Anda di halaman 1dari 13

BAB II

KONSEP TEORI PNEUMONI

A. Definisi
Pneumoni merupakan proses inflamasi pada parenkim paru yang biasanya
berhubungan dengan peningkatan cairan alveolar dan interstitial. (Black &
Hawks. 2017)
Pneumonia adalah inflamasi parenkim paru yang disebabkan oleh berbagai
mikroorganisme, termasuk bacteria, mikrobakteria, jamur, dan
virus.(Smeltzer. 2016)
Pneumonia adalah inflamasi parenkim paru yang disebabkan oleh berbagai
microorganism, termasuk bacteria, mikrobakteria, jamur dan virus yang
biasanya berhubungan dengan peningkatan cairan alveolar dan interstitial.

B. Etiologi dan Faktor Risiko


Terdapat banyak penyebab pneumonia (Black&Hawks. 2016):
1. Bacteria
2. Virus
3. Mikroplasma
4. Agen jamur
5. Protozoa

Pneumonia dapat juga berasal dari aspirasi makanan, cairan atau dari asap
beracun atau bahan kimia berbahaya, asap, debu, atau gas.

1. Pneumonia bacterial

Penyebab paling umum pada community acquired bacterial


pneumonia adalah Streptococcus Pneumoniae, atau biasa
disebut pneumococcal pneumonia. Selain itu, community acquired
pneumonia juga disebabkan oleh Staphylococcus aureus, chlamydia
trachomatis, dan mycoplasma pneumoniae. Hospital Acquired
Pneumonia (HAP) biasanya lebih berbahaya dari pada CAP. HAP
disebabkan oleh Escherichia coli, Haemophilus influenza, dan Klebsiella
pneumonia. Methicilin-resistant Staphylococus
aureus(MRSA), pseudomonas aeruginosa dan antibiotic-resistant
pneumonias yang lain sangat sulit untuk diobati.

2. Pneumonia Viral

Virus influenza merupakan penyebab umum yang biasanya menyerang


pneumonia viral. Keberadaan pneumonia viral meningkatkan kelemahan
pasien pada secondary bacterial pneumonia. Pasien dengan pnemunonia
viral biasanya tidak begitu buruk jika dibandingkan dengan pneumonia
bakterial. Akan tetapi, seseorang dengan pneumonia virus akan memiliki
periode sakit yang lama karena antibiotic yang dikonsumsi tidak efektif
untuk melawan virus.

3. Pneumonia jamur

Candidia dan aspergillus merupakan dua jamur yang dapat menyebabkan


pneumonia. Pneumocystic carinii pneumonia (PCP) disebabkan oleh
jamur dan biasanya menyerang pasien dengan AIDS.

4. Pneumonia aspirasi

Beberapa pneumonia disebabkan oleh aspirasi substansi tertentu. Hal ini


sering terjadi pada pasien dengan penurunan tingkat kesadaran atau
kelemahan batuk. Kondisi ini dapat terjadi pada klien yang
mengkonsumsi alkohol, stroke, anestesi
general, seizures, Gastroeophageal Reflux Disease (GERD), atau
penyakit serius yang lain. Pneumonia aspirasi meningkatkan
resiko subsequent bacterial pneumonia.
5. Ventilator Associated Pneumonia (VAP)

VAP merupakan tipe dari pneumonia aspirasi. Pneumonia ini menyerang


pasien yang sedang dipasang ventilator. Endotracheal tube membiarkan
glotis tetap terbuka, sehingga sekresi dapat dengan mudah masuk ke
paru-paru. Sebuah manset pada tabung disimpan meningkat untuk
mencoba untuk melindungi saluran napas bagian bawah, dan suction
dapat menjaga sekresi bawah kontrol tetapi resiko aspirasi masih
signifikan.

6. Hypostatic Pneumonia

Pasien yang mengalami hipoventilasi akibat bedrest, imobilitas, atau


kedangkalan respirasi memiliki resiko tinggi terkena Hypostatic
Pneumonia. Sekresi cairan pada daerah tertentu di paru-paru dan dapat
menyebabkan inflamasi dan infeksi.

7. Pneumonia Kimia

Menghirup bahan kimia beracun dapat menyebabkan inflamasi dan


kerusakan jaringan yang dapat menyebabkan pneumonia kimia.
Pneumonia kimia meningkatkan resiko subsequent bacterial pneumonia.

C. Epidemiologi
Menurut data WHO, jumlah balita dengan gejala infeksi traktus respiratorius
akut yang di bawa ke institusi kesehatan adalah 75,3% di Indonesia pada
tahun 2012. Sesuai hasil Riskesdas 2013, terdapat 571,541 balita Indonesia
yang terdiagnosis pneumonia, dengan 55,932 (0,1%) berasal dari jawa
tengah. Jumlah balita yang mengalami kematian karena pneumonia pada
tahun 2013 di Indonesia adalah 6774 dengan 67 balita (0,01%) berasal dari
Jawa Tengah. Case Fatality Rate pneumonia pada balita di Indonesia adalah
1,9%.
D. Anatomi Fisiologi
Sistem pernafasan memiliki fungsi esensial (Black&Hawks. 2016):
1. Mengeluarkan karbon dioksida (CO2), suatu produk sampah metabolisme
yang ditransportasikan dari jaringan ke paru untuk dibuang.
2. Menyaring dan melembabkan udara yang masuk ke paru.
3. Menagkap partikel dalam mucus jalan nafas dan mengeluarkannya
melalui mulut untuk dibuang dengan cara batuk atau ditelan.
4. Mencegah masuknya pathogen secara inhalasi dengan mengaktifkan
sistem imun.

Gambar anatomi paru-paru

Gambar Sumber ; Black&Hawks. 2016

Struktur Sistem Pernafasan

1. Saluran Nafas Atas


Saluran nafas (jalan nafas) adalah daerah dimana udara bergerak menuju
area pertukaran gas di paru-paru. Saluran nafas atas terdiri atas rongga
hidung, Faring, dan Laring
a. Rongga Hidung
b. Faring
c. Laring
2. Saluran nafas bawah
Saluran nafas bawah atau pohon trakeobronkial tersusun atas trakea,
bronki primer dextra dan sinistra, bronki segmentalis, bronki
subsegmentalis, dan bronkiolus terminalis
a. Trakea
Trakea (pipa udara) memanjang dari laring ke bawah setinggi
vertebra torakalis 7, yang kemudian bercabang menjadi bronkus
primer (utama). Tempat percabangan ini disebut karina. Trakea
adalah suatu jalan nafas muskuler dan fleksibel dengan panjang 12
cm dengan cincin kartilago berbentuk huruf C, bersama dengan
daerah saluran nafas bawah lain, trakea dilapisi epitel kolumnar
berlapis semu yang mengandung sel goblet (sel yang menghasilkan
mucus) dan silia. Oleh karena silia bergetar k etas silia cenderung
mengeluarkan partikel asing dan mucus yang berlebihan menjauh
dari paru menuju ke faring. Pada alveoli tidak terdapat silia.
b. Bronkus dan Bronkiolus.
Bronkus kanan lebih pendek dan lebih luas, berjalan lebih vertical ke
bawah di bandingkan bronkus utama kiri. Dengan demikian benda
asing lebih mudah masuk ke bronkus kanan dibandingkan bronkus
kiri. Bronki segmental dan subsegmental adalah subdivisi dari bronki
utama dan menyebar menyerupai pohon terbalik menuju ke masing
masing paru. Kartilago menyelubungi jalan nafas di bronki tetapi
pada bronkioli (jalan nafas terakhir sebelum sampai ke alveoli)
kartilago menghilang sehingga bronkioli dapat mengalami kolaps dan
mengandung udara selama ekshalasi aktif. Bronkiolus terminalis
adalah saluran udara terakhir pada system konduksi. Area hidung
sampai ke bronkiolus tidak mengalami pertukaran gas dan berfungsi
sebagai ruang rugi anatomic (anatomi dead space). Kekurangan
pertukaran gasberarti bahwa udara yang pertama keluar dari mulut
selama ekshalasi mencerminkan udara ruangan , tetapi udara terakhir
yang keluar (udara tidal akhir) mencerminkan udara alveolar.
3. Paru dan Alveoli
a. Paru
Paru terletak didalam rongga thorak, paru berbentuk kerucut, dengan
apeks terletak di atas rusuk pertama dan dasar/basal paru terletak
pada diafragma. Tiap paru terbagi menjadi lobus posterior dan
inferior oleh fisura oblik. Paru kanan dibagi lagi oleh fisura
horizontal sehingga paru kanan terbagi dalam tiga lobus, lobus
superior, medius, dan inferior. Sedangkan paru kiri hanya terdiri atas
dua lobus. Paru-paru mengandung gas, darah, dinding alveolus yang
tipis dan struktur pendukung. Dinding alveolus mengandung serabut
kolagen dan elastic; yang membentuk struktur tiga dimensi
menyerupai keranjang yang memungkinkan paru berkembang
kesemua arah.
b. Alveolus
Parenkim paru yang terdiri atas jutaan alveolus, adalah area yang
bekerja pada jaringan paru. Pada saat kelahiran seseorang memiliki
sekitar 24 juta alveoli. Suplai darah yang mengalir ke alveoli datang
dari ventrikel kanan jantung. Keseluruhan unit alveolar (zona
respirasi) tersusun atas bronkiolus respiratorius, duktus alveolaris,
dan sakus alveolaris. Oksigen dan CO2 ditukar melalui suatu
membrane respirasi, dengan tebal sekitar 0,2mm. Alveolus terdiri
atas dua macam sel; pneumosit tipe I yang melapisi alveolus,
merupakan sel tipis dan tidak mampu bereproduksi tetapi efektif
untuk pertukaran gas. Pneumosit tipe II adalah sel kuboid dan tidak
dapat melakukan pertukran oksigen dan CO2 dengan baik. Sel ini
menghasilkan surfaktan dan penting pada jejas paru dan respirasi
jaringan karena sel ini dapat berdiferensiasi menjadi makrofag
alveolar. Sel ini juga dapat berdiferensiasi menjadi sel tipe I,
oksigenasi dapat terganggu selama masa transisi dari tipe I ke tipe II.

E. Pathofisiologi
Pathofisiologi menurut Dosen Keperawatan Medikal-Bedah Indonesia 2017
Pneumonia dapat timbul melalui aspirasi kuman atau penyebaran langsung
kuman dari saluran respiratorik atas. Hanya sebagian kecil merupkan akibat
sekunder dari viremia atau bakterimia. Pneumonia dapat terjadi bila satu
atau lebih mekanisme pertahanan mengalami gangguan sehingga kuman
pathogen dapat mencapai saluran nafas bagian bawah. Inokulasi pathogen
penyebab pada saluran nafas menimbulkan respon inflamasi akut yang
berbeda sesuai dengan pathogen penyebab.
Virus akan menginvasi saluran nafas kecil dan alveoli, umumnya mengenai
lobus. Pada infeksi virus ditandai lesi awal berupa kerusakan silia epitel
dengan akumulasi debris kedalam lumen. Respon inflamasi awal adalah
infiltrasi sel-sel mononuclear ke dalam submukosa dan perivaskuler.
Sebagian sel polymorponukleus (PMN) akan didapatkan dalam saluran
nafas kecil. Bila pross inflamasi meluas maka sel debris mucus serta sel-sel
inflamasi yang meningkat dalam saluran nafas kecil akan menyebabkan
obstruksi baik partial maupun total. Respon inflamasi dalam alveoli sama
seperti yang terjadi pada ruang interstisial yang terdiri dari sel-sel
mononuclear. Proses infeksi yang bert akan menyebabkan terjadinya
pengelupasan epitel dan akan terbentuk eksudat hemoragik. Infiltrasi ke
interstisial sangat jarang menimbulkan fibrosis.
Pneumonia bacterial terjadiakibat inhalasi atau aspirasi pathogen, kadang-
kadang terjadimelalui penyebaran haematogen. Terjadi tidaknya proses
pneumoni bergantung pada interaksi antara bakteri dan system imunitas
tubuh. Ketika bakteri dapat mencapai alveoli, beberapa mekanisme
pertahanan tubuh akan diaktifkan. Saat terjadi kontak antara bakteri dan
dinding alveoli maka bakteri akan ditangkap oleh lapisan aciran epitel yang
mengandung opsonin dan akan terbentuk antibodiimunoglobulin G spesifik.
Selanjutnya terjadi fagositosis oleh makrofag alveolar (sel alveolar tipe II),
sebagian kecil kuman akan dilisis melalui perantara komplemen.
Mekanisme tersebut sangat penting terutama pada infeksi yang disebabkan
oleh bakteri yang tidak berkapsul seperti streptococcus pneumonia. Ketika
mekanisme ini gagal merusak bakteri dalam alveolar, leukosit PMN dengan
aktivitas fagositosis akan di bawa oleh sitokin sehingga muncul respons
inflamasi.
Proses inflamsi mengakibatkan terjadinya kongesti vascular dan edema
yang luas, hal ini merupakan karakteristik pneumonia yang disebabkan oleh
pneumococcus. Kuman akan dilapisi oleh cairan edema yang berasal dari
alveolus melalui pori-pori Kohn. Area edem akan membesar dan
membentukarea sentral yang terdiri dari eritrosit, eksudat purulen (fibrin,
sel-sel lekosit PMN) dan bakteri. Fase ini secara histopatologi dinamakan
hepatisasi merah.
Tahap selanjutnya adalah hepatisasi kelabu yang ditandai dengan fagositosis
aktif oleh leukosit PMN. Pelepasan dinding bakteri dan pneumolisisn
melalui degradasi ensimatik akan meningkatkan responinflamasi dan efek
sitotoksik terhadap semua sel-sel paru. Proses ini akan mengakibatkan
kaburnya struktur seluler paru.
Pada infeksi yang disebabkan oleh streptococcus aureus, kerusakan jaringan
disebabkan oleh berbagai enzim dan toksin yang dihasilkan oleh kuman.
Perlekatan staphylococcus aureus pada sel mukosa melalui teichoidacid
yang terdapat pada dinding sel dan paparan di submukosa akan
meningkatkan adhesi dari fibrinogen, fibronektinkolagen, dan protein yang
lain. Strain yang berbeda dari staphylococcus aureus akan menghasilkan
factor-faktor virulensi yang berbeda pula, factor-faktor tersebut mempunyai
satu atau lebih kemampuan dalam melindungi kuman dari pertahanan tubuh
penjamu, melokalisir infeksi, menyebabkan kerusakan jaringan local dan
bertindak sebagai toksin yang mempengaruhi jaringan yang tidak terinfeksi.
F. Pathoflow diagram Pneumonia

Agens infeksi, aspirasi benda


asing, aspirasi cairan lambung

Inflamasi di jaringan paru Peningkatan suhu Hipertermi


tubuh

Kongesti vaskuler Edema Alveoli terisi oleh eksudat Batuk, sesak nafas,
membrane alveolar dari hasil inflamasi dispnoe

Gas tidak dapat melewati Udara tidak dapat masuk karena Ketidakefektifan
membrane alveolar yang alveoli diisi oleh cairan bersihan jalan
mengalami edema nafas

Ketidakefektifan
Terjadi hipoksia dan
Gangguan perfusi jaringan
retensi CO2
pertukaran gas perifir

Pernafasan menjadi pendek, Intoleransi aktifitas


seseg,lelah, krekels di paru,
penurunan suara nafas

Sumber : Stromberg, Dallred&Susan. 2016 dalam Yasmara dkk. 2017)


G. Gejala/Manifestasi
Pneumonia awal ditandai dengan salah satu manifestasi berikut
(Black&Hawks 2016):
1. Demam ,menggigil, berkeringat, rasa lelah, batuk, produksi sputum,
dyspnoea.
2. Gejala yang lebih jarang, antara lain haemoptysis, nyeri dada pleuritik,
dan sakit kepala.
3. Auskultasi dada menunjukan suara nafas bronchial, pada bagian yang
mengalami konsolidasi (tampak sebagai area putih pekat pada rongent
dada).
4. Taktil fremitus meningkat

H. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang yang perlu dilakukan (Yasmara dkk. 2017):
1. Laboratorium
a. Hitung darah lengkap menunjukan leukositosis
b. Kultur darah positif terhadap organisme penyebab
c. Nilai gas darah arteri menunjukkan hipoksemia ( normal 75-
100mmHg)
d. Kultur jamur atau basil tahan asam menunjukan agens penyebab
e. Pemeriksaan kadar antigen larut legionella pada urine mendeteksi
adanya antigen
f. Kultur sputum, pewarnaan gram dan apusan mengungkap oranisme
penyebab.
2. Pencitraan

Foto thorak umumnya menunjukan infiltrate lobus atau infiltrate bercak.

3. Prosedur diagnostic
a. Specimen aspirasi transtrakea atau bronkoskopi mengidentifikasikan
agen penyebab
b. Oksimetri nadi dapat menunjukkan penurunan saturasi oksigen
I. Penatalakasanaan
1. Penatalaksanaan Medis
Penatalaksanaan medis menurut brunne&Suddarth :
a. Antibiotic diresepkan berdasarkan hasil pewarnaan gram dan peoman
antibiotic (pola resistensi, factor risiko, etiologi harus
dipertimbangkan). Terapi kombinasi dapat juga digunakan.
b. Terapi suportif mencakup hidrasi, antipiretik, medikasi antitusif,
antihistamin, atau dekongestan nasal.
c. Tirah baring direkomendasikan sampai infeksi menunjukan tanda-
tanda bersih.
d. Terapi oksigen diberikan untuk hipoksemia.
e. Bantuan pernafasan mencakup konsentrasi oksigen inspirasi yang
tinggi, intubasi endotrakeal,, dan ventilasi mekanik.
f. Terapi atelektasis, efusi pleura, syok, gagal nafas atau superinfeksi
dilakukan ,jika perlu.
g. Untuk kelompok yang berisiko tinggi mengalami CAP, disarankan
untuk melakukan vaksin pneumokokus.
2. Managemen keperawatan
Diagnosis keperawatan tujuan, dan intervensi untuk anak yang mengidap
pneumonia bertujuan utama untuk
a. Memberikan perawatan suportif
Pastikan hidrasi adekuat dan bantu mengencerkan sekresi, dengan
mendorong asupan cairan oral pada anak yang memiliki status
pernafasan stabil.
b. Penyuluhan kesehatan mengenai penyakit tersebut dan terapinya.
Memberikan penyuluhan kesehatan kepada keluarga mengenai
pentingnya mematuhi regimen antibiotic yang di programkan.
J. Pencegahan
Pencegahan infeksi pneumokokus dalam Kyle&Susan. 2016:
Anak yang berisiko tinggi terinfeksi pneumokokus harus mendapat imunisasi
pneumokokus. Anak tersebut meliputi semua anak usia antara 0 dan 23
bulan, serta anak usia antara 24 dan 59 bulan, baik yang belum mendapat
vaksin tersebut sebelum usia 12 dan 23 bulan. Disamping itu anak usia
antara 24 dan 59 bulan dengan kondisi tertentu seperti, difisiensi imun,
penyakit sel sabit, asplenia, masalah jantung kronik, masalah paru kronik,
kebocoran cairan cerebro spinal, insufisiensi ginjal kronik, DM, dan
transplantasi organ.

K. Komplikasi
Komplikasi yang dapat teradi pada pasien pneumonia , menurut
Brunner&Suddarth. 2016:
1. Syok
2. Gagal nafas.
3. Atelektasis
4. Efusi pleura
5. Konfusi
DAFTAR PUSTAKA

Black&Hawks. 2016. Keperawatan Medikal Bedah Managemen Klinis untuk


Hasil yang Diharapkan . Jakarta. Elseivier

Dosen Keperawatan Medikal-Bedah Indonesia. 2017. Rencana Asuhan


Keperawatan Medikal-Bedah. Diagnosis NANDA-I 2015-2017. Intervensi
NIC. Hasil NOC. Jakarta. EGC.

Kyle & Susan. 2016. Buku Ajar Keperawatan Pediatri. Edisi 2. Jakarta. EGC.

Smeltzer. 2016. Keperawatan Medikal-Bedah. Brunner & Suddarth. Eisi 12.


Jakarta. EGC

Anda mungkin juga menyukai