Isu Komunikasi
Isu Komunikasi
Maraknya penyebaran berita hoax dan mudahnya akses informasi via digital
terkadang membuat saya tidak mempercayai berita terkini. Berita yang belum dikonfirmasi
kebenarannya tetapi sudah dipublikasikan kepada masyarakat membuat saya bertanya-tanya
mengapa berita tersebut tetap disebarkan. Contohnya adalah kasus berita hoax mengenai
penganiayaan yang dialami oleh Ratna Sarumpaet.
Tempo.co menuliskan mengenai kronologi kasus hoax Ratna Sarumpaet dari awal
mula menyebarnya berita penganiayaan di Facebook berupa tangkapan layar WhatsApp
pada 2 Oktober 2018 dan disertakan foto Ratna Sarumpaet. Kabar tersebut kemudian beredar
di Twitter melalui sejumlah tokoh, dan kemudian dikonfirmasi kebenarannya oleh beberapa
politikus seperti Rachel Maryam, Dahnil Anzar Simanjuntak (Juru Bicara Tim Prabowo-
Sandiaga), Fadli Zon, bahkan Prabowo Subianto pun turut memberikan pernyataan mengenai
hal tersebut.
Akan tetapi, berita tersebut disanggah oleh pihak kepolisian, dimana kepolisian
melakukan penyelidikan dengan hasil bahwa Ratna diketahui tidak dirawat di 23 rumah sakit
dan tidak melapor ke 28 Polsek di Bandung dalam kurun waktu 28 September sampai 2
Oktober 2018, dimana saat kejadian yang disebutkan pada 21 September, Ratna diketahui
memang tidak sedang berada di Bandung. Hasil penyelidikan menemukan bahwa Ratna
datang ke Rumah Sakit Bina Estetika di Menteng, Jakarta Pusat, pada 21 September 2018
sekitar pukul 17.00. Direktur Tindak Pidana Umum Polda Metro Jaya Kombes Nico Afinta
mengatakan Ratna telah melakukan pemesanan pada 20 September 2018 dan tinggal hingga
24 September. Polisi juga menemukan sejumlah bukti berupa transaksi dari rekening Ratna
ke klinik tersebut.
Disini saya sangat mengagumi pihak kepolisian yang bekerja dengan sangat baik
dalam menuntas berita hoax. Respon seperti inilah yang seharusnya bisa dilakukan oleh
masyarakat dan rekan-rekan media. Usut dulu informasi yang ada kemudian baru
memberikan respon atau tanggapan terhadap sebuah informasi.