Anda di halaman 1dari 5

BLBI adalah skema bantuan (pinjaman) yang diberikan Bank Indonesia kepada bank-bank yang

mengalami masalah likuiditas pada saat terjadinya krisis moneter 1998 di Indonesia. Skema ini dilakukan
berdasarkan perjanjian Indonesia dengan IMF dalam mengatasi masalah krisis. Pada bulan Desember
1998, BI telah menyalurkan BLBI sebesar Rp 147,7 triliun kepada 48 bank.

Pada dasarnya pemberian BLBI kepada perbankan didasarkan atas berbagai ketentuan sebagai berikut:

Undang-undang nomor 13 tahun 1968 tentang Bank Sentral dalam pasal 29 ayat (1) dan pasal 32 ayat (3)
serta Penjelasan Umumnya yang menyebutkan bahwa sebagai lender of last resort Bank Sentral dapat
memberikan kredit likuiditas kepada bank-bank untuk mengatasi kesulitan-kesulitan likuiditas yang
dihadapi dalam keadaan darurat

Pasal 37 ayat (2) huruf b UU no 7 tahun 1992 yang mengatakan bahwa " Dalam hal suatu bank
mengalami kesulitan yang membahayakan kelangsungan usahanya, maka Bank Indonesia dapat
mengambil tindnakan lain sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Pasal 2 ayat (1) Keputusan Presiden no 120 tahun 1998 yang mengatakan "Bank Indonesia dapat
memberikan jaminan atas pinjaman luar negeri dan atau atas pembiayaan perdagangan internasional
yang dilakukan oleh bank"

Pasal 1 Keputusan Presiden no 26 tahun 1998 yang mengatakan "Pemerintah membebri jaminan bahwa
kewajiban pembayaran bank umum kepada pemilik simpanan dan krediturnya akan dipenuhi" dan

Pasal 2 ayat(1) Keputusan Presidien no 1998 yang mengatakan "Pemerintah memberikan jaminan
terhadap kewajiban pembayaran Bank Perkreditan Rakyat"

Petunjuk-petunjuk dan Keputusan Presiden pada Sidang Kabinet Terbatas Bidang Ekku Wasbang dan
Prodis pada tanggal 3 September 1997 yang mengatakan" Krisis di beberapa negara menunjukkan bahwa
sektor keuangan --khususnya perbankan-- merupakan unsur yang sangat penting dan dapat menjadi
pemicu serta memperbuuruk keadaan. Untuk itu kepada Saudara Menteri Keuangan dan Saudara
Gubernur Bank Indonesia saya minta untuk mengambil langkah-langkah sebagai berikut:

Bank-bank nasional yang sehat tetapi mengalami kesulitan likuiditas untuk sementara supaya dibantu

Bank-bank yang nyata-nyata tidak sehat, supaya diupayakan penggabungan atau akuisisi dengan bank-
bank lainnya yang sehat.

Jika upaya ini tidak bebrhasil, supaya dilikuidasi sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku
dengan mengamankan semaksimal mungkin para deposan, terutama para deposan kecil"

Bank Sentral Republik Indonesia

English

HomePeraturan Moneter
Moneter

Judul : Peraturan Bank Indonesia Nomor 20/3/PBI/2018 Tentang Giro Wajib Minimum Dalam
Rupiah Dan Valuta Asing Bagi Bank Umum Konvensional, Bank Umum Syariah, Dan Unit Usaha Syariah

Tanggal :

05-04-2018

Sumber Data : Departemen Komunikasi

Kontak : Contact Center BICARA : (62 21) 131 e-mail : bicara@bi.go.id

Jam operasional Senin s.d. Jumat Pkl. 08.00 s.d 16.00 WIB

Hits : 7342

Deskripsi :

Lampiran :

Peraturan Bank Indonesia No. 20/3/PBI/2018

Tanya Jawab Peraturan Bank Indonesia No. 20/3/PBI/20

RINGKASAN PERATURAN BANK INDONESIA

Peraturan

Peraturan Bank Indonesia Nomor 20/3/PBI/2018 Tentang Giro Wajib Minimum Dalam Rupiah Dan
Valuta Asing Bagi Bank Umum Konvensional, Bank Umum Syariah, Dan Unit Usaha Syariah

Berlaku

16 Juli 2018
I. Latar Belakang Pengaturan

1. Sebagai kelanjutan dari Reformulasi Kerangka Operasional Kebijakan Moneter yang telah
dicanangkan sejak tahun 2016 dalam rangka meningkatkan efektivitas transmisi kebijakan moneter,
dilakukan langkah percepatan penguatan manajemen likuiditas bank melalui penyempurnaan
pengaturan Giro Wajib Minimum (GWM) bagi lembaga perbankan konvensional dan syariah. Langkah
penguatan tersebut dilaksanakan dalam bentuk penambahan besaran GWM dalam rupiah bagi Bank
Umum Konvensional (BUK) yang wajib dipenuhi secara rata-rata, pemberlakuan kewajiban pemenuhan
dan perhitungan GWM secara rata-rata untuk GWM dalam valuta asing bagi BUK dan pemberlakuan
kewajiban pemenuhan dan perhitungan GWM secara rata-rata untuk GWM dalam rupiah bagi Bank
Umum Syariah (BUS) dan Unit Usaha Syariah (UUS).

2. Penguatan ini merupakan upaya meningkatkan fleksibilitas pengelolaan likuiditas perbankan agar
menjadi lebih efisien sehingga dapat mendorong fungsi intermediasi perbankan dan mendukung
pendalaman pasar keuangan selain dapat menopang stabilitas pergerakan suku bunga pasar uang
sebagai sasaran operasional kebijakan moneter.

II. Substansi Pengaturan

1. Penambahan porsi GWM dalam rupiah rata-rata bagi BUK dari 1,5% menjadi 2% dari dana pihak
ketiga (DPK) dalam rupiah BUK.

2. Total kewajiban pemenuhan GWM dalam rupiah bagi BUK tidak berubah yaitu 6,5% dari DPK
dalam rupiah BUK.

3. Pemberlakuan GWM rata-rata dalam kewajiban pemenuhan GWM dalam valas BUK. Kewajiban
pemenuhan GWM dalam valas bagi BUK sebagian diubah dari pemenuhan secara harian menjadi secara
rata-rata sehingga pemenuhan kewajiban GWM dalam valas bagi BUK menjadi sebagai berikut:

a. GWM dalam valas yang wajib dipenuhi secara harian sebesar 6 % (enam persen) dari DPK dalam
valas BUK; dan

b. GWM dalam valas yang wajib dipenuhi secara rata-rata sebesar 2% (dua persen) dari DPK dalam
valas BUK

4. Total kewajiban pemenuhan GWM dalam valas BUK tidak berubah yaitu 8% dari DPK dalam valas
BUK.
5. Pemberlakuan GWM rata-rata dalam kewajiban pemenuhan GWM dalam rupiah BUS dan UUS.
Kewajiban pemenuhan GWM dalam rupiah BUS dan UUS sebagian diubah dari pemenuhan secara harian
menjadi secara rata-rata sehingga pemenuhan kewajiban GWM dalam rupiah BUS dan UUS menjadi
sebagai berikut:

a. GWM dalam rupiah yang wajib dipenuhi secara harian sebesar 3% (tiga persen) dari DPK dalam
rupiah BUS dan UUS; dan

b. GWM dalam rupiah yang wajib dipenuhi secara rata-rata sebesar 2% (dua persen) dari DPK dalam
rupiah BUS dan UUS

6. Total kewajiban pemenuhan GWM dalam rupiah BUS dan UUS tidak berubah yaitu 5% dari DPK
dalam rupiah BUS dan UUS.

7. Seluruh kewajiban pemenuhan GWM dalam valas BUS dan UUS tetap dipenuhi secara harian
sebesar 1% dari DPK dalam rupiah BUS dan UUS.

8. Penyeragaman periode dalam penghitungan pemenuhan GWM. Calculation period, lag period,
dan maintenance period dalam penghitungan pemenuhan GWM Rupiah bagi BUK, GWM valas bagi BUK,
GWM Rupiah dan valas bagi BUS atau UUS menjadi masing-masing 2 minggu, 2 minggu, dan 2 minggu.

9. Pengecualian pemberlakuan GWM rata-rata dalam rupiah BUK yang menerima Pinjaman
Likuiditas Jangka Pendek (PLJP).

10. Pengecualian pemberlakuan GWM rata-rata dalam rupiah BUS yang menerima Pembiayaan
Likuiditas Jangka Pendek Syariah (PLJPS).

11. Perubahan pemberian jasa giro bagi GWM dalam rupiah BUK menjadi 0% (penihilan jasa giro).

12. Penyesuaian ketentuan pengenaan sanksi bagi BUK, yakni terkait pemberlakuan GWM rata-rata
bagi GWM dalam valas BUK menjadi 2 jenis sanksi yaitu sanksi untuk pemenuhan GWM secara harian
dan sanksi untuk pemenuhan GWM secara rata-rata.

13. Penyesuaian ketentuan pengenaan sanksi bagi BUS dan UUS, yakni terkait pemberlakuan GWM
rata-rata bagi GWM dalam rupiah BUS dan UUS menjadi 2 jenis sanksi yaitu sanksi untuk pemenuhan
GWM secara harian dan sanksi untuk pemenuhan GWM secara rata-rata.

14. Peraturan Bank Indonesia ini mulai berlaku pada tanggal 16 Juli 2018.

15. Ketentuan pemenuhan kewajiban GWM dalam valuta asing bagi BUK secara harian dan rata-rata
mulai berlaku pada tanggal 1 Oktober 2018.

16. Ketentuan pemenuhan kewajiban GWM dalam rupiah secara harian dan rata-rata serta GWM
dalam valuta asing bagi BUS dan UUS mulai berlaku pada tanggal 1oOktober 2018.
https://id.m.wikipedia.org/wiki/Bantuan_Likuiditas_Bank_Indonesia

https://www.bi.go.id/id/peraturan/moneter/Pages/PBI_200318.aspx

Anda mungkin juga menyukai