Anda di halaman 1dari 22

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Rhinosinusitis dianggap salah satu penyebab gangguan kesehatan tersering
di dunia serta merupakan penyakit yang sering ditemukan dalam praktek
dokter sehari-hari.1 Istilah Rhinosinusitis lebih sering digunakan karena sinusitis
hampir selalu disertai dengan peradangan pada mukosa hidung bersebelahan. 2
Penyakit Rhinosinusitis selalu dimulai dengan penyumbatan daerah kompleks
ostiomeatal (KOM) oleh infeksi, obstruksi mekanis atau alergi, dan oleh karena
penyebaran infeksi gigi.3 Gejalanya dapat berupa hidung
tersumbat/obstruksi/kongesti atau discharge hidung (anterior/posterior nasal
drip), wajah nyeri/tekanan pada wajah, dan penurunan atau hilangnya
penghiduan. Rhinosinusitis disebut kronik bila gejala terjadi selama lebih dari 12
minggu.4

Rhinosinusitis kronik merupakan salah satu penyakit kronik yang sering terjadi
di Amerika Serikat, mempengaruhi masyarakat dari semua kelompok umur.
Prevalensi keseluruhan Rhinosinusitis kronik di Amerika Serikat adalah 146 per
1000 penduduk.5 Rhinosinusitis merupakan penyakit yang sering ditemukan,
dengan dampak signifikan pada kualitas hidup dan pengeluaran biaya
kesehatan, dan dampak ekonomi pada mereka yang produktivitas kerjanya
menurun. Pada tahun 2007 di Amerika Serikat, dilaporkan bahwa angka
kejadian rhinosinusitis mencapai 26 juta individu. Di Indonesia sendiri, data
dari DEPKES RI tahun 2003 menyebutkan bahwa penyakit hidung dan
sinus berada pada urutan ke-25 dari 50 pola penyakit peringkat utama atau
sekitar 102.817 penderita rawat jalan di rumah sakit. Yang paling sering
ditemukan adalah sinusitis maxilla dan sinusitis ethmoid, sedangkan sinusitis
4
frontal dan sinusitis sphenoid lebih jarang ditemukan. Klasifikasi secara

1
klinis untuk Rhinosinusitis dibagi atas Rhinosinusitis akut, subakut dan kronis.
Sedangkan berdasarkan penyebabnya Rhinosinusitis dibagi kepada
Rhinosinusitis tipe rinogen dan Rhinosinusitis tipe dentogen.

Dalam praktik sehari-hari, Rhinosinusitis kronik sering kali menjadi


misdiagnosed karena gejalanya yang mirip atau bahkan berdampingan dengan
penyakit infeksi pada hidung. Oleh karena itu, dalam laporan kasus kali ini
penulis membahas tentang Rhinosinusitis kronik.

B. Tujuan Penulisan
Adapun tujuan penulisan laporan kasus ini adalah sebagai berikut:
1. Memenuhi tugas dalam menjalani kepaniteraan klinik SMF ilmu telinga,
hidung, tenggorokan, bedah kepala dan leher (THT-KL) RSUD Dr. H. Abdul
Moeloek.
2. Melaporkan dan memahami kasus yang ditemukan pada kegiatan poliklinik
THT di RSUD Dr. H. Abdul Moeloek.
3. Menjelaskan tentang definisi, epidemiologi, etiologi, faktor risiko,
patofisiologi, manifestasi klinis, komplikasi, penegakkan diagnosis, dan
penatalaksanaan dari kasus.

TINJAUAN PUSTAKA

2
A. DEFINISI
Sinusitis didefinisikan sebagai inflamasi mukosa sinus paranasal. Umumnya
disertai atau dipicu oleh rinitis sehingga sering disebut rhinosinusitis.
Menurut American Academy of Otolaryngology – Head & Neck Surgery 1996
istilah sinusitis diganti dengan rinosinusitis karena dianggap lebih tepat dengan
alasan :
1) Secara embriologis mukosa sinus merupakan lanjutan mukosa hidung
2) Rinosinusitis hampir selalu didahului dengan rinitis
3) Gejala-gejala obstruksi nasi, rhinorrhea dan hiposmia dijumpai pada rinitis
ataupun rinosinusitis.

Sinusitis diberi nama sesuai dengan sinus yang terkena. Bila mengenai
beberapa sinus disebut multisinusitis. Bila mengenai semua sinus paranasalis
disebut pansinusitis. Disekitar rongga hidung terdapat empat sinus yaitu sinus
maksilaris (terletak di pipi), sinus etmoidalis (kedua mata), sinus frontalis
(terletak di dahi) dan sinus sfenoidalis (terletak di belakang dahi).1 Rhinosinusitis
yang paling sering ditemukan ialah Rhinosinusitis maksila dan Rhinosinusitis
etmoid, Rhinosinusitis frontal dan sinusuitis sfenoid lebih jarang.

B. EPIDEMIOLOGI
Rinosinusitis merupakan penyakit yang sering ditemukan, dengan dampak
signifikan pada kualitas hidup dan pengeluaran biaya kesehatan, dan dampak
ekonomi pada mereka yang produktivitas kerjanya menurun. Diperkirakan
setiap tahun 6 miliar dolar dihabiskan di Amerika Serikat untuk pengobatan
rhinosinusitis. Pada tahun 2007 di Amerika Serikat, dilaporkan bahwa angka
kejadian rhinosinusitis mencapai 26 juta individu. Di Indonesia sendiri, data
dari DEPKES RI tahun 2003 menyebutkan bahwa penyakit hidung dan
sinus berada pada urutan ke-25 dari 50 pola penyakit peringkat utama atau
sekitar 102.817 penderita rawat jalan di rumah sakit.4

3
Yang paling sering ditemukan adalah sinusitis maksila dan sinusitis ethmoid,
sedangkan sinusitis frontal dan sinusitis sfenoid lebih jarang ditemukan. Pada
anak hanya sinus maxilla dan sinus etmoid yang berkembang sedangkan
sinus frontal dan sinus sphenoid mulai berkembang pada anak berusia kurang
lebih 8 tahun. Sinusitis pada anak lebih banyak ditemukan karena anak-anak
mengalami infeksi saluran nafas atas 6 – 8 kali per tahun dan diperkirakan
5%– 10% infeksi saluran nafas atas akan menimbulkan sinusitis.4,5

C. ETIOLOGI
Agen etiologi sinusitis dapat berupa virus, bakteri atau jamur.
a) Virus. Sinustis virus biasanya terjadi selama infeksi saluran nafas atas, virus
yang lazim menyerang hidung dan nasifaring juga menyerang sinus. Misalnya
rhinovirus, virus parainfluenza, dan virus influenza.6
b) Bakteri. Edema dan hilangnya fungsi silia normal pada infeksi virus
menciptakan suatu lingkungan yang ideal untuk perkembangan bakteri.
Bakteri yang sering menyebabkan sinusitis adalah Streptococcus pneumoniae,
Haemophilus influenzae, dan Moraxella catarralis. Bakteri anaerob juga
terkadang ditemukan sebagai penyebab sinusitis maksilaris, terkait dengan
infeksi pada gigi premolar.6
c) Jamur. Jamur juga ditemukan sebagai penyebab sinusitis pada pasien dengan
gangguan sistem imun, yang menunjukkan infeksi invasif yang mengancam
jiwa. Jamur yang menyebabkan infeksi antara lain adalah dari spesies
Rhizopus, Rhizomucor, Mucor, Absidia, Cunninghamella, Aspergillus, dan
Fusarium.6
Penyebab sinusitis dibagi menjadi:
1) Rinogenik
Segala sesuatu yang menyebabkan sumbatan pada hidung dapat
menyebabkan sinusitis. Contohnya rinitis akut, rinitis alergi, polip, deviasi
septum dan lain-lain.Alergi juga merupakan predisposisi infeksi sinus karena
terjadi edema mukosa dan hipersekresi.Mukosa sinus yang membengkak
menyebabkan infeksi lebih lanjut, yang selanjutnya menghancurkan epitel
permukaan, dan siklus seterusnya berulang.7

4
2) Sinusitis Dentogen
Merupakan penyebab paling sering terjadinya sinusitis kronik. Dasar sinus
maksila adala prosessus alveolaris tempat akar gigi, bahkan kadang-
kadang tulang tanpa pembatas. Infeksi gigi rahang atas seperti infeksi
gigi apikal akar gigi, atau inflamasi jaringan periondontal mudah
menyebar secara langsung ke sinus, atau melalui pembuluh darah dan
limfe.7

Harus dicurigai adanya sinusitis dentogen pada sinusitis maksila kronik


yang mengenai satu sisi dengan ingus yang purulen dan napas berbau
busuk.Bakteri penyebabnya adalah. Streptococcus pneumoniae, Hemophilus
influenza, Streptococcus viridans, Staphylococcus aureus, Branchamella
catarhalis dan lain-lain.7

Etiologi Rhinosinusitis dentogen adalah:


a. Penjalaran infeksi gigi, infeksi periapikal gigi maksila dari kaninus sampai
gigi molar tiga atas. Biasanya infeksi lebih sering terjadi pada kasus-kasus
akar gigi yang hanya terpisah dari sinus oleh tulang yang tipis, walaupun
kadang-kadang ada juga infeksi mengenai sinus yang dipisahkan oleh
tulang yang tebal.
b. Prosedur ekstraksi gigi, misalnya terdorong gigi ataupun akar gigi sewaktu
akan diusahakan mencabutnya, atau terbukanya dasar sinus sewaktu
dilakukan pencabutan gigi.
c. Penjalaran penyakit periodontal yaitu adanya penjalaran infeksi dari
membran periodontal melalui tulang spongiosa ke mukosa sinus.
d. Trauma, terutama fraktur maksila yang mengenai prosesus alveolaris dan
sinus maksila.
e. Adanya benda asing dalam sinus berupa fragmen akar gigi dan bahan
tambalan akibat pengisian saluran akar yang berlebihan.
f. Osteomielitis akut dan kronis pada maksila.
g. Kista dentogen yang seringkali meluas ke sinus maksila, seperti kista
radikuler dan folikuler.

5
h. Deviasi septum kavum nasi, polip, serta neoplasma atau tumor dapat
menyebabkan obstruksi ostium yang memicu Rhinosinusitis.

D. PATOFISIOLOGI
Kesehatan sinus dipengaruhi oleh patensi ostium-ostium sinus dan lancarnya
klirens mukosiliar (mucociliary clearance) di dalam kompleks osteomeatal. Sinus
dilapisi oleh sel epitel respiratorius. Lapisan mukosa yang melapisi sinus dapat
dibagi menjadi dua yaitu lapisan viscous superficial dan lapisan serous profunda.
Cairan mukus dilepaskan oleh sel epitel untuk membunuh bakteri maka
bersifat sebagai antimikroba serta mengandungi zatzat yang berfungsi sebagai
mekanisme pertahanan tubuh terhadap kuman yang masuk bersama udara
pernafasan. Cairan mukus secara alami menuju ke ostium untuk dikeluarkan jika
jumlahnya berlebihan.

Faktor yang paling penting yang mempengaruhi patogenesis terjadinya


Rhinosinusitis yaitu apakah terjadi obstruksi dari ostium. Jika terjadi obstruksi
ostium sinus akan menyebabkan terjadinya hipooksigenasi, yang menyebabkan
fungsi silia berkurang dan epitel sel mensekresikan cairan mukus dengan kualitas
yang kurang baik. Disfungsi silia ini akan menyebabkan retensi mukus yang
kurang baik pada sinus.

Kegagalan transpor mukus dan menurunnya ventilasi sinus merupakan faktor


utama berkembangnya Rhinosinusitis. Rhinosinusitis dentogen dapat terjadi
melalui dua cara, yaitu:
a. Infeksi gigi yang kronis dapat menimbulkan jaringan granulasi di dalam
mukosa sinus maksilaris, hal ini akan menghambat gerakan silia ke arah ostium
dan berarti menghalangi drainase sinus. Gangguan drainase ini akan
mengakibatkan sinus mudah mengalami infeksi. Kejadian Rhinosinusitis
maksila akibat infeksi gigi rahang atas terjadi karena infeksi bakteri (anaerob)
menyebabkan terjadinya karies profunda sehingga jaringan lunak gigi dan
sekitarnya rusak. Pulpa terbuka maka kuman akan masuk dan mengadakan
pembusukan pada pulpa sehingga membentuk gangren pulpa. Infeksi ini

6
meluas dan mengenai selaput periodontium menyebabkan periodontitis dan
iritasi akan berlangsung lama sehingga terbentuk pus. Abses periodontal ini
kemudian dapat meluas dan mencapai tulang alveolar menyebabkan abses
alveolar. Tulang alveolar membentuk dasar sinus maksila sehingga memicu
inflamasi.
b. Kuman dapat menyebar secara langsung, hematogen atau limfogen dari
granuloma apikal atau kantong periodontal gigi ke sinus maksila.

E. KLASIFIKASI
Berdasarkan beratnya penyakit, rinosinusitis dapat dibagi menjadi ringan, sedang
dan berat berdasarkan total skor visual analogue scale (VAS) (0-10cm):2
- Ringan = VAS 0-3
- Sedang = VAS >3-7
- Berat = VAS >7-10

Untuk menilai beratnya penyakit, pasien diminta untuk menentukan dalam VAS
jawaban dari pertanyaan:
Berapa besar gangguan dari gejala rinosinusitis saudara?
│__________________________________________________________│
Tidak mengganggu 10 cm Gangguan terburuk yang masuk akal
Nilai VAS > 5 mempengaruhi kulaitas hidup pasien

Berdasarkan durasi penyakit, rhinosinusitis diklasifikasikan menjadi:


Akut
 < 12 minggu
 Resolusi komplit gejala
Kronik
 ≥ 12 minggu
 Tanpa resolusi gejala komplit
 Termasuk rinosinusitis kronik eksaserbasi akut. 2

1) Rinosinusitis akut
a) Rinosinusitis akut pada dewasa

7
Rinosinusitis akut pada dewasa didefinisikan sebagai onset tiba-tiba dari
dua atau lebih gejala, salah satunya termasuk hidung tersumbat/ obstruksi/
kongesti atau discharge (sekret hidung anterior/ posterior):
 ± nyeri wajah/ rasa tertekan di wajah
 ± penurunan/ hilangnya penghidu
Gejala kurang dari 12 minggu:
Dengan interval bebas gejala bila terjadi rekurensi
Dengan validasi per-telepon atau anamnesis.2
b) Rinosinusitis akut pada anak
Rinosinusitis akut pada anak didefinisikan sebagai onset tiba-tiba dari dua
atau lebih gejala:
 hidung tersumbat/ obstruksi/ kongesti
 atau discoloured nasal discharge
 atau batuk (siang hari dan malam hari)
Gejala kurang dari 12 minggu:
Dengan interval bebas gejala bila terjadi rekurensi
Dengan validasi per-telepon atau anamnesis
Pertanyaan tentang gejala alergi (seperti bersin, ingus seperti air, hidung
gatal, mata gatal dan berair) harus termasuk.2

2) Rinosinusitis kronik
a) Rinosinusitis kronik pada dewasa
Rinosinusitis kronik (dengan atau tanpa polip nasal) pada dewasa
didefinisikan :
Terdapat dua atau lebih gejala, salah satunya harus berupa hidung
tersumbat/ obstruksi/ kongesti atau discharge (anterior/ posterior nasal
drip):
 ± nyeri wajah/ rasa tertekan di wajah
 ± penurunan/ hilangnya penghidu
Gejala ≥ 12 minggu:
Dengan validasi per-telepon atau anamnesis

8
Pertanyaan tentang gejala alergi (seperti bersin, ingus seperti air, hidung
gatal, mata gatal dan berair) harus termasuk.2

F. GEJALA KLINIS
1) Sinusitis akut
Keluhan utama rinosinusitis akut ialah hidung tersumbat disertai dengan
nyeri/rasa tekanan pada muka dan ingus purulen, yang seringkali turun
ke tenggorok (post nasal drip). Dapat disertai dengan gejala sistemik seperti
demam dan lesu.1
Keluhan nyeri atau rasa tekanan di daerah sinus yang terkena merupakan ciri
khas sinusitis akut, serta kadang-kadang nyeri juga terasa di tempat lain
(referred pain). Nyeri pipi menandakan sinusitis maksila, nyeri di antara atau
di belakang kedua bola mata menandakan sinusitis etmoida, nyeri di dahi atau
kepala menandakan sinusitis frontal. Pada sinusitis maksila kadang-kadang
terdapat nyeri alih ke gigi dan telinga. Gejala lain adalah sakit kepala,
hiposmia/anosmia, halitosis, post-nasal drip yang dapat menyebabkan batuk
dan sesak pada anak.1

Sinusitis akut umumnya dimulai dari infeksi saluran pernafasan atas oleh
virus yang melebihi 10 hari. Organisme yang umum menyebabkan sinusitis
akut termasuk Streptococcus pneumonia, Haemophilus influenza dan
Moraxella catarrhalis. Diagnosis dari sinusitis akut dapat ditegakkan ketika
infeksi saluran napas atas oleh virus tidak sembuh salama 10 hari atau
memburuk setelah 5-7 hari.2
Penyebab utamanya ialah selesma (common cold) yang merupakan infeksi
virus, terdapat transudasi di rongga-rongga sinus, mula-mula serous yang
biasanya sembuh dalam beberapa hari tanpa pengobatan. Selanjutnya diikuti
oleh infeksi bakteri, yang bila kondisi ini menetap, sekret yang terkumpul
dalam sinus merupakan media baik untuk tumbuhnya dan multiplikasi bakteri.
Sekret menjadi purulen.2
Sinusitis akut berulang tejadi gejala lebih dari 4 episode per tahun dengan
interval bebas penyakit lain. Eksaserbasi akut rinosinusitis didefinisikan

9
sebagai memburuknya gejala pada pasien yang sudah didiagnosis
rhinosinusitis secara tiba-tiba, dengan kembali ke gejala awal setelah
perawatan. Kriteria diagnostik yang terbaru adalah berdasarkan EPOS 2012,
dimana rhinosinusitis didefinisikan sebagai peradangan pada hidung dan sinus
paranasal dengan beberapa gejala dan tanda :2
Tabel 1. Gejala dan tanda rhinosinusitis menurut EPOS 2012
2
Gejala utama Gejala tambahan Tanda
Hidung buntu ± nyeriwajah / Tanda dari endoskopi :
dan / atau rasa tertekan di - Polip nasi danatau
- Discarge mukopurulen
Pengeluaran wajah
dari meatus nasi media
cairan/ ± berkurang atau
dan atau
discharge dari hilang
- Udem/penyumbatan di
hidung baik ke Kemampuan
meatus nasi media
anterior atau ke menghidu
danatau
posterior
Perubahan gambaran CT
Adanya perubahan mukosa di
daerah osteomeatal kompleks
dan atau di daerah sinus.

Untuk membantu diagnosis sinusitis, American Academy of Otolaryngology –


Head and Neck Surgery (AAO-HNS) membuat bagan diagnosis yang disebut
Task Force on Rhinosinusitis pada tahun 1996. Bagan ini didasarkan atas
gejala klinis yang dibagi atas kategori gejala mayor dan minor untuk
diagnosis rhinosinusitis.ditegakkan rinosinusitis apabila terdapat 2 mayor
atau 1 mayor dan 2 minor.8

Tabel 2. Bagan Task force on Rhinosinusitis 19968


RINOSINUSITIS
Major Symptoms Minor Symptoms
Facial pain/pressure Headache
Facial congestion/fullness Fever (non acute)
Nasal obstruction/blockage Halitosis
Nasal discharge/purulence/discolored Fatique

10
posterior drainage
Hyposmia/anosmia Dental pain
Purulence on nasal exam Cough
Fever (acute rhinosinusitis only) Ear pain/pressure/fullness
a. Facial pain/pressure alone does not constitute a suggestive history
for diagnosis in the absence of another symptom or sign.
b. Fever in acute sinusitis alone does not constitute a seggustive history
for diangosis in the absence of another symptom or sign.

2) Sinusitis kronik
Keluhan sinusitis kronik tidak khas sehingga sulit didiagnosis. Selama
eksaserbasi akut, gejala mirip dengan sinusitis akut, selain itu gejala berupa
suatu perasaan penuh pada wajah dan hidung, dan hipersekresi yang seringkali
mukopurulen. Kadang-kadang hanya satu atau dua dari gejala-gejala dibawah
ini yaitu : sakit kepala kronik, post nasal drip, batuk kronik, gangguan
tenggorok, gangguan telinga akibat sumbatan kronik muara tuba eustachius,
gangguan ke paru seperti bronkitis (sino-bronkitis), bronkiektasi, dan yang
penting adalah serangan asma yang meningkat dan sulit diobati. 1
Hidung biasanya sedikit tersumbat, dan tentunya ada gejala-gejala faktor
predisposisi, seperti rinitis alergika yang menetap, dan keluhan-keluhannya
yang menonjol. Pasien dengan sinusitis kronik dengan polip nasi lebih sering
mengalami hiposmia dan lebih sedikit mengeluhkan nyeri atau rasa tertekan
daripada yang tidak memiliki polip nasi.Bakteri yang memegang peranan
penting dalam patogenesis rinosinusitis kronik masih kontroversial.
Organisme yang umum terisolasi pada sinusitis kronik termasuk
Staphylococcus aureus, bakteri anaerob dan gram negatif seperti
Pseudomonas aeruginosa.Menurut EPOS 2012 (tabel 1) diklasifikasikan
sebagai RSK jika durasi gejala ≥ 12 minggu, tanpa terjadi resolusi lengkap
dan dapat menjadi eksaserbasi akut.2
G. DIAGNOSIS
Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan
pemeriksaan penunjang. Pemeriksaan fisik dengan rhinoskopi anterior, dan

11
posterior, pemeriksaan naso-endoskopi sangat dianjurkan untuk diagnosis yang
lebih tepat dan dini.Tanda khas ialah adanya pus di meatus medius (pada sinusitis
maksila dan ethmoid anterior dan frontal) atau di meatus superior (pada sinusitis
ethmoidalis posterior dan sfenoid). Pada rinosinusitis akut, mukosa edema dan
hiperemis. Pada anak sering ada pembengkakan dan kemerahan pada kantus
medius.
Gejala subyektif
Gejala lokal yaitu : hidung tersumbat, ingus kental yang kadang berbau dan
mengalir ke nasofaring (postnasal drip), halitosis, sakit kepala yang lebih
berat pada pagihari, nyeri di daerah sinus yang terkena, serta kadang nyeri
alih ke tempat lain. Gejala sistemik yaitu : demam dan rasa lesu.6
1. Sinusitis Maksilaris
Nyeri pipi menandakan sinusitis maksila. Gejala sinusitis maksilaris akut
berupa demam, malaise dan nyeri kepala yang tak jelas yang biasanya
reda dengan pemberian analgetik biasa seperti aspirin. Wajah terasa
bengkak, penuh, dan gigi terasa nyeri pada gerakan kepala mendadak,
misalnya sewaktu naik atau turun tangga. Seringkali terdapat nyeri pipi
khas yang tumpul dan menusuk, serta nyeri pada palpasi dan perkusi.
Sekret mukopurulen dapat keluar dari hidung dan terkadang berbau
busuk.6
2. Sinusitis Etmoidalis
Sinusitis etmoidalis akut terisolasi lebih lazim pada anak,
seringkalibermanifestasi sebagai selulitis orbita. Dari anamnesis
didapatkan nyeri yang dirasakan di pangkal hidung dan kantus medius,
kadang-kadang nyeri di bola mata atau di belakangnya, terutama bila
mata digerakkan. Nyeri alih di pelipis, post nasal drip dan sumbatan
hidung. Pemeriksaan fisik didapatkan nyeri tekan pada pangkal hidung.6
3. Sinusitis Frontalis
Nyeri berlokasi di atas alis mata, biasanya pada pagi hari dan memburuk
menjelang tengah hari, kemudian perlahan-lahan mereda hingga
menjelang malam. Pasien biasanya menyatakan bahwa dahi terasa nyeri
bila disentuh dan mungkin terdapat pembengkakan supra orbita.
Pemeriksaan fisik, nyeri yang hebat pada palpasi atau perkusi di atas

12
daerah sinus yang terinfeksi merupakan tanda patognomonik pada
sinusitis frontalis.6
4. Sinusitis Sfenoidalis
Sinusitis sfenoidalis dicirikan oleh nyeri kepala yang mengarah ke
verteks kranium. Penyakit ini lebih lazim menjadi bagian dari
pansinusitis dan oleh karena itugejalanya menjadi satu dengan gejala
infeksi sinus lainnya.6
Gejala Obyektif
Pembengkakan pada sinus maksila terlihat di pipi dan kelopak matabawah,
pada sinusitis frontal terlihat di dahi dan kelopak mata atas, pada sinusitis
ethmoid jarang timbul pembengkakan kecuali jika terdapat komplikasi.
1) Pada rhinoskopi anterior
Tampak mukosa konka hiperemis dan edema, pada sinusitis maksila,
sinusitis frontal dan sinusitis ethmoid anterior tampak nanah di meatus
medius,sedangkan pada sinusitis ethmoid posterior dan sinusitis sphenoid
nanah tampak keluar dari meatus superior.1
2) Pada rinoskopi posterior
Tampak pus di nasofaring (post nasal drip). Pada posisional test yakni
pasien mengambil posisi sujud selama kurang lebih 5 menit dan provokasi
test yakni suction dimasukkan pada hidung, pemeriksa memencet hidung
pasien kemudian pasien disuruhmenelan ludan dan menutup mulut dengan
rapat. Jika positif sinusitis maksilaris, maka akan keluar pus dari hidung.

3) Gambaran Radiologis
a) Pemeriksaan foto kepala
Pemeriksaan foto kepala untuk mengevaluasi sinus paranasal terdiri atas
berbagai macam posisi antara lain:
 Foto kepala posisi anterior-posterior ( AP atau posisi Caldwell)
 Foto kepala lateral
 Foto kepala posisi waters
b) CT-Scan
CT-Scan sinus merupakan gold standard diagnosis sinusitis karena
mampu menilai secara anatomi hidung dan sinus, adanya penyakit
dalam hidung dan sinus secara keseluruhan dan perluasannya.
c) MRI

13
MRI dapat membedakan sisa mukus dengan massa jaringan lunak
dimana nampak identik pada CT scan. 1
d) Transiluminasi
Pada pemeriksaan transiluminasi, sinus yang sakit akan menjadi suram
atau gelap.
e) Pemeriksaan Mikrobiologi
Sebaiknya untuk pemeriksaan mikrobiologik diambil sekret dari
meatus medius atau meatus superior.1
f) Sinuskopi
Sinuskopi dilakukan dengan pungsi menembus dinding medial sinus
maksila melalui meatus media inferior, dengan alat endoskop bisa
dilihat kondisi sinus maksila yang sebenarnya, selanjutnya dapat
dilakukan irigasi.1

H. PENATALAKSANAAN
Prinsip penatalaksanan Rhinosinusitis dentogen:
a. Atasi masalah gigi
b. Penderita dengan Rhinosinusitis akut yang disertai demam dan kelemahan
sebaiknya beristirahat ditempat tidur. Diusahakan agar kamar tidur mempunyai
suhu dan kelembaban udara tetap.
c. Konservatif, diberikan obat-obatan: antibiotika, dekongestan, antihistamin,
kortikosteroid dan irigasi sinus.
d. Operatif. Beberapa macam tindakan bedah sinus yaitu antrostomi meatus
inferior, Caldwell-Luc, etmoidektomi intra dan ekstra nasal, trepanasi sinus
frontal, dan bedah sinus endoskopik fungsional.

Prinsip pengobatan ialah membuka sumbatan di KOM sehingga drainase dan


ventilasi sinus-sinus pulih secara alamai. Antibiotik dan dekongestan
merupakan terapi pilihan pada sinusitis akut bakterial. Untuk menghilangkan
infeksi dan pembengkakan mukosa serta membuka ostium sinus. Antibiotik
yang dipilih adalah golongan penisilin seperti amoksisilin. Jika diperkirakan
kuman telah resisten atau memproduksi beta-laktamase, maka dapat diberikan

14
amoksisilin-klavulanat atau jenis sefalosporn generasi ke-2. Pada sinusitis
antibiotik diberikan 10-14 hari meskipun gejala klinis sudah hilang. Pada
sinusitis kronik diberikan antibiotik yang sesuai untuk bakteri gram negatif dan
anaerob.1
Selain dekongestan oral dan topikal, terapi lain dapat diberikan jika diperlukan,
seperti analgesik, mukolitik, steroid oral/topikal, pencucian rongga hidung
dengan NaCl atau pemanasan (diatermi). Antihistamin tidak rutin diberikan,
karena sifat jadi lebih kental. Bila ada alergi berat sebaiknya diberikan
amtihistamin generasi ke-2. Irigasi sinus maksila atau Proetz displacement
therapy juga merupakan terapi tambahan yang bermanfaat. Imunoterapi dapat
dipertimbangkan jika pasien menderita alergi yang berat.1
Tindakan operasi
Bedah sinus endoskopi fungsional (BSEF/FESS) merupakan operasi terkini
untuk sinusitis kronik yang memerlukan operasi. Tindakan ini telah
menggantikan hampir semua jeni bedah sinus terdahulu karena memberikan
hasil yang lebih memuaskan dan tindakan lebih ringan dan tidak radikal.
Indikasi berupa sinusitis kronik yang tidak membaik setelah terapi adekuat,
sinusitis kronik disertai kista atau kelainan yang ireversibel, polip ekstensif,
adanya komplikasi sinusitis serta jamur.1

Tindakan bedah sederhana pada sinusitis maksilaris kronik adalah


nasoantrostomi atau pembentukan fenestra nasoantral. Etmoidektomi dilakukan
pada sinusitis etmoidalis. Frontoetmoidektomi eksternal dilakukan pada
sinusitis frontalis. Eksplorasi sfenoid dilakukan pada sinusitis sfenoidalis.
Pembedahan sinus endoskopik merupakan suatu teknik yang memungkinkan
visualisasi yang baik dan magnifikasi anatomi hidung dan ostium sinus normal
bagi ahli bedah.1
Berikut ini merupakan alur skema penatalaksanaan sinusitis akut dan kronik
berdasarkan European Position Paper on Rhinosinusitisnand Nasal Polyps
2012

15
Gambar 1. Skema penatalaksanaan rinosinusitis akut pada dewasa untuk pelayanan
kesehatan primer berdasarkan European Position Paper on Rhinosinusitisnand Nasal
Polyps 2012

Gambar 2. Skema penatalaksanaan rinosinusitis kronik dengan atau tanpa polip


hidung pada dewasa untuk pelayanan kesehatan primer dan dokter spesialis non THT
berdasarkan European Position Paper on Rhinosinusitisnand Nasal Polyps 2012

16
I. KOMPLIKASI
Sinusitis merupakan suatu penyakit yang tatalaksananya berupa rawat jalan.
Pengobatan rawat inap di rumah sakit merupakan hal yang jarang kecuali jika ada
komplikasi dari sinusitis itu sendiri. Walaupun tidak diketahui secara pasti, insiden
dari komplikasi sinusitis diperkirakan sangat rendah. Salah satu studi menemukan
bahwa insiden komplikasi yang ditemukan adalah 3%. Sebagai tambahan, studi
lain menemukan bahwa hanya beberapa pasien yang mengalami komplikasi dari
sinusitis setiap tahunnya. Komplikasi dari sinusitis ini disebabkan oleh penyebaran
bakteri yang berasal dari sinus ke struktur di sekitarnya. Penyebaraan yang
tersering adalah penyebaran secara langsung terhadap area yang mengalami
kontaminasi.

Komplikasi dari sinusitis tersebut antara lain


1. Komplikasi lokal
a) Mukokel
b) Osteomielitis (Pott’s puffy tumor)
2. Komplikasi orbital
a) Inflamatori edema
b) Abses orbital
c) Abses subperiosteal
d) Trombosis sinus cavernosus.
3. Komplikasi intrakranial
a) Meningitis
b) Abses Subperiosteal

Komplikasi sinusitis telah menurun secara nyata sejak ditemukannya antibiotik.


Komplikasi berat biasanya terjadi pada sinusitis akut atau pada sinusitis kronis
dengan eksaserbasi akut, berupa komplikasi orbita atau intrakranial.
CT scan merupakan suatu modalitas utama dalam menjelaskan derajat
penyakit sinus dan derajat infeksi di luar sinus, pada orbita, jaringan lunak dan
kranium. Pemeriksaan ini harus rutin dilakukan pada sinusitis refrakter, kronik
atau berkomplikasi.

J. PROGNOSIS

17
Sinusitis tidak menyebabkan kematian yang signifikan dengan sendirinya.
Namun, sinusitis yang berkomplikasi dapat menyebabkan morbiditas dan dalam
kasus yang jarang dapat menyebabkan kematian. Sekitar 40 % kasus sinusitis akut
membaik secara spontan tanpa antibiotik. Perbaikan spontan pada sinusitis
virus adalah 98 %.Pasien dengan sinusitis akut, jika diobati dengan antibiotik
yang tepat, biasanya menunjukkan perbaikan yang cepat. Tingkat kekambuhan
setelah pengobatan yang sukses adalah kurang dari 5 %. Jika tidak adanya
respon dalam waktu 48 jam atau memburuknya gejala, pasien dievaluasi
kembali.9

Pada pasien dengan rhinitis alergi, pengobatan agresif gejala hidung dan tanda-
tanda edema mukosa yang dapat menyebabkan obstruksi saluran keluar sinus,
dapat mengurangkan sinusitis sekunder. Jika kelenjar gondok secara kronis
terinfeksi, pengangkatan mereka dapat menghilangkan nidus infeksi dan dapat
mengurangi infeksi sinus.9

18
SIMPULAN

1. Rhinosinusitis dentogen adalah peradangan mukosa hidung dan satu atau lebih
mukosa sinus paranasal yang disebabkan oleh penyebaran infeksi gigi.
2. Diagnosis dilakukan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan rinoskopi anterior dan
rinoskopi posterior, nasoendoskopi, disertai pemeriksaan penunjang. Penegakan
diagnosis pada kasus ini sudah tepat yaitu Rhinosinusitis kronik et causa dentogen.
3. Penatalaksanaannya adalah mengatasi masalah gigi, konservatif, diberikan steroid
topikal dan dilakukan evaluasi setalah 4 minggu.

19
DAFTAR PUSTAKA

1. Mangunkusumo E & Soetjipto D. Sinusitis. Buku ajar ilmu kesehatan telinga,


hidung, tenggorok, kepala dan leher. Edisi keenam. Jakarta : Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia; 2007
2. Fokkens W, Lund V, Mullol J, et al. European position paper on rhinosinusitis
and nasal polyps. Rhinology, 2012.
3. Busquets JM, Hwang PH. Nonpolypoid rhinosinusitis: Classification, diagnosis
and treatment. In Bailey BJ, Johnson JT, Newlands SD, eds. Head & Neck
Surgery – Otolaryngology. 4th ed. Vol 1. Philadelphia: Lippincott Williams &
Wilkins, 2006; 406-416.
4. Arivalagan, Privina. The Picture Of Chronic Rhinosinusitis in RSUP Haji Adam
Malik in Year 2011. E – Jurnal FK-USU Volume 1 No. 1 Tahun 2013
5. Soetjipto D & Mangunkusumo E. Sinus paranasal. Buku ajar ilmu kesehatan
telinga, hidung, tenggorok, kepala dan leher. Edisi keenam. Jakarta : Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia; 2007
6. Adams GL, Boies LR, Higler PH. Hidung dan sinus paranasalis. Buku ajar
penyakit tht. Edisi keenam. 1997. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC.
7. Anonim, Sinusitis, dalam ; Arif et all, editor. Kapita Selekta Kedokteran, Ed.3,
Penerbit Media Ausculapius FK UI, Jakarta 2001, 102 – 106
8. Mark A. Zacharek, Preeti N. Malani, Michael S. Benninger. An approach to the
diagnosis and management of acute bacterial rhinosinusitis. 2005.

20
9. Brook I, Benson BE, Riauba L, Cunha BA. Acute sinusitis. Diunduh dari
http://emedicine.medscape.com/article/232670-overview.

21
22

Anda mungkin juga menyukai