A. Definisi
Pneumoni merupakan proses inflamasi pada parenkim paru yang biasanya
berhubungan dengan peningkatan cairan alveolar dan interstitial. (Black &
Hawks. 2017)
Pneumonia adalah inflamasi parenkim paru yang disebabkan oleh berbagai
mikroorganisme, termasuk bacteria, mikrobakteria, jamur, dan
virus.(Smeltzer. 2016)
Pneumonia adalah inflamasi parenkim paru yang disebabkan oleh berbagai
microorganism, termasuk bacteria, mikrobakteria, jamur dan virus yang
biasanya berhubungan dengan peningkatan cairan alveolar dan interstitial.
Pneumonia dapat juga berasal dari aspirasi makanan, cairan atau dari asap
beracun atau bahan kimia berbahaya, asap, debu, atau gas.
1. Pneumonia bacterial
2. Pneumonia Viral
3. Pneumonia jamur
4. Pneumonia aspirasi
6. Hypostatic Pneumonia
7. Pneumonia Kimia
C. Epidemiologi
Menurut data WHO, jumlah balita dengan gejala infeksi traktus respiratorius
akut yang di bawa ke institusi kesehatan adalah 75,3% di Indonesia pada
tahun 2012. Sesuai hasil Riskesdas 2013, terdapat 571,541 balita Indonesia
yang terdiagnosis pneumonia, dengan 55,932 (0,1%) berasal dari jawa
tengah. Jumlah balita yang mengalami kematian karena pneumonia pada
tahun 2013 di Indonesia adalah 6774 dengan 67 balita (0,01%) berasal dari
Jawa Tengah. Case Fatality Rate pneumonia pada balita di Indonesia adalah
1,9%.
D. Anatomi Fisiologi
Sistem pernafasan memiliki fungsi esensial (Black&Hawks. 2016):
1. Mengeluarkan karbon dioksida (CO2), suatu produk sampah metabolisme
yang ditransportasikan dari jaringan ke paru untuk dibuang.
2. Menyaring dan melembabkan udara yang masuk ke paru.
3. Menagkap partikel dalam mucus jalan nafas dan mengeluarkannya
melalui mulut untuk dibuang dengan cara batuk atau ditelan.
4. Mencegah masuknya pathogen secara inhalasi dengan mengaktifkan
sistem imun.
E. Pathofisiologi
Pathofisiologi menurut Dosen Keperawatan Medikal-Bedah Indonesia 2017
Pneumonia dapat timbul melalui aspirasi kuman atau penyebaran langsung
kuman dari saluran respiratorik atas. Hanya sebagian kecil merupkan akibat
sekunder dari viremia atau bakterimia. Pneumonia dapat terjadi bila satu
atau lebih mekanisme pertahanan mengalami gangguan sehingga kuman
pathogen dapat mencapai saluran nafas bagian bawah. Inokulasi pathogen
penyebab pada saluran nafas menimbulkan respon inflamasi akut yang
berbeda sesuai dengan pathogen penyebab.
Virus akan menginvasi saluran nafas kecil dan alveoli, umumnya mengenai
lobus. Pada infeksi virus ditandai lesi awal berupa kerusakan silia epitel
dengan akumulasi debris kedalam lumen. Respon inflamasi awal adalah
infiltrasi sel-sel mononuclear ke dalam submukosa dan perivaskuler.
Sebagian sel polymorponukleus (PMN) akan didapatkan dalam saluran
nafas kecil. Bila pross inflamasi meluas maka sel debris mucus serta sel-sel
inflamasi yang meningkat dalam saluran nafas kecil akan menyebabkan
obstruksi baik partial maupun total. Respon inflamasi dalam alveoli sama
seperti yang terjadi pada ruang interstisial yang terdiri dari sel-sel
mononuclear. Proses infeksi yang bert akan menyebabkan terjadinya
pengelupasan epitel dan akan terbentuk eksudat hemoragik. Infiltrasi ke
interstisial sangat jarang menimbulkan fibrosis.
Pneumonia bacterial terjadiakibat inhalasi atau aspirasi pathogen, kadang-
kadang terjadimelalui penyebaran haematogen. Terjadi tidaknya proses
pneumoni bergantung pada interaksi antara bakteri dan system imunitas
tubuh. Ketika bakteri dapat mencapai alveoli, beberapa mekanisme
pertahanan tubuh akan diaktifkan. Saat terjadi kontak antara bakteri dan
dinding alveoli maka bakteri akan ditangkap oleh lapisan aciran epitel yang
mengandung opsonin dan akan terbentuk antibodiimunoglobulin G spesifik.
Selanjutnya terjadi fagositosis oleh makrofag alveolar (sel alveolar tipe II),
sebagian kecil kuman akan dilisis melalui perantara komplemen.
Mekanisme tersebut sangat penting terutama pada infeksi yang disebabkan
oleh bakteri yang tidak berkapsul seperti streptococcus pneumonia. Ketika
mekanisme ini gagal merusak bakteri dalam alveolar, leukosit PMN dengan
aktivitas fagositosis akan di bawa oleh sitokin sehingga muncul respons
inflamasi.
Proses inflamsi mengakibatkan terjadinya kongesti vascular dan edema
yang luas, hal ini merupakan karakteristik pneumonia yang disebabkan oleh
pneumococcus. Kuman akan dilapisi oleh cairan edema yang berasal dari
alveolus melalui pori-pori Kohn. Area edem akan membesar dan
membentukarea sentral yang terdiri dari eritrosit, eksudat purulen (fibrin,
sel-sel lekosit PMN) dan bakteri. Fase ini secara histopatologi dinamakan
hepatisasi merah.
Tahap selanjutnya adalah hepatisasi kelabu yang ditandai dengan fagositosis
aktif oleh leukosit PMN. Pelepasan dinding bakteri dan pneumolisisn
melalui degradasi ensimatik akan meningkatkan responinflamasi dan efek
sitotoksik terhadap semua sel-sel paru. Proses ini akan mengakibatkan
kaburnya struktur seluler paru.
Pada infeksi yang disebabkan oleh streptococcus aureus, kerusakan jaringan
disebabkan oleh berbagai enzim dan toksin yang dihasilkan oleh kuman.
Perlekatan staphylococcus aureus pada sel mukosa melalui teichoidacid
yang terdapat pada dinding sel dan paparan di submukosa akan
meningkatkan adhesi dari fibrinogen, fibronektinkolagen, dan protein yang
lain. Strain yang berbeda dari staphylococcus aureus akan menghasilkan
factor-faktor virulensi yang berbeda pula, factor-faktor tersebut mempunyai
satu atau lebih kemampuan dalam melindungi kuman dari pertahanan tubuh
penjamu, melokalisir infeksi, menyebabkan kerusakan jaringan local dan
bertindak sebagai toksin yang mempengaruhi jaringan yang tidak terinfeksi.
F. Pathoflow diagram Pneumonia
Kongesti vaskuler Edema Alveoli terisi oleh eksudat Batuk, sesak nafas,
membrane alveolar dari hasil inflamasi dispnoe
Gas tidak dapat melewati Udara tidak dapat masuk karena Ketidakefektifan
membrane alveolar yang alveoli diisi oleh cairan bersihan jalan
mengalami edema nafas
Ketidakefektifan
Terjadi hipoksia dan
Gangguan perfusi jaringan
retensi CO2
pertukaran gas perifir
H. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang yang perlu dilakukan (Yasmara dkk. 2017):
1. Laboratorium
a. Hitung darah lengkap menunjukan leukositosis
b. Kultur darah positif terhadap organisme penyebab
c. Nilai gas darah arteri menunjukkan hipoksemia ( normal 75-
100mmHg)
d. Kultur jamur atau basil tahan asam menunjukan agens penyebab
e. Pemeriksaan kadar antigen larut legionella pada urine mendeteksi
adanya antigen
f. Kultur sputum, pewarnaan gram dan apusan mengungkap oranisme
penyebab.
2. Pencitraan
3. Prosedur diagnostic
a. Specimen aspirasi transtrakea atau bronkoskopi mengidentifikasikan
agen penyebab
b. Oksimetri nadi dapat menunjukkan penurunan saturasi oksigen
I. Penatalakasanaan
1. Penatalaksanaan Medis
Penatalaksanaan medis menurut brunne&Suddarth :
a. Antibiotic diresepkan berdasarkan hasil pewarnaan gram dan peoman
antibiotic (pola resistensi, factor risiko, etiologi harus
dipertimbangkan). Terapi kombinasi dapat juga digunakan.
b. Terapi suportif mencakup hidrasi, antipiretik, medikasi antitusif,
antihistamin, atau dekongestan nasal.
c. Tirah baring direkomendasikan sampai infeksi menunjukan tanda-
tanda bersih.
d. Terapi oksigen diberikan untuk hipoksemia.
e. Bantuan pernafasan mencakup konsentrasi oksigen inspirasi yang
tinggi, intubasi endotrakeal,, dan ventilasi mekanik.
f. Terapi atelektasis, efusi pleura, syok, gagal nafas atau superinfeksi
dilakukan ,jika perlu.
g. Untuk kelompok yang berisiko tinggi mengalami CAP, disarankan
untuk melakukan vaksin pneumokokus.
2. Managemen keperawatan
Diagnosis keperawatan tujuan, dan intervensi untuk anak yang mengidap
pneumonia bertujuan utama untuk
a. Memberikan perawatan suportif
Pastikan hidrasi adekuat dan bantu mengencerkan sekresi, dengan
mendorong asupan cairan oral pada anak yang memiliki status
pernafasan stabil.
b. Penyuluhan kesehatan mengenai penyakit tersebut dan terapinya.
Memberikan penyuluhan kesehatan kepada keluarga mengenai
pentingnya mematuhi regimen antibiotic yang di programkan.
J. Pencegahan
Pencegahan infeksi pneumokokus dalam Kyle&Susan. 2016:
Anak yang berisiko tinggi terinfeksi pneumokokus harus mendapat imunisasi
pneumokokus. Anak tersebut meliputi semua anak usia antara 0 dan 23
bulan, serta anak usia antara 24 dan 59 bulan, baik yang belum mendapat
vaksin tersebut sebelum usia 12 dan 23 bulan. Disamping itu anak usia
antara 24 dan 59 bulan dengan kondisi tertentu seperti, difisiensi imun,
penyakit sel sabit, asplenia, masalah jantung kronik, masalah paru kronik,
kebocoran cairan cerebro spinal, insufisiensi ginjal kronik, DM, dan
transplantasi organ.
K. Komplikasi
Komplikasi yang dapat teradi pada pasien pneumonia , menurut
Brunner&Suddarth. 2016:
1. Syok
2. Gagal nafas.
3. Atelektasis
4. Efusi pleura
5. Konfusi
DAFTAR PUSTAKA
Kyle & Susan. 2016. Buku Ajar Keperawatan Pediatri. Edisi 2. Jakarta. EGC.