Anda di halaman 1dari 27

SATUAN ACARA PENYULUHAN

DI RUANG HEMODIALISA
RUMAH SAKIT SARI MULIA BANJARMASIN

Tanggal 23 Februari 2018


Disusun Untuk Memenuhi Tugas Pre Ners VI
Pada Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan (STIKES) Sari Mulia Banjarmasin

DISUSUN OLEH:
Azhari (14.IK.379)
Devi Kharismawati (14.IK.385)
Fitriani (14.IK.387)
Garpai Juan (14.IK.388)
Noor Laila Sari (14.IK.407)

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN DAN PROFESI NERS


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN SARI MULIA BANJARMASIN
TAHUN AKADEMIK 2017-2018
LEMBAR PESETUJUAN
SATUAN ACARA PENYULUHAN
PASIEN YANG MENJALANI HEMODIALISA
DI RUANG HEMODIALISA RUMAH SAKIT SARI MULIA BANJARMASIN

Tanggal Februari 2018


Oleh:
Azhari (14.IK.379)
Devi Kharismawati (14.IK.385)
Fitriani (14.IK.387)
Garpai Juan (14.IK.388)
Noor Laila Sari (14.IK.407)
Angkatan VI

Dengan Ini Disahkan Sebagai Laporan Kegiatan


Praktik Pendidikan Keseharan

Banjarmasin, Februari 2018


Mengetahui,

RS. Sari Mulia Banjarmasin Program Studi Ilmu Keperawatan (PSIK)


STIKES Sari Mulia Banjarmasin
Preseptor Klinik (PK) Preseptor Akademik (PA)

Reflis Saputra, S.Kep.,Ns Umi Hanik Fetriyah, M.Kep.,Ns


NIP. NIK. 19.44.2009.026

Menyetujui,
Program Studi Ilmu Keperawatan dan Pofesi Ners
Ketua

Dini Rahmayani, Sk.Kep.,Ns.,MPH


NIK.19.44.2004.008
LEMBAR PESETUJUAN
SATUAN ACARA PENYULUHAN
PASIEN YANG MENJALANI HEMODIALISA
DI RUANG HEMODIALISA RUMAH SAKIT SARI MULIA BANJARMASIN

Tanggal Februari 2018


Oleh:
Azhari (14.IK.379)
Devi Kharismawati (14.IK.385)
Fitriani (14.IK.387)
Garpai Juan (14.IK.388)
Noor Laila Sari (14.IK.407)
Angkatan VI

Dengan Ini Disahkan Sebagai Laporan Kegiatan


Praktik Pendidikan Keseharan

Banjarmasin, Februari 2018


Mengetahui,

RS. Sari Mulia Banjarmasin Program Studi Ilmu Keperawatan (PSIK)


STIKES Sari Mulia Banjarmasin
Preseptor Klinik (PK) Preseptor Akademik (PA)

Reflis Saputra, S.Kep.,Ns Umi Hanik Fetriyah, M.Kep.,Ns


NIP. NIK. 19.44.2009.026

Menyetujui,
Program Studi Ilmu Keperawatan dan Pofesi Ners
Ketua

Dini Rahmayani, Sk.Kep.,Ns.,MPH


NIK.19.44.2004.008
RINGKASAN

Tujuan dilaksanaan penyuluan ini diharapkan pasien dapat mengerti


mengenai Hemodialisa. Setelah dilakukan penyuluhan keluarga dan pasien
dapat memahami tentang kapan harus menjalani hemodialisa, berapa lama
hemodialisa dilaksanakan dan dapat mepersiapkan apa saja yang diperlukan
saat akan menjalani hemodialisa. Menunjukkan kepada masyarakat
Banjarmasin khususnya pasien yang ada di RS. Sari Mulia tentang kepedulian
dosen dan mahasiswa STIKES Sari Mulia Banjarmasin. Meskipun pasien dapat
bertahan hidup dengan bantuan mesin hemodialisis, namun masih menyisakan
sejumlah persoalan penting sebagai dampak dari penyakit dan hemodialisis.
Kegiatan dilakukan di ruang Hemodialisa Rumah Sakit Sari Mulia Banjarmasin.
BAB 1
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Dialisa adalah suatu proses dimana solute dan air mengalami difusi
secara pasif melalui suatu membran berpori dari kompartemen cair menuju
kompartemen lainnya. Prinsip dasar teknik tersebut yaitu difusi solute dan air
dari plasma ke larutan dialisa sebagai respon terhadap perbedaan konsentrasi
atau tekanan tertentu (Price dan Wilson, 1995). Hemodialisa memerlukan
sebuah mesin dialisa dan sebuah filter khusus yang dinamakan dializer (suatu
membran semipermeabel) yang digunakan untuk member-sihkan darah,
darah dikeluarkan dari tubuh penderita dan beredar dalam sebuah mesin
diluar tubuh. Hemodialisa memerlukan jalan masuk ke aliran darah, maka
dibuat suatu hubungan buatan antara arteri dan vena melalui pembedahan
(NKF, 2006).
Pasien-pasien dialisis kebanyakan menjalankan terapi ini di rumah
sakit. Akan tetapi, tidak sedikit dari pasien tersebut yang menjalankan terapi
ini di rumah. Terdapat sekitar 354.754 pasien di Amerika yang menjalani terapi
dialisis, 325.229 diantaranya menja-lankan terapi hemodialisis di rumah sakit,
2.455 menjalankan terapi hemodialisis di rumah mereka, dan 26.114 sisanya
menjalankan terapi peritoneal dialisis (NKUDIC, 2009).
Meskipun pasien bisa bertahan hidup dengan bantuan mesin
hemodialisis, namun masih menyisakan sejumlah persoalan penting sebagai
dampak dari penyakit dan hemodialisis. Diperkirakan 50%-70% penderita
dialisis menunjukkan tanda dan gejala malnutrisi. Gejala malnutrisi tergantung
pada petanda nutrisi yang digunakan dan faktor-faktor yang mempengaruhi,
antara lain kurangnya asupan nutrisi, peningkatan nutrisi yang hilang, dan
katabolisme yang meningkat (Nerscomite, 2010).
Berdasarkan uraian di atas, perlulah dilakukan penyuluhan mengenai
pentingnya hemodialisis, mengingat pentingnya terapi ini bagi penderita gagal
ginjal dan banyaknya komplikasi yang dapat terjadi dari hemodialisis ini.
BAB II
TARGET DAN LUARAN
A. Target
Target yang ingin dicapai melalui kegiatan penyuluhan kesehatan ini adalah
sebagai berikut.
1. Setelah dilakukan penyuluhan pasien dan keluarga dapat memahami
tentang hemodialisa
2. Setelah dilakukan penyuluhan keluarga dan pasien dapat memahami
tentang kapan harus menjalani hemodialisa, berapa lama hemodialisa
dilaksanakan dan dapat mepersiapkan apa saja yang diperlukan saat akan
menjalani hemodialisa.

B. Luaran
Luaran yang diharapkan melalui kegiatan penyuluhan kesehatan ini adalah
sebagai berikut.
1. Menambah pengetahuan pasien dan keluarga dalam memahami tentang
hemodialisa
2. Artikel ilmiah yang dapat diterbitkan dalam jurnal nasional atau
internasional
BAB III
METODE PELAKSANAAN

A. Kegiatan
Kegiatan yang dilakukan berupa penyuluhan tentang hemodialisa pada
keluarga dan pasien baikyang mendampingi pasien ataupun yang menjalani
hemodialisa.

B. Waktu dan Tempat


Tanggal : 23 Februari 2018
Pukul : 10.00 WITA – 10.30 WITA
Tempat : Ruang Hemodialisa RS. Sari Mulia Banjarmasin

C. Metode
Ceramah tanya jawab dan pemberian asuhan keperawatan keluarga

D. Media
1. Leaflet
2. Alat dan bahan untuk terapi modalitas

E. Kepanitiaan
Pembimbing : CI (Reflis Saputra, S.Kep.,Ns)
CT (Umi Hanik Fetriyah, S.Kep.,Ns.,M.Kep)
Pelaksana : Azhari
Anggota : 1. Devi Kharismawati
2. Fitriani
3. Garpai Juan
4. Noor Laila Sari
BAB IV
BIAYA
A. Anggaran Dana
No Jenis Barang Ukuran/Satuan Jumlah

1 Konsumsi 15 x 5.000 Rp 75.000


2 Leaflet 10 x 2.000 Rp 20.000
Jumlah Total Rp 95.000
BAB V
PENUTUP

A. Kesimpulan
Hemodialisis merupakan suatu proses dimana solute dan air mengalami difusi
secara pasif melalui suatu membrane berpori dari suatu kompartemen cair
menuju kompartemen cair lainnya yang digunakan untuk mengeluarkan cairan
dan produk limbah dari dalam tubuh ketika ginjal tidak mampu melaksanakan
proses tersebut.
Tujuan hemodialisis adalah untuk membuang produk sisa metabolisme protein
seperti urea, kreatinin dan asam urat, membuang kelebihan air dengan
mengetahui tekanan banding antara darah dan bagian cairan, biasanya terdiri
atas tekanan positif dan negatif (penghisap) dalam kompartemen dialisat,
mempertahankan atau mengembalikan sistem buffer tubuh serta
mempertahankan atau mengembalikan kadar elektrolit tubuh.
Secara umum, dialisis dibedakan menjadi dua macam yaitu hemodialisis dan
dialisis peritoneal. Prinsip dari kedua tindakan ini adalah menggunakan prinsip
difusi, osmosis, dan utrafiltrasi sebagai pengganti dari fungsi ginjal yang rusak.
Meskipun pasien bisa bertahan hidup dengan bantuan mesin hemodialisis,
namun masih menyisakan sejumlah persoalan penting sebagai dampak dari
penyakit dan hemodialisis. Oleh karena diperlukan suatu asuhan keperawatan
yang komprehensif untuk meminimalkan terjadinya komplikasi dari tindakan ini.

B. Saran
Adanya makalah ini diharapkan dapat menjadi tambahan referensi khususnya
bagi mahasiswa keperawatan, serta dapat memberikan masukan bagi tenaga
medis khususnya kepada perawat dalam memberikan asuhan keperawatan
yang komperhensif pada pasien dengan hemodialisis.
DAFTAR PUSTAKA

Brunner & Suddarth. 2001. Keperawatan Medikal Bedah (Alih bahasa: Agung
Waluyo). Jakarta: EGC.

Doenges, Marilynn, E. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan. Edisi 3 (Alih bahasa:


I Made Kariasa, dkk). Jakarta: EGC.

Sylvia & Lorraine. 2002. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-proses Penyakit. Edisi
4. Jakarta: EGC.

Soepaman, dkk. 2001. Ilmu Penyakit Dalam Jilid II. Jakarta: Balai Penerbit FKUI.

NKF. 2001. Guidelines For Hemodialysis Adequacy. http://www.nkf.com. (diakses


pada 20 Februari 2018)
Lampiran 1
SATUAN ACARA PENYULUHAN

1. Latar Belakang
Dialisa adalah suatu proses dimana solute dan air mengalami difusi
secara pasif melalui suatu membran berpori dari kompartemen cair menuju
kompartemen lainnya. Prinsip dasar teknik tersebut yaitu difusi solute dan air
dari plasma ke larutan dialisa sebagai respon terhadap perbedaan konsentrasi
atau tekanan tertentu (Price dan Wilson, 1995). Hemodialisa memerlukan
sebuah mesin dialisa dan sebuah filter khusus yang dinamakan dializer (suatu
membran semipermeabel) yang digunakan untuk member-sihkan darah,
darah dikeluarkan dari tubuh penderita dan beredar dalam sebuah mesin
diluar tubuh. Hemodialisa memerlukan jalan masuk ke aliran darah, maka
dibuat suatu hubungan buatan antara arteri dan vena melalui pembedahan
(NKF, 2006).
Pasien-pasien dialisis kebanyakan menjalankan terapi ini di rumah
sakit. Akan tetapi, tidak sedikit dari pasien tersebut yang menjalankan terapi
ini di rumah. Terdapat sekitar 354.754 pasien di Amerika yang menjalani terapi
dialisis, 325.229 diantaranya menja-lankan terapi hemodialisis di rumah sakit,
2.455 menjalankan terapi hemodialisis di rumah mereka, dan 26.114 sisanya
menjalankan terapi peritoneal dialisis (NKUDIC, 2009).
Meskipun pasien bisa bertahan hidup dengan bantuan mesin
hemodialisis, namun masih menyisakan sejumlah persoalan penting sebagai
dampak dari penyakit dan hemodialisis. Diperkirakan 50%-70% penderita
dialisis menunjukkan tanda dan gejala malnutrisi. Gejala malnutrisi tergantung
pada petanda nutrisi yang digunakan dan faktor-faktor yang mempengaruhi,
antara lain kurangnya asupan nutrisi, peningkatan nutrisi yang hilang, dan
katabolisme yang meningkat (Nerscomite, 2010).
Berdasarkan uraian di atas, perlulah dilakukan penyuluhan mengenai
pentingnya hemodialisis, mengingat pentingnya terapi ini bagi penderita gagal
ginjal dan banyaknya komplikasi yang dapat terjadi dari hemodialisis ini.
2. Tujuan
a. Umum
Setelah diberikan penyuluhan dan asuhan keperawatan keluarga 60
menit setiap 2 hari sekali, diharapkan pasien dan keluarga mampu
memahami dan mengerti tentang hemodialisa.
b. Khusus
Setelah kunjungan keluarga selama 60 menit diharapkan pasien dan
keluarga dapat :
1) Keluarga dan pasien tahu apa itu hemodialisa
2) Keluarga dan pasien tahu kapan harus menjalani terapi hemodialisa
3) Keluarga tahu cara merawat pasien hemodialisa
4) Keluarga dan pasien tahu hal – hal apa saja yang akan timbul selama
hemodialisa
5) Keluarga dan pasien tahu hal –hal yang akan diperiksa sebelum
hemodialisa.
6) Keluarga dan pasien berapa lama proses hemodialisa berlangsung.
7) Keluarga dan pasien apa saja yang perlu dipersiapkan sebelum
hemodialisa.

3. Sasaran
Pasien yang menjalani cuci darah dan keluarga yang mendampingi

4. Waktu dan Tempat


Tanggal : 23 Februari 2018
Pukul : 10.00 WITA – 10.30 WITA
Tempat : Ruang Hemodialisa RS. Sari Mulia Banjarmasin

5. Metode
Ceramah tanya jawab dan pemberian pendidikan kesehatan tentang
“Hemodialisa

6. Media
a. Leaflet
b. Alat dan bahan untuk terapi modalitas
7. Kepanitiaan
Pembimbing : CI (Reflis Saputra, S.Kep.,Ns)
CT (Umi Hanik Fetriyah, S.Kep.,Ns.,M.Kep)
Pelaksana : Azhari
Anggota : 1. Devi Kharismawati
2. Fitriani
3. Garpai Juan
4. Noor Laila Sari

8. Skema Kegiatan

Fasilitator
Pembimbing
Pemberi Materi

Fasilitator Audience Fasilitator


Pasien dan keluarga
PESERTA
Fasilitator

9. Alur Kegiatan
Tahap
No Waktu Kegiatan Penyuluhan Sasaran Media
Kegiatan
1. Perkenalan 5 menit 1. Mengucapkan 1. Menjawab Kata-kata/
salam salam kalimat
2. Memperkenalkan 2. Mendengarkan
diri dan menyimak
3. Menyampaikan 3. Bertanya
tentang tujuan mengenai
pokok materi perkenalan dan
4. Meyampakaikan tujuan jika ada
pokok yang kurang
pembahasan jelas
5. Kontrak waktu
2. Pelaksanaan 45 menit Menjelaskan materi : 1. Mendengarkan Leaflet
1. Pengertian dan menyimak
hemodialisa. 2. Bertanya
2. Kapan seseorang mengenai hal-
harus menjalani hal yang belum
terapi hemodialisa jelas dan
3. Tujuan dimengerti
hemodialisa
4. Cara kerja
hemodialisa.
5. Cara perawatan
pada pasien
hemodialisa
6. Hal – hal apa saja
yang akan timbul
selama
hemodialisa
7. Hal –hal yang
akan diperiksa
sebelum
hemodialisa.
8. Berapa lama
proses
hemodialisa
berlangsung.
9. Apa saja yang
perlu dipersiapkan
sebelum
hemodialisa.
10. Diskusi tentang
hemodialisa dan
memberi
pertanyaan
tentang hemodiali
sa.
a. Menjawab
pertanyaan.
b. Klarifikasi
jawaban.
3. Penutup 10 menit 1. Melakukan 1. Sasaran dapat Kata-kata/
evaluasi menjawab kalimat
pemahaman tentang
pasien dan pertanyaan
keluarga tentang yang diajukan
hemodialisa 2. Mendengar
2. Mengidentifikasi 3. Memperhatikan
respon pasien dan 4. Menjawab
keluarga setelah salam
diberikan
pendidikan
kesehatan tentang
hemodialisa
3. Menyampaikan
kesimpulan materi
dan asuhan
keperawatan
keluarga yang
diberikan
4. Mengakhiri
pertemuan dan
menjawab salam
Lampiran 2
MATERI/TEORI
A. Pengertian
Hemodialisis berasal dari dua kata yaitu hemo yang berarti darah dan dialisis
yang berarti difusi partikel larut satu kompartemen cairan ke kompartemen lain
melewati membrane semipermeabel (Brunner & Suddarth, 2002:1039). Dialisis
adalah suatu proses dimana solute dan air mengalami difusi secara pasif
melalui suatu membrane berpori dari suatu kompartemen cair menuju
kompartemen cair lainnya (Sylvia & Lorraine, 1995).
Jadi, hemodialisis merupakan suatu proses yang digunakan untuk
mengeluarkan cairan dan produk limbah dari dalam tubuh ketika ginjal tidak
mampu melaksanakan proses tersebut (Brunner & Suddarth, 2002).

B. Tujuan Hemodialisis

1. Membuang produk sisa metabolisme protein seperti urea, kreatinin dan


asam urat.
2. Membuang kelebihan air dengan mengetahui tekanan banding antara darah
dan bagian cairan, biasanya terdiri atas tekanan positif dan negatif
(penghisap) dalam kompartemen dialisat.
3. Mempertahankan atau mengembalikan sistem buffer tubuh.
4. Mempertahankan atau mengembalikan kadar elektrolit tubuh.

C. Indikasi dan Kontraindikasi Hemodialisis


Indikasi menurut (Brunner & Suddhart, 2000:1430) yaitu:
1. Gagal ginjal akut
2. Gagal ginjal kronik, bila laju filtrasi gromelurus kurang dari 5 ml/menit
3. Hiperkalemia (kalium serum lebih dari 6 mEq/l)
4. Uremia (ureum lebih dari 200 mg/dl)
5. PH darah kurang dari 7,1
6. Anuria berkepanjangan, lebih dari 5 hari
7. Intoksikasi obat dan zat kimia
8. Sindrom Hepatorenal
Kontraindikasi (Brunner & Suddhart, 2000:1430):
1. Hipertensi Berat (TD > 200 mmhg)
2. Hipotensi (TD < 100 mmhg)
3. Adanya pendarahan hebat
4. Demam tinggi. (Hudak, 1999:43)

D. Bentuk atau Gambaran Peralatan

1. Dialiser atau Ginjal Buatan


Terdiri dari membran semipermeabel yang memisahkan kompartemen
darah dan dialisat.
2. Dialisat atau Cairan Dialisis
Yaitu cairan yang terdiri dari air dan elektrolit utama dari serum normal.
Dialisat ini dibuat dalam sistem bersih dengan air kran dan bahan kimia
saring. Bukan merupakan sistem yang steril, karena bakteri terlalu besar
untuk melewati membran dan potensial terjadinya infeksi pada pasien
minimal. Karena bakteri dari produk sampingan dapat menyebabkan reaksi
pirogenik, khususnya pada membran permeabel yang besar, maka air untuk
dialisat harus aman secara bakteriologis. Konsentrat dialisat biasanya
disediakan oleh pabrik komersil dan umumnya digunakan oleh unit kronis.
3. Sistem Pemberian Dialisat
Yaitu alat yang mengukur pembagian proporsi otomatis dan alat mengukur
serta pemantau menjamin dengan tepat kontrol rasio konsentrat-air.
4. Aksesori Peralatan
a. Perangkat Keras, terdiri dari :
1) Pompa darah, pompa infus untuk mendeteksi heparin
2) Alat pemonitor suhu tubuh apabila terjadi ketidakamanan konsentrasi
dialisat, perubahan tekanan udara dan kebocoran darah.
b. Perangkat Disposibel yang digunakan selain ginjal buatan:
1) Selang dialisis yang digunakan untuk mengalirkan darah antara
dialiser dan pasien.
2) Transfer tekanan untuk melindungi alat monitor dari pemajanan
terhadap darah.
3) Kantong cairan garam untuk membersihkan sistem sebelum
digunakan.
5. Komponen Manusia/Pelaksana
Tenaga pelaksana hemodialisa harus mempunyai keahlian dalam
menggunakan teknologi tinggi, tercapai melalui pelatihan teoritis dan
praktikal dalam lingkungan klinik. Aspek yang lebih penting adalah
pemahaman dan pengetahuan yang akan digunakan perawat dalam
memberikan asuhan pada pasien selama dialisis berlangsung.

E. Jenis/Macam Dialisis
Jenis dialisis dibedakan menjadi dua macam, yaitu:
1. Hemodialisis
Hemodialysis merupakan suatu proses yang digunakan pada pasien dalam
keadaan sakit akut dan memerlukan terapi dialysis jangka pendek (beberapa
hari sampai beberapa minggu) atau pasien dengan penyakit gagal ginjal
stadium terminal yang membutuhkan terapi jangka panjang atau terapi
permanent. Sehelai membrane sintetik yang semipermeabel menggantikan
glomerulus serta tubulus renal dan bekerja sebagai filter bagi ginjal yang
terganggu fungsinya itu. Darah dialirkan melalui ginjal buatan (dialiser) untuk
membuang toksin atau kelebihan cairan dan kemudian dikembangkan ke
sirkulasi vena.
2. Dialisis peritoneal
Dialysis peritoneal merupakan alternatif dari hemodialisis pada penanganan
gagal ginjal akut dan kronik. Kira-kira 15% pasien penyakit ginjal tahap akhir
menjalani dialysis peritoneal (Health Care Financing Administration, 1986).
Dialysis peritoneal sangat mirip dengan hemodialsis, dimana pada teknik ini
peritoneum berfungsi sebagai membrane semi permeable. Akses terhadap
rongga peritoneal dicapai melalui perisintesis memakai trokar lurus, kaku
untuk dialysis peritoneal yang akut dan lebih permanent, sedangkan untuk
yang kronik dipakai kateter Tenckoff yang lunak.
Macam-macam dialysis peritoneal:
a. Continous Ambulatory Peritoneal Dialysis (CAPD)
Memungkinkan pasien untuk menangani prosedur dirumah dengan
kantung dan aliran gravitasi, memerlukan waktu lama pada malam hari,
dan total 3-5 siklus harian/ 7 hari seminggu.
b. Automated Peritoneal Dialysis (APD)
APD sama dengan CAPD dalam melanjutkan proses dialysis tetapi
berbeda pada tambahan mesin siklus peritoneal. APD dapat dilanjutkan
dengan siklus CCPD, IPD dan NPD.
c. Continous Cyclic Peritoneal Dialysis (CCPD)
CCPD merupakan variasi dari CAPD dimana suatu mesin siklus secara
otomatis melakukan pertukaran beberapa kali dalam semalam dan satu
siklus tambahan pada pagi harinya. Di siang hari, dialisat tetap berada
dalam abdomen sebagai satu siklus panjang.
d. Intermittent Peritoneal Dialysis (IPD)
IPD bukan merupakan lanjutan prosedur dialisat seperti CAPD dan
CCPD. Dialysis ini dilakukan selama 10-14 jam, 3 atau 4 jam kali per
minggu, dengan menggunakan mesin siklus dialysis yang sama pada
CCPD. Pada pasien hospitalisasi memerlukan dialysis 24-48 jam kali jika
katabolis dan memerlukan tambahan waktu dialisat.
e. Nightly Peritoneal Dialysis (NPD)
Dilakukan mulai dari 8-12 jam misalnya dari malam hingga siang hari.

F. Manifestasi Klinis
1. Hemodialisis
Penurunan aliran darah akan mengakibatkan “kedinginan” pada akses
vascular. Penurunan tekanan hemodinamik menunjukkan kekurangan
cairan yang dapat mengakibatkan terjadi hipotensi dan takikardi. Kelebihan
cairan atau hipervolemia dapat berpotensi terjadinya edema serebral
(sindrom disekuilibrasi), hipertensi dan takikardi. Destruksi sel darah merah
(hemolisis) oleh dialysis mekanikal dapat mengakibatkan anemia berat atau
progesif.
2. Dialisis Peritoneal
Adanya keluhan nyeri dikarenakan pemasukan kateter melalui dinding
abdomen atau iritasi kateter dan penempatan kateter yang tidak tepat.
Takipnea, dispnea, nafas pendek dan nafas dangkal selama dialysis diduga
karena tekanan disfragmatik dari distensi tongga peritoneal. Penuruna area
ventilasi dapat menunjukkan adanya atelektasis. Berikut ini gejala-gejala
lainnya :
a. Peritonitis
b. Penurunan tekanan darah (hipotensi)
c. Takikardi
d. Hiponatremia atau intoksikasi air
e. Turgor kulit buruk, dll.

G. Patofisiologi
Dua teknik utama yang digunakan dalam dialysis adalah dialysis peritoneal dan
hemodialysis. Hemodialisis dan dialysis peritoneal merupakan dua teknik
utama yang digunakan dalam dialysis dan prinsip dasar kedua teknik itu sama
yaitu difusi solute dan air dari plasma kelarutan dialysis sebagai respon
terhadap perbedaan konsentrasi atau tekanan tertentu.
1. Hemodialysis
Hemodialysis merupakan suatu proses yang digunakan pada pasien dalam
keadaan sakit akut dan memerlukan terapi dialysis jangka pendek (beberapa
hari sampai beberapa minggu) atau pasien dengan penyakit gagal ginjal
stadium terminal yang membutuhkan terapi jangka panjang atau terapi
permanent. Sehelai membrane sintetik yang semipermeabel menggantikan
glomerulus serta tubulus renal dan bekerja sebagai filter bagi ginjal yang
terganggu fungsinya itu.
Darah dialirkan melalui ginjal buatan (dialiser) untuk membuang toksin atau
kelebihan cairan dan kemudian dikembangkan ke sirkulasi vena.
Hemodialisis adalah metode yang lebih cepat dan lebih efisien dari pada
dialysis peritoneal untuk membuang area dan produk toksin lain, tetapi
memerlukan akses AV permanen (Doenges, 1999).
Akses vaskuler hemodialisis merupakan aspek yang paling peka pada
hemodialisis oleh karena adanya banyak komplikasi dan kegagalannya.
Untuk melakukan dialysis intermiten jangka panjang, maka perlu ada jalan
masuk ke system vaskular penderita yang dapat diandalkan. Pada akses
vascular dapat diklasifikasikan sebagai berikut :
a. Akses vaskular eksternal (sementara)
1) Keteter subklavikula dan femoralis
Akses segera ke dalam sirkulasi darah pasien pada hemodialisis
darurat dicapai melalui kateterisasi subklavia untuk pemakaian
sementara. Kateter dwi-lumen atau multi lumen dimasukan kedalam
vena subklavia. Meskipun metoda akses veskular ini bukanya tanpa
resiko, namun metoda tersebut biasanya dapat digunakan selama
beberapa minggu. Kateter femoralis dapat dimasukan ke dalam
pembuluh darah femoralis, dan digunakan selama beberapa minggu,
jika pasien sudah tidak memerlukan karena akibat kondisi pasien yang
sudah membaik atau terdapat cara akses yang lain.
Karena pasien mayoritas hemodialisis jangka panjang yang harus
dirawat dirumah sakit merupakan pasien dengan kegagalan akses
siskulasi yang permanent, maka salah satu prioritas dalam perawatan
pasien hemodialisis adalah perlindungan terhadap akses sirkulasi
tersebut.
b. Akses vaskular internal (permanen)
1) Fistula
Fistula yang lebih permanent dibuat melalui pembedahan dengan cara
menyambung atau menghubungkan pembuluh arteri dengan vena
secara side to side atau end to side. Fistula tersbut memerlukan waktu
4 sampai 6 minggu untuk menjadi matang sebelum siap digunakan.
Waktu ini diperlukan untuk memberi kesempatan agar fistula pulih dan
segmenvena fistula berdilatasi dengan baik sehingga dapat menerima
jarum berlumen besar dengan ukuran 14 sampai 16. Jarum tersebut
ditusukan kedalam pembuluh darah .
Segmen arteri fistula digunakan untuk memasukan kembali darah
yang sudah didialisis, untuk menampung aliran darah ini segmen arteri
dan vena fistula tersebut harus lebih besar daripada pembuluh darah
normal. Kepada pasien dianjurkan untuk melakukan latihan guna
meningkatkan ukuran pembuluh ukuran pembuluh darah, yaitu dengan
cara meremas-remas bola karet untuk melatih fistula yang dibuat
dilengan bawah, dan dengan demikian pembuluh darah yang sudah
lebar dapat menerima jarum berukuran besar yang digunakan dalam
proses hemodialisis.
2) Tandur
Dalam penyediaan lumen sebagai tempat penusukan jarum dialysis,
sebuah tandur dapat dibuat dengan cara menjahit sepoptong
pembuluh arteri atau vena dari sapi, material Gore-Tex atau tandur
vena safena dari pasien sendiri. Biasanya tandur tersebut dibuat bila
pembuluh darah pasien sendiri tidak cocok untuk dijadikan fistula.
Tandur biasanya dipasang pada lengan bawah, lengan atas paha
bagian atas.
2. Dialysis Peritoneal
Dialysis peritoneal merupakan alternatif dari hemodialisis pada penanganan
gagal ginjal akut dan kronik. Kira-kira 15% pasien penyakit ginjal tahap akhir
menjalani dialysis peritoneal (Health Care Financing Administration, 1986).
Dialysis peritoneal sangat mirip dengan hemodialsis, dimana pada teknik ini
peritoneum berfungsi sebagai membran semi permeable. Akses terhadap
rongga peritoneal dicapai melalui perisintesis memakai trokar lurus, kaku
untuk dialysis peritoneal yang akut dan lebih permanent, sedangkan untuk
yang kronik dipakai kateter Tenckoff yang lunak.
Dialysis peritoneal dilakukan dengan menginfuskan 1-2 L cairan dialysis
kedalam kavum peritoneal menggunakan kateter abdomen. Ureum dan
kreatinin yang merupakan hasil akhir metabolisme yang diekskresikan oleh
ginjal dikeluarkan dari darah melalui difusi dan osmosis. Ureum dikeluarkan
dengan kecepatan 15-20 ml/ menit, sedangkan kreatinin dikeluarkan lebih
lambat. Dialysis peritoneal kadang-kadang dipilih karena menggunakan
tehnik yang lebih sederhana dan memberikan perubahan fisiologis lebih
bertahap dari pada hemodialisis. Dialysis peritoneal ada 2 yaitu :
Dialysis pertitoneal merupakan terapi pilihan bagi pasien gagal ginjal yang
tidak mampu atau tidak mau menjalani hemodialsis atau transplantasi ginjal.
Pasien yang rentan terhadap perubahan cairan, elektrolit dan metabolic
yang cepat terjadi pada hemodialisis akan sedikit mengalami hal ini karena
dialysis peritoneal kecepatan kerjanya lebih lambat.
Oleh karena itu, pasien diabetes atau penyakit kardiovaskuler, pasien lansia
dan pasien yang beresiko mengalami efek samping dari pemberian heparin
secara sistemik merupakan calon yang sesuai untuk tindakan dialysis
peritoneal guna mengatasi gagal ginjal. Disamping itu, hipertensi berat,
gagal jantung kongestif dan edema pulmonary yang tidak responsive
terhadap terapi dapat juga diatasi dengan dialysis peritoneal.
H. Penatalaksanaan
1. Penatalaksanaan Pasien yang Menjalani Dialisis Peritoneal
a. Persiapan
Proses persiapan pasien dan keluarganya yang dilaksanakan oleh
perawat adalah penjelasan prosedur dialysis peritoneal, surat persetujan
(Informed Consent) yang sudah ditandatangani, data dasar mengenai
tanda-tanda vital, berat badan dan kadar elektrolit serum, pengosongan
kandung kemih dan usus. Selain itu perawat juga mengkaji kecemasan
pasien dan memberikan dukungan serta petunjuk mengenai prosedur
yang akan dilakukan.
b. Peralatan
Perawat harus berkonsultasi dengan dokter untuk menentukan
konsentrasi dialisat yang akan digunakan dan obat-obatan yang akan
ditambahkan, misalnya dalam penambahan heparin untuk mencegah
pembekuan fibrin yang dapat menyumbat kateter peritoneal,
penambahan antibiotic untuk mengobati peritonitis.
Sebelum penambahan obat, larutan dialisat dihangatkan hingga
mencapai suhu tubuh untuk mencegah gangguan rasa nyaman, nyeri
abdomen, serta menyebabkan dilatasi pembuluh-pembuluh darah
peritoneum. Sebelum dialysis dilakukan, peralatan dan selang dirakit.
Selang tersebut diisi dengan cairan dialisat untuk mengurangi jumlah
udara yang masuk kedalam kateter serta kavum peritoneal.
c. Pemasangan kateter
Kateter peritoneal dipasang di dalam kamar operasi untuk
mempertahankan asepsis operasi dan memperkecil resiko kontaminasi.
Kateter stylet dapat digunakan jika dialysis peritoneal tersebut
diperkirakan akan dilaksanakan dalam waktu singkat. Sebelum prosedur
pemasangan kateter dilakukan, kulit abdomen dipersiapkan dengan
larutan antiseptic local dan dokter melakukan penyuntikan infiltrasi
preparat anastesi local kedalam kulit dan jaringan subcutan. Insisi kecil
atau sebuah tusukan dibuat pada 3-5 cm dibawah umbilicus.
Sebuah trokar (alat berujung tajam) digunakan untuk menusuk
peritoneum sementara pada pasien mengencangkan otot abdomennya
dengan cara mengangkat kepalanya. Kateter disisipkan lewat trokar dan
kemudian diatur posisinya. Cairan dialisat yang dipersiapkan diinfuskan
kedalam kavum peritoneal dengan mendorong omentum (lapisan
peritoneal yang membentang dari organ-organ abdomen) menjauhi
kateter. Sebuah jahitan purse-string dapat dibuat untuk mengikat kateter
pada tempatnya.
d. Prosedur
Untuk dialisat peritoneal intermiten, larutan dialisat dialirkan dengan
bebas kedalam kavum peritoneal dan dibiarkan selama waktu retensi
(dwell time) atau waktu ekuilibrasi yang ditentukan dokter. Waktu itu
berfungsi untuk memungkinkan terjadinya difusi dan osmosis.
Pada waktu akhir retensi, klem selang drainase dilepas dan larutan
dialisat dibiarkan mengalir keluar dari kavum peritoneal melalui sebuah
sistem yang tertutup dengan bantuan gaya berat. Cairan drainase
biasanya berwarna seperti jerami atau tidak berwarna. Cairan dari botol
yang baru kemudian ditambahkan, diinfusikan dan dialirkan keluar.
Jumlah siklus atau pertukaran dan frekuensinya ditentukan oleh dokter
sesuai kondisi fisik pasien serta kondisi akut penyakit.

I. Komplikasi
1. Komplikasi hemodialisis
Hemodilisis dapat memperpanjang usia tapi tidak akan mengubah
perjalanan alami penyakit ginjal yang mendasari dan juga tidak akan
mengembalikan seluruh fungsi ginjal. Salah satu penyebab kematian
diantara pasien-pasien yang menjalani hemodialisis kronis adalah penyakit
kardiovaskuler arteriosklerotik. Gangguan metabolisme lipid
(hipertrigliseridemia) tampaknya semakin diperberat dengan tindakan
hemodilisis.
Gagal jantung kongestif, penyakit jantung koroner serta nyeri angina
pectoris, stroke dan insufisiensi vaskuler perifer juga dapat terjadi. Anemia
dan rasa letih dapat menyebabkan penurunan kesehatan fisik maupun
mental, berkurangnya tenaga serta kemauan, dan kehilangan perhatian.
Gangguan metabolisme kalsium akan menimbulkan osteodistropi renal yang
menyebabkan nyeri tulang dan fraktur. Komplikasi dialysis dapat mencakup
hal-hal sebagai berikut :
a. Hipotensi dapat terjadi selama terapi dialysis ketika cairan dikeluarkan.
b. Emboli udara merupakan komplikasi yang jarang tetapi dapat saja terjadi
jika udara memasuki sistem vaskuler pasien.
c. Nyeri dada dapat terjadi karena PCO2 menurun bersamaan dengan
terjadinya sirkulasi darah diluar tubuh.
d. Pruritus dapat terjadi selama terapi dialysis ketika produk-akhir
metabolisme meninggalkan kulit.
e. Gangguan keseimbangan dialysis terjadi karena perpindahan cairan
serebral dan muncul sebagai serangan kejang. Komplikasi ini
kemungkinan terjadinya lebih besar jika terdapat gejala uremia yang
berat.
f. Kram otot yang nyeri terjadi ketika cairan dan elektrolit dengan cepat
meninggalkan ruang ekstrasel.
g. Mual dan muntah merupakan peristiwa yang serius terjadi.

2. Komplikasi Dialysis Peritoneal


a. Peritonitis
Peritonitis merupakan komplikasi yang paling sering dijimpai dan paling
sering serius 60% sampai 80% pasien. Sebagian besar disebabkan oleh
kontaminasi Staphylococcus epidermidis yang bersifat aksidental.
Manifestasi peritonitis mencangkup cairan drainase (effluent) dialisat
yang keruh dan nyeri abdomen yang difus. Hipotensi dan tanda-tanda
syok lainnya dapat terjadi jika Staphylococcus aureus merupakan
penyebab dari peritonitis.
Peritonitis ditangani di rumah sakit jika pasien parah dan tidak
memungkinkan untuk melakukan terapi pertukaran dirumah, biasanya
pasien menjalani dialysis peritoneal intermiten selama 48 jam atau lebih,
atau terapi dialysis dihentikan dan memberikan suntikan antibiotic. Pada
infeksi persisten di tempat keluarnya kateter yang biasanya disebabkan
oleh S. aureus. Pelepasan kateter permanent diperlukan untuk mencegah
terjadinya peritonitis. Selain mikroorganisme, pasien peritonitis akan
kehilangan protein melalui perotonium dalam jumlah besar, malnutrisi
akut dan kelambatan penyembuhan dapat terjadi sebagai akibatnya.
b. Kebocoran
Kebocoran cairan dialysis melalui luka insisi atau luka pada pemasangan
kateter dapat diketahui sesudah kateter dipasang. Kebocoran akan
berhenti spontan jika terapi dialysis tertunda selama beberapa hari untuk
menyembuhkan luka insisi dan tempat keluarnya kateter. Kebocoran
melalui tempat pemasangan kateter atau kedalam abdomen dapat terjadi
spontan beberapa bulan atau tahun setelah pemasangan kateter
tersebut. Kebocoran sering dapat dihindari dengan melalui infuse cairan
dialysis dengan volume kecil (100-200 ml) dan secara bertahap
meningkatkan cairan tersebut hingga mencapai 2000 ml.
c. Perdarahan
Cairan drainase (effluent) dialysis yang mengandung darah kadang-
kadang dapat terlihat khususnya pada pasien wanita yang sedang haid
(cairan hipertonik menarik darah dari uterus lewat orifisium tuba falopi
yang bermuara ke dalam kavum peritoneal). Pada banyak kasus
penyebab terjadinya perdarahan tidak ditemukan. Pergeseran kateter dari
pelvis kadang-kadang disertai dengan perdarahan. Perdarahan selalu
berhenti setelah satu atau dua hari sehingga tidak memerlukan intervensi
yang khusus.
Komplikasi lain yang mencakup hernia abdomen yang mungkin terjadi
akibat peningkatan tekanan intra abdomen yang terus menerus. Tipe
hernia yang pernah terjadi adalah tipe insisional, inguinal, diafragmatik,
dan umbilical.
Lampiran 3

Lampiran 4
Leaflet / Lembar Balik
Lampiran 5
Dokumentasi

Anda mungkin juga menyukai