Anda di halaman 1dari 13

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang

Tidur adalah kebutuhan dasar setiap manusia. Istirahat dan tidur yang cukup

akan membuat tubuh dapat berfungsi secara optimal. Manusia dewasa memerlukan

tidur rata-rata 6-8 jam dalam sehari. Bentuk gangguan tidur yang paling sering

ditemukan adalah sleep apnea (henti napas pada waktu tidur) dengan gejalanya yang

paling sering adalah mendengkur (snoring) sampai yang sangat kompleks seperti

Obstructive sleep apnea (OSA) dengan persentase sekitar 95% adalah kelainan yang

merupakan bagian dari sleep-disorder breathing syndrome yang kompleks.

Sebenarnya gejala OSA sering terjadi, namun sulit untuk dideteksi. Penyebab lain

adalah akibat gangguan sistem saraf pusat, yaitu Central Sleep Apnea dengan

presentase sekitar 5 %.¹

Mendengkur dan sindrom Obstructive Sleep Apnea (OSA) tidak hanya

ditemukan pada dewasa, tetapi juga pada anak-anak. Gejala mendengkur terus-

menerus pada anak terkadang mengkhawatirkan orang tua sehingga membawa

anaknya ke dokter. Di Amerika Serikat, prevalensi OSA sebanyak 1-3%. Kejadian

OSA pada anak cenderung meningkat seiring meningkatnya faktor risiko OSA seperti

obesitas. Prevalensi mendengkur pada anak sekitar 3,2 – 12,1%, sedangkan prevalensi

OSAS 0,7 - 10,3%.²

Faktor risiko OSAS pada anak sangat berbeda dengan orang dewasa. Pada

dewasa, obesitas merupakan faktor risiko utama terjadinya OSAS, sedangkan pada

anak meskipun merupakan faktor risiko tetapi bukan merupakan yang utama.²

1
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi

Mendengkur adalah suara bising yang disebabkan oleh aliran udara melalui

sumbatan parsial saluran pernapasan pada bagian belakang hidung dan mulut, yang

terjadi saat tidur. Suara bising ini terjadi pada saat inspirasi. Gangguan tidur

dengan gejala utamanya mendengkur ditemukan pada Obstructive Sleep Apnea

(OSA). Obstructive Sleep Apnea (OSA) adalah keadaan apnea (penghentian aliran

udara selama 10 detik atau lebih yang dapat mengakibatkan penurunan saturasi

oksigen 2-4% di bawah normal) dan hipopnea (pengurangan aliran udara >30%

untuk minimal 10 detik dengan desaturasi oksihemoglobin >4%.1

Berdasarkan American Thoracic Society (ATS), OSA pada anak

didefinisikan sebagai suatu kelainan pernapasan selama tidur yang ditandai dengan

obstruksi saluran napas atas parsial berkepanjangan dan/atau obstruksi total

intermiten yang menganggu ventilasi dan pola tidur normal. 2

2.2 Epidemiologi

Menurut American Academy of Otorhinolaringologi, 45% dewasa normal

paling tidak pernah mengalami snoring dan terdapat 25% dewasa normal yang

mempunyai kebiasaan mendengkur. Masalah mendengkur lebih sering ditemukan

pada laki-laki. Penelitian Netzer et.al pada 8.000 partisipan ditemukan 1/3 dari

partisipan kemungkinan mengalami OSA. Hal ini lebih tinggi dari kejadian di US

sebesar 35,8% dan di Eropa sebesar 26,3%. Prevalensi OSA di negara-negara maju

diperkirakan mencapai 2-4% pada pria dan 1-2% pada wanita.¹

2
Di Amerika Serikat, angka kejadian OSA sebesar 1-3% dengan persentase

tertinggi terdapat pada anak pra-sekolah usia 2-5 tahun. Pada anak-anak di India,

angka kejadiannya sebesar 2-5%, dan pada anak-anak di Cina didapatkan

prevalensi sebesar 5,8% untuk laki-laki dan 3,8% untuk perempuan.²

Di Indonesia, penelitian Supriyanto, dkk. mendapatkan kejadian

mendengkur pada 31,6% pada anak usia 5-13 tahun berupa habitual snoring

sebesar 5,2% dan occasional snoring sebesar 26,4%.²

2.3 Patofisiologi

Struktur faring sangat lentur. Pada saat inspirasi, otot dilator faring

berkontraksi terlebih dulu sebelum otot diafragma berkontraksi, sehingga lumen

faring tidak kolaps akibat tekanan intrafaring yang negatif oleh karena kontraksi

otot dinding dada dan diafragma. Pada waktu tidur akitivitas otot dilator faring

relatif tertekan (relaksasi), sehingga lumen faring cenderung menyempit saat

inspirasi. Hal ini dapat terjadi pada sebagian orang. Faktor yang turut berperan

dalam proses ini adalah obesitas, pembesaran tonsil, posisi relatif rahang atas dan

bawah. Suara bising dari mendengkur terjadi karena sumbatan parsial di belakang

rongga mulut dan hidung. Tempat terjadinya sumbatan biasanya di basis lidah atau

palatum molle.3

Sumbatan terjadi akibat kegagalan otot-otot dilator saluran pernapasan atas

untuk menstabilkan jalan pernapasan pada waktu tidur, pada saat otot-otot faring

relaksasi, sehingga lidah jatuh ke belakang dan tejadi obstruksi. Karena kolaps,

maka lidah dan bagian atas faring bertemu dengan palatum molle dan uvula.

Mendengkur terjadi saat struktur ini saling bersinggungan dan mengalami vibrasi

selama pernapasan.³

3
Pada anak-anak, mendengkur dapat menjadi tanda adanya masalah pada

tonsil dan adenoid. Pada anak lebih sering mengalami periode obstruksi parsial

saluran nafas yang berkepanjangan dan hipoventilasi dibandingkan orang dewasa.

Keadaan apnea lebih jarang pada anak dan umumnya waktu lebih singkat daripada

orang dewasa.2

Hipoksia dan hiperkapnia terjadi akibat siklus obstruksi parsial atau total.

Obstruktif apnea menyebabkan peningkatan aktifitas otot-otot dilatator saluran

nafas atas sehingga mengakibatkan berakhirnya apnea. Pada anak dengan OSAS

arousal jauh lebih jarang, dan obstruksi parsial dapat berlangsung terus selama

berjam-jam tanpa terputus. 2

2.4 Etiologi

Mendengkur dan OSA dapat disebabkan oleh kelainan struktur (anatomi)

antara lain karena elongasi fasial, kompresi fasial posterior, kelainan rahang;

mandibular hipoplasia (retrognathia, micrognathia), serta kelainan bentuk palatum

yang tinggi terutama pada wanita.4

Obesitas dilaporkan sebagai faktor utama yang dapat meningtkatkan risiko

terjadinya OSA. Penderita OSA setidaknya memiliki indeks massa tubuh (IMT)

satu tingkat diatas normal (IMT normal 20-25 kg/m²).4

Obstructive sleep apnea juga dapat dipicu dengan kebiasaan merokok dan

minum alkohol. Konsumsi alkohol menjelang waktu tidur akan mempengaruhi

timbulnya hipopnea dan apnea saat tidur. Faktor lain yang mungkin berperan

dalam OSA adalah ras dan genetik.5

Pada anak-anak penyempitan saluran pernapasan atas terutama disebabkan

oleh adenotonsilar hypertrophy dan adenoid. Hal ini dapat memengaruhi kualitas

4
hidup, perkembangan neurokognitif dan pertumbuhan. Ukuran adenoid dan tonsil

tidak berbanding lurus dengan berat ringannya OSA. Terdapat anak dengan

hipertrofi adenoid yang cukup besar, namun OSA yang terjadi masih ringan, anak

lain dengan pembesaran adenoid ringan menunjukkan gejala OSA yang cukup

berat. Hipertrofi adenoid dan tonsil dapat juga menyebabkan penyulit pada anak

dengan kelainan dasar tulang. Walaupun pada sebagian besar anak OSA membaik

setelah dilakukan adenotonsilektomi, namun sebagian kecil akan menetap setelah

dioperasi.8

2.5 Diagnosa

2.5.1 Anamnesis

Gejala klinis utama dari OSA adalah mendengkur. Dalam populasi umum,

kebiasaan mendengkur dijumpai pada 35-45% pria dan 15-28% perempuan.

Mendengkur adalah suara bising yang disebabkan oleh aliran udara melalui

sumbatan parsial saluran napas pada bagian belakang hidung dan mulut yang

terjadi saat tidur. OSA sering tidak terdeteksi karena terjadi saat pasien tidur.

Gejala OSA dikelompokkan menjadi gejala malam dan gejala siang hari. Gejala

utama OSA adalah daytime hipersomnolenc. Penyebab daytime hipersomnolenc

adalah karena adanya tidur yang terputus-putus, berhubungan dengan respons saraf

pusat yang berulang karena adanya gangguan pernapasan saat tidur.4

Gejala yang paling sering ditemukan pada pasien dengan OSA selain

mendengkur saat tidur adalah excessive daytime sleepiness, yakni sering tertidur

saat melakukan kegiatan sehari-hari di siang hari, seperti membaca, berbincang-

bincang, makan atau pun mengendarai mobil. Gejala terkait lainnya adalah lelah

saat bangun tidur di pagi hari, episode seperti tercekik atau terengah-engah di

5
malam hari (nocturnal choking), sakit kepala di pagi hari, mulut kering atau sakit

tenggorokan di pagi hari, refluks asam lambung, nokturia sampai dengan gejala

yang berat seperti gangguan kognitif dan ingatan. Gejala yang terpenting yang

diperlukan dalam mendiagnosis pasien yang menyaksikan langsung adanya apnea

nokturnal.4

OSA pada anak umumnya mendengkur setiap tidur dengan dengkuran yang

keras terdengar dari luar kamar dan terlihat episode apnea yang mungkin diakhiri

dengan gerakan badan atau terbangun Sebagian kecil anak tidak memperlihatkan

dengkur yang klasik, tetapi berupa dengusan atau hembusan nafas, noisy breathing

(nafas berbunyi). Usaha bernafas dapat terlihat dengan adanya retraksi. Posisi pada

saat tidur biasanya tengkurap, setengah duduk, atau hiperekstensi leher untuk

mempertahankan patensi jalan nafas.6

Pada anak berusia di bawah lima tahun, mendengkur merupakan keluhan

yang paling sering. Keluhan mendengkur dapat dibagi menjadi dua kelompok,

yakni occasional snoring dan habitual snoring. Anak disebut mengalami

occasional snoring bila episode mendengkur terjadi <3 kali per minggu dan

mengalami habitual snoring bila mendengkur ≥3 kali per minggu.5 Tidak seluruh

anak yang mengalami habitual snoring diklasifikasikan OSA. Hal yang

membedakan adalah pada habitual snoring tidak didapatkan apnea obstruktif,

hipopnea, episode terbangun untuk bernapas ataupun pertukaran gas abnormal.6

Terdapat tiga tanda kardinal OSA yang membedakannya dengan keluhan

mendengkur biasa. Tanda kardinal tersebut adalah adanya habitual snoring (≥3

malam/minggu), peningkatan usaha bernapas, dan terganggunya tidur.6

Skrining riwayat tidur anak secara rinci sebaiknya menjadi bagian dari

pemeriksaan rutin kesehatan anak, walaupun anamnesis saja sulit membedakan

6
dengkuran primer OSA pada anak. Informasi subjektif pasien dan guru di sekolah

dapat dilakukan dengan menggunakan survei Obstructive Sleep Disorders-6 (OSD-

6) yang telah divalidasi untuk menilai keparahan, gangguan tidur, stres emosional,

dan keterbatasan aktivitas pada pasien dengan gangguan tidur obstruktif. 8

2.5.2 Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan fisik pada pasien OSA dapat saja ditemukan normal, tapi

biasanya berkaitan dengan kelebihan berat badan atau obesitas. Peningkatan leher

(lebih dari 17 inch) lebih spesifik daripada IMT dalam memprediksi OSA.2

Pemeriksaan fisik dilakukan pada hidung, orofaring, hipofaring, laring,

leher untuk menentukan adanya obstruksi pada bagian tersebut:7

i. Hidung: deviasi septum, hipertrofi adenoid, tumor atau polip nasal,

hipertrofi konka

ii. Orofaring: palatum molle yang besar, hipertrofi tonsil palatine,

makroglosia, penebalan dinding posterior faring

iii. Hipofaring: collapse dinding faring lateral, tumor hipofaring, hipetrofi

tonsil lingual, retrognathia dan micrognathia

iv. Laring: paralisis pita suara, tumor laring

v. Leher: ukur lilit leher

Pemeriksaan fisik pada anak dapat terlihat pernafasan melalui mulut, adenoidal

facies, midfacial hypoplasia, retro/mikrognasi atau kelainan kraniofasial lainnya, obesitas,

gagal tumbuh, stigmata alergi misalnya alergicshiners atau lipatan horizontal hidung.8

2.5.3 Pemeriksaan Penunjang

Diagnosis pasti penderita OSA dengan pemeriksaan polisomnografi.

Polisomnografi merupakan pemeriksaan gold standard dalam menegakkan

7
diagnosis OSA. Pada pemeriksaan ini, selama pasien tidur akan dilakukan

pengukuran elektroensefalogram, okulogram, elektromiogram submental dan tibial,

elektrokardiogram, aliran udara naso-oral, saturasi oksigen perifer dan pergerakan

dinding dada dan dinding perut. Melalui pemeriksaan ini akan didapatkan

informasi mengenai efisiensi tidur, posisi tidur, frekuensi dan penyebab pasien

terbangun, timbulnya gangguan pernafasan saat tidur, fluktuasi saturasi oksigen

dan aritmia jantung spesifik.6,7

Polisomonografi dengan metode split-night studies merupakan metode yang

dipilih karena biaya yang lebih rendah. Hasil polisomnografi menunjukkan derajat

keparahan OSA yang dinilai dengan menggunakan indeks apnea-hipopnea (IAH)

atau dalam bahasa inggris disebut Apnea-Hypopnea Index (AHI). IAH adalah

kejadian apnea atau hipopnea per jam tidur. Kejadian apnea dan hipopnea pada

OSA lebih dari lima kalli per jam tidur. Klasifikasi OSA terdiri atas tiga macam

yaitu ringan (IAH 5-!%), sedang (IAH 15-30), dan berat (>30).3

2.6 Terapi

2.6.1 Terapi Non-Bedah

Penatalaksanaan OSA terdiri dari terapi non-bedah dan terapi bedah.

Penggunaan continuous positive pressure (CPAP) adalah terapi non-bedah OSA

yang dianggap paling efektif untuk menurunkan gejala mendengkur, apnea-

hipopnea dan daytime hypersomnolence. The American College of Chest

Physicians merekomendasikan CPAP pada pasien dengan AHI >30 dan juga

pasien dengan AHI 5–30 yang disertai gejala. Nasal Continuous Positive Airway

Pressure (CPAP) dapat digunakan pada pasien yang mengalami dengkur. Cara

kerjanya dengan memberikan tekanan positif melalui hidung sehingga dapat

8
melebarkan jalan napas yang cenderung menyempit atau menutup, dan dinding

jalan napas juga dapat distabilkan. Dengan cara ini maka dengkur akan berkurang

dan kualitas tidur meningkat. Diketahui bahwa efektivitas nasal CPAP cukup

tinggi, yaitu mencapai 90-95%.3,4

Pada penderita yang obesitas dianjurkan untuk menurunkan berat badan.

penderita OSA dengan obesitas dapat meningkatkan volume dan fungsi saluran

napas atas. Penurunan berat badan 10% - 15% dikaitkan dengan penurunan 50%

kejadian apnea dan perbaikan keadaan klinis. Pada penderita mendengkur posisi

saat tidur dapat disesuaikan, miring atau telungkup (pronasi) membantu

menghilangkan keluhan ini.4,5

Selain itu, Mandibular advancement prosthesis juga banyak digunakan

dengan tujuan memperbesar lebar orofaring dan saluran udara hipofaring sehingga

keluhan mendengkur berkurang. Menghindari konsumsi minuman beralkohol, obat

penenang, nikotin dan kafein pada malam hari dapat memperbaiki tonus otot

saluran napas atas dan mekanisme pernapasan sentral.4

Penanganan OSA pada anak ditujukan terutama pada kondisi terkait yang

mendasari terjadinya OSA, seperti obesitas, hipertrofi tonsil/adenoid, dan penyakit

kardiovaskuler. Berdasarkan rekomendasi American Academy of Pediatrics,

langkah penting pertama adalah skrining.6

Kortikosteroid intranasal menjadi pilihan untuk anak dengan OSA ringan

dengan kontraindikasi adenotonsilektomi atau OSA ringan yang masih bergejala

setelah operasi. Kortikosteroid intranasal juga direkomendasikan pada OSA anak

dengan rinitis dan obstruksi saluran napas atas akibat hipertrofi adenotonsilar.

Preparat yang telah diteliti penggunaannya untuk OSA pada anak adalah steroid

nasal topikal dan inhibitor anti-leukotrin seperti Montelukast. Suatu penelitian

9
menemukan manfaat penggunaan mometasone furoate selama empat minggu untuk

pasien anak dengan gangguan tidur yang disertai hipertrofi adenoid.6

2.6.2 Terapi Bedah

Terapi bedah dapat dilakukan pada regio anatomi tertentu yang

menyebabkan obstruksi saluran nafas sesuai dengan hasil pemeriksaan sleep

endoscopy. Beberapa prosedur operasi dapat dilakukan:4,7

1. Tonsilektomi dan adenoidektomi.

2. Unulopalatofaringoplasti (UPPP). Dengan cara eksisi palatum mole dan uvula

diikuti jahitan pilar anterior posterior, palatoplasty (eksisi laser mukosa

palatum mole ke uvula).

3. Pembedahan pada daerah hidung seperti septoplasti, bedah sinus endoskopik

fungsional dan konkotomi bisa menjadi terapi yang efektif bisa sumbatan

terjadi di hidung.

4. Laser-Assisted Uvulopalatoplasty.

5. Maxillofacial (skeletal) Surgery.

6. Radiofrequency Tissue Volume Reduction.

7. Pemasangan implan Pillar pada palatum.

8. Trakeostomy. Indikasi trakeostomy adalah pasien dengan cor pulmonale,

obesitas, sindrom hipoventilasi, aritmia, pasien yang tidak toleransi CPAP dan

intervensi surgical lain gagal.

2.7 Komplikasi

OSA dapat menimbulkan dampak pada banyak sistem dari tubuh manusia,

di antaranya:7

10
1. Neuropsikologis: kantuk berlebihan pada siang hari, kurang konsentrasi dan

daya ingat, sakit kepala, depresi.

2. Kardiovaskuler: takikardi, hipertensi, aritmia, blokade jantung, angina,

penyakit jantung sistemik, gagal jantung kongestif, stroke.

3. Respirasi: hipertensi pulmonum, cor pulmonale.

4. Metabolik: diabetes, obesitas

5. Genito-urinari: nokturia, enuresis, impotensi.

6. Hematologis: polisitemia

11
BAB III

KESIMPULAN

1. Mendengkur merupakan masalah yang sering terjadi, umumnya tidak

berbahaya, namun pada beberapa kasus dapat menjadi sebuah petunjuk

adanya masalah kesehatan yang berhubungan dengan struktur fisiologi

anatomi saluran pernapasan atas.

2. OSA adalah keadaan apnea dan hipopnea berulang selama siklus tidur

akibat hambatan parsial atau total pada saluran napas atas, meskipun

disertai usaha untuk bernapas.

3. Mendengkur pada anak-anak terutama disebabkan oleh pembesaran

adenotonsil, hal ini dapat berdampak pada kualitas hidup, gangguan

neurokognitif, dan pertumbuhan

4. Polisomnografi merupakan pemeriksaan gold standard untuk menentukan

diagnosis OSAS.

5. Penatalaksanaan OSA terdiri dari terapi non-bedah dan terapi bedah.

6. Tonsilektomi dan/atau adenoidektomi merupakan tatalaksana bedah yang

dianjurkan pada OSAS anak disamping CPAP dan penurunan berat badan

12
DAFTAR PUSTAKA

1. Marbun, M. E. Mendengkur. Fakultas Kedokteran Universitas Kristen


Krida Wacana, Jakarta

2. HS, Rasjid, M., Yogiarto, M. (2015). Obstructive Sleep Apnea (OSA).


Jurnal Ilmiah Kedokteran, Vol.2 No. 3. Medika Tadulako

3. L, A. W., Singh, C. P., & Sholehati, M. (2012). Obstrutive Sleep Apnea


(OSA). Clinical Science Session .

4. Purwowiyoto, S. L. (2017). Obstructive Sleep Apnea dan Gagal Jantung.


Division of Cardiac and Cardiac Imaging, KSM Cardiology and Vascular
Medicine, Faculty of Medicine, YARSI University, Pasar Rebo Hospital,
Jakarta

5. Migueis, D. P., Thuler, L. C., Lemes, L. N., Moreira, C. S., Joffily, L., &
Araujo-Melo, M. H. (n.d.). Systematic review: the influence of nasal
obstruction on sleep apnea.

6. Prasetya, d. A. (2016). sindrom OSA pada anak. jakarta: CDK-237/ vol. 43


no. 2.

7. Tubagus, N. E. (2013). Prevalensi Excessive Daytime Sleepiness (Eds)


Pada Mahasiswa Fkik Uin Syarif Hidayatullah Jakarta Dengan
Menggunakan Kuesioner Epworth Sleepiness Scale (Ess) Serta Faktor
Risiko Yang Mempengaruhinya Pada Tahun 2013.

8. Supriyatno, B., Deviani, R., (2015). Obstructive sleep apnea syndrome


pada Anak, Divisi Respirologi Departemen Ilmu Kesehatan Anak FKUI-
RSCM, Vol. 7, No. 2, 77 - 84, Jakarta.

13

Anda mungkin juga menyukai

  • Refer at
    Refer at
    Dokumen23 halaman
    Refer at
    Riza Olivia Permata Sari
    Belum ada peringkat
  • Leukorea
    Leukorea
    Dokumen8 halaman
    Leukorea
    Riza Olivia Permata Sari
    Belum ada peringkat
  • Mekanisme Alergi
    Mekanisme Alergi
    Dokumen10 halaman
    Mekanisme Alergi
    Riza Olivia Permata Sari
    Belum ada peringkat
  • Chapter II
    Chapter II
    Dokumen20 halaman
    Chapter II
    Risky Meidar Karim
    Belum ada peringkat
  • Konjungtivitis
    Konjungtivitis
    Dokumen19 halaman
    Konjungtivitis
    Riza Olivia Permata Sari
    Belum ada peringkat
  • Refrat BPH 17
    Refrat BPH 17
    Dokumen31 halaman
    Refrat BPH 17
    Riza Olivia Permata Sari
    Belum ada peringkat
  • Referat
    Referat
    Dokumen21 halaman
    Referat
    Riza Olivia Permata Sari
    Belum ada peringkat
  • CA Cerviks
    CA Cerviks
    Dokumen22 halaman
    CA Cerviks
    Riza Olivia Permata Sari
    Belum ada peringkat
  • LATIHAN SOAL MATA
    LATIHAN SOAL MATA
    Dokumen30 halaman
    LATIHAN SOAL MATA
    Riza Olivia Permata Sari
    Belum ada peringkat
  • LATIHAN SOAL MATA
    LATIHAN SOAL MATA
    Dokumen30 halaman
    LATIHAN SOAL MATA
    Riza Olivia Permata Sari
    Belum ada peringkat
  • Radikal Bebas
    Radikal Bebas
    Dokumen10 halaman
    Radikal Bebas
    Riza Olivia Permata Sari
    Belum ada peringkat
  • ABSTRAK Biostat
    ABSTRAK Biostat
    Dokumen1 halaman
    ABSTRAK Biostat
    Riza Olivia Permata Sari
    Belum ada peringkat