Anda di halaman 1dari 14

Makna Naturalisasi dan Aturannya

Label: Blog

Naturalisasi telah menjadi kata yang sering terdengar belakangan ini.


Arti Naturalisasi menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia:

Naturalisasi adalah pemerolehan kewarganegaraan bagi penduduk asing; hal menjadikan


warga negara; pewarganegaraan yg diperoleh setelah memenuhi syarat sebagaimana yg
ditetapkan dl peraturan perundang-undangan;

Fenomena Pemain Lintas Negara


'Pemain lintas negara' yang saya maksud adalah, pemain yang bermain di negara tertentu
tapi lahir di luar negeri atau memiliki darah campuran.

Ini belum masuk pada kategori naturalisasi. Naturalisasi adalah jalan terakhir untuk
merekrut pemain asing, jika dia tidak punya darah keturunan lokal atau tdak lahir di
negara tersebut.

Sebelum Piala AFF 2010, tren 'pemain lintas negara' sudah terlihat perkembangannya
sejak Piala Dunia. Tidak sedikit yang bermain di negara yang bukan merupakan tanah
kelahirannya. Isu ini legal, namun menjadi pro-kontra yang agak mengusik.
(Baca juga: 10 Pemain Dunia yg Tdk Bermain utk Tanah Kelahirannya)

Di timnas Jerman, hampir separuh skuadnya terlahir di negara lain atau memiliki darah
campuran. Timnas Jerman tidak sepenuhnya diwakili oleh orang yang lahir di Jerman.

Lukas Podolski, Miroslav Klose dan Piotr Trochowski lahir di Polandia kemudian
bermigrasi ke Jerman saat mereka masih kecil. Claudemir Jeronimo Barreto (Cacau) lahir
di Brazil dan menjadi warga Jerman setelah tinggal di sana selama sepuluh tahun.

Dalam kasus sebaliknya, ada juga pemain yang tetap membela tanah kelahirannya meski
sudah menetap lama di negara lain. Didier Drogba lahir di Pantai Gading tapi
menghabiskan masa mudanya di Prancis. Lionel Messi juga tetap membela Argentina
meski telah tinggal di Spanyol sejak kecil.

Kisah paling unik barangkali menyangkut Boateng bersaudara, Kevin-Prince dan Jerome.
Mereka lahir di Jerman dari seorang ibu keturunan Ghana. Jerome pilih membela tanah
kelahirannya (Jerman), sementara Kevin-Prince lebih suka membela negara ibunya
(Ghana).

Aturan FIFA tentang Kewarganegaraan


Ada dua aturan yang berkaitan dengan keberadaan 'pemain lintas negara'. Pertama, adalah
aturan dari negara/pemerintah yang bersangkutan tentang kewarganegaraan; dan yang
kedua, aturan dari FIFA.

Masing-masing negara memiliki peraturan yang berbeda tentang status kewarganegaraan.


Sementara FIFA juga punya aturan sendiri tentang pemain seperti apa yang boleh
bermain untuk negara tertentu. Jadi seorang 'pemain lintas negara' atau pun pemain
naturalisasi, harus memenuhi kedua aturan tersebut. Di sini hanya akan dibahas aturan
dari FIFA.

Pedoman utama FIFA berisi dua hal pokok: (1) Pemain boleh membela sebuah negara
yang sesuai dengan status kewarganegaraan-nya; (2) Jika pemain sudah pernah bermain
di tim senior sebuah negara, dia tidak boleh lagi bermain untuk negara lainnya.

Untuk lebih jelasnya, silakan lihat Statuta FIFA

Regulasi FIFA juga memperhatikan situasi-situasi yang mungkin terjadi berkaitan dengan
kewarganegaraan.

Pemain dengan Kewarganegaraan Ganda


Beberapa negara memperbolehkan adanya kewarganegaraan ganda. Untuk
mengantisipasi kasus kewarganegaraan ganda, FIFA mengijinkan pemain bebas memilih
negara mana yang akan dibela. Namun sekali memilih dan bermain untuk timnas senior,
dia tidak boleh bermain untuk negara lainnya.

Selain itu, sedikitnya salah satu dari 4 syarat berikut harus terpenuhi:
1. Si pemain lahir di negara tersebut;
2. Ayah atau Ibu kandungnya lahir di negara tersebut;
3. Kakek atau Nenek kandungnya lahir di negara tersebut;
4. Si pemain telah menetap 2 tahun berturut-turut di negara tersebut.

Contoh pemain yang berkewarganegaraan ganda adalah Mauro Camoranesi (Italia-


Argentina). Status kewarganegaraannya memungkinkan Camoranesi untuk membela
Argentina atau Italia, namun akhirnya dia memilih Italia.

Aturan untuk Pemain Naturalisasi


Untuk pemain naturalisasi atau pemain yang berpindah kewarganegaraan, juga tidak
serta-merta bisa langsung membela negara barunya. Syarat pokoknya sudah pasti, pemain
tersebut belum pernah bermain untuk timnas senior negara lamanya. Jadi jikalau
Christiano Ronaldo mau dinaturalisasi, dia tetap tidak bisa membela timnas Indonesia.
Ditambah lagi, sedikitnya
salah satu dari 4 syarat
berikut harus terpenuhi:
1. Si pemain lahir di
negara tersebut;
2. Ayah atau Ibu
kandungnya lahir
di negara tersebut;
3. Kakek atau Nenek
kandungnya lahir
di negara tersebut;
4. Si pemain telah
menetap selama 5
"Naturalisasi tidak bisa seenaknya" tahun berturut-
turut pada saat
usianya 18 tahun ke atas.

Poin terakhir dari persyaratan di atas bertujuan untuk mengantisipasi kenakalan negara
tertentu yang berniat melakukan naturalisasi instan. Batasan usia 18 tahun dimaksudkan
untuk menghindari terjadinya eksploitasi kepada pemain muda usia.

Contohnya adalah kasus Christian Gonzales. Dia tidak memenuhi persyaratan no.1
sampai no. 3. Namun kebetulan, aturan domisili FIFA sesuai dengan UU
kewarganegaraan Indonesia: Gonzalez harus 5 tahun berturut-turut menetap di Indonesia
untuk mendapat status WNI.

Dengan peraturan FIFA yang demikian, sebuah negara bisa mengisi skuad tim
nasionalnya dengan 'pemain asing' sebanyak yang mereka mau, sepanjang persyaratan-
persyaratannya terpenuhi.

Hal ini menciptakan situasi dimana sebuah negara sangat mungkin tidak benar-benar
diwakili oleh pemain-pemain asli dari negara tersebut. Paling buruk, kelemahan aturan
legal ini bisa dimanfaatkan seperti kasus Qatar yang memiliki 15 'pemain asing'. Lebih
menyedihkan, mereka dibayar untuk menjadi pemain naturalisasi.

Naturalisasi di Indonesia
Sejak Piala AFF 2010, Indonesia memang tampak demam naturalisasi. Jauh-jauh hari
PSSI bertekad meningkatkan kualitas timnas dengan mendatangkan 'pemain asing'.

Karena tidak mampu membina peman di negeri sendiri, mencuri pemain yang dibesarkan
di negeri lain dianggap sebagai solusi brilian.

Di Piala AFF 2010, Christian Gonzales sebagai pemain naturalisasi memang telah
memberi warna baru untuk tim nasional. Perdebatan tentang keberadaannya wajar.
Namun terlalu jahat pula jika memandang sinis Christian Gonzales. Usaha dan
kesabarannya untuk mendapat status WNI telah menunjukkan betapa dia memang ingin
menjadi bagian dari bangsa kita.

Kenapa kita harus menolak mereka yang ingin berjuang atas nama Garuda? Hanya saja,
jangan karena legalitas euforia naturalisasi, terus menjadikannya sebagia sebuah proyek
pembentukan tim nasional.

Kita boleh menjadi bangsa yang terbuka menerima saudara, tapi jangan lalu membabi
buta berburu pemain untuk dinaturaliasi.

Dikutip dari: http://www.sepaxbola.info/2010/12/makna-naturalisasi-dan-aturannya-


legal.html#ixzz1IY5dzoWd
Terimakasih telah mencanumkan sumbernya, semoga rejeki anda lancar |
www.sepaxbola.info
Ubah Kebiasaan Rubah di Twitter

8 Maret 2011 oleh benwal

Mungkin sidang pembaca yang budiman sudah bosan jika blog ini lagi-lagi
membahas masalah pemakaian kata ‘ubah’ yang sering menjadi ‘rubah’, jika
lagi-lagi “menangkap” bukti kesalahan penggunaan kata ‘ubah’. Tapi
memang itu harus dilakukan guna mengingatkan kita semua karena
kesalahan itu selalu terjadi berulang-ulang, bahkan dilakukan oleh pihak-
pihak yang seharusnya tidak boleh melakukan kesalahan tersebut.

Penyebaran kesalahan ‘rubah’ kini justru makin menjadi-jadi, apalagi sejak


mulai marak yang namanya sosial media. Para ‘seleb‘ berbondong-bondong
menulis di sosial media, terutama Twitter. Namun sayangnya, “kicauan”
mereka seringkali tidak memerhatikan kaidah berbahasa yang baik dan
benar, bukan berarti mereka wajib menulis dalam bahasa formal, tetapi tetap
harus disesuaikan dengan latar belakang dan profesi mereka.

Memang sih, sosial media apalagi Twitter bukanlah media pendidikan. Justru
sebaliknya orang menyukai Twitter karena di situlah mereka bisa menulis apa
saja tanpa hambatan. Mereka bisa bebas menulis dengan bahasa lisan. Tapi
tentu jadi lain cerita jika yang menulis adalah seorang figur publik yang
punya pengikut (follower) banyak. Selain harus menjaga materi yang akan di-
twit, kaidah berbahasa juga sebaiknya diperhatikan, karena itu merupakan
bagian dari kecintaan kita kepada bangsa ini, karena kalau bukan kita yang
mencintai bahasa nasional kita sendiri, lalu siapa lagi? Demikian.

Posted in Bahasa Indonesia baik dan benar, cinta Bahasa Indonesia, tata bahasa, ubah |
Tagged Add new tag, rubah, safirsenduk, twitter, ubah | 1 Comment »

NATURALISASI

23 Desember 2010 oleh benwal


Istilah ini kini sedang marak-maraknya berseliweran di berbagai media. Akibat prestasi
Tim Nasional Sepak Bola Indonesia yang cukup menyita perhatian publik. Beberapa
anggota tim ternyata adalah pemain yang mendapat “gelar” naturalisasi, salah satunya
adalah Gonzales yang beristrikan warga Indonesia, entah karena itu dia jadi
dinaturalisasikan, atau karena hal lain, kita tentu tidak akan membahasnya di sini.

Kata ‘naturalisasi’ sesungguhnya sudah lama ada, dan biasanya sering disebut-sebut di
dalam ranah keimigrasian. Karena jika kita nelihat di KBBI, maka arti dari istilah
tersebut: pemerolehan kewarganegaraan bagi penduduk asing; hal menjadikan warga
negara; pewarganegaraan yg diperoleh setelah memenuhi syarat sebagaimana yg
ditetapkan dl peraturan perundang-undangan; atau arti lainnya yang berhubungan
dengan biologi: gejala terjadinya penyesuaian diri tumbuhan yg didatangkan dr tempat
lain dan menjadi anggota biasa masyarakat tumbuhan di tempat yg baru itu.

Kata ini berdiri sendiri, bukanlah kata ‘natural’ yang diberi tambahan ‘isasi’, meski
memang secara makna bisa saja dihubung-hubungkan, apalagi jika berkaitan dengan
masalah arti biologinya. Mari kita lihat arti kata ‘natural’: 1 bersifat alam; alamiah; 2
bebas dr pengaruh; bukan buatan; asli; 3 dapat dipakai untuk warna apa saja (tt semir
dsb). Mungkin juga orang asing yang dinaturalisasi maksudnya orang itu dibuat atau
diproses jadi orang Indonesia asli dengan dibuatkan kewarganegaraan Indonesia, hehe…

Pada kenyataannya kata ini adalah hasil proses “naturalisasi” dari istilah english
‘naturalization‘ yang kata dasarnya ‘naturalize‘ yang menurut Cambridge Dictionaries
berarti: to make someone a legal citizen of a country that they were not born in.

Jadi, jelaslah sudah asal-muasal istilah naturalisasi yang sedang laris-manis dipakai oleh
banyak kalangan. Semoga orang-orang yang mengalami naturalisasi menjadi Warga
Negara Indonesia (WNI) adalah insan yang benar-benar berguna bagi bangsa dan negara,
aamiin. Sekian.
A. Pengertian Pendidikan Kewarganegaraan (PKn)
Anda perlu tahu bahwa pengertian PKn (n) tidak sama dengan PKN (N). PKN (N)
adalah pendidikan kewargaan negara, sedangkan PKn (n) adalah
kewarganegaraan. Istilah KN merupakan terjemahan civis. Menurut Soemantri
(1967) Pendidikan Kewarganegaraan Negara (PKN) merupakan mata pelajaran
sosial yang bertujuan untuk membentuk atau membina warga negara yang baik,
yaitu warganegara yang tahu , mau dan mampu berbuat baik. Sedangkan PKn (n)
adalah pendidikan kewarganegaraan, yaitu pendidikan yang menyangkut status
formal warga negara yang pada awalnya diatur dalam Undang-Undang No. 2 th.
1949. Undang-Undang ini berisi tentang diri kewarganegaraan, dan peraturan
tentang naturalisasi atau pemerolehan status sebagai warga negara Indonesia
(Winataputra 1995). Undang-Undang ini telah diperbahuri dalam UU no.62 th.
1958. Dalam perkembangannya, UU ini dianggap cukup diskriminatif, sehingga
diperbarui lagi menjadi UU No.12 th. 2006 tentang kewarganegaraan, yang telah
diberlakukan mulai 1 Agustus 2006. UU ini telah disahkan oleh DPR dalam
sidang paripurna tanggal 11 juli 2006. Hal yang menarik dalam UU ini adalah
terdapatnya peraturan yang memberikan perlindungan pada kaum perumpuan
yang menikah dengan warga negara asing, dan nasib anak-anaknya (Harpen dan
Jehani 2006). Perubahan ini dibangun setelah menimbang UUD hasil amandemen
yang sarat dengan kebebasan, dan penuh dengan perlindungan HAM, serta hasil
konvensi intenasional yang anti diskriminasi.
UU NO. 12 th. 2006 ini berangkat dari adanya keinginan UU yang ideal yang
harus memenuhi tiga unsur : Unsur Filosofi, Yuridis, Sosiologis. Dalam UU yang
lama, ketiga unsur diatas kurang tampak, karena filosofis UU lama masih
mengandung ketentuan-ketentuan yang tidak sejalan dengan pancasila. Sebagai
contohnya, adanya sifat diskriminasi karena kurang adanya perlindungan terhadap
perumpuan dan anak. Sedangkan secara Yuridis, pembentukan UU yang lama
masih masih mengacu pada UUDS th. 1950, dan secara sosiologis,UU tersebut
sudah tidak sesuai dengan perkembangan dan tuntutan masyarakat Indonesia
sebagai masyarakat dunia. Dengan demikian, sudah jelas bahwa KN berbeda
dengan Kn karena KN merupakan program pendidikan tentang hak dan kewajiban
warga negara yang baik, sedangkan Kn merupakan status formal warga negara
yang diatur dalam UU No.2 1949 tentang naturalisasi, yang kemudian diperbahuri
lagi dalam UU No.12 th. 2006
KEWARGANEGARAAN REPUBLIK INDONESIA

Salah satu persyaratan diterimanya status sebuah negara adalah adanya unsur
warganegara yang diatur menurut ketentuan hukum tertentu, sehingga warga negara yang
bersangkutan dapat dibedakan dari warga dari negara lain. Pengaturan mengenai
kewarganegaraan ini biasanya ditentukan berdasarkan salah satu dari dua prinsip, yaitu
prinsip ‘ius soli’ atau prinsip ‘ius sanguinis’. Yang dimaksud dengan ‘ius soli’ adalah
prinsip yang mendasarkan diri pada pengertian hukum mengenai tanah kelahiran,
sedangkan ‘ius sanguinis’ mendasarkan diri pada prinsip hubungan darah.

Berdasarkan prinsip ‘ius soli’, seseorang yang dilahirkan di dalam wilayah hukum suatu
negara, secara hukum dianggap memiliki status kewarganegaraan dari negara tempat
kelahirannya itu. Negara Amerika Serikat dan kebanyakan negara di Eropah termasuk
menganut prinsip kewarganegaraan berdasarkan kelahiran ini, sehingga siapa saja yang
dilahirkan di negara-negara tersebut, secara otomatis diakui sebagai warga negara. Oleh
karena itu, sering terjadi warganegara Indonesia yang sedang bermukim di negara-negara
di luar negeri, misalnya karena sedang mengikuti pendidikan dan sebagainya, melahirkan
anak, maka status anaknya diakui oleh Pemerintah Amerika Serikat sebagai warga negara
Amerika Serikat. Padahal kedua orangtuanya berkewarganegaraan Indonesia.

Dalam zaman keterbukaan seperti sekarang ini, kita menyaksikan banyak sekali
penduduk suatu negara yang berpergian keluar negeri, baik karena direncanakan dengan
sengaja ataupun tidak, dapat saja melahirkan anak-anak di luar negeri. Bahkan dapat pula
terjadi, karena alasan pelayanan medis yang lebih baik, orang sengaja melahirkan anak di
rumah sakit di luar negeri yang dapat lebih menjamin kesehatan dalam proses persalinan.
Dalam hal, negara tempat asal sesorang dengan negara tempat ia melahirkan atau
dilahirkan menganut sistem kewarganegaraan yang sama, tentu tidak akan menimbulkan
persoalan. Akan tetapi, apabila kedua negara yang bersangkutan memiliki sistem yang
berbeda, maka dapat terjadi keadaan yang menyebabkan seseorang menyandang status
dwi-kewarganegaraan (double citizenship) atau sebaliknya malah menjadi tidak
berkewarganegaraan sama sekali (stateless).

Berbeda dengan prinsip kelahiran itu, di beberapa negara, dianut prinsip ‘ius sanguinis’
yang mendasarkan diri pada faktor pertalian seseorang dengan status orangtua yang
berhubungan darah dengannya. Apabila orangtuanya berkewarganegaraan suatu negara,
maka otomatis kewarganegaraan anak-anaknya dianggap sama dengan kewarganegaraan
orangtuanya itu. Akan tetapi, sekali lagi, dalam dinamika pergaulan antar bangsa yang
makin terbuka dewasa ini, kita tidak dapat lagi membatasi pergaulan antar penduduk
yang berbeda status kewarganegaraannya. Sering terjadi perkawinan campuran yang
melibatkan status kewarganegaraan yang berbeda-beda antara pasangan suami dan isteri.
Terlepas dari perbedaan sistem kewarganegaraan yang dianut oleh masing-masing negara
asal pasangan suami-isteri itu, hubungan hukum antara suami-isteri yang melangsungkan
perkawinan campuran seperti itu selalu menimbulkan persoalan berkenaan dengan status
kewarganegaraan dari putera-puteri mereka.
Oleh karena itulah diadakan pengaturan bahwa status kewarganegaraan itu ditentukan
atas dasar kelahiran atau melalui proses naturalisasi atau pewarganegaraan. Dengan cara
pertama, status kewarganegaraan seseorang ditentukan karena kelahirannya. Siapa saja
yang lahir dalam wilayah hukum suatu negara, terutama yang menganut prinsip ‘ius soli’
sebagaimana dikemukakan di atas, maka yang bersangkutan secara langsung
mendapatkan status kewarganegaraan, kecuali apabila yang bersangkutan ternyata
menolak atau mengajukan permohonan sebaliknya. Cara kedua untuk memperoleh status
kewarganegaraan itu ditentukan melalui proses pewarganegaraan (naturalisasi). Melalui
proses pewarganegaraan itu, seseorang dapat mengajukan permohonan kepada instansi
yang berwenang, dan kemudian pejabat yang bersangkutan dapat mengabulkan
permohonan tersebut dan selanjutnya menetapkan status yang bersangkutan menjadi
warganegara yang sah.

Selain kedua cara tersebut, dalam berbagai literature mengenai kewarganegaraan, juga
dikenal adanya cara ketiga, yaitu melalui registrasi. Cara ketiga ini dapat disebut
tersendiri, karena dalam pengalaman seperti yang terjadi di Perancis yang pernah menjadi
bangsa penjajah di berbagai penjuru dunia, banyak warganya yang bermukim di daerah-
daerah koloni dan melahirkan anak dengan status kewarganegaraan yang cukup
ditentukan dengan cara registrasi saja. Dari segi tempat kelahiran, anak-anak mereka itu
jelas lahir di luar wilayah hukum negara mereka secara resmi. Akan tetapi, karena
Perancis, misalnya, menganut prinsip ‘ius soli’, maka menurut ketentuan yang normal,
status kewarganegaraan anak-anak warga Perancis di daerah jajahan ataupun daerah
pendudukan tersebut tidak sepenuhnya dapat langsung begitu saja diperlakukan sebagai
warga negara Perancis. Akan tetapi, untuk menentukan status kewarganegaraan mereka
itu melalui proses naturalisasi atau pewarganegaraan juga tidak dapat diterima. Karena
itu, status kewarganegaraan mereka ditentukan melalui proses registrasi biasa. Misalnya,
keluarga Indonesia yang berada di Amerika Serikat yang menganut prinsi ‘ius soli’,
melahirkan anak, maka menurut hukum Amerika Serikat anak tersebut memperoleh
status sebagai warga negara AS. Akan tetapi, jika orangtuanya menghendaki anaknya
tetap berkewarganegaraan Indonesia, maka prosesnya cukup melalui registrasi saja.

BAB I

LANDASAN WAWASAN NASIONAL

Wawasan nasional dibentuk dan dijiwai oleh paham kekuasaan dan geopolitik yang
dianut oleh negara yang bersangkutan.

1. Paham-paham kekuasaan

a. Machiavelli(abadXVII)

Dengan judul bukunya “The Prince” dikatakan sebuah negara itu akan bertahan apabila
menerapkan dalil-dalil:

1. Dalam merebut dan mempertahankan kekuasaan segala cara dihalalkan.


2. Untuk menjaga kekuasaan rezim, politik adu domba (dévideetempera) adalah sah.

3. Dalam dunia politik, yang kuat pasti dapat bertahan dan menang.

b. Napoleon Bonaparte (abad XVIII)

Perang di masa depan merupakan perang total, yaitu perang yang mengerahkan segala
daya upaya dan kekuatan nasional. Napoleon berpendapat kekuatan politik harus
didampingi dengan kekuatan logistik dan ekonomi, yang didukung oleh sosial budaya
berupa ilmu pengetahuan dan teknologi suatu bangsa untuk membentuk kekuatan
pertahanan keamanan dalam menduduki dan menjajah negara lain.

c. Jendral Clausewitz (abad XVIII)

Jendral Clausewitz sempat diusir pasukan Napoleon hingga sampai Rusia dan akhirnya
dia bergabung dengan tentara kekaisaran Rusia. Dia menulis sebuah buku tentang perang
yang berjudul “Vom Kriegen” (tentang perang). Menurut dia perang adalah kelanjutan
politik dengan cara lain. Buat dia perang sah-sah saja untuk mencapai tujuan nasional
suatu bangsa.

d. Fuerback dan Hegel (abad XVII)

Paham materialisme Fuerback dan teori sintesis Hegel menimbulkan aliran kapitalisme
dan komunisme. Pada waktu itu berkembang paham perdagangan bebas {merchantilism).
Menurut mereka ukuran keberhasilan ekonomi suatu negara adalah seberapa besar
surplus ekonominya, terutama diukur dengan seberapa banyak emas yang dimiliki oleh
negara itu.

e. Lenin (abad XIX)

Memodifikasi teori Clausewitz dan teori ini diikuti oleh Mao Zhe Dong yaitu perang
adalah kelanjutan politik dengan cara kekerasan. Perang bahkan pertumpahan darah/
revolusi di negara lain di seluruh dunia adalah sah, yaitu dalam rangka mengomuniskan
bangsa di dunia.

f. Lucian W. Pye dan Sidney

Tahun 1972 dalam bukunya Political Cultural dan Political Development dinyatakan
bahwa kemantapan suatu sistem politikhanya dapat dicapai apabila berakar pada
kebudayaan politik bangsa yang bersangkutan. Kebudayaan politik akan menjadi
pandangan baku dalam melihat kesejarahan sebagai satu kesatuan budaya. Dalam
memroyeksikan eksistensi kebudayaan politik tidak semata-mata ditentukan oleh kondisi-
kondisi obyektif tetapi juga harus menghayati kondisi subyektif psikologis sehingga
dapat menempatkan kesadaran dalam kepribadian bangsa.

2. Teori-teori geopolitik (ilmu bumi politik)


Geopolitik adalah ilmu yang mempelajari gejala-gejala politik dari aspek geografi. Teori
ini banyak dikemukakan oleh para sarjana seperti :

a. Federich Ratzel

1. Pertumbuhan negara dapat dianalogikan (disamakan/mirip) dengan pertumbuhan


organisme (makhluk hidup) yang memerlukan ruang hidup, melalui proses lahir, tumbuh,
berkembang, mempertahankan hidup tetapi dapat juga menyusut dan mati.

2. Negara identik dengan suatu ruang yang ditempati oleh kelompok politik dalam arti
kekuatan. Makin luas potensi ruang makin memungkinkan kelompok politik itu tumbuh
(teori ruang).

3. Suatu bangsa dalam mempertahankan kelangsungan hidupnya tidak terlepas dari


hukum alam. Hanya bangsa yang unggul yang dapat bertahan hidup terus dan langgeng.

4. Semakin tinggi budaya bangsa semakin besar kebutuhan atau dukungan sumber daya
alam. Apabila tidak terpenuhi maka bangsa tsb akan mencari pemenuhan kebutuhan
kekayaan alam di luar wilayahnya (ekspansi). Apabila ruang hidup negara (wilayah)
sudah tidak mencukupi, maka dapat diperluas dengan mengubah batas negara baik secara
damai maupun dengan kekerasan/perang. Ajaran Ratzel menimbulkan dua aliran :

- menitik beratkan kekuatan darat

- menitik beratkan kekuatan laut

Ada kaitan antara struktur politik/kekuatan politik dengan geografi di satu pihak, dengan
tuntutan perkembangan atau pertumbuhan negara yang dianalogikan dengan organism
(kehidupan biologi) di lain pihak.

b. Rudolf Kjellen

1. Negara sebagai satuan biologi, suatu organisme hidup. Untuk mencapai tujuan
negara, hanya dimungkinkan dengan jalan memperoleh ruang (wilayah) yang cukup luas
agar memungkinkan pengembangan secara bebas kemampuan dan kekuatan rakyatnya.

2. Negara merupakan suatu sistem politik/pemerintahan yang meliputi bidang-bidang:


geopolitik, ekonomi politik, demopolitik, sosialpolitikdan kratopolitik.

3. Negara tidak harus bergantung pada sumber pembekalan luar, tetapi harus mampu
swasembada serta memanfaatkan kemajuan kebudayaan dan teknologi untuk
meningkatkan kekuatan nasional.
Nama:
Street Address: Street Address:
City, State, Zip: Kota, State, Zip:
Telephone Number: Nomor Telepon:

CERTIFIED MAIL CERTIFIED MAIL


Date: Tanggal: RETURN RECEIPT REQUESTED
PENERIMAAN KEMBALI DIMINTA

United StatesCitizenship & Immigration Service United StatesCitizenship & Layanan


Imigrasi
(must be filed at your local office: see
http://uscis.gov/graphics/fieldoffices/distsub_offices/index.htm) (Harus diajukan di
kantor lokal Anda: http://uscis.gov/graphics/fieldoffices/distsub_offices/index.htm lihat)

Attention: Naturalization Unit Perhatian: Unit Naturalisasi

Re: Application of ___________________________ (Parent's Name) Re: Penerapan


___________________________ (Nama Induk)

for Certificate of Citizenship on Behalf of Adopted Child, untuk Sertifikat


Kewarganegaraan Atas Nama Anak angkat,

_____________________________________ (Child's New American Name)


_____________________________________ (American Nama Baru Anak)

(A-_________) (Alien Registration #) , f/k/a _______________ (Child's Foreign Name)


(A-_________) (Pendaftaran Alien #), f / k / a _______________ (Nama Asing's Child)

Dear Madam or Sir: Dear Sir Madam atau:

Enclosed for processing, please find the following documents in support of my


Application for Certificate of Citizenship on Behalf of Adopted Child: Tertutup untuk
pengolahan, silahkan mencari dokumen-dokumen berikut dalam mendukung saya
Permohonan Sertifikat Kewarganegaraan Atas Nama Anak angkat:

(Please Check Enclosed Items) (Silakan Periksa Produk Tertutup)

¤ completed Form N-600 dated , executed by _______________________________


(Parent's Name) , the mother (father) of ___________________________ (Child's New
American Name) ; ¤ selesai Formulir N-600 tanggal, dilaksanakan oleh
_______________________________ (Nama Induk), ibu (ayah) dari
___________________________ (Child's New American Nama);
¤ three (3) identical photographs of Child taken on ______________ (insert date - to be
within 30 days of filing) , with her/her name and alien registration number inscribed (in
pencil) on reverse; ¤ tiga (3) foto identik Anak diambil pada ______________ (tanggal
menyisipkan - untuk berada dalam 30 hari pengajuan), dengan / dia nama dan nomor
registrasi asing tertulis (dengan pensil) pada sebaliknya;

¤ copy of Child's Alien Registration Card, No. A-_________________ (insert number) ;


¤ salinan Anak Kartu Pendaftaran Orang Asing, No A-_________________ (nomor
menyisipkan);

¤ photocopy, with certified translation, of Child's Birth Certificate; ¤ fotokopi, dengan


terjemahan yang sah, dari Akte Kelahiran Anak;

¤ photocopy, with certified translation, of Child's Final Adoption Decree; ¤ fotokopi,


dengan terjemahan yang sah, dari Final Anak Adopsi Keputusan;

¤ photocopy of Readoption or Name Change Certificate (if applicable); ¤ fotokopi


Readoption atau Ubah Nama Sertifikat (jika ada);

¤ photocopy of front page of US Passport of Child's mother,


____________________________ (Mother's Name) , a US citizen; ¤ fotokopi halaman
depan Paspor AS ibu Anak, ____________________________ (Nama Ibu), warga negara
AS;

¤ photocopy of front page of US Passport of Child's father, _______________________


(Father's Name) , a US citizen; ¤ fotokopi halaman depan Paspor AS ayah Anak,
_______________________ (Nama Bapa), warga negara AS;

¤ photocopy of front page of Child's passport issued by ___________ (name of foreign


country) in the name of __________________ (Child's Foreign Name) , Child's former
name; ¤ fotokopi halaman depan paspor Anak yang diterbitkan oleh ___________ (nama
negara asing) dalam nama __________________ (Nama Asing's Child), mantan nama's
Child;

¤ photocopy of certified copy of Marriage Certificate of Child's Parents (if applicable); ¤


fotokopi salinan resmi Nikah Orang Tua Anak (jika berlaku);

¤ photocopy of certified copy of Divorce Decree of Child's Mother (Father) (if


applicable); ¤ fotokopi salinan resmi Keputusan Perceraian Anak Ibu (Bapa) (jika
berlaku);

¤ a check in the amount of $200 payable to the US Immigration and Naturalization


Service. ¤ cek sebesar $ 200 dibayarkan ke Imigrasi dan Naturalisasi AS Service.

Copies of documents submitted are exact photocopies of unaltered original documents,


and I understand I may be required to submit original documents to an Immigration or
Consular official at a later date. Salinan dari dokumen yang disampaikan adalah tepat
fotokopi dokumen asli tidak berubah, dan aku mengerti aku mungkin diminta untuk
menyerahkan dokumen asli seorang pejabat Imigrasi atau Konsuler di kemudian hari.

If you need additional information, please feel free to contact me. Jika Anda memerlukan
informasi tambahan, jangan ragu untuk menghubungi saya. Your assistance in this matter
is greatly appreciated. bantuan Anda dalam hal ini sangat dihargai.

Very truly yours, Hormat kami,

__________________________________ __________________________________
Child's Mother (Father) Anak Ibu (Bapa)

Enclosures Lampiran

Anda mungkin juga menyukai