Anda di halaman 1dari 18

PENDAHULUAN

1. Latar Belakang
Perkembangan obat herbal semakin pesat “Back to Nature”. Obat herbal mejadi bagian obat komplementer dan
alternatif (Complementary and alternative medicine/CAM) dan penggunaan produk obat herbal semakin meningkat
dengan meningkatnya penggunaan CAM
 Obat dari tumbuhan digunakan sebagai pilihan terapeutik dan sering memberikan bentuk terapi yang aman
 Pada beberapa instansi fitomedis spesifik telah menunjukkan keefektifannya secara klinis
 Pada beberapa negara fitomedis merupakan produk obat berizin dan digunakan dibawah pengawasan dokter
 Penyebaran penggunaanobat herbal oleh masyarakat umum dapat menimbulkan beberapa isu penting
2. Peran Farmasis
Isu penting tersebut berhubungan dengan bagaimana tiap individu, baik konsumen ataupun profesional kesehatan
menyadari dan menggunakan obat herbal dengan memperhatikan mutu, keamanan dan khasiat obat herbal. Farmasis,
perawat dan pratisi medis lainnya harus kompeten dalam memberikan saran kepada konsumen tentang keamanan,
efektivitas dan penggunaan yang tepat semua obat termasuk obat herbal
3. Alasan penggunaan obat herbal di Masyarakat
AMAN 
 Kebanyakan obat herbal dijual atau disuplai tanpa keterlibatan profesionnal kesehatan
 Tidak ada profesional kesehatan terlatih berada di tempat penjualan untuk menyediakan informasi dan saran,
Kecuali di apotek
 Banyak individu tdk mencari saran dari tenaga profesional sebelum membeli dan menggunakan obat herbal
 Konsumen cenderung utk berpedoman pada pengetahuan mereka sendiri atau dipandu teman dan kerabat
4. Tanggung Jawab farmasis
Farmasis yang menyediakan homeopatik / obat herbal / terapi komplementer lain mempunyai tanggung jawab
profesii untuk:
1) Memastikan bahwa stok obat homeopati atau obat herbal atau terapi komplementer lain diperolah dari pemasok
yang terpercaya
2) Tidak merekomendasikan obat apapun jika obat tersebut diragukan keamanan atau mutunya
3) Memberikan saran mengenai homeopatik atau obat herbal atau terapi komplementer atau obat-obatan lainnya
hanya jika mereka telah menjalani pelatihan yang sesuai atau mempunyai pengetahuan terspesialisasi
5. Sejarah Penggunaan Obat Herbal
1) Catatan dari Negara arab dan Eropa Kuno  Penggunaan Piptoporus betulinus suatu jamur oleh Manusia es
dipegunungan Alpen (3300 SM), spesies ini mengandung bahan alam beracun dan salah satu unsur aktifnya
(asam agarat) yg merupakan obat antidiare yang mampu melawan mikrobakteria dan efek toksik terhadap
berbagai organisme
2) Irak  ditemukan 8 tanaman obat dalam kuburan berumur 60.000 tahun (Ephedra sinica)
3) Babilonia (2100 BC)  catatan paling tua di atas tanah liat tentang penggunaan tumbuhan untuk obat
4) Mesir (1550 BC)  Papyrus Ebers Catatan penggunaan tumbuhan dan hewan untuk pengobatan
5) Dioscorides (78 AD)  menulis Materia Medica tentang penggunaan 600 tumbuhan obat seperti Aloe,
Belladonna, Ergot, Opium
6. Farmakognosi dan Kimia Bahan Alam Eropa pada abad ke-18 dan 19
Pada abad ke 17 dan 18, pengetahuan tentang obat-obat yang berasal dari tumbuhan meluas, tetapi usaha untuk
mendestilasi zat aktif dari tumbuhan tidak berhasil  Morfin dari bunga opium (Papaver somniferum) pertama kali
didentifikasi oleh FW Serturner dari Jerman pd th 1804 dan secara kimia dikaraterisasi pd th 1817 sbg alkaloid.
Struktur utuhnya ditentukan pd th1923 oleh JM Gulland dan R. Robinson
REGISTRASI OBAT TRADISIONAL
1. Peraturan terkait
1) PMK RI No. 006 Tahun 2012 Tentang Industri dan Usaha OT
2) PMK RI No. 007 Tahun 2012 tentang Registrasi Obat Tradisional
3) KEPALA BPOM RI No. HK.00.05.41.1384 Tentang Kriterian dan Tata Laksana Pendaftaran Obat Tradisional,
OHT dan Fitofarmaka
2. Cara membaca nomor registrasi
a. obat modern
Nomor pendaftaran untuk obat modern terdiri dari 15 digit yaitu 3 digit pertama berupa huruf dan 12 digit
sisanya berupa angka. Berikut penjelasannya:
1) Digit ke-1
Digit ke-1 menunjukkan jenis atau kategori obat, yaitu:
D berarti Obat dengan merek dagang
G berarti obat dengan nama generik
2) Digit ke-2
Digit ke-2 menunjukkan golongan obat, yaitu:
B berarti golongan obat bebas
T berarti golongan obat bebas terbatas
K berarti golongan obat keras
P berarti golongan obat Psikotropika
N berarti golongan obat Narkotika
3) Digit ke-3
Digit ke-3 menunjukkan lokasi obat tersebut diproduksi atau tujuan diproduksinya obat
tersebut, yaitu:
L berarti obat tersebut diproduksi di dalam negeri atau yang diproduksi dengan lisensi.
I berarti obat diproduksi di luar negeri atau obat impor.
X berarti obat yang dibuat dengan tujuan khusus atau program khusus, misalnya obat-obat untuk program
keluarga berencana.
4) Digit ke-4 dan 5
Digit ke-4 dan 5 menunjukkan tahun persetujuan obat tersebut oleh BPOM. Contohnya:
09 berarti obat tersebut telah disetujui pada periode tahun 2009
5) Digit ke-6, 7, dan 8
Digit ke-6, 7, dan 8 menunjukkan nomor urut pabrik, dengan persyaratan nomor urut pabrik harus lebih besar
dari 100 dan lebih kecil dari 1000.
6) Digit ke-9, 10, dan 11Digit ke-9, 10, dan 11 menunjukkan nomor urut obat yang disetujui untuk masing-
masing pabrik, dengan persyaratan nomor urut obat harus lebih besar dari 100 dan lebih kecil dari 1000.
7) Digit ke-12 dan 13
Digit ke-12 dan 13 menunjukkan bentuk sediaan obat. Beberapa contoh sediaan obat antara lain:
01 = Kapsul 47 = Tetes Hidung 36 = Drops
23= Powder/Serbuk Oral 11 = Tablet Effervescent 58 = Rectal Tube
43 = Injeksi 31 = Salep Mata 16 = Pil
02 = Kapsul Lunak 48 = Tetes Telinga 37 = Sirup/Larutan
24 = Bedak/Talk 12 = Tablet Hisap 62 = Inhalasi
44 = Injeksi Suspensi Kering 32 = Emulsi 17 = Tablet Salut Selaput
04 = Kaplet 49 = Infus 38 = Suspensi Kering
28 = Gel 14 = Tablet Lepas Terkontrol 63 = Tablet Kunyah
09 = Kaplet Salut Film 33 = Suspensi 22 = Granul
29 = Krim, Krim Steril 53 = Supositoria, Ovula 41 = Lotion/Solutio
46 = Tetes Mata 34 = Elixir 81 = Tablet Dispersi
10 = Tablet 56 = Nasal Spray
30 = Salep 15 = Tablet Salut Enterik
8) Digit ke-14
Digit ke-14 menunjukkan kekuatan sediaan obat, misalnya:
A menunjukkan kekuatan obat jadi yang pertama di setujui
B menunjukkan kekuatan obat jadi yang kedua di setujui
C menunjukkan kekuatan obat jadi yang ketiga di setujui, dst.
9) Digit ke-15
Digit ke-15 menunjukkan kemasan berbeda untuk tiap nama, kekuatan, dan bentuk sediaan obat (untuk satu
nama, kekuatan, dan bentuk sediaan obat diperkirakan tidak lebih dari 10
kemasan), misalnya:
1 menunjukkan kemasan utama
2 menunjukkan beda kemasan yang pertama3 menunjukkan beda kemasan yang kedua, dst.
b. Obat tradisional
Nomor pendaftaran obat tradisional terdiri dari 11 digit yaitu 2 digit pertama berupa huruf dan 9 digit kedua
berupa angka. Berikut penjelasannya:
1) Digit ke-1
Digit ke-1 menunjukkan obat tradisional, yaitu dilambangkan dengan huruf T.
2) Digit ke-2
Digit ke-2 menunjukkan lokasi obat tradisional tersebut diproduksi, misalnya:
TR berarti obat tradisional produksi dalam negeri
TL berarti obat tradisional produksi dalam negeri dengan lisensi
TI berarti obat tradisional produksi luar negeri atau impor
BTR berarti obat tradisional yang berbatasan dengan obat produksi dalam negeri.
BTL berarti obat tradisional yang berbatasan dengan obat produk dalam negeri dengan lisensi.
BTI berarti obat tradisional yang berbatasan dengan obat produksi luar negeri atau impor.
3) Digit ke-3 dan 4
Digit ke-3 dan 4 merupakan tahun didaftarkannya obat tradisional tersebut ke Kemenkes RI.
4) Digit ke-5
Digit ke-5 merupakan bentuk usaha pembuat obat tradisional tersebut, yaitu:
1 menunjukkan pabrik farmasi
2 menunjukkan pabrik jamu
3 menunjukkan perusahaan jamu
5) Digit ke-6
Digit ke-6 menunjukkan bentuk sediaan obat tradisional, di antaranya:
1 = bentuk rajangan
2 = bentuk serbuk
3 = bentuk kapsul
4 = bentuk pil, granul, boli, pastiles, jenang, tablet/kaplet
5 = bentuk dodol, majun
6 = bentuk cairan
7 = bentuk salep, krim
8= bentuk plester/koyo
9= bentuk lain seperti dupa, ratus, mangir, permen
6) Digit ke-7, 8, 9, dan 10
Digit ke-7, 8, 9, dan 10 menunjukkan nomor urut jenis produk yang terdaftar.
7) Digit ke-11
Digit ke-11 menunjukkan jenis atau macam kemasan (volume), yaitu:
1= 15 ml
2= 30 ml
3= 45 ml
3. Pengertian
1) Obat tradisional adalah bahan atau ramuan bahan yang berupa bahan tumbuhan, bahan hewan, bahan mineral,
sediaan sarian (galenik) atau campuran dari bahan tersebut yang secara turun temurun telah digunakan untuk
pengobatan, dan dapat diterapkan sesuai dengan norma yang berlaku di masyarakat
2) Registrasi adalah prosedur pendaftaran dan evaluasi obat tradi sional untuk mendapatkan izin edar
3) Izin edar adalah bentuk persetujuan registrasi obat tradisional untuk dapat diedarkan di wilayah Indonesia
4) Sediaan galenik adalah sediaan kering, kental atau cair dibuat dengan menyari simplisia nabati atau hewani
menurut cara yang cocok, di luar pengaruh cahaya matahari langsung
5) Obat tradisional produksi dalam negeri adalah obat tradisional yang dibuat dan/atau dikemas di dalam negeri
6) Obat tradisional kontrak adalah obat tradisional yang seluruh atau sebagian tahapan pembuatan dilimpahkan
kepada industri obat tradisional atau usaha kecil obat tradisional berdasarkan kontrak
7) Obat tradisional lisensi adalah obat tradisional yang seluruh tahapan pembuatan dilakukan oleh industri obat
tradisional atau usaha kecil obat tradisional di dalam negeri atas dasar lisensi
8) Obat tradisional impor adalah obat tradisional yang seluruh proses pembuatan atau sebagian tahapan pembuatan
sampai dengan pengemasan primer dilakukan oleh industri di luar negeri, yang dimasukkan dan diedarkan di
wilayah Indonesia
4. Izin Edar
 Obat tradisional yang diedarkan di wilayah Indonesia wajib memiliki izin edar (pasal 2).
kecuali terhadap (pasal 3):
1) obat tradisional, obat herbal terstandar dan fitofarmaka yang digunakan untuk penelitian;
2) obat tradisional impor untuk digunakan sendiri dalam jumlah terbatas;
3) obat tradisional impor yang telah terdaftar dan beredar di negara asal untuk tujuan pameran dalam jumlah
terbatas;
4) obat tradisional tanpa penandaan yang dibuat oleh usaha jamu racikan dan jamu gendong;
5) bahan baku berupa simplisia dan sedíaan galenik
 Izin Edar OT diberikan oleh Kepala BPOM pusat
 Pemberian izin edar dilaksanakan melalui mekanisme registrasi sesuai dengan tatalaksana yang ditetapkan
5. Kriteria Obat tradisional secara umum yang dapat diberikan izin edar antara lain:
a. Secara umum
1) menggunakan bahan yang memenuhi persyaratan keamanan dan mutu;
2) dibuat dengan menerapkan CPOTB;
3) memenuhi persyaratan Farmakope Herbal Indonesia atau persyaratan lain yang diakui;
4) berkhasiat yang dibuktikan secara empiris, turun temurun, dan/atau secara ilmiah;
5) penandaan berisi informasi yang objektif, lengkap, dan tidak menyesatkan.
b. Berdasarkan Peraturan Kepala BPOM RI No. HK.00.05.41.1384 Tentang Kriterian dan Tata Laksana Pendaftaran
Obat Tradisional, OHT dan Fitofarmaka (pasal 4)
1) Menggunakan bahan berkhasiat dan bahan tambahan yang memenuhi persyaratan mutu, keamanan dan
kemanfaatan / khasiat;
2) Dibuat sesuai dengan ketentuan tentang Pedoman CPOTB atau CPOB yang berlaku;
3) Penandaan berisi informasi yang lengkap dan obyektif yang dapat menjamin penggunaan obat tradisional, obat
herbal terstandar dan fitofarmaka secara tepat, rasional dan aman sesuai dengan hasil evaluasi dalam rangka
pendaftaran
6. Persyaratan Registrasi
1) Registrasi obat tradisional produksi dalam negeri hanya dapat dilakukan oleh (Industri Obat Tradisiona) IOT,
UKOT, atau UMOT yang memiliki izin sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan
2) Registrasi obat tradisional kontrak hanya dapat dilakukan oleh pemberi kontrak dengan melampirkan dokumen
kontrak.
a) Pemberi kontrak dapat berupa : IOT, UKOT, atau UMOT yang memiliki izin
b) Pemberi dan penerima kontrak bertanggung jawab atas keamanan, khasiat/manfaat, dan mutu obat tradisional
yang diproduksi berdasarkan kontrak.
c) Penerima kontrak hanya dapat berupa IOT atau UKOT yang memiliki izin sesuai ketentuan peraturan
perundang-undangan dan sertifikat CPOTB untuk sediaan yang dikontrakkan
3) Registrasi obat tradisional lisensi hanya dapat dilakukan oleh IOT atau UKOT penerima lisensi yang memiliki izin
4) Registrasi obat tradisional impor hanya dapat dilakukan oleh IOT, UKOT, atau importir obat tradisional yang
mendapat penunjukan keagenan dan hak untuk melakukan registrasi dari industri di negara asal.
Importir sebagaimana dimaksud harus memenuhi persyaratan:
a) memiliki fasilitas distribusi obat tradisional sesuai ketentuan yang berlaku; dan
b) memiliki penanggung jawab Apoteker.
5) Penunjukan keagenan dan hak untuk melakukan registrasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya dapat
diberikan untuk 1 (satu) nama produk kepada 1 (satu) IOT, UKOT, atau importir.
6) Pemenuhan persyaratan CPOTB bagi industri di luar negeri dibuktikan dengan sertifikat cara pembuatan yang baik
untuk obat tradisional dan jika diperlukan dilakukan pemeriksaan setempat oleh petugas yang berwenang.
7) Registrasi obat tradisional khusus ekspor dilakukan oleh IOT, UKOT, dan UMOT yang memiliki izin sesuai
ketentuan peraturan perundang-undangan.
a) Obat tradisional khusus ekspor sebagaimana dimaksud harus memenuhi kriteria OT yang memiliki izin edar
b) Selain itu harus ada persetujuan tertulis dari negara tujuan (Indonesia).
8) Pendaftar obat tradisional dalam negeri, obat herbal terstandar dan fitofarmaka terdiri dari :
a) Pendaftar obat tradisional tanpa lisensi, pendaftar OHT, pendaftar fitofarmaka
b) Pendaftar obat tradisional lisensi;
c) Pendaftar obat tradisional kontrak, OHT kontrak dan fitofarmaka kontrak.
9) Pendaftar maksudnya:
a) Pendaftar obat tradisional tanpa lisensi, OHT dan fitofarmaka sebagaimana dimaksud adalah industri obat
tradisional (IOT) atau industri kecil obat tradisional (IKOT) atau industri farmasi.
b) Pendaftar obat tradisional lisensi sebagaimana adalah penerima lisensi yang merupakan industri obat
tradisional (IOT) atau industri farmasi.
c) Pendaftar obat tradisional kontrak, OHT kontrak dan fitofarmaka kontrak sebagaimana adalah pemberi kontrak
yang merupakan industri obat tradisional (IOT) atau industri kecil obat tradisional (IKOT) atau industri
farmasi.
d) Pendaftar obat tradisional impor adalah industri di bidang obat tradisional atau industri farmasi atau badan
usaha di bidang pemasaran obat tradisional yang mendapat surat penunjukan langsung dari industri di bidang
obat tradisional atau pemilik nama dagang di negara asal
10) Tata Cara Registrasi / Tata Laksana Memperoleh Izin Edar
1) Pendaftaran diajukan oleh pendaftar kepada Kepala Badan.
2) Pendaftaran obat tradisional, obat herbal terstandar dan fitofarmaka dilakukan dalam 2 (dua) tahap yaitu pra
penilaian dan penilaian.
3) Pra penilaian sebagaimana dimaksud merupakan tahap pemeriksaan kelengkapan, keabsahan dokumen dan
dilakukan penentuan kategori (ada 8 kategori)
4) Penilaian sebagaimana dimaksud merupakan proses evaluasi terhadap dokumen dan data pendukung

11) Pendaftaran baru terdiri dari:


Kategori 1 : pendaftaran obat tradisional yang hanya mengandung simplisia berasal dari Indonesia (indigenous)
dalam bentuk sediaan sederhana (rajangan, serbuk, parem, pilis, dodol, tapel, cairan obat luar);
Kategori 2 : pendaftaran obat tradisional yang hanya mengandung simplisia berasal dari Indonesia (indigenous)
dalam bentuk sediaan modern (pil, tablet, kapsul, krim, gel, salep, supositoria anal, cairan obat dalam);
Kategori 3 : pendaftaran obat tradisional dr kategori 1 dan 2 dengan klaim indikasi baru, btk sediaan br, posologi
dan dosis baru;
Kategori 4 : pendaftar an obat herbal terstandar;
Kategori 5 : pendaftaran fitofarmaka;
Kategori 6 : pendaftaran kategori 4 dan 5 dengan klaim indikasi bru, bentuk sediaan baru, posologi dan dosis baru;
Kategori 7 : pendaftaran obat tradisional yang mengandung simplisia berasal bukan dari Indonesia (non-
indigenous) dan atau simplisia yang profil keamanannya belum diketahui dengan pasti;
Kategori 8 : pendaftaran obat tradisional dari kategori 7 dengan klaim indikasi baru, bentuk sediaan baru, posologi
dan dosis baru.
12) Untuk pendaftaran baru, berkas yang diserahkan sesuai Lampiran 5 terdiri dari:
a. Formulir TA berisi keterangan mengenai dokumen administrasi;
b. Formulir TB berisi dokumen yang mencakup formula dan cara pembuatan;
c. Formulir TC berisi dokumen yang mencakup cara pemeriksaan mutu bahan baku dan produk jadi;
d. Formulir TD berisi dokumen yang mencakup klaim indikasi, dosis, cara pemakaian dan bets.
13) Obat tradisional dilarang mengandung:
a. etil alkohol lebih dari 1%, kecuali dalam bentuk sediaan tingtur yang pemakaiannya dengan pengenceran;
b. bahan kimia obat yang merupakan hasil isolasi atau sintetik berkhasiat obat;
c. narkotika atau psikotropika; dan/atau
bahan lain yang berdasarkan pertimbangan kesehatan dan/atau berdasarkan penelitian membahayakan
kesehatan
14) Obat tradisional dilarang dibuat dan/atau diedarkan dalam bentuk sediaan:
a. intravaginal;
b. tetes mata;
c. parenteral; dan
d. supositoria, kecuali digunakan untuk wasir
7. Tata laksana registrasi obat diatur oleh Badan POM dalam Keputusan Ka BPOM No. HK.00.05.3.1950 Tahun 2003
Tentang Kriteria dan Tata Laksana Registrasi Obat. Secara umum, registrasi obat dilakukan dalam dua tahapan, yaitu
tahapan :
1) pra-registrasi yang bertujuan untuk menilai kelengkapan administrasi dari Industri Farmasi yang akan meregistrasi
obat dan sekaligus menentukan kriteria registrasi dan jalur evaluasi,
2) registrasi untuk menilai apakah obat tersebut layak mendapatkan ijin edar. Secara sistematis, dapat dilihat pada
bagan berikut.
Keterangan:
1) Pendaftaran oleh Industri Farmasi kepada kepala Badan POM, sekaligus tahapan pra-registrasi yaitu prosedur
untuk menentukan jalur evaluasi dan kategori registrasi. Pada tahap pra-registrasi juga disertai dengan
penyerahan dokumen pra-registrasi.
2) Pemberitahuan hasil pra-registrasi secara tertulis.
3) Pengajuan registrasi dengan menyerahkan berkas registrasi, mengisi formulir registrasi dan disket,
menyerahkan bukti pembayaran biaya evaluasi dan pendaftaran, serta hasil pra-registrasi.
4) Evaluasi berkas registrasi obat oleh KomNas Penilai Obat Jadi yang dibentuk oleh Badan POM.
5) KomNas Penilai Obat Jadi memberitahukan hasil evaluasi secara tertulis kepada Industri Farmasi pendaftar
dan memberikan rekomendasi kepada kepala Badan POM.
6) Kepala Badan POM memberikan keputusan berupa pemberian ijin edar atau penolakan pemberian ijin edar.
Keputusan ini disampaikan secara tertulis kepada Industri Farmasi yang bersangkutan. Pemberian keputusan
ini diberikan selambat-lambatnya berkisar antara 40-100 hari kerja (tergantung kategori dan jalur evaluasi)
setelah menerima berkas registrasi yang lengkap.
7) Setelah mendapatkan ijin edar, Industri Farmasi yang bersangkutan boleh mulai memproduksi obat jadi
tersebut untuk kemudian diedarkan.
8) Badan POM melaporkan pemberian ijin edar obat jadi kepada Menteri Kesehatan setiap satu tahun sekali.
 Referensi Lain . . . ..
PENGENALAN CPOTB
1. CPOTB Adalah seluruh aspek kegiatan pembuatan obat tradisional yang bertujuan untuk menjamin agar produk yang
dihasilkan senantiasa memenuhi persyaratan mutu yang ditetapkan sesuai dengan tujuan penggunaannya.
2. DASAR HUKUM
SK Badan POM RI No. HK.00.05.4.1380 tentang Pedoman Cara Pembuatan Obat Tradisional yang Baik (CPOTB).
a. Produsen Obat Tradisional dalam seluruh aspek dan rangkaian kegiatan wajib berpedoman pada CPOTB
b. IOT wajib menerapkan CPOTB sejak 1 Jan 2010
c. IKOT menerapkan CPOTB secara bertahap sesuai kemampuan industrinya
d. Produsen yang telah menerapkan CPOTB akan diberikan sertifikat sesuai bentuk sediaannya
e. Sertifikat dapat dibatalkan bila ditemukan ketidaksesuaian dalam penerapan selanjutnya
3. Proses Penerapan CPOB

4. Manfaat cpotb bagi industri


1) Bagi industry
a. Menjamin konsistensi pembuatan produk.
b. Merupakan dasar untuk meningkatkan mutu secara kontinu.
c. Menghilangkan ketergantungan pada individual.
d. Meningkatkan kepercayaan konsumen
e. Meningkatkan mutu pembuatan keputusan manajemen.
f. Mempererat hubungan antara produsen dan konsumen.
g. Terjamin sistem yang mampu telusur
h. Pembuktian konsistensi mutu  dasar keper-
i. cayaan konsumen luar
2) Bagi Konsumen
a. Mutu produk lebih terjamin melalui penerapan CPOTB pada proses produksinya.
b. Bahaya yang bisa ditimbulkan produk karena kontaminasi dapat diperkecil kemungkinannya.
5. Unsur-Unsur CPOTB (ada 10)
Sistem Manajemen Mutu  Dijabarkan struktur organisasi, tugas dan fungsi, tanggung jawab, prosedur-prosedur,
instruksi kerja, proses dan sumber daya  Sistem mutu dibentuk dan disesuaikan dengan kegiatan perusahaan, dan
sifat produk-produknya.  Pelaksanaan sistem mutu menjamin bahwa keputusan diluluskan atau ditolaknya suatu
produk didasarkan pada hasil uji dan kenyataan-kenyataan yang berkaitan dengan mutu
1) Personalia
a) Jumlah dan kualifikasi personil memadai
b) Struktur Organisasi yang praktis, efisien, efektif dan profesional
c) Penanggung jawab tehnis seorang Apoteker yang bertanggung jawab terhadap aspek hukum dan regulasi
d) Kepala Bagian produksi dan Pengawasan Mutu adalah orang yang berbeda:
 IOT : Apoteker atau sarjana lain yang kompeten
 IKOT : serendah-rendahnya D3 Farmasi atau Asisten Apoteker atau D3 lain yang kompeten
e) Wewenang dan tanggung jawab karyawan diuraikan secara jelas
f) Pelatihan karyawan:
 Program pelatihan CPOTB, dsb.
 Catatan hasil pelatihan
2) Bangunan
a) Lokasi bangunan:
 bebas polusi
 bebas banjir
 bebas hama/pest
 tidak berada di daerah pembuangan limbah
 tidak berada di pemukiman padat dan kumuh)
b) Persyaratan bangunan:
 Mempunyai sistem penanganan limbah (IPAL)
 Prasarana pendukung lainnya
c) Konstruksi dan rancang bangun yang memadai
d) Ruangan:
 Penataan dan luas ruangan menjamin terlaksananya kegiatan, kelancaran arus kerja, komunikasi dan
pengawasan yang efektif
 Tata letak ruangan mengikuti urutan proses pengolahan untuk mencegah terjadinya kontaminasi silang
dan campur baur
 Ruang penyimpanan
 Ruang pengolahan dan pengemasan
 Laboratorium yang terpisah dari ruang produksi

3) Peralatan
a) Rancang bangun dan konstruksi peralatan (tidak menimbulkan akibat yang merugikan terhadap produk)
b) Pemasangan dan penempatan (pertimbangkan kemungkinan konta-minasi silang)
c) Jenis peralatan (sesuai dengan proses pembuatan)
d) Peralatan laboratorium (sesuai untuk menguji tiap bentuk sediaan)

4)Sanitasi dan hygiene


a) Higiene Personalia
 Kesehatan karyawan
 Pakaian kerja
 Kebiasaan higienis
b) Sanitasi Bangunan
 Sarana untuk pembersihan
 Prosedur pembersihan
c) Sanitasi peralatan

5) Penyiapan bhn baku


a) Pemeriksaan kebenaran bahan baku
b) Memenuhi persyaratan yang berlaku (dilakukan pemeriksaan secara organoleptik maupun laboratoris)
c) Sortasi, pencucian dan pengeringan simplisia
d) Pengujian mutu bahan baku
e) Penyimpanan bahan baku

6) Pengolahan & pengemasan


a) Penerimaan dan pencatatan bahan awal
b) Penyiapan dokumen produksi, termasuk Master formula
c) Kegiatan penimbangan
d) Pencucian dan sanitasi dari peralatan
e) Pembuatan ruahan (bulk)
f) Kegiatan pengisian dan pengemasan
g) Rekonsiliasi dari hasil produksi
h) Pencatatan yang baik dari setiap kegiatan untuk meyakinkan uji telusur produk jadi
i) Karantina dan pengiriman ke gudang
j) Pemrosesan ulang bila diperlukan
7) Pengawasan mutu
a) Bagian yang paling esensial dari CPOTB
b) Bagian yang tersendiri dan memiliki otoritas tunggal untuk meluluskan atau menolak bahan atau hasil
produksi
c) Sistem diciptakan untuk menjamin bahwa tiap produk memenuhi persyaratan yang berlaku
d) Tugas-tugas pokok pengawasan mutu:
 Mengambil contoh dan melaksanakan pengujian mutu
 Memberikan keputusan pelulusan atau penolakan
 Penetapan kadaluarsa berdasarkan Uji stabilitas
 Mengevaluasi semua keluhan dan produk jadi yang dikembalikan
8) Inspeksi diri
a) Melakukan penilaian apakah seluruh aspek pengolahan, pengemasan dan pengendalian mutu selalu
memenuhi CPOTB
b) Hal-hal yang diinspeksi
 Tim inspeksi diri
 Pelaksanaan dan frekuensi
 Laporan
 Pelaksanaan tindak lanjut
9) Dokumentasi
Dibuat sistem yang bisa menggambarkan riwayat lengkap dari tiap bets produk
a) Memudahkan pemantauan dan penelusuran kembali
b) Tingkatan dokumen
c) Jenis-jenis dokumen

10) Penanganan thd hasil pengamatan prod. Jadi di peredaran


 Penanganan Keluhan
a. Keluhan dapat berasal dari dalam maupun luar industry
b. Jenis keluhan dapat menyangkut mutu (kualitas tehnis) ataupun keamanan (reaksi yang merugikan)
c. Perlu dibuat prosedur penanganan keluhan tindak lanjut penanganan keluhan
 Penarikan Produk Dari Peredaran
a. Prakarsa penarikan dapat berasal dari industri sendiri (bila berkaitan dengan mutu) atau pihak luar misal
badan otoritas (bila terkait dengan keamanan)
b. Penarikan dapat berupa satu bets saja atau beberapa bets, bahkan seluruh bets jika ditemukan reaksi yang
dapat berakibat serius bagi kesehatan
c. Dibuat sistem penarikan dan dokumentasinya
6. Kesimpulan
1) Prosedur pembuatan dijabarkan secara tertulis
2) Prosedur tertulis harus dipatuhi dalam pelaksanaannya
3) Pekerjaan yang dilakukan harus dicatat/ didokumentasikan
4) Gunakan fasilitas dan peralatan yang sesuai
5) Fasilitas dan peralatan harus dirawat
6) Pemberian pelatihan secara periodik kepada personil
7) Kebersihan dan kerapihan harus terjaga
8) Selalu waspada terhadap mutu
9) Dilakukan audit terhadap pemenuhan aturan
PERSYARATAN & PENGAWASAN MUTU OBAT TRADISIONAL
1. Keputusan Kepala Badan Pengawas Obat Dan Makanan RI No. HK. 00.05.4.2411 tahun 2004 Tentang Ketentuan
Pokok Pengelompokan Dan Penandaan Obat Bahan Alam Indonesia
Jamu /ot empiris Obat herbal terstandar Fitofarmaka

1. Aman sesuai dengan 1. Aman sesuai dengan 1. Aman sesuai dengan


persyaratan yang ditetapkan persyaratan yang ditetapkan persyaratan yang ditetapkan
2. Klaim khasiat dibuktikan 2. Klaim khasiat dibuktikan 2. Klaim khasiat harus
berdasarkan data empiris secara ilmiah/pra klinik dibuktikan berdasarkan uji
3. Standardisasi kandungan 3. Telah dilakukan Standardisasi klinik
kimia belum dipersyaratkan kandungan kimia bahan baku 3. Telah dilakukan
penyusun formula Standardisasi kandungan
4. Memenuhi persyaratan mutu kimia bahan baku dan sediaan
yang berlaku 4. Memenuhi persyaratan mutu
yang berlaku.

Tolak Angin (PT Sido Muncul), Diapet (PT Soho Indonesia), Nodiar (PT Kimia Farma),
Pil Binari (PT Tenaga Tani Kiranti (PT Ultra Prima Abadi), Stimuno (PT Dexa Medica),
Farma), Curmaxan dan Diacinn Psidii (PJ Tradimun), Rheumaneer PT. Nyonya
(Lansida Herbal) Diabmeneer (PT Nyonya Meneer), Tensigard dan X-Gra
Meneer) (PT Phapros)
2. Pengertian
1) Obat Tradisional:
bahan atau ramuan bahan yang berupa bahan tumbuhan, bahan hewan, bahan mineral, sediaan sarian (galenik)
atau campuran dari bahan tersebut yang secara turun temurun telah digunakan untuk pengobatan, dan dapat
diterapkan sesuai dengan norma yang berlaku di masyarakat.
2) Bahan Baku :
semua bahan awal baik yang berkhasiat maupun tidak berkhasiat, yang berubah maupun tidak berubah, yang
digunakan dalam pengolahan Obat Tradisional.
3) Bahan Tambahan :
Komponen Obat Tradisional yang dimaksudkan sebagai zat pelarut, pelapis, pembantu, dan zat yang dimaksudkan
untuk mempertinggi kegunaan, kemantapan, keawetan, atau sebagai zat warna dan tidak mempunyai efek
farmakologis.
3. Persyaratan Mutu menurut Permenkes 006 Tahun2012 pasal 33
Setiap industri dan usaha obat tradisional berkewajiban:
1) Menjamin keamanan, khasiat/manfaat dan mutu produk obat tradisional yang dihasilkan;
2) Melakukan penarikan produk obat tradisional yang tidak memenuhi ketentuan keamanan, khasiat/manfaat dan
mutu dari peredaran; dan
3) Memenuhi ketentuan peraturan perundang-undangan lain yang berlaku.
4. Persyaratan Simplisia (Materia Medika Indonesia 1977)
1) Pemerian
2) Identifikasi
3) Kadar abu total
4) Kadar abu tidak larut asam
5) Kadar sari larut air
6) Kadar sari larut etanol
7) Kadar senyawa yang teridentikasi
5. Persyaratan Simplisia (Farmakope Herbal 2008)
1) Pemerian
2) Identifikasi Kandungan Senyawa
3) KLT
4) Susut Pengeringan
5) Kadar Abu Total
6) Kadar abu tidak larut asam
7) Kadar sari larut air
8) Kadar sari larut etanol
9) Kadar senyawa yang teridentikasi
6. Persyaratan Ekstrak (Farmakope Herbal 2008)
1) Pemerian
2) Rendamen
3) Identifikasi Kandungan Senyawa
4) KLT
5) Kadar Air
6) Kadar abu
7) Kadar abu tidak larut asam
8) Kadar senyawa yang teridentikasi

7. Contoh Persyaratan Simplisia  Herba Benalu (Scurrulae Atropurpureae Herbae)


1) Kuarsetin  kuersitrin (+ ramnosa)  rutan (+ glukosa dan ramnosa)
2) Pelarut Kuarsetin Diklorometan, P-aseton, P-asam format P (10:7:1)
3) Syarat senyawa marker
a. Mayer compound
b. Senyawa actual
c. Senyawa aktif
d. Senyawa indentitas

8. Bentuk sediaan obat tradisional


4) Setengah padat (salep/balsem/krim/gel)
5) Cairan obat dalam (suspensi/emulsi/elixir/ tinctur/cairan kental/ cair
6) Cairan obat luar (suspensi/ emulsi/ inhaler/ cair)
7) Plester (koyo)

9. BENTUK SEDIAAN PRODUK JADI OBAT TRADISIONAL


1) Obat Dalam
a. Rajangan
b. Serbuk simplisia
c. Lainnya, cth : Serbuk Instan, granul, serbuk Efervesen, Pil, Kapsul, Kapsul Lunak, Tablet/Kaplet, Tablet
Efervesen, tablet hisap, Pastiles, Dodol/Jenang, Film Strip dan Cairan Obat Dalam
d. Sediaan Obat Dalam
 Fisika/kimia
 Cemaran
 Mikrobiologi
e. Persyaratan Mutu Produk Jadi
Kriteria Parameter Bentuk Sediaan
Pengujian Rajangan serbuk padatan Cairan
Fisika / Organoleptik √ √ √ √
kimia Kadar air √ √ √
Keseragaman bobot √ (X
dodol)
Waktu Hancur √
Vol. perpindahan √
Kadar alkohol √
BJ √
PH √
Bahan tambahan √
Cemaran Aflatoksin (asfargilus √ √ √ √
flafus) total
Logam berbahaya (Pb, Hg, √ √ √ √
Cd, As)
Mikrobiologi ALT, AKK, mikroba √ √ √ √
patogrn
f) Kapsul
Lampiran Peraturan Kepala BPOM no. 12 Tahun 2014 TentangPersyaratan Mutu OT Pasal 5 mengatur :
 Obat dalam berupa Kapsul sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2) huruf c hanya dapat berisi
Ekstrak.
 Obat dalam berisi minyak harus menggunakan:
a. Kapsul Lunak; atau
b. Kapsul yang dibuat dengan teknologi khusus

g) Tabel Keseragaman Bobot


1) Keseragaman bobot simplisia
Dari 10 kemasan primer tidak lebih dari 2 kemasan yang masing-masing bobot isinya menyimpang dari
tabel dan tidak satu kemasanpun yang bobot isinya menyimpang dua kali lipat dari tabel berikut:
Bobot rata-rata serbuk Penyimpangan terhadap bobot rata-rata
≤ 0,1 g ± 15%
> 0,1 - 0,5 g ± 10%
> 0,5 - 1,5 g ± 8%
> 1,5 - 6 g ± 7%
>6g ± 5%

2) Keseragaman bobot serbuk & serbuk everfescen


Dari 20 kemasan primer tidak lebih dari 2 kemasan yang masing-masing bobot isinya menyimpang dari
bobot isi rata-rata lebih besar dari harga yang ditetapkan dalam kolom A dan tidak satu kemasanpun yang
bobot isinya menyimpang dari bobot isi rata-rata lebih besar dari harga yang ditetapkan dalam kolom B,
yang tertera pada daftar berikut:
Bobot rata-rata isi serbuk Penyimpangan terhadap bobot isi rata-rata
A B
5 g sampai dengan 10 g 8% 10%

3) Keseragaman bobot Pil


Dari 10 Pil, tidak lebih 2 Pil yang menyimpang dari tabel, dan tidak satupun yang menyimpang dua kali
lipat dari tabel berikut
Bobot rata-rata pil Penyimpangan terhadap bobot rata-rata
Kurang dari 50 mg ± 12%
50 mg s/d 100 mg ± 11%
100 mg s/d 300 mg ± 10%
300 mg s/d 1500 mg ± 9%
1500 mg s/d 3000 mg ± 8%
3000 mg s/d 6000 mg ± 7%
6000 mg s/d 9000 mg ± 6%
Lebih dari 9000 mg ± 5%

4) Tablet/Kaplet, Tablet Hisap, Pastiles, Tablet Efervesen


Dari 20 Tablet/kaplet/tablet hisap/Pastiles/Tablet Efervesen, tidak lebih dari 2 Tablet yang masing-
masing bobotnya menyimpang dari bobot rata-ratanya lebih besar dari pada harga yang ditetapkan dalam
kolom A dan tidak satu tablet pun yang bobotnya menyimpang dari bobot rata-ratanya lebih besar dari
harga yang ditetapkan dalam kolom B, yang tertera pada daftar berikut:
Bobot rata-rata Penyimpangan terhadap bobot rata-rata
A B
25 mg atau kurang 15% 30%
26 mg sampai 150 mg 10% 20%
151 mg sampai 300 mg 7,5% 15%
Lebih dari 300 mg 5% 10%

5) Kapsul dan Kapsul Lunak


Untuk Kapsul yang berisi Obat Tradisional kering: Dari 20 Kapsul, tidak lebih dari 2 Kapsul yang
masing-masing bobot isinya menyimpang dari bobot isi rata-rata lebih besar dari 10% dan tidak satu
Kapsulpun yang bobot isinya menyimpang dari bobot isi rata-rata lebih besar dari 25%.
Untuk Kapsul yang berisi Obat Tradisional cair: Tidak lebih dari satu Kapsul yang masing-masing
bobot isinya menyimpang dari bobot isi rata-rata lebih besar dari 7,5% dan tidak satu Kapsul pun yang
bobot isinya menyimpang dari bobot isi rata-rata lebih besar dari 15%.
h) Persyaratan Mutu OT (Obat Dalam)
2) Obat Luar
a. Cairan Obat Luar
b. Semi padat (salep, Krim, Balsem)
c. Padat (Parem, Pilis, Koyo, dan Supositoria wasir)
d. Sedian Obat Luar
 Fisika
 Mikrobiologi

e. Persyaratan Mutu OT (Obat Luar)


SISTEM PENGOBATAN TRADISIONAL
1. Pengobatan Tradisional : Praktek medis yg meliputi diagnosis, pencegahan, dan pengobatan berdasarkan pengalaman
praktis dan pengamatan yang diturunkan dari generasi ke generasi, secara lisan maupun tulisan
1) Lebih mengandalkan pada sifat turun temurun
2) Dasar keilmuan dari yang rasional sampai dengan yang tidak rasional
3) Mekanisme kerja tidak selalu jelas, sehingga sulit membuktikan keberulangan hasil terapi
4) Belum semua jenis pengobatan tradisional memiliki bukti atas mutu, keamanan, kemanfaatan, dan keberulangan
hasil terapi
5) Pendekatan lebih holistik
2. Pengobat Tradisional
1) Keterampilan
Pengobat tradisional pijat urut, patah tulang, sunat, dukun bayi, refleksi, akupresuris, akupunkturis, chiropractor
dan pengobat tradisional lainnya yang metodanya sejenis
2) Ramuan
terdiri dari pengobat tradisional Indonesia (jamu), gurah, tabib, shinshe, homoephaty, aromatherapist dan pengobat
tradisional lainnya yang metodenya sejenis
3) Pendekatan Agama
terdiri dari pengobat tradisional dengan pendekatan agama Islam, Kristen, Katolik, Hindu dan Budha
4) Supranatural
terdiri dari pengobat tradisional tenaga dalam (prana), paranormal, reiky master, qigong, dukun kebatinan dan
pengobat tradisional lainnya yang metodenya sejenis.
3. Kriteria/Persyaratan Pengobatan Tradisional
1) Secar Umum
a. Tidak membahayakan jiwa atau melanggar susila dan kaidah agama
b. Aman dan bermanfaat bagi kesehatan
c. Tidak bertentangan dengan upaya peningkatan derajat kesehatan masyarakat
d. Tidak bertentangan dengan norma dan nilai yang hidup dalam masyarakat
2) Kriteria Obat Tradisional (WHO)
a. Telah digunakan secara turun-temurun selama 3 generasi
b. Aman
c. Bermanfaat
4. Pengertian
1) Obat tradisional adalah obat asli di suatu negara yang digunakan secara turun temurun di negara lain ataupun di
negara asalnya.
2) Obat asli adalah suatu obat bahan alam yang ramuannya, cara pembuatan, pembuktian khasiat dan keamanan serta
cara penggunaannya berdasarkan pengetahuan tradisional penduduk asli setempat.
3) Obat tradisional adalah obat asli di suatu negara yang digunakan secara turun temurun di negara lain ataupun di
negara asalnya.
4) Obat asli adalah suatu obat bahan alam yang ramuannya, cara pembuatan, pembuktian khasiat dan keamanan serta
cara penggunaannya berdasarkan pengetahuan tradisional penduduk asli setempat.
5. Legislasi Obat Herbal/Tradisional
Berdasarkan penggunaan dan pengakuan obat tradisional pada sistem pelayanan kesehatan, menurut who ada 3 sistem
yang dianut oleh negara-negara di dunia:
1) SISTEM INTEGRATIF
Pengobatan tradisional secara resmi telah diakui dan telah digabungkan secara utuh ke dalam sistem kesehatan
masyarakat, mencakup kebijakan nasional, regulasi, penerapan pada semua tingkat pelayanan kesehatan, asuransi
kesehatan, pendidikan dan penelitian
2) SISTEM INCLUSIVE
Pengobatan tradisional hanya diakui sebagian secara formal dan dimanfaatkan pada bagian-bagian tertentu saja
dalam sistem kesehatan masyarakat
3) SISTEM TOLERAN
Sistem kesehatan masyarakat berdasarkan pada kedokteran modern tetapi praktek pengobatan tradisional tidak
dilarang oleh undang-undang
6. Faktor Gangguan kesehatan
1) Gangguan ringan = Nyeri, diare, luka atau cedera
2) Gangguan Kronis atau serius = Kondisi fatal, membahayakan jiwa
Hub. dg bukti Ilmiah
a. Cinchona secara tradisional di amerika selatan digunakan utk demam
b. Bukti ilmiah: ditemukan senyawa kuinin utk demam malaria
COMPLEMENTARY AND ALTERNATIF MEDICINE (CAM)
1. Pengobatan alternatif adalah cara pengobatan tradisional yang kembali digunakan sebagai alternatif dari pengobatan
konvensional. Semakin banyaknya penelitian mengenai cara pengobatan ini yang terbukti relatif ampuh dan aman
menurut persyaratan pengobatan modern, banyak dari cara pengobatan tradisional tersebut yang diambil sebagai terapi
pendamping atau complement, sehingga berkembang menjadi CAM (Complementary and Alternative Medicine)
2. Dasar hukum dari pengobatan komplementer-alternatif yaitu Peraturan Menteri Kesehatan RI, Nomor
1109/Menkes/Per/IX/2007 tentang Penyelenggaraan Pengobatan Komplementer-Alternatif di Fasilitas Pelayanan
Kesehatan. Sesuai dengan Peraturan Menteri Kesehatan definisi pengobatan komplementer – alternatif adalah
pengobatan non konvensional yang ditujukan untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat meliputi upaya
promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif yang diperoleh melalui pendidikan terstruktur dengan kualitas, keamanan
dan efektifitas yang tinggi berlandaskan ilmu pengetahuan biomedik tapi belum diterima dalam kedokteran
konvensional
3. Jenis pelayanan pengobatan komplementer-alternatif berdasarkan Permenkes RI, Nomor : 1109/Menkes/Per/2007
1) Intervensi tubuh dan pikiran (mind and body interventions) : Hipnoterapi, mediasi, penyembuhan spiritual, doa
dan yoga.
2) Sistem pelayanan pengobatan alternatif : akupuntur, akupresur, naturopati, homeopati, aromaterapi, ayurveda.
3) Cara penyembuhan manual : chiropractice, healing touch, tuina, shiatsu, osteopati, pijat urut.
4) Pengobatan farmakologi dan biologi : jamu, herbal, gurah .
5) Diet dan nutrisi untuk pencegahan dan pengobatan : diet makro nutrient, mikro nutrient.
6) Cara lain dalam diagnosa dan pengobatan : terapi ozon, hiperbarik
4. Perbedaan Pengobatan Alternatif/Komplementer dengan Pengobatan Konvensional
Kebanyakan dari pengobatan alternatif yang terkenal, menggunakan prinsip-prinsip praktik dasar yang berbeda dari
prinsip dan praktik dasar pengobatan paliatif yang konvensional. Hal-hal itu adalah:
1) Kemampuan penyembuhan yang alami.
2) Orientasi pada pasien ketimbang orientasi pada dokter.
3) Untuk mencapai hasil, pengobatan alternative membutuhkan waktu yang lama.
4) Penggunaan bahan-bahan yang alami dan utuh.
5) Standar kesehatan yang lebih tinggi.
6) Digunakan terutama untuk penyembuhan penyakit kronis.
7) Fokus pada pencegahan dan penyebab penyakit.
8) Pendekatan yang holistik.
9) Kemampuan tubuh untuk mengatasi penyakit.
10) Bahan-bahan yang alami untuk pengobatan.
11) Setiap pasien adalah individu yang unik.
12) Dasar kondisi sehat adalah lancarnya aliran energy.
13) Pasien sebaiknya aktif dalam penyembuhan sendiri.
14) Perhatian yang lebih penuh terhadap pasien
5. Jenis-jenis Metode Pengobatan Alternatif/Komplementer (ad 5)
1) Akupunktur
a. Pengobatan ini sangat individual yang dilakukan berdasarkan intuisi, subjektif dan pengalaman pribadi, bukan
atas dasar penelitian medis.
b. Akupuntur melibatkan penusukan jarum dalam berbagai ukuran kedalam “titik meridian” dalam tubuh
manusia dengan tujuan untuk mengalihkan Chi (energi vital tubuh) untuk meningkatkan keseimbangan tubuh
atau mengembalikan kesehatan tubuh
c. Titik meridian adalah jalur yang sangat penting dalam tubuh manusia sebagai tempat mengalir Chi.
d. Chi mengalir dalam tubuh manusia memberikan energi vital untuk organ tubuh agar organ-organ tubuh dapat
berfungsi dengan baik
2) Hipnoterapi
a. Hypnosis didefinisikan sebagai suatu kondisi pikiran dimana fungsi analitis logis pikiran direduksi hingga
memungkinkan individu masuk ke dalam kondisi bawah sadar, dimana tersimpan beragam potensi internal
yang dapat dimanfaatkan untuk lebih meningkatkan kualitas hidup
b. Individu yang berada pada kondisi “hypnotic trance” lebih terbuka terhadap sugesti dan dapat dinetralkan dari
berbagai rasa takut berlebih, trauma ataupun rasa sakit
c. Individu yang mengalami hypnosis masih dapat menyadari apa yang terjadi disekitarnya berikut dengan
berbagai stimulus yang diberikan oleh terapis
d. Terapi hypnosis kini merupakan fenomena ilmiah , namun hingga kini masih belum terdapat definisi yang
jelas, bagaimana sebenarnya mekanisme kerja hypnoterapi
3) Herbalisme Medis
a. Herbalisme medis penggunaan obat dari tumbuhan untuk pencegahan dan pengobatan penyakit
b. Herba digunakan untuk memperbaiki ketidakseimbangan dari cairan-cairan didalam tubuh
c. Salah satu prinsip dasar herbalisme adalah bahwa kandungan herba yang berbeda bekerja sama dalam
beberapa cara sehingga menghasilkan efek-efek yang bermanfaat
d. Herbalis medis mengobati berbagai macam kondisi akut dan yang lebih lazim kondisi kronis
4) Homeopati
Homeopati ditemukan sekitar 200 tahun lalu oleh Samuel Hahnemann seorang dokter dan apoteker jerman.
Berdasarkan hasil penemuannya pada percobaan-percobaan ini Hahnemann menekan 2 prinsip dasar hemeopati
yang membentuk dasar hemeopati klasik (Michael dkk,2009) :
a. Suatu zat yang digunakan dalam dosis tinggi menyebabkan suatu gejala atau gejala-gejala pada orang sehat
dapat digunakan untuk mengobati gejala-gejala tersebut pada orang sakit. Misalnya kopi, obat yang dibuat dari
biji kopi dapat digunakan untuk mengobati insomnia. Inilah yang disebut dengan konsep “like cures like”.
b. Dosisi minimal zat tersebut harus digunakan untuk mencegah toksisitas. Pada mulanya, Hahnemann
menggunakan zat tersebut dalam dosis tinggi , tetapi hal ini sering menimbulkan efek toksik. Selanjutnya zat-
zat tersebut diencerkan secara bertahap sambil dikocok. Semakin encer obat, semakin poten obat tersebut. Hal
ini berlawanan sepenuhnya dengan pengetahuan ilmiah mutakhir. Hanya obat atau zat tunggal yang harus
digunakan seorang pasien pada satu periode
5) Aromaterapi
Aromaterapi adalah penggunaan terapeutik zat-zat aromatic yang diekstraksi dari tumbuhan. Kelompok yang
paling penting pada zat-zat ini adalah minyak atsiri. Beberapa aspek penting untuk penggunaan minyak atsiri
dalam aromaterapi dijelaskan berikut ini (Michael dkk,2009) :
a. Aromaterapis menyatakan bahwa minyak atsiri dapat digunakan tidak hanya untuk pengobatan dan
pencegahan penyakit, tetapi juga efeknya terhadap mood, emosi, dan rasa sehat.
b. Aromaterapi di klaim sebagai suatu terapi holistic ;dalam hal ini ,aromaterapis memilih suatu minyak atsiri,
atau kombinasi minyak atsiri, disesuaikan dengan gejala, kepribadian dan keadaan emosi masing-masing klien.
Pengobatan dapat berubah pada kunjungan pasien berikutnya.
c. Aromaterapis meyakini bahwa kandungan minyak atsiri atau kombinasi minyak, bekerja secara sinergistis
untuk meningkatkan efikasi atau mengurangi terjadinya efek-efek merugikan yang terkait dengan kandungan
kimia tertentu.

PERATURAN TERKAIT HERBAL MEDICINE


1. Per KaBPOM No. 12 Tahun 2014 tentang Persyaratan Mutu Obat Tradisional
2. Per KaBPOM No. HK.00.05.3.1950 ttg kriteria dan tata laksana registrasi obat
3. Per KaBPOM_No HK.03.1.23.06.11.5629 Tahun 2011 Tentang Persyaratan Teknis CPOTB
4. Per KaBPOM_No. HK.00.05.4.2411 Tahun 2004 Tentang Ketentuan Pokok Pengelompokan Dan Penandaan Obat
Bahan Alam Indonesia
5. Per KaBPOM_No. HK.00.05.41.1384 Tahun 2005 Tentang Kriteria dan Tata Laksana Pendaftaran OT, OHT dan
Fitofarmaka
6. PMK No. 6 Tahun 2012 Tentang Industri dan Usaha Obat Tradisional
7. PMK No. 7 Tahun 2012 Tentang Registrasi Obat Tradisional
8. PMK No. 1109 Tahun 2007 Tentang Penyelenggaraan Pengobatan Komplementer-Alternatif di Fas Pel Kes
Bisa di Download di sini  https://www.dropbox.com/sh/st4lrfa9b5b04y2/AADwRqtPM-QO1uPeDT-s8srta?dl=0

(Semoga Allah Membalas Kalian dengan Kebaikan)


HR. At Tirmidzi dalam Al Bir was Shilah (2035)
SILABUS HERBAL MEDICINE
(Sri Luliana, M.Farm., Apt)

1. Definisi
2. Sejarah Perkembangan Pengobatan Alternatif
3. Bentuk Pengobatan Alternatif yang ada
4. Jenis Alternatif Medicine
1 Alternatif Medicine 4.1. Naturopati
4.2. Chiropati
4.3. Ayurveda
4.4. Homeopati
4.5. Akupuntur
1. Definisi
Complementary Medicine &
2 2. Contoh Penerapan Complementary Medicine
Pengobatan Holistik
3. Bentuk Pengobatan Holistik
1. Pendahuluan
1.1. Definisi
1.2. Sejarah dan Perkembangan Homeopati
3 Homeopathy Medicine
2. Homeopati
2.1. Bentuk Homepati
2.2. Prinsip Homeopati
1. Pendahuluan
1.1. Definisi
1.2. Sejarah Perkembangan Aromaterapi
1.3. Sumber-sumber Aromaterapi
4 Aromaterapi
2. Tipe-tipe Minyak
2.1. Minyak Tumbuhan dan Lemak
2.2. Minyak Menguap
2.3. Infused Oils
1. Nutrasetika
2. Vitamin
5 Dietary Supplements
3. Mineral
4. Herbal

Anda mungkin juga menyukai