUSI DARAH Darah Ind (IPPTDI)
Tenaga Kesehatan Ikatan Sarjana Kesehatan Masyarakat
Kesehatan Masysrakat IAKMI
Masyarakat Indonesia

.
3) PP 51 tahun 2009 ttg Pekerjaan KefarmasianPMK 889 tahun 2011 ttg registrasi , ijin praktek,dan ijin kerja tenaga
kefarmasian
Pekerjaan Kefarmasian adalah pembuatan termasuk pengendalian mutu Sediaan Farmasi, pengamanan, pengadaan,
penyimpanan dan pendistribusi atau penyaluranan obat pengelolaan obat, pelayanan obat atas resep dokter, pelayanan
informasi obat, serta pengembangan obat, bahan obat dan obat tradisional
Pasal 7
(1) Pekerjaan Kefarmasian dalam Produksi Sediaan Farmasi harus memiliki Apoteker penanggung jawab.
(2) Apoteker penanggung jawab sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dibantu oleh Apoteker pendamping
dan/atau Tenaga Teknis Kefarmasian.
a. Pekerjaan kefarmasian
1) Industri = Harus memiliki 3 org Apoteker pada bidang pemastian mutu, produksi, dan pengawasan mutu
setiap produksi Sediaan Farmasi.
2) Distribusi = Setiap Fasilitas Distribusi atau Penyaluran Sediaan Farmasi berupa obat harus memiliki seorang
Apoteker sebagai penanggung jawab
3) Bagian Pelayanan = ( Apotek, RS, Klinik,Puskesmas,toko obat atau praktek bersama) Dalam menjalankan
Pekerjaan kefarmasian pada Fasilitas Pelayanan Kefarmasian, Apoteker dapat dibantu oleh Apoteker
pendamping dan/ atau Tenaga Teknis Kefarmasian.
 Dalam hal di daerah terpencil tidak terdapat Apoteker, Menteri dapat menempatkan Tenaga Teknis
Kefarmasian yang telah memiliki STRTTK pada sarana pelayanan kesehatan dasar yang diberi
wewenang untuk meracik dan menyerahkan obat kepada pasien. Dalam hal di daerah terpencil yang tidak
ada apotek, dokter atau dokter gigi yang telah memiliki Surat Tanda Registrasi mempunyai wewenang
meracik dan menyerahkan obat kepada pasien yang dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan
perundangundangan.
Pasal 24
Dalam melakukan Pekerjaan Kefarmasian pada Fasilitas Pelayanan Kefarmasian, Apoteker dapat:
1) mengangkat seorang Apoteker pendamping yang memiliki SIPA;
2) mengganti obat merek dagang dengan obat generic yang sama komponen aktifnya atau obat merek dagang lain atas
persetujuan dokter dan/atau pasien; dan
3) menyerahkan obat keras, narkotika dan psikotropika kepada masyarakat atas resep dari dokter sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal 25
1) Apoteker dapat mendirikan Apotek dengan modal sendiri dan/atau modal dari pemilik modal baik perorangan
maupun perusahaan.
2) Dalam hal Apoteker yang mendirikan Apotek bekerja sama dengan pemilik modal maka pekerjaan kefarmasian
harus tetap dilakukan sepenuhnya oleh Apoteker yang bersangkutan
Fasilitas Pelayanan Kefarmasian di toko Obat dilaksanakan oleh Tenaga Teknis TTKefarmasian yang memiliki
STRK sesuai dengan tugas dan fungsinya.
Pasal 30 (Kerahasian medis)
1) Setiap Tenaga Kefarmasian dalam menjalankan Pekerjaan Kefarmasian wajib menyimpan Rahasia Kedokteran
dan Rahasia Kefarmasian.
2) Rahasia Kedokteran dan Rahasia Kefarmasian hanya dapat dibuka untuk kepentingan pasien, memenuhi
permintaan hakim dalam rangka penegakan hukum, permintaan pasien sendiri dan/atau berdasarkan ketentuan
peraturan perundang-undangan.

4) PMK No 161 Tahun 2010 Ttg Registrasi Tenaga Kesehatan  PMK 889 tahun 2011 ttg registrasi dan ijin praktek
a. Apoteker adalah Sarjana Farmasi yang telah lulus sebagai Apoteker dan telah mengucapkan sumpah jabatan
Apoteker.
b. Tenaga Teknis Kefarmasian adalah tenaga yang membantu Apoteker menjalankan pekerjaan Farmasi, Ahli Madya
Farmasi, Analis Farmasi dan Tenaga kefarmasian, yang terdiri atas Sarjana Menengah Farmasi/Asisten Apoteker;
Setiap tenaga kefarmasian yang menjalankan pekerjaan kefarmasian wajib memiliki surat tanda registrasi.
 STRA bagi Apoteker ( KFN )
 STRTTK bagi Tenaga Tehnis Kefarmasian ( dinkes Prov )
c. Apoteker WNA pakai STRA khusus berlaku 1 tahun . ( proyek kesehatan, baksos ) tidak perlu SIPA dan SIKA
d. STRA dan STRTTK berlaku selama 5 tahun dan dapat diregistrasi ulang .Untuk memperoleh STRA, Apoteker
harus memenuhi persyaratan:
a. memiliki ijazah Apoteker;
b. memiliki sertifikat kompetensi profesi;
c. memiliki surat pernyataan telah mengucapkan sumpah/janji Apoteker;
d. memiliki surat keterangan sehat fisik dan mental dari dokter yang memiliki surat izin praktik; dan
e. membuat pernyataan akan mematuhi dan melaksanakan ketentuan etika profesi.
Pasal 9
(1) Sertifikat kompetensi profesi ayat (1) huruf b dikeluarkan oleh organisasi profesi setelah lulus uji kompetensi.
(2) Sertifikat kompetensi profesi berlaku selama 5 (lima) tahun dan dapat dilakukan uji kompetensi kembali setelah
habis masa berlakunya.
Pasal 12 (Tata Cara Memperoleh Surat Tanda Registrasi)
1) Untuk memperoleh STRA, Apoteker mengajukan permohonan kepada KFN dengan menggunakan contoh
sebagaimana tercantum dalam Formulir 1 terlampir.
2) Surat permohonan STRA harus melampirkan:
a. fotokopi ijazah Apoteker;
b. fotokopi surat sumpah/janji Apoteker;
c. fotokopi sertifikat kompetensi profesi yang masih berlaku;
d. surat keterangan sehat fisik dan mental dari dokter yang memiliki surat izin praktik;
e. surat pernyataan akan mematuhi dan melaksanakan ketentuan etika profesi; dan
f. pas foto terbaru berwarna ukuran 4 x 6 cm sebanyak 2 (dua) lembar dan ukuran 2 x 3 cm sebanyak 2 dua)
lembar.
3) Permohonan STRA dapat diajukan dengan menggunakan teknologi informatika atau secara online melalui website
KFN.
4) KFN harus menerbitkan STRA paling lama 10 (sepuluh) hari kerja sejak surat permohonan diterima dan
dinyatakan lengkap menggunakan contoh sebagaimana tercantum dalam Formulir 2 terlampir.
Pasal 13
(1) Bagi Apoteker yang baru lulus pendidikan dapat memperoleh STRAsecara langsung.
(2) Permohonan STRA sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diajukan oleh perguruan tinggi secara kolektif setelah
memperoleh sertifikat kompetensi profesi 2 (dua) minggu sebelum pelantikan dan pengucapan sumpah Apoteker baru
 Izin Praktek Dan Ijin Kerja
Surat izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa:
a. SIPA bagi Apoteker penanggung jawab di fasilitas pelayanan kefarmasian;
b. SIPA bagi Apoteker pendamping di fasilitas pelayanan kefarmasian;
c. SIKA bagi Apoteker yang melakukan pekerjaan kefarmasian di fasilitas produksi atau fasilitas
distribusi/penyaluran; atau
d. SIKTTK bagi Tenaga Teknis Kefarmasian yang melakukan pekerjaan kefarmasian pada fasilitas kefarmasian.
 SIPA, SIKA, atau SIKTTK sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 dikeluarkan oleh Kepala Dinas Kesehatan
Kabupaten/Kota tempat pekerjaan kefarmasian dilakukan
1) SIPA bagi Apoteker penanggung jawab di fasilitas pelayanan kefarmasian atau SIKA hanya diberikan untuk 1
(satu) tempat fasilitas kefarmasian.
2) Apoteker penanggung jawab di fasilitas pelayanan kefarmasian berupa puskesmas dapat menjadi Apoteker
pendamping di luar jam kerja.
3) SIPA bagi Apoteker pendamping dapat diberikan untuk paling banyak 3 (tiga) tempat fasilitas pelayanan
kefarmasian.
4) SIKTTK dapat diberikan untuk paling banyak 3 (tiga) tempat fasilitas kefarmasian.
 SIPA, SIKA, atau SIKTTK masih tetap berlaku sepanjang:
a. STRA atau STRTTK masih berlaku; dan
b. tempat praktik/bekerja masih sesuai dengan yang tercantum dalam SIPA, SIKA, atau SIKTTK.
 Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dapat mencabut SIPA, SIKA atau SIKTTK karena:
a. atas permintaan yang bersangkutan;
b. STRA atau STRTTK tidak berlaku lagi;
c. yang bersangkutan tidak bekerja pada tempat yang tercantum dalam surat izin;
d. yang bersangkutan tidak lagi memenuhi persyaratan fisik dan mental untuk menjalankan pekerjaan
kefarmasian berdasarkan pembinaan dan pengawasan dan ditetapkan dengan surat keterangan dokter;
e. melakukan pelanggaran disiplin tenaga kefarmasian berdasarkan rekomendasi KFN; atau
f. melakukan pelanggaran hukum di bidang kefarmasian yang dibuktikan dengan putusan pengadilan.

Pasal 25 (Komite Farmasi Indosnesia)


1) Untuk meningkatkan dan menjamin mutu tenaga kefarmasian dalam melakukan pekerjaan kefarmasian,
Menteri membentuk KFN.
2) KFN sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan unit non struktural yang bertanggung jawab kepada
Menteri melalui Direktur Jenderal.
 KFN mempunyai tugas:
a. sertifikasi dan registrasi;
b. pendidikan dan pelatihan berkelanjutan; dan
c. pembinaan dan pengawasan
5) PMK N0 31 Ttg Registrasi Tenaga Kefarmasian ( juknis dan juklak masih disusun )
Sebagai perubahan permenkes 889 tahun 2011  Apoteker bisa 3 SIPA 1 SIPA Menyatu dengan SIA Dalam SIPA nya
mencantumkan tempat praktek Apoteker

6) Pmk No 72, 73 Dan 74 Tahun 2016 Ttg Standar Pelayanan Kefarmasian Di Apotek, Rs, Puskesmas
a. PMK 72 : standar pelayanan Kefarmasian di RS  PMK 48 di RS th 2014
b. PMK 73 : Standar pelayanan kefarmasian di Apotek  PMK 35 di Apotek th2014
c. PMK 74 : standar Pelayanan kefarmasian di Puskesmas  PMK 30 di Puskesmas th 2014
Perubahan PMK 30, 35, 48 tahun 2014  Dimana fungsi pengawasan bisa dilakukan juga oleh BPOM , tidak hanya
oleh dinas kesehatan kab / kota setempat
Pelayanan Kefarmasian adalah suatu pelayanan langsung dan bertanggung jawab kepada pasien yang berkaitan dengan
sediaan farmasi dengan maksud mencapai hasil yang pasti untuk meningkatkan mutu kehidupan pasien
 Sediaan farmasi adalah obat, bahan obat, obat tradisional dan kosmetika
 Perbekalan kesehatan adalah semua bahan selain obat dan peralatan yang diperlukan untuk menyelenggarakan
kesehatan
 Obat adalah bahan atau paduan bahan, termasuk produk biologi yang digunakan untuk mempengaruhi atau
menyelidiki sistem fisiologi atau keadaan patologi dalam rangka penetapan diagnosis, pencegahan,
penyembuhan, pemulihan, peningkatan kesehatan dan kontrasepsi untuk manusia.
 Alat Kesehatan adalah instrumen, aparatus, mesin dan/atau implan yang tidak mengandung obat yang
digunakan untuk mencegah, mendiagnosis, menyembuhkan dan meringankan penyakit, merawat orang sakit,
memulihkan kesehatan pada manusia, dan/atau membentuk struktur dan memperbaiki fungsi tubuh.
 Bahan Medis Habis Pakai adalah alat kesehatan yang ditujukan untuk penggunaan sekali pakai (single use)
yang daftar produknya diatur dalam peraturan perundang-undangan.
Pembagian Pekerjaan kefarmasian
1) Pengelolaan sedian farmasi = pemilihan; perencanaan kebutuhan; pengadaan; penerimaan; penyimpanan;
pendistribusian; pemusnahan dan penarikan; pengendalian; dan administrasi.

2) Pelayanan Farmasi Klinik = pengkajian dan pelayanan Resep; penelusuran riwayat penggunaan Obat;
rekonsiliasi Obat; Pelayanan Informasi Obat (PIO); konseling; visite; Pemantauan Terapi Obat (PTO);
Monitoring Efek Samping Obat (MESO); Evaluasi Penggunaan Obat (EPO); dispensing sediaan steril; dan
Pemantauan Kadar Obat dalam Darah (PKOD);
PENYALAH GUNAAN OBAT
1. Dalam hal penggunaan obat sehari-hari, terdapat istilah
1) penyalahgunaan obat(drug abuse) = Istilah penyalahgunaan obat merujuk pada keadaan di mana obat digunakan secara
berlebihan tanpa tujuan medis atau indikasi tertentu
2) penggunasalahan obat (drug misuse) = istilah pengguna-salahan obat adalah merujuk pada penggunaan obat secara
tidak tepat, yang biasanya disebabkan karena pengguna memang tidak tahu bagaimana penggunaan obat yang benar.
2. Definisi menurut UU 35
Pecandu Narkotika adalah orang yang menggunakan atau menyalahgunakan Narkotika dan dalam keadaan ketergantungan
pada Narkotika, baik secara fisik maupun psikis.
Penyalah Guna adalah orang yang menggunakan Narkotika tanpa hak atau melawan hukum. Mis : Kurir , Pengedar
1) Narkotika = Zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman, baik sintetis maupun semi sintetis, yang
dapat menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai menghilangkan rasa
nyeri, dan dapat menimbulkan ketergantungan, yang dibedakan ke dalam golongan-golongan sebagaimana terlampir
dalam Undang-Undang tentang Narkotika
2) Psikotropika = Zat atau obat, baik alamiah maupun sintetis bukan narkotika, yang berkhasiat psikoaktif melalui
pengaruh selektif pada susunan saraf pusat yang menyebabkan perubahan khas pada aktivitas mental dan perilaku
3) Prekursor Farmasi = Zat atau bahan pemula atau bahan kimia yang dapat digunakan sebagai bahan baku/penolong
untuk keperluan proses produksi industri farmasi atau produk antara, produk ruahan dan produk jadi yang mengandung
efedrin, pseudoefedrin, norefedrin/ fenilpropanolamin, ergotamin, ergometrin, atau potasium permanganat
4) Obat-obat Tertentu (OOT) = Obat-obat yang bekerja di sistem susunan syaraf pusat selain dari Narkotika dan
Psikotropika dan dapat menyebabkan ketergantungan dan perubahan khas pada aktivitas mental dan perilaku, termasuk
namun tdk terbatas pd obat yang mengandung tramadol, triheksifenidil, amitriptilin, klorpromazin, haloperidol
5) Peredaran:
Penyaluran dan Penyerahan
6) Penyaluran:
Setiap kegiatan distribusi Narkotika, Psikotropika, Prekursor dan Obat-obat Tertentu dalam rangka pelayanan
kesehatan atau kepentingan ilmu pengetahuan. Penyaluran Narkotika, Psikotropika, Prekursor dan Obat-obat Tertentu
dalam rangka peredaran hanya dapat dilakukan oleh pabrik obat, pedagang besar farmasi, dan sarana penyimpanan
sediaan farmasi Pemerintah
7) Penyerahan:
 Setiap kegiatan memberikan Narkotika, Psikotropika, Prekursor dan Obat-obat Tertentu baik antar penyerah
maupun kepada pasien dalam rangka pelayanan kesehatan
 Penyerahan Narkotika, Psikotropika, Prekursor (K) dan Obat-obat Tertentu dalam rangka peredaran hanya dapat
dilakukan oleh apotek, rumah sakit, puskesmas, balai pengobatan, dan dokter
 Penyerahan Narkotika, Psikotropika, Prekursor (K) dan Obat-obat Tertentu oleh apotek hanya dapat dilakukan
kepada apotek lainnya, rumah sakit, puskesmas, klinik, dokter, bidan praktik mandiri dan kepada pengguna/pasien
8) Resep:
Permintaan tertulis dari Dokter atau Dokter Gigi baik manual maupun elektronik kepada Apoteker utk menyediakan
dan menyerahkan obat bagi pasien
3. Penggolongan Narkotika (UU No. 35 Th. 2009 ttg Narkotika)
NARKOTIKA
Gol I (147 obat) Gol 2 (91 obat) Gol 3 (15 obat)
1. tanaman papaver, 1. petidin 1. kodein
2. opium 2. morfin 2. etilmorfina
3. heroin/putaw 3. fentanil 3. buprenorfin
4. kokain/ crack 4. metadon 4. dll
5. ganja/marihuana/ 5. dll
6. cannabis
7. sedian opium
8. mdma
9. amfetamin
10. metamfetamin
11. butiril fentanil
12. karfentanil
13. karisoprodol
 UU No. 35 Th. 2009 ttg Narkotika
 PMK No. 13 Th. 2014 (Tidak Berlaku lagi)
 PMK No. 2 Th. 2017 (Tidak Berlaku lagi)
 PMK No.41 Th.2017 (Tidak Berlaku lagi)
 PMK No.58 Th. 2017 (Tidak Berlaku lagi)
 PMK No. 7 Th. 2018
Perpindahan seluruh Gol I & sebagian besar Gol II Psikotropika
4. Penggolongan Psikotropika (UU No. 5 Th. 1997 ttg Psikotropika)
Psikotropika adalah zat atau obat, baik alamiah maupun sintetis bukan narkotika, yang berkhasiat psikoaktif melalui
pengaruh selektif pada susunan saraf pusat yang menyebabkan perubahan khas pada aktivitas mental dan perilaku.
1) Gologan I  Hanya dapat digunakan untuk tujuan ilmu pengetahuan dan tidak digunakan dalam terapi, serta
mempunyai potensi kuat mengakibatkan sindroma ketergantungan.
Contoh : Ekstasi
2) Gologan II  Berkhasiat pengobatan dan dapat digunakan dalam terapi dan/atau untuk tujuan ilmu pengetahuan serta
mempunyai potensi kuat mengakibatkan sindroma ketergantungan.
Contoh : Amphetamine
3) Gologan III  Berkhasiat pengobatan dan banyak digunakan dalam terapi dan/atau untuk tujuan ilmu pengetahuan
serta mempunyai potensi sedang mengakibatkan sindroma ketergantungan.
Contoh : Phenobarbital
4) Gologan IV  Berkhasiat pengobatan dan sangat luas digunakan dalam terapi dan/atau untuk tujuan ilmu pengetahuan
serta mempunyai potensi ringan mengakibatkan sindroma ketergantungan
Contoh: Diazepam, Nitrazepam (BK, DUM)

PSIKOTROPIKA
Gol I (0 obat) Gol 2 (3 obat) Gol 3 (8 obat) Gol 3 (62 obat)
1. Metil fenidat 1. Amobarbital 1. Nimetazepam
2. Amf. Rasemat 2. Lunitrazepam 2. Alprazolam
3. Sekobarbital 3. Dll 3. Diazepam
4. Bromazepam
5. Lorazepam
6. Triazolam
7. Dietil propion
8. Klordiazepoksida
9. Nitrazepam
10. ……
62. Zolpidem
Semua dipindahkan Sebagian Buprenorfin dipindahkan PMK No.3 Th. 2017
jadi narkotika gol. I dipindahkan jadi sebagai narkotika gol. III (PMK No. 9/2015 Tdk Berlaku)
narkotika gol. I
5. Penggolongan Prekursor (UU No. 35 Th. 2009 ttg Narkotika)
Yg diawasi BPOM adalah Prekursor Farmasi (Tabel I) khususnya no. 2, 3, 4, 8,11 dan 13
PREKURSOR
Tabel I Tabel 2
1. N-Acetylanthranilic Acid. 1. Acetone.
2. Ephedrine. 2. Anthranilic Acid.
3. Ergometrine. 3. Ethyl Ether.
4. Ergotamine. 4. Hydrochloric Acid.
5. Isosafrole. 5. Methyl Ethyl Ketone.
6. Lysergic Acid. 6. Phenylacetic Acid.
7. 3,4-Methylenedioxyphe- nyl-2-propanone. 7. Piperidine.
8. Norephedrine. 8. Sulphuric Acid.
9. 1-Phenyl-2-Propanone. 9. Toluene.
10. Piperonal.
11. Pseudoephedrine.
12. Safrole.
13. Potassium Permanganat.
14. Acetic Anhydride.
4. Zat Adiktif Lainnya  Adalah bahan/zat yang berpengaruh psikoaktif di luar narkotika dan psikotropika
Meliputi:
1) Minuman Beralkohol
- Mengandung etanol etil alkohol
- Berpengaruh menekan susunan saraf pusat
- Dalam kebudayaan tertentu menjadi bagian kehidupan sehari-hari
- Memperkuat efek obat/zat narkotika atau psikotropika bila digunakan bersamaan
3 Golongan Minuman Beralkohol:
 Golongan A : Kadar etanol 1 – 5 % (Bir)
 Golongan B : Kadar etanol 5 – 20 % (anggur)
 Golongan C : Kadar etanol 20 – 45 % (Wiski, Vodka, Mansion House, JW)

2) Inhalasi (gas yang dihirup) dan solven (zat pelarut)


- Berupa zat yang mudah menguap berupa senyawa organik
- Terdapat pada berbagai barang keperluan rumah tangga, kantor, dan pelumas mesin.
- Contoh : Lem, Tiner, Penghapus cat kuku, bensin
3) Tembakau
- Digunakan secara luas di masyarakat
- Rokok dan alkohol merupakan pintu masuk NAPZA di kalangan REMAJA.
- Pencegahannya harus dilakukan
Kota Pontianak  PERDA NO 10 TAHUN 2010  Larangan Merokok Di Tempat2 Umumdenda 10 Juta Rupiah
Atau Kurungan Selama 6 Bulan
5. 3 Golongan NAPZA berdasarkan Efeknya:
1) Golongan Depresan (Downer)
Berfungsi mengurangi aktifitas fungsional tubuh. Pemakai menjadi tenang, tidur, bahkan pingsan.
Contoh : Morfin, Heroin, Codein, Sedative, Hipnotik (Obat tidur), Tranquilizer (Anti cemas)
2) Golongan Stimulan (Upper)
Merangsang fungsi tubuh dan meningkatkan kegairahan kerja. Pemakai menjadi aktif, segar dan bersemangat
Contoh : Amphetamine (Shabu-shabu), Kokain
3) Golongan Halusinogen:
Menimbulkan efek halusinasi. Mengubah perasaan, pikiran, seringkali menciptakan daya pandang berbeda.
Contoh : Kanabis (ganja)
6. Penyalahgunaan Dan Ketergantungan
a. Pengertian
1) Penyalahgunaan adalah = Penggunaan salah satu atau beberapa jenis NAPZA secara berkala atau teratur di luar
indikasi medis, sehingga menimbulkan gangguan kesehatan fisik, psikis, dan gangguan fungsi sosial
2) Ketergantungan adalah = Keadaan dimana telah terjadi ketergantungan fisik dan psikis, sehingga tubuh
memerlukan jumlah NAPZA yang makin bertambah (toleransi), apabila pemakaiannya dikurangi atau
diberhentikan akan timbul gejala putus obat (withdrawal symtomp)
b. Penyalahgunaan NAPZA
1) OPIADA
 Reaksi sangat cepat.
 Timbul perasaan ingin menyendiri.
 Jika kecanduan, hilang rasa percaya diri dan keinginan bersosialisasi.
 Pemakai akan membentuk dunianya sendiri. Lingkungan = musuh!
Heroin Murni = bubuk putih  Bila tidak murni  putih keabuan; Dari getah opium poppy, diolah menjadi putaw
= > 10 kali morfin
Jenis opiada :
a) Opiada Alamiah (Opiat) : Morfin, Opium, Codein
b) Opiada Semisintetik : Heroin, putaw, hidromorfin
c) Opiada Sintetik : Metadon  400 kali morfin, digunakan dokter untuk pereda nyeri pada tindakan pasca
operasi, kanker.
2) KOKAINA
 Kristal putih, sedikit pahit, mudah larut di air.
 Nama lain: koka, coke, happy dust, chalie, srepet, snow
 Digunakan dengan cara mengisap serbuk melalui hidung atau dibakar bersama dengan tembakau
 Efek : perasaan segar, kehilangan nafsu makan, menambah rasa PD, menghilangkan rasa sakit dan lelah
3) KANABIS
 Nama lain: ganja, cimeng, gele, hasish, mariyuana, grass, bhang, Be A
 Digunakan seperti mengisap rokok.
 Efek cepat, pemakai merasa santai, euphoria, berfantasi, komunikasi aktif, selera makan tinggi, sensitif,
mulut dan tenggorokan kering
4) AMPHETAMINE
 Nama Lain: seed, meth, crystal, whiz
 Bentuk : bubuk putik atau keabuan (dihirup), tablet (diminum)
 Jenis :
a. MDMA (methylene dioxy metamphetamine) -> inex, ekstasi (tablet/kapsul)
b. Metamphetamine ice -> dibakar dengan aluminium foil atau botol kaca khusus (bong), asapnya
diisap -> sabu, ss, ice
5) LSD (Lysergic Acid)
 Golongan halusinogen
 Nama lain : acid, trips, tabs, kertas
 Bentuk : kotak, kapsul, tablet
 Diletakkan di atas lidah, seperti makan permen.
 Reaksi setelah 30-60 menit, menghilang setelah 8-12 jam
 Efek : halusinasi tempat, warna, dan waktu. Timbul obsesi indah atau menyeramkan. Pemakaian jangka
panjang menyebabkan paranoid.
6) SEDATIF-HIPNOTIK (BENZODIAZEPIN)
 Golongan zat sedative (obat penenang) dan hipnotika (obat tidur)
 Nama lain: BK, Dum, Lexo, MG, Rohyp
 Pemakaian: Diminum, disuntikkan, dimasukkan lewat anus.
 Bidang Medis : mengobati kecemasan, kejang, stress, obat tidur
7) SOLVEN/INHALASI
 Uap gas yg dihirup. Contoh: aerosol, lem, isi korek api gas, tiner, cairan dry cleaning, uap bensin
 Sering digunakan oleh anak-anak, golongan kurang mampu
 Efek : pusing, kepala berputar, halusinasi ringan, mual, muntah, gangguan fungsi paru, jantung dan hati
8) ALKOHOL
 Zat psikoaktif yg sering digunakan sehari-hari
 Diperoleh dari proses fermentasi (alkohol <15%)
 Kadar alkohol lebih tinggi lewat penyulingan
 Efek : euphoria, pusing, mual, hingga penurunan kesadaran

c. Penyebab Penyalahgunaan NAPZA


1) Faktor Individual:
Ciri-ciri yang beresiko besar a.l. :
Cenderung memberontak, gangguan jiwa lain (depresi, cemas), kurang PD, Mudah kecewa, agresif, destruktif,
murung, pemalu, pendiam, bosan, jenuh, mencoba yang sedang mode, dll. Kebanyakan dimulai pada saat remaja,
dimana sedang terjadi perubahan biologis, psikologis, dan sosial secara pesat

2) Faktor Lingkungan
 Lingkungan Keluarga (komunikasi ortu-anak kurang baik, ortu bercerai, ortu otoriter, dll)
 Lingkungan Sekolah (sekolah kurang disiplin, dekat tempat hiburan, dll)
 Lingkungan Teman Sebaya (berteman dengan pengguna, tekanan/ancaman dari teman)
 Lingkungan Masyarakat/Sosial ( lemahnya penegak hukum, situasi sosial-politik-ekonomi yang kurang
mendukung)
d. Gejala Klinis Penyalahgunaan Napza
1) Perubahan fisik
Saat menggunakan : Jalan sempoyongan, bicara pelo (cadel), apatis (acuh tak acuh), mengantuk, agresif, dll
2) Perubahan sikap dan perilaku
Prestasi menurun, tidak mengerjakan tugas, membolos, malas, pola tidur berubah, sering mengurung diri, dll

e. Penyalah Gunaan efek samping OBAT


1) Misoprostol = suatu analog prostaglandin sering digunakan untuk menggugurkan kandungan karena bersifat
kontraksi rahim
2) Ketotifen = Antihistamin asma sebagai penambah nafsu makan
3) Somadryl = sebagai muscle relaxan untuk melemaskan ketegangan Otot di gunakan obat kuat buat PSK

f. Dampak penyalahgunaan
1) Kesehatan = tertular HIV, hepatitis, overdosis, kematian, Penyakit Menular Seksual , Komplikasi pada Jantung
dan Hati
2) Sosial = sering bertengkar, berbuat kriminal
3) Ekonomi = uang habis buat NAPZA
4) Pendidikan = dikeluarkan dari sekolah, pekerjaan
g. Sangsi Penyalahgunaan Obat
 Narkotika
1) Tanpa hak menanam atau memelihara tanaman penghasil narkotika (pasal 78 ayat (1a) UU no. 22/1997 ttg
narkotika), diancam hukuman 10 tahun + denda max Rp. 500 juta
2) Tanpa hak memproduksi narkotika (pasal 80 (1) a, b, c, UU no. 22/1997 ttg Narkotika), diancam hukuman 7
tahun s.d pidana mati/seumur hidup + denda Rp. 200 juta s.d. Rp. 1 Milyar
3) Tanpa hak membawa atau mengirimkan narkotika (pasal 81 (1) a, b, c, UU no. 22/1997 ttg Narkotika),
diancam hukuman 7 tahun s.d 15 tahun + denda Rp. 250 juta s.d. Rp. 750 juta
4) Tanpa hak mengedarkan narkotika (pasal 84 a, b, c, UU no. 22/1997 ttg Narkotika), diancam hukuman 5
tahun s.d 15 tahun + denda Rp. 250 juta s.d Rp. 750 juta
5) Tanpa hak menggunakan narkotika (pasal 85 a, b, c, UU no 22/1997 ttg Narkotika), diancam hukuman 1
tahun s.d 4 tahun.
 Psikotropikaa
1) Masyarakat tidak melapor adanya penyalahgunaan psikotropika (pasal 65 UU no. 5/1997 ttg Psikotropika),
diancam hukuman 1 tahun + denda max Rp. 20 juta
2) Tanpa hak memproduksi psikotropika (pasal 59 (1) b UU no 5/1997 ttg Psikotropika), diancam hukuman 15
tahun + denda Rp. 200 juta
3) Tanpa hak mengedarkan psikotropika golongan I (pasal 59 (1) c UU no. 5/1997 ttg Psikotropika), diancam
hukuman min 4 tahun, max 15 tahun + denda min Rp. 150 juta, max Rp. 750 juta
4) Tanpa hak mengedarkan psikotropika golongan II s.d IV (pasal 60 (1) UU no. 5/1997 ttg Psikotropika),
diancam hukuman 15 tahun + denda max Rp. 200 juta
h. Pengatasan  Rehabilitasi  Para Pecandu Napza akan mendapatkan rehabilitasi dari pemerintah  Hukuman pidana
Min kurungan 3 tahun sampai Hukuman Mati serta Denda sampai Milyaran Rupiah
7. DASAR HUKUM
1) Ordonansi Obat Keras (Staatsblaad Th. 1949 No. 419)
2) UU No.5 tahun 1997 tentang Psikotropika
3) UU No.35 tahun 2009 tentang Narkotika
4) UU No.36 tahun 2009 tentang Kesehatan
5) PP No. 72 tahun 1998 tentang Pengamanan Sediaan Farmasi dan Alat Kesehatan
6) PP No. 51 tahun 2009 tentang Pekerjaan Kefarmasian
7) PP No. 44 tahun 2010 tentang Prekursor
8) PP No. 40 tahun 2013 tentang Pelaksanaan UU No. 35 Tahun 2009 tentang Narkotika
9) PMK No. 1148 tahun 2011 tentang PBF, sebagaimana tlh diubah beberapa kali, terakhir Permenkes No. 30 tahun 2017
10) PMK No. 9 tahun 2014 tentang Klinik
11) UU No. 44 Tahun 2009 Tentang Rumah Sakit
12) PMK No. 75 tahun 2014 tentang Pusat Kesehatan Masyarakat
13) PMK No. 3 tahun 2015 tentang Peredaran, Penyimpanan, Pemusnahan dan Pelaporan Narkotika, Psikotropika dan
Prekursor Farmasi
14) PMK No. 3 tahun 2017 tentang Perubahan Penggolongan Psikotropika
15) PMK No. 72 tahun 2016 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit
16) PMK No. 73 tahun 2016 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek
17) PMK No. 74 tahun 2016 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Puskesmas
18) PMK No. 7 tahun 2018 tentang Perubahan Penggolongan Narkotika
19) PMK No. 9 tahun 2017 tentang Apotek
20) Perka BPOM No. HK.03.1.34.11.12.7542 tahun 2012 tentang Pedoman Teknis Cara Distribusi Obat yang Baik
21) Perka BPOM No. 40 tahun 2013 tentang Pedoman Pengelolaan Prekursor Farmasi dan Obat Mengandung Prekursor
Farmasi
22) Perka BPOM No. 7 tahun 2016 tentang Pedoman Pengelolaan Obat-obat Tertentu
OBAT DAN BISNIS
1) Pengertian Bisnis yaitu semua kegiatan yang dilakukan suatu organisasi dalam rangka mendapatkan keuntungan dengan
menawarkan barang atau jasa  Bisnis Farmasi adalah Semua kegiatan dalam rangka mendapatkan keuntungan dengan
menawarkan barang atau jasa pada seluruh aspek yang menyangkut obat-obatan.
a) Non Layanan
1) Industri farmasi
industri farmasi saat ini antara 214-224 perusahaan. Terdiri dari 4 BUMN (Biofarma, Indofarma, Kimia Farma,
Phapros), 24 multinasional, dan 186-196 swasta nasional Indonesia. Data tersebut juga menyebutkan, mayoritas
industri farmasi dalam negeri saat ini adalah industri formulasi atau industri pembuatan obat jadi. Pertumbuhan
pasarnya, dalam beberapa tahun terakhir mencapai 10-14 persen per tahun. Bahan Baku Impor lebih besar daripada
ekspor. GPFI memprediksikan pangsa pasar lokal farmasi mencapai Rp 450 triliun pada tahun 2025. Sementara
target ekspor Rp 250 triliun. Indonesia masih mengimpor bahan baku. Produk Indonesia menguasai 75 % pasar
Lokal. Obat merupakan suatu komoditi yang menggiurkan dari sisi bisnis
2) Distributor
Pada tanggal 6 Desember 2007, Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP) dibentuk
berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 106 Tahun 2007. LKPP berkedudukan sebagai Lembaga Pemerintah Non-
Kementerian (LPNK) yang berada di bawah dan bertanggung jawab langsung kepada Presiden. Dalam menjalankan
tugas dan fungsinya, LKPP dikoordinasikan oleh Menteri Negara PPN/Kepala Bappenas.
 Alur Pengadaan = LKPP  Industri farmasi  Distributor PBF  RS, DinKes Kota  pasien
3) Penyedia Bahan Baku
Sesuai Kaidah CPOB gunakan bahan bahan sesuai standar. Impor Bahan Baku dan sesuai standar CPOB dan BA
BE Obat terjamin tetap sesuai standar
b) Layanan
1) Apotek
2) Apotek Rakyat
3) Toko Obat
2) Era JKN
a. Apotek bekerja sama dengan BPJS untuk pasien PRB khusus kasus PTM
b. Rujuk Balik dari RS ke faskes primer
c. Apotek sebagai jejaring dari dokter keluarga
d. Apoteker belum dapat kapitasi parsial
e. Online khusus Obat OTC
f. Back to Nature
3) Kebijakan Obat Tradisional Nasional (KOTRANAS) 2007 Kepmenkes No. 381/MENKES/SK/III/2007
a. Pengertian Obat tradisional (OT): bahan ramuan, bahan yang berupa bahan tumbuhan, bahan hewan, bahan mineral,
sediaan sarian (galenik), atau campuran dari bahan tersebut yang secara turun temurun telah digunakan untuk pengobatan
dan dapat diterapkan sesuai dengan norma yang berlaku di masyarakat.
 UJG: Usaha Jamu Gendong (dinamis/mobile)
 UJR: Usaha Jamu Racikan (statis/depot)
b. Tujuan:
1) Mendorong pemanfaatan sumber daya alam dan ramuan tradisional secara berkelanjutan
2) Menjamin pengelolaan potensi alam Indonesia agar memiliki daya saing
3) Tersedianya obat tradisional
4) Menjadikan obat tradisional sebagai komoditi unggul
c. Penggolongan Obat Tradisional
Keputusan KBPOM No. HK.00.05.4.2411 tahun 2004 Ketentuan Pokok Pengelompokan dan Penandaan Obat Bahan
Alam Indonesia
1) Jamu (> 8.000 produk)
 obat tradisional yang digunakan secara turun temurun
 Keamanan dan khasiat dibuktikan secara empiris
2) Obat herbal terstandar (64 produk)
 Keamanan dan khasiat dibuktikan secara ilmiah melalui uji pra klinik
 Bahan baku & produk jadi terstandar
 Sertifikat CPOTB
 Uji pra-klinik (toksisitas dan farmakodinamika)
 Mutu produk
3) Fitofarmaka (18 produk)
 Keamanan dan khasiat dibuktikan secara ilmiah melalui uji klinik
 Bahan baku & produk jadi terstandar
 Sertifikat CPOTB
 Uji pra-klinik (toksisitas dan farmakodinamika)
 Uji klinik
 Mutu produk
d. Kiat Memilih Obat Tradisional, Label harus memuat:
1) Nama produk
2) Logo
3) Nomor izin edar
4) Tanggal kadaluarsa
5) Komposisi bahan
6) Aturan pakai
7) Jumlah/isi tiap wadah
8) Peringatan/kontra indikasi (bila ada)
9) Khasiat
10) Nomor kode produksi
11) Nama perusahaan, alamat (minimal nama kota dan Indonesia)
e. Potensi Obat Bahan Alam
Pendekatan potensi berdasarkan studi saintifik: Farmakologi dan Fitokimia
- Genetic Resources
Keanekaragaman hayati > 30.000 spesies tanaman, menempatkan Indonesia ke 5 Besar Negara Megabiodiversitas
[LIPI, 2015]
- Traditional Knowledge
Ristoja menghimpun informasi RAMUAN 25.821, TUMBUHAN OBAT 2.670 SPESIES tersebar pada 303 etnis
di 24 propinsi [Laporan Ristoja B2P2TOOT, 2015]
- Herbal Medicines Product
Jumlah NIE obat tradisional tahun 2012 - 2016 sebanyak 11509 [Database Badan POM]
4. Sistem Pengawasan Obat Dan Makanan
Sesuai konsep 3 pilar pengawasan (pelaku usaha, BPUM, masyarakat), dalam menjalankan tugasnya - Badan POM perlu
didukung oleh peran serta dan komitmen kuat dari para stakeholder (Industri dan Masyarakat)

5. Intervensi oleh Pemerintah termasuk BPOM, pelaku usaha, akademisi dan masyarakat?
 BPOM yang mampu mengawal keamanan, mutu dan khasiat/manfaat OM beredar. Produsen/pelaku usaha yang
bertanggung jawab. Konsumen yang berdaya untuk melindungi diri  Keamanan, mutu, khasiat / manfaat Obat
Tradisional meningkat  Kesehatan masyarakat meningkat dan Daya saing nasional meningkat  Masyarakat
Sejahtera dan Ketahanan Nasional semakin kokoh
6. Kebijakan Terkait Registrasi Obat Tradisional
1) Revisi regulasi di bidang Obat Tradisional
2) Peningkatan kualitas sistem registrasi Obat Tradisional dan Suplemen Kesehatan misalnya pembayaran melalui
SIMPONI (e-payment), redesign sistem aplikasi asrot sehingga lebih mudah digunakan, penerapan Tanda Tangan
Elektronik dan 2D Barcode pada label
3) Peningkatan kemampuan teknis dan pemahaman regulasi oleh pelaku usaha di bidang Obat Tradisional dan Suplemen
Kesehatan melalui Coaching Clinic, Forum Komunikasi Daerah, Bimbingan Teknis ke Daerah, Pelayanan Prima ke
daerah.
4) Penunjukan Person In Charge (PIC) Balai Besar/Balai POM untuk bimbingan teknis/layanan informasi terkait
Registrasi Obat Tradisional, Suplemen Kesehatan dan Kosmetik
7. Peluang Pengembangan Obat Herbal
1) Kesadaran masyarakat untuk menjaga kesehatan dan meningkatnya self medication serta gaya hidup “Back to Nature”
2) Masuknya Jamu menjadi salah satu warisan budaya Indonesia yang diakui UNESCO
3) Terbukanya pasar ekspor (MEA)
4) Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dibidang herbal yang mendorong inovasi
5) Dukungan pemerintah, institusi pendidikan, asosiasi dan masyarakat
6) Tren naiknya omset di pasar domestic
8. Beberapa Regulasi Pendukung Obat Bahan Alam
1) Bahan baku yang aman, berkhasiat, dan bermutu sesuai ketentuan Farmakope Herbal Indonesia, Materia Medika
Indonesia, farmakope negara lain atau referensi ilmiah yang diakui
2) Dibuat dengan menerapkan Cara Pembuatan Obat Tradisional yang Baik
3) Bukti ilmiah dapat berasal dari uji praklinik dan/atau uji klinik. Pelaksanaan uji klinik mengacu kepada Cara Uji
Klinik yang Baik
4) Bukti empiris dapat berasal dari buku/literature empiris seperti Serat Centhini, Cabe Puyang, dll.
5) Uji pra klinik dapat menggunakan pedoman Uji Toksisitas Non Klinik secara In Vivo
9. TANTANGAN KE DEPAN
1) Dampak dari dinamika global (Harmonisasi ASEAN di bidang OT ataupun pasar bebas)
- Penyesuaian persyaratan teknis ataupun regulasi (bila diperlukan)
- Bagaimana produk lokal bersaing di pasar dalam dan luar negeri
- Mengantisipasi agar yang terjadi adalah perdagangan yang fair
2) Era globalisasi yang menjadikan “borderless”  potensi untuk produk ilegal
3) Keinginan efek instan oleh konsumen  potensi BKO dalam jamu
4) Ketersediaan bahan baku : Proses standardisasi sulit dan isu terkait kualitas karena:
- Variasi geografis dan perbedaan tempat tumbuh
- Kontaminasi pestisida, senyawa logam, aflatoksin
- Analisa Farmakoekonomi  obat herbal lebih mahal dari obat kimia
5) Integrasi obat tradisional ke dalam sistem pelayanan kesehatan  keyakinan tenaga kesehatan dalam hal khasiat,
keamanan dan mutu obat tradisional, kecuali telah memiliki penelitian lengkap.
6) Pemakaian obat tradisional termasuk Fitofarmaka terjebak pada persepsi masyarakat atas jamu yang tidak memenuhi
syarat : seperti mengandung Bahan kimia Obat  mengelola media termasuk sosmed agar berimbang untuk
meningkatkan keberterimaan produk
7) Rencana fitofarmaka mendatang: Obat bebas/ OTC dan resep dokter
8) Saintifikasi jamu  Program Kementerian Kesehatan
9) Upaya obat tradisional masuk dalam daftar yang ditanggung BPJS  bukti khasiat dan keamanan
10. Dukungan Bpom Dalam Percepatan Tahapan Uji Klinik Tanpa Mengabaikan Scientific Base
1) Obat Bahan Alam yang Memiliki Riwayat Empiris :
- Fase I bisa diabaikan bila profil keamanan dan manfaat pada hewan coba sudah sesuai.
- Bila profil toksisitas dapat diterima serta profil farmakodinamik menunjukkan potensi yang meyakinkan, maka
uji di fase II dan III dapat digabung (namun perlu pencermatan case by case).
2) Mendorong Pelaksanaan Uji Klinik :
- Pendampingan pelaksanaan uji klinik
- Coaching clinic
- Pelatihan uji klinik
- 2 (dua) kali diskusi sebelum protokol dan dokumen disubmit.
11. Pedoman Cara Uji Klinik Yang Baik (Cukb) Edisi III
Pedoman mengenai pelaksanaan uji klinik yang terbaru, termasuk di dalamnya :
Peraturan Kepala Badan POM RI Nomor 21 Tahun 2015 tentang Tata Laksana Persetujuan Uji Klinik
KESELAMATAN KERJA DAN KESELAMATAN PASIEN
1. Jenis bahaya di tempat kerja
Bahaya Fisik Pencahayaan, Getaran, Kebisingan
Bahaya Kimia Gas, Asap, Uap, Bahan Kimia
Bahaya Biologi Micro Biologi (Virus, bakteri, jamur,dll); Macro Biologi (Hewan, serangga,
tumbuhan)
Bahaya Ergonomi Stress Fisik (gerakan berulang, ruang sempit, memforsir tenaga); Stress
Mental (Jenuh/bosan,overload)
Bahaya Mekanis Titik jepit, putaran pulley atau roller
Bahaya Psikososial Trauma, Intimidasi, pola promosi jabatan nyang salah, dan lain-lain
Bahaya Tingkah laku Tidak patuh terhadap peraturan, overconfident, sok tahu, tidak peduli
1) Bahaya fisika
a. Kebisingan
Aspek yang berkaitan dengan kebisingan antara lain : jumlah energi bunyi, distribusi frekuensi, dan lama pajanan.
Kebisingan dapat menghasilkan efek akut seperti masalah komunikasi, turunnya konsentrasi, yang pada akhirnya
mengganggu job performance tenaga kerja. Pajanan kebisingan yang tinggi (biasanya >85 dBA) pada jangka waktu
tertentu dapat menyebabkan tuli yang bersifat sementara maupun kronis. Tuli permanen adalah penyakit akibat
kerja yang paling banyak di klaim . Contoh : Pengolahan kayu, tekstil, metal, dll.
b. Getaran
Peralatan yang menimbulkan getaran juga dapat memberi efek negatif pada sistem saraf dan sistem musculo-
skeletal dengan mengurangi kekuatan cengkram dan sakit tulang belakang.
Contoh : Loaders, forklift truck, pneumatic tools, chain saws

c. Pencahayaan
 Radiasi non mengion antara lain : radiasi ultraviolet, visible radiation, inframerah, laser, medan
elektromagnetik (microwave dan frekuensi radio) .
 Radiasi infra merah dapat menyebabkan katarak.
 Laser berkekuatan besar dapat merusak mata dan kulit.
 Medan elektromagnetik tingkat rendah dapat menyebabkan kanker.
Contoh :
Radiasi ultraviolet : pengelasan.
Radiasi Inframerah : furnacesn/ tungku pembakaran
Laser : komunikasi, pembedahan .

2) Bahaya kimia
a. Jalan masuk bahan kimia ke dalam tubuh:
- Pernapasan ( inhalation ),
- Kulit (skin absorption )
- Tertelan ( ingestion )
b. Sifat bahan kimia
a) Korosi = Bahan kimia yang bersifat korosif menyebabkan kerusakan pada permukaan tempat dimana terjadi
kontak. Kulit, mata dan sistem pencernaan adalah bagain tubuh yang paling umum terkena. Contoh : konsentrat
asam dan basa , fosfor.
b) Bahan kimia alergen atau sensitizers dapat menyebabkan reaksi alergi pada kulit atau organ pernapasan
Contoh :
- Kulit : colophony ( rosin), formaldehyde, logam seperti chromium atau nickel, epoxy hardeners,
turpentine.
- Pernapasan : isocyanates, fibre-reactive dyes, formaldehyde, nickel.
c) Karsinogen pada manusia adalah bahan kimia yang secara jelas telah terbukti pada manusia. Kemungkinan
karsinogen pada manusia adalah bahan kimia yang secara jelas sudah terbukti menyebabkan kanker pada
hewan .
Contoh :
- Terbukti karsinogen pada manusia : benzene ( leukaemia); vinylchloride ( liver angiosarcoma); 2-
naphthylamine, benzidine (kanker kandung kemih ); asbestos (kanker paru-paru , mesothelioma);
- Kemungkinan karsinogen pada manusia : formaldehyde, carbon tetrachloride, dichromates, beryllium
d) Racun sistemik adalah agen-agen yang menyebabkan luka pada organ atau sistem tubuh.
Contoh :
- Otak : pelarut, lead,mercury, manganese
- Sistem syaraf peripheral : n-hexane,lead,arsenic,carbon disulphide
- Sistem pembentukan darah : benzene,ethylene glycol ethers
- Ginjal : cadmium,lead,mercury,chlorinated hydrocarbons
- Paru-paru : silica,asbestos, debu batubara ( pneumoconiosis )
3) Bahaya biologi
Bahaya biologi dapat didefinisikan sebagai debu organik yang berasal dari sumber-sumber biologi yang berbeda seperti
virus, bakteri, jamur, protein dari binatang atau bahan-bahan dari tumbuhan seperti produk serat alam yang terdegradasi.
 Bahaya biologi Infeksi : Pekerja Hewan, RS (Inos) kasus TB , Hepatitis , Salmonella
 Bahaya Biologi Non Infeksi : Organisme Viabel ( Jamur ) dan alergi dri jamur candida dll

4) Bahaya psikologi
Stress adalah tanggapan tubuh (respon) yang sifatnya non-spesifik terhadap setiap tuntutan atasnya. Manakala tuntutan
terhadap tubuh itu berlebihan, maka hal ini dinamakan stress.
 Gangguan emosional yang di timbulkan : cemas, gelisah, gangguan kepribadian, penyimpangan seksual, ketagihan
alkohol dan psikotropika.
 Penyakit-penyakit psikosomatis antara lain : jantung koroner, tekanan darah tinggi, gangguan pencernaan, luka usus
besar, gangguan pernapasan, asma bronkial, penyakit kulit seperti eksim,dll.
5) Bahaya fisiologi
Beban kerja fisik bagi pekerja kasar perlu memperhatikan kondisi iklim, sosial ekonomi dan derajat kesehatan.
Pembebanan tidak melebihi 30 – 40% dari kemampuan kerja maksimum tenaga kerja dalam jangka waktu 8 jam sehari.
Berdasarkan hasil beberapa observasi, beban untuk tenaga Indonesia adalah 40 kg. Bila mengangkat dan mengangkut
dikerjakan lebih dari sekali maka beban maksimum tersebut harus disesuaikan. Oleh karena penetapan kemampuan kerja
maksimum sangat sulit, parameter praktis yang digunakan adalah pengukuran denyut nadi yang diusahakan tidak
melebihi 30-40 permenit di atas denyut nadi sebelum bekerja.
2. Perbedaan IK3 dengan IKP
1) Insiden K3
K3 upaya untuk menjamin dan melindungi sdm fasyankes, pasien, pengunjung dan masyarakat di sekitar fasyankes agar
sehat, selamat dan bebas dari gangguan kesehatan yang diakibatkan dari pekerjaan , lingkungan dan aktifiitas kerja 
insiden K3 terkait dengan lingkungan.
2) Insiden Keselamatan Pasien (IKP)
pasien dalam asuhan, korbannya hanya pasien, ada SOP yang dilanggar oleh PPA ( ada tindakan yang tidak aman)
cedera pada pasien bukan karena faktor/kondisi pasien tapi dari provider
 Langkah2 penanganan IKP :
a. Menyusun dan rekomendasi kebijakan keselamatan pasien di fasyankes
b. Mengembangkan program keselamatan pasien
c. Motivasi, edukasi konsultasi, pemantauan dan penilaian penerapan keselamatan pasien
d. Pelatihan keselamatan pasien
e. Melakukan pencatatan, pelaporan insiden, RCA, dan solusi peningkatan keselamatan pasien
f. Membuat laporan kegiatan
g. Mengirim laporan melalui e reporting
 Jenis-jenis IKP :
 Belum terjadi Insiden
a) Kejadian Potensial Cidera (KPC) = A reportable circumstance/situasi atau kondisi yang perlu dilaporkan Adalah
situasi/kondisi yang sangat berpotensi untuk menimbulkan cidera, tetapi belum terjadi insiden
Contoh KPC :
- Penempatan alat yang rusak di ruang perawatan, misal inkubator rusak ditempatkan di ruang bersalin
- Penempatan obat-obatan yang kadaluarsa di ruang obat tidak dipisah
- Ruang farmasi/obat yang sangat sibuk tetapi jumlah personil selalu kurang
 Sudah terjadi Insiden
b) Kejadian Nyaris Cidera (KNC) = A near miss Adalah terjadinya insiden yang belum sampai terpapar/terkena pasien
Contoh KNC :
- Dokter memberikan resep antibiotik dimana pasien alergi terhadap antibiotik tersebut, tetapi diketahui oleh
petugas apotik.
- Unit transfusi darah sudah terpasang pada pasien yang salah, tetapi keselahan tersebut segera diketahui
sebelum tindakan dimulai
c) Kejadian Tidak Cidera (KTC) = A no harm incident Adalah suatu insiden yang sudah terpapar ke pasien tetapi tidak
timbul cidera
Contoh KTC :
- Perawat menyuntikkan obat antibiotic ke pasien, tetapi belum dilakukan skin test, tetapi pasien tidak
mengalami reaksi alergi.
- Pasien mendapat obat yang salah karena lupa tidak dilakukan identifikasi di apotik tetapi tidak terjadi gejala
keracunan obat
d) Kejadian Tidak Diharapkan (KTD) = A harmful incident/adverse event Adalah suatu insiden yang mengakibatkan
cidera pada pasien
Contoh KTD :
- Pasien mengalami keracunan obat setelah meminum obat yang salah karena resep tertukar di apotik
- Transfusi yang salah mengakibatkan pasien meninggal karena reaksi hemolitik
3. 7 Langkah Menuju Keselamatan Pasien
1) Bangun budaya keselamatan
2) Pimpin dan dukung staf anda
3) Integrasikan kegiatan manajemen risiko anda
4) Bangun sistem pelaporan
5) Libatkan dan berkomunikasi dengan pasien dan masyarakat
6) Belajar dan berbagi tentang pembelajaran keselamatan
7) Implementasikan solusi-solusi untuk mencegah cidera
4. Sasaran Keselamatan Pasien
Di indonesia secara nasional untuk seluruh fasilitas pelayanan kesehatan diberlakukan sasaran keselamatan pasien nasional
yang terdiri dari :
1) Skp.1 : mengidentifikasi pasien dengan benar
Contoh : gelang nama (nama, no rm, umur, kode) minimal  2 identitas pasien
2) Skp.2 : meningkatkan komunikasi yang efektif
SBAR (situation, background, assessment, recommendation) dan TBK (tulis baca konfirmasi)
Yang dilakukan pada SKP 2 :
- perintah lisan dan yang melalui telepon ataupun hasil pemeriksaan dituliskan secara lengkap oleh penerima perintah
atau hasil pemeriksaan tersebut.
- perintah lisan dan melalui telpon atau hasil pemeriksaan secara lengkap dibacakan kembali oleh penerima perintah
atau hasil pemeriksaan tersebut.
- perintah atau hasil pemeriksaan dikonfirmasi oleh individu yang memberi perintah atau hasil pemeriksaan tersebut
- kebijakan dan prosedur mendukung praktek yang konsisten dalam melakukan verifikasi terhadap akurasi dari
komunikasi lisan melalui telepon.
3) Skp.3 : meningkatkan keamanan obat-obatan yang harus diwaspadai
Obat yg Perlu diwaspadai : obat yang sering menyebabkan KTD atau kejadian sentinel
Obat yg Perlu diwaspadai :
a. NORUM (nama obat rupa mirip)/ LASA. (look alike sound alike)
b. Elektrolit konsentrat
- Kalium Klorida 2meq/Ml Atau Yang Lebih Pekat
- Kalium Fosfat, Natrium Klorida Lebih Pekat Dari 0.9%
- Magnesium Sulfat =50% Atau Lebih Pekat
Kesalahan bisa terjadi:
c. Secara tidak sengaja
d. Bila perawat tidak mendapatkan orientasi sebelum ditugaskan
e. Pada keadaan gawat darurat
Yang dilakukan pada SKP 3 :
- Kebijakan dan/atau prosedur dikembangkan agar memuat proses identifikasi, lokasi, pemberian label, dan
penyimpanan obat-obat yang perlu diwaspadai
- Kebijakan dan prosedur diimplementasikan
- Elektrolit konsentrat tidak berada di unit pelayanan pasien kecuali jika dibutuhkan secara klinis dan tindakan
diambil untuk mencegah pemberian yang tidak sengaja di area tersebut, bila diperkenankan kebijakan
- Elektrolit konsentrat yang disimpan di unit pelayanan pasien harus diberi label yang jelas, dan disimpan pada area
yang dibatasi ketat (restricted).
4) Skp.4 : memastikan lokasi pembedahan yang benar, prosedur yang benar, pembedahan pd pasienyang benar
Yang dilakukan pada SKP 4 :
- Fasilitas pelayanan kesehatan menggunakan suatu checklist atau proses lain untuk memverifikasi saat preoperasi
tepat lokasi, tepat prosedur, dan tepat pasien dan semua dokumen serta peralatan yang diperlukan tersedia, tepat,
dan fungsional.
- Tim operasi yang lengkap menerapkan dan mencatat prosedur “sebelum insisi/time-out” tepat sebelum dimulainya
suatu prosedur/tindakan pembedahan.
- Kebijakan dan prosedur dikembangkan untuk mendukung keseragaman proses untuk memastikan tepat lokasi, tepat
prosedur, dan tepat pasien, termasuk prosedur medis dan tindakan pengobatan gigi/dental yang dilaksanakan di luar
kamar operasi.
5) Skp.5 : mengurangi risiko infeksi akibat perawatan kesehatan
Yang dilakukan pada SKP 5 :
- Fasilitas pelayanan Kesehatan mengadopsi atau mengadaptasi pedoman hand hygiene terbaru yang diterbitkan dan
sudah diterima secara umum (al.dari WHO Patient Safety).
- Fasilitas pelayanan Kesehatan menerapkan program hand hygiene yang efektif.
- Kebijakan dan/atau prosedur dikembangkan untuk mengarahkan pengurangan secara berkelanjutan risiko infeksi
yang terkait pelayanan kesehatan
6) Skp.6 : mengurangi risiko cedera pasien akibat terjatuh
Yang dilakukan pada SKP 6 :
- Fasilitas pelayanan kesehatan menerapkan proses asesmen awal risiko pasien jatuh dan melakukan asesmen ulang
terhadap pasien bila diindikasikan terjadi perubahan kondisi atau pengobatan.
- Langkah-langkah diterapkan untuk mengurangi risiko jatuh bagi mereka yang pada hasil asesmen dianggap berisiko

SILABUS
(Pandu Wibowo, S.Si., Apt)

No Pokok Bahasan Sub Pokok Bahasan


1) Pengertian kesehatan masyarakat farmasi
Konsep kesehatan masyarakat 2) Jenis-jenis kesehatan masyarakat farmasi
1
farmasi 3) Prinsip-prinsip kesehatan masyarakat
4) Tujuan kesehatan masyarakat
1) Definisi riset kesehatan masyarakat
Riset dalam kesehatan masyarakat
2) Jenis riset kesehatan masyarakat
2 dan farmasi masyarakat, ideologi
3) Riset kesehatan masyarkat sebagai penentu arah kebijakan
dan kesehatan masyarakat.
kesehatan pemerintah
1) Pengertian obat dan bisnis
Obat dan bisnis.
3 2) Keterkaitan antara obat dan bisnis
3) Obat diantara bisnis dan moral
1) Memahami tentang dasar penetapan undang-undang kesehatan,
4 Kebijakan Kesehatan di Indonesia cakupan UU kesehatan
1) Bahaya di tempat kerja
5 Kesehatan dan Keselamatan Kerja
2) Masalah psikologis dan social
1) Pengertian penyalahgunaan obata konteks kesehatan masyarakat.
6 Penyalahgunaan obat 2) Jenis-jenis penyalahgunaan obat menurut UU
3) Sangsi penyalahgunaan obat
1) Konsep-konsep Pengembangan Sistem Informasi Kesehatan
7 Sistem Informasi Kesehatan 2) Aplikasi Sistem Informasi Kesehatan pada masyarakat, fasilitas
kesehatan

Anda mungkin juga menyukai