Anda di halaman 1dari 8

PANDUAN

KOMUNIKASI EFEKTIF ANTAR PROFESIONAL PEMBERI ASUHAN


(PPA)

BAB I
DEFINISI

A. LATAR BELAKANG
Komunikasi efektif, yang tepat waktu, akurat, lengkap, jelas, dipahami
oleh pasien, akan mengurangi kesalahan, dan menghasilkan peningkatan
keselamatan pasien. Komunikasi dapat berbentuk elektronik, lisan, atau tertulis.
Perintah secara lisan dan atau melalui telpon tentang pemberian pelayanan
terhadap pasien sering dilakukan.
Komunikasi secara verbal ini sering menimbulkan insiden keselamatan
pasien, dikarenakan faktor manusia atau karena faktor lingkungan. Faktor
manusia ini antara lain, kelelahan (fatique) dan beban (workload) yang
berlebihan baik Penerima maupun Pengirim perintah. Sedangkan Faktor
Lingkungan antara lain, obat-obatan dengan Nama Obat dan Rupa Mirip / Look
Alike-Sound Alike (NORUM / LASA), aksen dan dialek, maupun latar belakang
suara yang berisik pada saat perintah verbal ini diberikan.
Komunikasi yang mudah terjadi kesalahan yang lain adalah pelaporan
kembali hasil pemeriksaan kritis, seperti melaporkan hasil pemeriksaan
laboratorium kritis melalui telpon ke unit pelayanan. Hasil pemeriksaan kritis
harus disampaikan dan direspon dalam waktu yang tepat.
Salah satu cara untuk meningkatkan komunikasi adalah dengan
menstandarisassi penggunaan singkatan. Penggunaan singkatan dan simbol
yang terstandarisasi akan mengurangi kesalahan interpretasi dan memberikan
perlindungan mediko-legal bagi staf, memperbaiki dokumentasi dan komunikasi.

B. PENGERTIAN
1. Komunikasi merupakan proses penyampaian informasi baik berupa berita,
ide, pesan, gagasan ataupun maksud lain dari pengirim ke penerima pesan.
Merupakan sebuah proses penyampaian pikiran atau informasi dari
seseorang kepada orang lain melalui suatu cara tertentu sehingga orang
lain tersebut memahami betul apa yang dimaksud oleh penyampai pikiran-
pikiran atau informasi.
2. Komunikasi Pelayanan secara Verbal / Lisan dan Komunikasi Pelayanan
melalui Telpon merupakan pemberian perintah secara lisan dan atau melalui

1
telpon untuk pemberian peresepan, medikasi, prosedur dan penyampaian
hasil kritis pemeriksaan penunjang oleh tenaga kesehatan sesuai dengan
kewenangan dan standar profesinya yang tepat waktu, akurat, jelas, dan
mudah dipahami oleh penerima, sehingga dapat mengurangi tingkat
kesalahan (kesalah pahaman).
3. Hasil Pemeriksaan Kritis merupakan hasil pemeriksaan penunjang dengan
angka / hasil ekstrim (di atas limit tinggi, di bawah limit rendah atau sama
dengan nilai limit), yang dapat mengancam hidup seseorang
4. Kode, Simbol dan Singkatan Terstandar merupakan daftar Kode, Simbol
dan Singkatan yang harus digunakan oleh seluruh Dokter, Perawat serta
karyawan rumah sakit, terutama yang berhubungan langsung dengan
pelayanan pada pasien dan keluarganya pada saat
5. Pemberian perintah secara verbal atau melalui telpon adalah Dokter
Penanggung Jawab Pasien (DPJP), Asisten DPJP, Dokter Radiologi,
Dokter Laporatorium, Perawat Penanggung Jawab Pasien (PPJP)
6. Penerima Perintah secara verbal atau melalui telpon adalah Asisten DPJP
/ Perawat Penanggung Jawab Pasien / Apoteker / Asisten apoteker / Analis
Laboratorium / Radiografer / Fisioterapist/ Petugas Gizi

C. MAKSUD DAN TUJUAN


Menjadi pedoman bagi staf dalam melakukan pemberian perintah pelayanan
secara lisan atau melalui telepon

2
BAB II
RUANG LINGKUP

A. RUANG LINGKUP

1. Unit Rawat Inap


2. Unit Rawat Jalan
3. Unit Gawat Darurat
4. Unit Laboratorium
5. Unit Radiologi
6. Seluruh Tenaga Kesehatan

D. DASAR HUKUM
1. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 29 Tahun 2004 Tentang
Praktik Kedokteran
2. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2009 Tentang
Kesehatan
3. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 2009 Tentang
Rumah Sakit
4. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
1691/Menkes/Per/VIII/2017 Tentang Keselamatan Pasien Rumah Sakit

3
BAB III
TATA LAKSANA

A. PEMBERIAN PERINTAH PELAYANAN SECARA VERBAL / MELALUI


TELPON
1. Pemberian Perintah pelayanan secara verbal / melalui telpon hanya dapat
dilakukan dalam situasi tertentu, dimana Pemberi Perintah tidak
memungkinkan menuliskan perintah tersebut dan apabila Pemberi Perintah
tidak berada dalam ruangan yang sama dengan Penerima Perintah.
2. Rumah sakit secara kolaboratif mengembangkan suatu kebijakan dan
prosedur untuk pemberian perintah pelayanan secara lisan dan telepon
meliputi menulis perintah tersebut secara lengkap oleh penerima perintah
(Tulis), kemudian penerima perintah membacakan kembali (Baca) perintah;
dan mengkonfirmasi bahwa apa yang sudah dituliskan dan dibaca ulang
adalah akurat (Konfirmasi).
3. Pemberian perintah secara verbal dan atau telpon yang diberikan dalam
dalam kondisi gawat dan atau darurat baik di ruang rawat inap, IGD atau
IBS, Penerima Perintah cukup mengulang perintah tersebut secara lisan
pada saat akan melakukan tindakan
4. Untuk pemberian perintah peresepan dan medikasi secara lisan dan atau
melalui telpon harus disampaiakan hal hal sebagai berikut : Nama obat,
Tujuan pemberian resep dan medikasi terkait dengan kondisi pasien, Dosis,
Rute, Frekuensi pemberian dan Waktu Pemberian Pertama
5. Sedangkan Pemberian perintah prosedur (tindakan) secara lisan dan atau
melalui telpon maka harus disampaiakan hal hal sebagai berikut : Nama
Prosedur, Tujuan dilakukan prosedur terkait dengan kondisi pasien, Lokasi
(termasuk Kanan / kiri, Level), Frekuensi serta Informasi lain yang relevan
a. Penerima menulis perintah kedalam Lembar Harian Pasien.
b. Penerima membacakan kembali perintah yang telah ditulis dan
menanyakan kebenaran isi perintah:
c. Pemberi perintah memberikan konfirmasi kebenaran perintah yang
telah ditulis dan telah dibacakan kembali
d. Penerima perintah membubuhkan stempel tulisan “T-B-K”, yang
berarti “Tulis-Baca-Konfirmasi ”, pada catatan perintah dalam Lembar
Harian Pasien apabila sudah dikonfirmasi kebenarannya
e. “Penerima perintah” menuliskan tanggal, jam, nama pemberi dan
penerima perintah pada catatan komunikasi melalui telepon dalam
Lembar Harian Pasien.

4
f. Pemberi perintah harus sudah memberikan konfirmasi langsung
terhadap perintah melalui telepon dengan cara membubuhkan tanda
tangan dan nama terang pada Lembar Harian Pasien yang berisi
perintah tersebut dalam waktu 1 x 24 jam sejak pemberian perintah
g. Apabila nama resep / medikasi / tindakan kalimat / kata tersebut sulit,
maka pemberian perintah secara verbal atau melalui telpon terhadap
perintah tersebut harus dieja hurufnya satu persatu dengan
menggunakan Kode alfabet sebagai berikut :

Huruf Kode Alfabet Nasional Kode Alfabet Internasional


A Ambon Alfa
B Bandung Bravo
C Cepu Charlie
D Demak Delta
E Ende Echo
F Flores Foxtrot
G Garut Golf
H Halong Hotel
I Irian Indian
J Jepara Juliett
K Kendal Kilo
L Lombok Lima
M Medan Mike
N Namlea November
O Opak Oscar
P Pati Papa
Q Quibek Quebec
R Rembang Romeo
S Solo Sierra
T Timor Tango
U Ungaran Uniform
V Viktor Victor
W Wilis Whiskey
X Xtra X-ray
Y Yongki Yankee
Z Zainal Zulu

5
B. PELAPORAN HASIL KRITIS PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Hasil pemeriksaan kritis merupakan hasil pemeriksaan Penunjang dengan
angka / hasil ekstrim (di atas limit tinggi, di bawah limit rendah atau sama
dengan nilai limit) serta dapat mengancam hidup pasien harus disampaikan
dan direspon dalam waktu yang tepat.
2. Seluruh hasil pemeriksaan penunjang Laboratorium maupun Radiologi
yang mengancam hidup pasien, harus dilakukan verifikasi ulang oleh
Dokter Laboratorium maupun Dokter Radiologi sebelum disampaikan
kepada Dokter Penanggung Jawab Pasien (DPJP).
3. Pada saat didapatkan Hasil kritis pemeriksaan penunjang ini, Dokter
Laboratorium maupun Dokter Radiologi, harus menyampaikan hasil yang
telah diverifikasi tersebut secara lisan / melalui telpon kepada DPJP dan
atau Asisten DPJP / Perawat / Bidan Ruangan dimana pasien tersebut
dirawat, dalam waktu kurang dari 1 (satu) jam.
4. Pada saat menerima laporan hasil kritis pemeriksaan penunjang, Penerima
Laporan harus melakukan prosedur sebagai berikut :
a. Menulis hasil pemeriksaan tersebut (Tulis)
b. Membacakan kembali (Baca) hasil pemeriksaan
c. Konfirmasi bahwa apa yang sudah dituliskan dan dibaca ulang adalah
akurat (Konfirmasi).

C. KOMUNIKASI DENGAN METODE SBAR


1. Dalam asuhan pelayanan di rumah sakit, sering kali pasien diberikan
asuhan pelayanan oleh banyak profesi Tenaga Kesehatan, dan
mendapatkan asuhan dalam beberapa shift jaga
2. Sering kali serah terima (hand-over) yang terjadi antar unit pelayanan (Unit
Rawat Inap-unit Laboratorium, Instalasi Gawat darurat–Unit Rawat Inap,
Unit Rawat Inap–Unit Bedah) dan antar tim perawatan (DPJP–Perawat,
Asisten DPJP-DPJP, DPJP–Apoteker, dll) tidak mencakup secara
komprehensif semua informasi penting yang diperlukan. Kesenjangan
dalam komunikasi ini dapat mengganggu kesinambungan perawatan,
menyebabkan ketidak tepatan perawatan, dan menyebabkan potensi yang
menimbulkan insiden keselamatan pasien
3. Komunikasi pada saat serah terima (Hand-over) berkaitan dengan proses
pemberian informasi kondisi spesifik pasien dari satu tenaga kesehatan
kepada tenaga kesehatan lain, dari satu tim shift perawatan kepada tim
shift perawatan berikutnya, atau dari tenaga kesehatan kepada pasien dan
atau kepada keluarganya demi terjaminnya kesinambungan asuhan
pelayanan dan keselamatan pasien
6
4. Informasi yang disampaikan pada saat hand-over harus lengkap yang
antara lain terdiri dari kondisi pasien saat ini, perubahan kondisi terkini,
asuhan perawatan yang masih dilakukan, dan perubahan atau komplikasi
yang mungkin akan terjadi.
5. SBAR (Situation, Background, Assessment, and Recommendation)
merupakan tehnik komunikasi yang dapat memberikan kerangka
komunikasi yang terstandar pada saat komunikasi hand-over ini.
6. Unsur dalam SBAR :
a. Situasi (Situation), Situasi (masalah / tanda / gejala) yang sedang
terjadi
b. Latar belakang (Background), Keadaan yang menyebabkan situasi
tersebut terjadi.
c. Pengkajian (Assessment), Hasil pengkajian dan pemeriksaan
d. Rekomendasi (Recommendation), Saran tindakan yang diberikan

D. SINGKATAN TERSTANDAR
1. Penggunaan singkatan yang tidak terstandar dihubungkan dengan
banyaknya kejadian “medication error”. Catatan dalam rekam medis
merupakan catatan yang harus terbaca dan mudah dipahami oleh semua
pihak yang mempunyai kewenangan untuk mengakses Rekam Medis.
2. Diperlukan standarisasi penggunaan singkatan dan simbol yang digunakan
baik dalam pencatatan di Rekam Medis ataupun untuk digunakan pada
saat komunikasi pelayanan (misal. Komunikasi verbal, penulisan label obat,
dll).

7
BAB IV
DOKUMENTASI

1. Lembar Catatan Perkembangan Pasien Terintegrasi (CPPT)

2. Daftar Singkatan / Simbol

3. Daftar Alfabet

Anda mungkin juga menyukai