Anda di halaman 1dari 9

PEMBENTUKAN HEME

Heme adalah gugus prostetik yang terdiri dari atom besi yang terdapat di
tengah-tengah cincin organik heterosiklik yang luas yang disebut porfirin. Tidak
semua porfirin mengandung besi, tapi fraksi metalloprotein yang mengandung
porfirin memiliki heme sebagai gugus protetiknya; ini kemudian dikenal sebagai
hemoprotein. Heme banyak dikenal dalam perannya sebagai komponen
Hemoglobin, namun heme juga merupakan komponen dari sejumlah hemoprotein
lainnya.
METABOLISME PORFIRIN
1. Pendahuluan
1.1 Batasan
Porfirin adalah senyawa siklik yang dibentuk dari gabungan empat cincin pirol
melalui jembatan metenil (-CH=). Sifat khas porfirin adalah pembentukan
kompleks dengan ion-ion logam (metaloporfirin) yang terikat pada atom nitrogen
cincin-cincin pirol. Sebagai contoh misalnya heme yang merupakan porfirin besi
dan klorofil, merupakan porfirin magnesium.
Di alam, metaloporfirin terkonjugasi dengan protein membentuk senyawa-
senyawa penting dalam proses biologi, antara lain: (1) Hemoglobin, merupakan
porfirin besi yang terikat pada protein globin dan mempunyai fungsi penting pada
mekanisme transport oksigen dalam darah;(2) Mioglobin, merupakan pigmen
pernafasan yang terdapat dalam sel-sel otot; (3) Sitokrom, berperan sebagai
pemindah elektron (electron transfer) pada proses oksidasi reduksi.
1.2 Kimia Porfirin
Porfirin mengandung nitrogen tersier pada 2 cincin pirolen sehingga bersifat
basa lemah dan adanya gugus karboksil pada rantai sampingnya menyebabkan
juga bersifat asam. Titik isoelektriknya berkisar pada pH 3-4, sehingga pada pH
trersebut porfirin mudah diendapkan dalam larutan air. Berbagai jenis
porfirinogen tidak berwarna, sedangkan berbagai jenis porfirin berwarna.
Porfirin dan derivat-derivatnya mempunyai spektrum absorbsi yang khas pada
daerah yang dapat dilihat dan pada daerah ultraviolet. Larutan porfirin dalam
HCl 5% mempunyai pita absorbsi pada 400 nm yang disebut pita Soret.
Porfirin dalam asam mineral kuat atau pelarut organik dan kemudian disianari
sinar ultraviolet akan memancarkan fluoresensi merah yang kuat. Sifat
fluoresensi ini sangat khas sehingga sering dipakai untuk mendeteksi porfirin
bebas dengan jumlah yang sedikit. Sifat absorbsi dan fluoresensi yang khas dari
porfirin disebabkan oleh ikatan rangkap yang menyatukan cincin pirol. Ikatan
rangkap ini tidak ada pada porfirinogen sehingga tidak menunjukkan sifat-sifat
tersebut. Jika porfirinogen mengalami oksidasi dengan melepaskan 6 atom H
akan terbentuk porfirin yang mempunyai ikatan rangkap.
2. Biosintesis Heme
2.1 Tahap-tahap Biosintesis Heme
Biosintesis heme dapat terjadi pada sebagian besar jaringan kecuali eritrosit
dewasa yang tidak mempunyai mitokondria. Sekitar 85% sintesis heme terjadi
pada sel-sel prekursor eritoid di sumsum tulang dan sebagian besar sisanya di sel
hepar. Biosintesis heme dapat dibagi menjadi 2 tahap, yaitu: (1) Sintesis
porfirin; (2) Sintesis heme.
Biosintesis heme dimulai di mitokondria melalui reaksi kondensasi antara suksinil-
KoA yang berasal dari siklus asam sitrat dan asam amino glisin. Reaksi ini
memerlukan piridoksal fosfat untuk mengaktivasi glisin, diduga piridoksal
bereaksi dengan glisin membentuk basa Shiff, di mana karbon alfa glisin dapat
bergabung dengan karbon karbosil suksinat membentuk α-amino-β-ketoadipat
yang dengan cepat mengalami dekarboksilasi membentuk d-amino levulinat
(ALA/AmLev). Rangkaian reaksi ini dikatalisis oleh AmLev sintase/sintetase yang
merupakan enzim pengendali laju reaksi pada biosintesis porfirin.
AmLev yang terbentuk kemudian keluar ke sitosol. Di sitosol 2 molekul AmLev
dengan perantaraan enzim AmLev dehidratase/dehidrase membentuk
porfobilinogen yang merupakan prazat pertama pirol. AmLev dehidratase
merupakan enzim yang mengandung seng dan sensitif terhadap inhibisi oleh
timbal
Empat porfobilinogen selanjutnya mengadakan kondensasi membentuk tetrapirol
linier yaitu hidroksi metil bilana yang dikatalisis oleh enzim uroporfirinogen I
sintase (porfobilinogen deaminase). Hidroksi metil bilana selanjutnya mengalami
siklisasi spontan membentuk uroporfirinogen I yang simetris atau diubah
menjadi uroporfirinogen III yang asimetris dan membutuhkan enzim tambahan
yaitu uroporfirinogen III kosintase Pada kondisi normal hampir selalu terbentuk
uroporfirinogen III.
Uroporfirinogen III selanjutnya mengalami dekarboksilasi, semua gugus
asetatny (A) menjadi gugus metil (M) membentuk koproporfirinogen III. Reaksi
ini dikatalisis oleh enzim uroporfirinogen dekarboksilase. Enzim ini juga mampu
mengubah uroporfirinogen I menjadi koproporfirinogen I.
Selanjutnya, koproporfirinogen III masuk ke dalam mitokondria serta mengalami
dekarboksilasi dan oksidasi, gugus propionat (P) pada cincin I dan II berubah
menjadi vini (V). Reaksi ini dikatalisis oleh koproporfirinogen oksidase dan
membentuk protoporfirinogen IX. Enzim tersebut hanya bisa bekerja pada
koproporfirinogen III, sehingga protoporfirinogen I umumnya tidak terbentuk.
Protoporfirinogen IX selanjutnya mengalami oksidasi oleh enzim
protoporfirinogen oksidase membentuk protoporfirin IX. Protoporfirin IX yang
dihasilkan akan mengalami proses penyatuan dengan Fe++ melalui suatu reaksi
yang dikatalisis oleh heme sintase atau ferokelatase membentuk heme.
2.2 Pengendalian Biosintesis Heme
Enzim yang bertindak sebagai regulator biosintesis heme adalah AmLev sintase.
Heme yang mungkin bekerja melalui molekul aporepresor menghambat sintesis
AmLev sintase, dalam hal ini kemungkinan terjadi feed back negative. Obat yang
metabolismenya menggunakan hemoprotein spesifik di hati (sitokrom-P450)
menyebabkan konsentrasi heme intra seluler menurun. Hal ini menyebabkan
represi terhadap AmLev sintase menurun. Aktivitas AmLev sintase meningkat
sehingga sintesis heme juga meningkat. Pemberian glukosa dan hematin dapat
mencegah pembentukan AmLev sintase sehingga menurunkan sintesis heme.
Biosintesa porfirin dan heme
Langkah awal biosintesa porfirin pada mamalia ialah kondensasi suksinil ko-
A yang berasal dari siklus asam sitrat dalam mitokondria dengan asam amino
glisin membentuk asam α amino β ketoadipat, dikatalisis oleh χ amino levulenat
sintase dan memerlukan piridoksal phosfat untuk mengaktifkan glisin. Asam
diatas segera mengalami dekarboksilasi membentuk χ amino levulenat atau sering
disingkat ALA. Enzym ALA sintase merupakan enzym pengendali kecepatan
reaksi .
Didalam sitosol 2 molekul ALA berkondensasi dan mengalami reaksi
dehidrasi membentuk porfobilinogen/PBG yang dikatalisis oleh ALA dehidratase.
4 molekul PBG berkondensasi membentuk hidroksi metil bilana, suatu
tetrapirol linier oleh enzym uroporfirinogen I sintase atau disebut juga PBG
deaminase kemudian terjadi reaksi siklisasi spontan membentuk uroporfirinogen,
suatu tetrapirol siklik. Pada keadaan normal uroporfirinogen I sintase adalah
kompleks enzym dengan uroporfirinogen III kosintase sehingga kerja kedua
kompleks enzym tersebut akan membentuk uroporfirinogen III, yang mempunyai
susunan rantai samping asimetris. Bila kompleks enzym abnormal atau hanya
terdapat enzym sintase saja, di bentuk uroporfirinogen I yaitu suatu bentuk
isomer simetris yang tidak fisiologis.
Rangka porfirin sekarang telah terbentuk, uroporfirinogen I atau III
mengalami dekarboksilasi membentuk koproporfirinogen I atau III dengan
melepas 4 molekul CO2 hingga rantai samping asetat pada uroporfinogen menjadi
metil, reaksi ini dikatalisis oleh uroporfirinogen dekarboksilase. Hanya
koproporfirinogen III yang dapat kembali masuk kemitokondria, mengalami
dekarboksilasi dan oksidasi membentuk protoporfirinogen III oleh enzym
koproporfirinogen oksidase, dimana dua rantai samping propionat
koproporfirinogen menjadi vinil.
Protoporfirinogen III dioksidasi menjadi protoporfirin III oleh
protoporfirinogen oksidase yang memerlukan oksigen. Protoporfirin III
diidentifikasi sebagai isomer porfirin seri IX dan disebut juga dengan
protoporfirin IX. Porfirin tipe I dan III dibedakan berdasar simetris tidaknya
gugus substituen seperti asetat, propionat dan metil pada cincin pirol ke IV.
2+
Penggabungan besi (Fe ) ke protoporfirin IX yang dikatalisa oleh Heme
sintase atau Ferro katalase dalam mitokondria akan membentuk heme.

Porfiria

Penyakit turunan atau bisa berupa penyakit yang didapat yang disebabkan
oleh defisiensi salah satu enzym pada jalur biosintesa heme dan mengakibatkan
penumpukan dan peningkatan porfirin atau prazatnya dijaringan atau didalam
urine. Kelainan ini jarang dijumpai tapi perlu dipikirkan dalam keadaan tertentu
misalnya sebagai diagnosa banding pada penyakit dengan keluhan nyeri abdomen,
fotosensitivitas dan gangguan psikiatri .
Porfiria dikelompokkan menjadi 3 golongan yaitu :
1. Porfiria eritropoetik
2. Porfiria hepatik
3. Protoporfiria (gabungan)
Porfiria eritropoetik, merupakan kelainan kongenital. Terjadi karena ketidak
seimbangan enzym kompleks uroporfirinogen sintase dan kosintase. Pada jenis
porfiria ini dibentuk uroporfirinogen I yang tidak diperlukan dalam jumlah besar.
Juga terjadi penumpukan uroporfirin I, koproporfirin I dan derivat simetris
lainnya. Penyakit ini diturunkan secara otosomal resesif dan memunculkan
fenomena berupa eritrosit yang berumur pendek, urine pasien merah karena
ekskresi uroporfirin I dalam jumlah besar, gigi yang berfluoresensi merah
karena deposisi porfirin dan kulit ©2004 Digitized by USU digital library 3
yang hipersensitif terhadap sinar karena porfirin yang diaktifkan cahaya
bersifat sangat reaktif .
Porfiria hepatik dibagi menjadi beberapa jenis antara lain :
- Intermitten acute porfiria ( IAP )
- Koproporfiria herediter
- Porfiria variegata
- Porfiria cutanea tarda
- Porfiria toksik
IAP terjadi karena defisiensi partial uroporfirinogen I sintase, diturunkan
secara otosomal dominan. Pada penyakit ini dijumpai ekskresi porfobilinogen dan
asam amino levulenat yang meningkat menyebabkan urine berwarna gelap.
Koproporfiria herediter terjadi karena defisiensi partial
koproporfirinogen oksidase, diturunkan secara otosomal dominan. Terdapat
peningkatan ekskresi koproporfirinogen dan menyebabkan urine berwarna merah.
Porfiria variegata terjadi karena defisiensi partial protoporfirinogen
oksidase, diturunkan secara otosomal dominan. Terdapat peningkatan ekskresi
hampir seluruh zat-zat antara sintesa heme.
Porfiria cutanea tarda terjadi karena defisiensi partial uroporfirinogen
dekarboksilasi, diturunkan secara otosomal dominan. Terdapat peningkatan
ekskresi uroporfirin yang bila terpapar cahaya menyebabkan urine berwarna
merah. Porfiria ini paling sering dijumpai dibanding yang lainnya .
Porfiria toksik atau akuisita disebabkan oleh obat atau zat toksik seperti
griseofulvin, barbiturat, heksachlorobenzene, Pb dan sebagainya.
Protoporfiria atau protoporfiria gabungan dikarenakan terjadinya defisiensi
partial ferrokatalase, diturunkan secara autosomal dominan. Terdapat
peningkatan ekskresi protoporfirin dalam urine.
Gejala klinis yang dapat muncul dapat dikelompokkan dalam dua patogenesa yaitu
bila kelainan enzym sintesa heme menyebabkan penumpukan asam amino levulenat
dan porfobilinogen disel atau cairan tubuh akan menghambat kerja ATP ase dan
meracuni neuron sehingga menimbulkan gejala-gejala neuro-psikiatri sedangkan
bila kelainan enzym sintesa heme menyebabkan penumpukan porfirinogen dikulit
dan dijaringan lain akan teroksidasi spontan membentuk porfirin yang apabila
terpapar dengan cahaya, porfirin akan bereaksi dengan O2 molekuler membentuk
suatu radikal bebas yang sangat reaktif dan merusak jaringan atau kulit dimana
porfirin terdeposisi, peristiwa ini memunculkan gejala-gejala fotosensitivitas.
Therapi yang dapat diberikan hanyalah bersifat symptomatik karena
therapi kausal yang bersifat genetik masih sulit dikerjakan. Obat yang dapat
dipakai dan beberapa tindakan yang dianjurkan seperti misalnya hindari preparat
atau obat yang merangsang aktifitas sitokrom P- 450 seperti obat anestesia,
alkohol, steroid dan lain-lain. Hindari zat-zat toksik penyebab porfiria.
Pemberian zat-zat seperti glukosa dan hematin yang menekan kerja ALA sintase
untuk menghambat pembentukan pra zat porfirin. Pemberian anti oksidan seperti
karoten, vitamin E dan C juga dapat dianjurkan pemakaian tabir surya guna
menggurangi pemaparan terhadap cahaya.

Katabolisme Heme

Katablisme Heme Menghasilkan Bilirubin


Dalam keadaan normal, umur eritrosit sekitar 120 hari. Sehingga, sekitar 100-
200 juta eritrosit dihancurkan setiap jammya. Dalam 1 hari lebih kurang 6 gram
hemoglobin (untuk berat badan 70 kg) dihancurkan. Proses degradasi ini terjadi
di jaringan retikulo endothelial (limpa, hati, dan sumsum tulang), yaitu pada
bagian mikrosom dari sel retikulo endothelial.
Hemoglobin dipecah menjadi heme dan globin. Bagian protein globin diuraikan
menjadi asam amino-asam amino pembentuknya kemudian digunakan kembali. Besi
akan dilepaskan dari heme kemudian memasuki depot besi yang juga dapat
dipakai kembali. Sedangkan porfirinnya akan dikatabolisme dan menghasikan
bilirubin.
Proses pertama dari katabolisme heme dilakukan oleh kompleks enzim heme
oksigenase. Pada saat mencapai heme oksigenase besi umumnya sudah teroksidasi
menjadi bentuk feri membentuk hemin. Hemin kemudian direduksi dengan
NADPH, besi feri dirubah kembali menjadi fero. Dengan bantuan NADPH
kembali, oksigen ditambahkan pada jembatan a metenil (antara cincin pirol I dan
II) membentuk gugus hidroksil, besi fero teroksidasi kembali menjadi feri.
Heme oksigenase dapat diinduksi oleh substrat. Selanjutnya, dengan penambahan
oksigen lagi ion feri dibebaskan serta terbentuk karbon monoksida dan biliverdin
IXa yang berwarna hijau. Pada reaksi ini heme bertindak sebagai katalisator.
Pada burung dan amfibia, diekskresi biliverdin IXa. Sedangkan pada mamalia,
dengan bantuan enzim biliverdin reduktase, terjadi reduksi jembatan metenil
antara cincin pirol III dan IV menjadi gugus metilen, membentuk bilirubin IXa
yang berwarna kuning. Satu gram hemoglobin diperkirakan menghasilkan 35 mg
bilirubin. Perubahan heme menjadi bilirubin secara in vivo dapat diamati pada
warna ungu hematom yang perlahan-lahan beirubah menjadi bilirubin yang
berwarna kuning.
Metabolisme Bilirubin di Hati
Metabolisme bilirubin dalam hati dibagi menjadi 3 proses:
1. Pengambilan (uptake) bilirubin oleh sel hati
2. Konjugasi bilirubin
3. Sekresi bilirubin ke dalam empedu

Pengambilan Bilirubin oleh Hati


Bilirubin hanya sedikit larut dalam plasma dan terikat dengan protein, terutama
albumin. Beberapa senyawa seperti antibiotika dan obat-obatan bersaing dengan
bilirubin untuk mengadakan ikatan dengan albumin. Sehingga, dapat mempunyai
pengaruh klinis. Dalam hati, bilirubin dilepaskan dari albumin dan diambil pada
permukaan sinusoid dari hepatosit melalui suatu sistem transport berfasilitas
(carrier-mediated saturable system) yang saturasinya sangat besar. Sehingga,
dalam keadaan patologis pun transport tersebut tidak dipengaruhi. Kemungkinan
pada tahap ini bukan merupakan proses rate limiting.

Konjugasi Bilirubin
Dalam hati, bilirubin mengalami konjugsi menjadi bentuk yang lebih polar
sehingga lebih mudah diekskresi ke dalam empedu dengan penambahan 2 molekul
asam glukoronat. Proses ini dikatalisis oleh enzim diglukoronil transferase dan
menghasilkan bilirubin diglukoronida. Enzim tersebut terutama terletak dalam
retikulum endoplasma halus dan menggunakan UDP-asam glukoronat sebagai
donor glukoronil. Aktivitas UDP-glukoronil transferase dapat diinduksi oleh
sejumlah obat misalnya fenobarbital.
Sekresi
Bilirubin yang sudah terkonjugasi akan disekresi kedalam empedu melalui
mekanisme pangangkutan yang aktif dan mungkin bertindak sebagai rate limiting
enzyme metabolisme bilirubin. Sekeresi bilirubin juga dapat diinduksi dengan
obat-obatan yang dapat menginduksi konjugasi bilirubin. Sistem konjugasi dan
sekresi bilirubin berlaku sebagai unit fungsional yang terkoordinasi.

Metabolisme Bilirubin di Usus


Setelah mencapai ileum terminalis dan usus besar bilirubin terkonjugasi akan
dilepaskan glukoronidanya oleh enzim bakteri yang spesifik (b-glukoronidase).
Dengan bantuan flora usus bilirubin selanjutnya dirubah menjadi urobilinogen.
Urobilinogen tidak berwarna, sebagian kecil akan diabsorpsi dan diekskresikan
kembali lewat hati, mengalami siklus urobilinogen enterohepatik. Sebagian besar
urobilinogen dirubah oleh flora normal colon menjadi urobilin atau sterkobilin
yang berwarna kuning dan diekskresikan melalui feces. Warna feces yang
berubah menjaadi lebih gelap ketika dibiarkan udara disebabkan oksidasi
urobilinogen yang tersisa menjadi urobilin.

Anda mungkin juga menyukai