Anda di halaman 1dari 8

Hukum gas yang pertama, didapatkan oleh Robert Boyle tahun 1661.

Pada temperatur

tetap, volume dari sejumlah tertentu gas berbanding terbalik dengan tekannanya. Untuk jumlah

gas tertentu pada temperatur yang tetap maka tekanan dan volume tetap. Gas yang umum terdapat

dialam atau gas sejati seperti N2, CO2 agak menyimpang dari sifat-sifat ideal, namun mendekati

sifat ideal pada tekanan sangat rendah atau temperatur tinggi, karena volume gas sangat

dipengaruhi oleh temperatur dan takanan, maka untuk membandingkan volume dari gas-gas,

temperatur dan takanan harus sama. Tekanan standar gas diambil 1 atm atau 76 cmHg

sedang temperatur standar diambil 0 ᵒC atau 273 ᵒK (Sukardjo, 1985).

Menurut hukum Dalton, bila beberapa gas yang tidak dapat bereaksi dicampur maka

tekanan total gas sama dengan jumlah tekanan parsialnya. Tekanan parsial adalah tekanan gas,

bila gas tersebut sendirian ada dalam ruangan (Sukardjo, 1985).

Salah satu sifat-sifat gas adalah teori kinatik gas, gas yang terdiri dari partike-partikel

diskrot yang disebut molekul yang selalu bergerak cepat, gerakannya melalui jalan yang lurus.

Pada tumbuhan dengan molekul-molekul lain atau dengan dinding bejana, kecepatannya tidak

berubah, kecuali bila tekanan sangat besar, jarak antara molekul-molekul sangat jauh dari volume

masing-masing molekul sangat kecil bila dibandingkan dengan volume dari sistem dan

molekul-molekul tidak mempunyai daya tarik satu terhadap yang lain (Sukardjo, 1985).

Hukum Henry tidak berlaku untuk gas yang larut dalam zat cair tetapi bereaksi dengan

pelarutannya sepetrti NH3 dan HCl dalam air. Bila Ada campuran gas, maka hukum Henry berlaku

untuk masing-masing gas, sedang tekananya diambil tekanan parsial gas yang bersangkutan.

menurut hukum Henry fraksi mol dari gas yang terlarut berbanding lurus dengan tekanan gas, ini

berarti bila fraksi mol gas pada satu tekanan diketahui, dapat dihitung fraksi mol gas pada tekanan

yang lain. Kelarutan gas dapat dinyatakan sebagai fraksi mol atau persen mol (Sukardjo, 1985).
Amonia adalah gas tajam yang tidak berwarna (titik didih -33,5˚C). Cairan mempunyai

panas penguapan yang besar (1,37 kJ g -1 pada titik titinya) dan dapat ditangani dengan peralatan

laboratorium yang biasa. Cairan NH3 mirip air dalam perilaku fisiknya bergabung dengan sangat

kuat melalui ikatan hidrogen. Tetapan dielektriknya (-22 pada -34 ˚C; kira-kira 81 untuk H2O pada

suhu 25 ˚C) cukup tinggi untuk membuatnya sebagai pelarut pengion yang baik. Pengionan dirinya

cukup tinggi (Cotton dan Wilkinson, 1989).

Amoniak, memiliki tiga atom hidrogen yang dapat mengalami solvolisis dengan halida

logam untuk menghasilkan tiga jenis umum deratives, dan nitrit. Banyak amida , atom hidrogen

yang tersisa sudah terlebih dahulu telah diganti dengan kelompok organik, yang dapat membantu

sintesis dengan mencegah solvolisis lanjut (Wulfsberg, 1991).

Cairan NH3 mempunyai kereaktifan lebih rendah daripada H2O terhadap logam

elektropositif dan melarutkan banyak diantaranya. Karena NH3 mempunyai tetapan dielektrik yang

jauh lebih rendah daripada air, NH3 adalah pelarut yang baik bagi senyawaan organik namum

umunya adalah pelarut yang lebih buruk bagi senyawa organik ionik. Pengecualian terjadi

bilamana pengompleksan dengan NH3 menonjol daripada air. Tidak larut dalam air namun

sangat larut dalam NH3. Bilangan solvasi primer kation dalam NH3 tampak mirip dengan dalam

H2O, misalnya, 5,0 ± 0,2 dan 6,0 ± 0,5 berturut-turut untuk Mg2+ dan Al3+ dan amoniak terbakar

di udara (Cotton dan Wilkinson, 1989).

Gas sangat sensisitif terhadap perubahan temperatur dan tekanan. Gas mudah sekali

ditekan dan dikembangkan, dapat mengisi semua bagian bejana yang ditempati, berapapun

besarnya bejana tersebut. Berlainan dengan gas, cairan dan padatan hanya sedikit sekali dapat

ditekan atau dikembangkan (Sukardjo, 1984).


Gas amoniak (NH3) dapat terbentuk sebagai hasil penguraian/pembusukan protein yang

terdapat dalam limbah atau sampah organik, baik yang berasal dari limbah rumah tangga maupun

industri. Gas amoniak berbau busuk dan jika terhirup dalam pernafasan dapat berakibat

mengganggu kesehatan, molekul amoniak (NH3) biasanya membentuk ion amonium (NH4+).

Dengan demikian, kadar amoniak dalam air atau limbah cair selalu ditentukan sebagai ion

ammonium (Banon dan Suharto, 2008).

Amonia dalam industri dibuat dengan proses haber dimana reaksinya berjalan pada 400 -

500 ᵒC dan tekanan 102-103 atm dengan adanya katalis. Meskipun kesetimbangan lebih disukai

pada suhu rendah, dan dengan adanya katalis terbaik, suhu yang tinggi diperlukan untuk laju yang

memuaskan (Cotton dan Wilkinson, 1989).

Pembakaran gas dengan sistem pengolahan CO2 berbasis amonia dari pembangkit listrik

berbahan bakar superkritis dan kinerja dan biaya perkiraan yang dibandingkan dengan sistem (

Versteeg dan Rubin, 2011).

Untuk sistem amonia efisiensi absorben menangkap CO2, NH3 slip,

dievaluasi untuk perubahan konsentrasi larutan NH3, rasio NH3/CO2, dan

suhu absorben. Penurunan NH3 Slip juga dinilai untuk perubahan suhu absorben. Untuk 90 %

menangkap CO2 biaya (Versteeg dan Rubin, 2011).

Amonia sangat larut dalam air, NH3 cair merupakan pelarut yang sangan mirip dengan air

kecuali bahwa otodisosiasinya, otodisosiasinya adalah zat terlarut yang tidak bertabrakan dan

bahkan nilainya sangat lebih kecil. Meskipun larutan dalam air umumnya berkaitan dengan larutan

basa lemah NH4OH disebut amonium hidroksida. Garam amnium umumnya mirip dengan garam

kalium dengan rubidium dalam hal kelarutan dan struktur karena ketiga ion tersebut jari-jarinya

sebanding NH4+ (Cotton dan wilkinson, 1989).


Ion-ion amonium diturunkan dari amonia, NH3 dan ion H+. Ciri khas dari ion ini adalah

serupa dengan ciri khas ion logam alkali. Dengan elektrolisis memakai katoda dari merkurium

dapat dibuat amonium amalgam yang serupa dengan amalgam dari natrium atau kalium (Svehla,

1979).

Garam-garam amonium umumnya adalah senyawa-senyawa yang larut dalam air, dengan

membentuk larutan tidak berwarna (kecuali bila anoinnya berwarna). Dengan pemanasan, semua

garam amonium terurai menjadi amonia dan asam yang sesuai. Kecuali jika asamnya tidak mudah

menguap, gaaram amonium dapat dihilangkan secara kuantitatif dari campuran kering dengan

pemanasan (Svehla, 1979).

Identifikasi amonium dapat dilakukan dengan menggunakan reagensia Nessler (larrutan

basa dari kalium tetraiodomerkurat(II). Endapan coklat atau pewarna coklat atau kuning dihasilkan

sesuai dengan jumlah amonia atau ion amonium yang terdapat (Svehla, 1979).

DAFTAR PUSTAKA

Banon, C., dan Suharto T.E., 2008, Adsorpsi Amoniak Oleh Adsorben Zeolit Alam Yang Diaktivasi
Dengan Larutan Amonium Nitrat, Jurnal Gradien, (Online),
4 (2): 354-360.

Cotton, F.A. dan Wilkinson, G., 1989, Kimia Anorganik Dasar, Universitas Indonesia Press, Jakarta.

Sukardjo, 1985, Kimia Organik, Bina Aksara, Yogyakarta.

Svehla, G., 1979, Analisis Anorganik Kualitatif Anorganik Makro dan Semimakro, PT Kalman Media
Pustaka, Jakarta.

Versteeg, P., dan Rubin, E.S., 2011, A Technical and Economic Assessment of Ammonia-Based Post-
Combustion CO2 Capture at Coal-fired Power Plants, International Journal of Greenhouse Gas
Control, (Online), 5 (1): 1596–1605.

Wulfsberg, G., 1991, Principle Of Descriptive Inorganic Chemistry, University Science Books,
California.
TINJAUAN PUSTAKA

Pengenceran adalah mencampur larutan pekat (konsentrasi tinggi) dengan cara menambahkan pelarut
agar diperoleh volume akhir yang lebih besar. Jika suatu larutan senyawa kimia yang pekat diencerkan,
kadang-kadang sejumlah panas dilepaskan. Hal ini terutama dapat terjadi pada pengenceran asam sulfat
pekat. Agar panas ini dapat dihilangkan dengan aman, asam sulfat pekat yang harus ditambahkan ke
dalam air, tidak boleh sebaliknya. Jika air ditambahkan ke dalam asam sulfat pekat, panas yang
dilepaskan sedemikian besar yang dapat menyebabkan air mendadak mendidih dan menyebabkan asam
sulfat memercik. Jika kita berada di dekatnya, percikan asam sulfat ini merusak kulit (Khopkar, 1990).
Pengenceran yaitu suatu cara atau metoda yang diterapkan pada suatu senyawa dengan jalan
menambahkan pelarut yang bersifat netral, lazim dipakai yaitu aquadest dalam jumlah tertentu.
Penambahan pelarut dalam suatu senyawa dan berakibat menurunnya kadar kepekatan atau tingkat
konsentrasi dari senyawa yang dilarutkan/diencerkan (Brady,1999).
Dalam pembuatan larutan dengan konsentrasi tertentu sering dihasilkan konsentrasi yang tidak kita
inginkan. Untuk mengetahui konsentrasi yang sebenarnya perlu dilakukan standarisasi.standarisasi
sering dilakukan dengan titrasi. Zat-zat yang didalam jumlah yang relative besar disebut pelarut
(Baroroh, 2004).
Dalam kimia, pengenceran diartikan pencampuran yang bersifat homogen antara zat terlarut dan
pelarut dalam larutan. Zat yang jumlahnya lebih sedikit di dalam larutan disebut (zat) terlarut atau solut,
sedangkan zat yang jumlahnya lebih banyak daripada zat-zat lain dalam larutan disebut pelarut atau
solven (Gunawan, 2004.).

DAFTAR PUSTAKA
Baroroh, Umi L. U. 2004. Diktat Kimia Dasar I. Universitas Lambung Mangkurat, Banjarbaru.
Brady, J. E. 1999. Kimia Universitas Asas dan Struktur. Binarupa Aksara, Jakarta.
Gunawan, Adi dan Roeswati. 2004. Tangkas Kimia. Kartika, Surabaya.
Khopkar, S. M. 1990. Konsep Dasar Kimia Analitik. Universitas Indonesia, Jakarta.

Titrasi asam basa sering disebut asidi-alkalimetri, sedang untuk titrasi pengukuran lain-
lain sering dipakai akhiran-ometri mengggantikan –imertri. Kata metri berasal dari bahasa yunani
yang berarti ilmu proses seni mengukur. I dan O dalam hubungan mengukur sama saja, yaitu
dengan atau dari (with or off). Akhiran I berasal dari kata latin dan O berasal dari kata Yunani.
Jadi asidimetri dapat diartikan pengukuran jumlah asam ataupun pngukuran dengan asam (yang
diukur dalam jumlah basa atau garam). (Harjadi, W. 1990)
Reaksi penetralan asam basa dapat digunakan untuk menentukan kadar larutan asam
atau larutan basa. Dalam hal ini sejumlah tertentu larutan asam ditetesi dengan larutan basa, atau
sebaliknya sampai mencapai titik ekuivalen (asam dan basa tepat habis bereaksi). Jika molaritas
salah satu larutan (asam atau basa) diketahui, maka molaritas larutan yang satu lagi dapat
ditentukan. (Michael. 1997)
Jika larutan asam ditetesi dengan larutan basa maka pH larutan akan naik, sebaliknya
jika larutan basa ditetesi dengan larutan asam maka pH larutan akan turun. Grafik yang
menyatakan perubahan pH pada penetesan asam dengan basa atau sebaliknya disebut kurva titrasi.
Kurva titrasi berbetuk S, yang pada ttik tengahnya merupakan titik ekuivalen. (Michael. 1997)
Titrasi asam basa dapat memberikan titik akhir yang cukup tajam dan untuk itu
digunakan pengamatan dengan indikator bil pH pada titik ekuivalen 4-10. Demikian juga titik
akhir titrasi akan tajam pada titirasi asam atau basa lemah, jika penitrasian adalah basa atau asam
kuat dengan perbandingan tetapan disosiasi asam lebih besar dari 104 .pH berubah secara drastis
bila volume titrannya. Pada reaksi asam basa, proton ditransfer dari satu molekul ke molekul lain.
Dalam air proton biasanya tersolvasi sebagai H30. Reaksi asam basa bersifat reversibel.
Temperatur mempengaruhi titrasi asam basa, pH dan perubahan warna indikator tergantung secara
tidak langsung pada temperatur. (Khopkar, S.M. 1990)
Pada kedua jenis titrasi diatas, dipergunakan indikator yang sejenis yaitu fenoftalen (PP)
dan metil orange (MO). Hal tersebut dilakukan karena jika menggunakan indikator yang lain,
misalnya TB, MG atau yang lain, maka trayek pHnya sangat jauh dari ekuivalen. (Harjadi, W.
1990)
Pada titrasi asidi-alkalimetri dibagi menjadi dua bagian besar yaitu : (Susanti,1995)
1. Asidimetri. Titrasi ini menggunakan larutan standar asam yang digunakan untuk menentukan basa.
Asam yang biasa digunakan adalah HCl, asam cuka, asam oksalat, asam borat.
2. Alkalimeri. Pada titrasi ini merupakan kebalikan dari asidi-alkalimetri karena larutan yang
digunakan untuk menentukan asam disini adalah basa.
Titirasi asam-basa merupakan cara yang tepat dan mudah untuk menentukan jumlah
senyawa-senyawa yang bersifat asam dan basa. Kebanyakan asam dan basa organik dan organik
dapat dititrasi dalam larutan berair, tetapi sebagian senyawa itu terutama senyawa organik tidak
larut dalam air. Namun demikian umumnya senyawa organik dapat larut dalam pelarut organik,
karena itu senyawa organik itu dapat ditentukan dengan titrasi asam basa dalam pelarut inert.
Untuk menentukan asam digunakan larutan baku asam kaut misalnya HCl, sedangkan untuk
menentuan basa digunakan larutan basa kuat misalnya NaOH. Titik akhir titrasi biasanya
ditetapkan dengan bantuan perubahan indikator asam basa yang sesuai atau dengan bantuan
peralatan seperti potensiometri, spektrofotometer, konduktometer. (Rivai, H, 1990)
Titrasi asam basa melibatkan asam maupun basa sebagai titer ataupun titrant. Kadar larutan
asam ditentukan dengan menggunakan larutan basa atau sebaliknya. Titrant ditambahkan titer tetes
demi tetes sampai mencapai keadaan ekuivalen ( artinya secara stoikiometri titrant dan titer tepat
habis bereaksi) yang biasanya ditandai dengan berubahnya warna indikator. Keadaan ini disebut
sebagai “titik ekuivalen”, yaitu titik dimana konsentrasi asam sama dengan konsentrasi basa atau
titik dimana jumlah basa yang ditambahkan sama dengan jumlah asam yang dinetralkan : [H+] =
[OH-]. Sedangkan keadaan dimana titrasi dihentikan dengan cara melihat perubahan warna
indikator disebut sebagai “titik akhir titrasi”. Titik akhir titrasi ini mendekati titik ekuivalen, tapi
biasanya titik akhir titrasi melewati titik ekuivalen. Oleh karena itu, titik akhir titrasi sering disebut
juga sebagai titik ekuivalen. (Esdi, 2011)

DAFTAR PUSTAKA

Esdi pangganti. 2011. Titrasi Asam Basa. http://esdikimia.wordpress.com/2011/06/17/titrasi-asam-basa/


diakses pada 20 nov 13, pada pukul 19.23
Harjadi, W. 1990. Ilmu Kimia Analitik Dasar. Gramedia: Jakarta
Khopkar, S.M. 1990. Konsep Dasar Kimia Analitik. UI Press: Jakarta
Purba, Michael. 1997. Buku Pelajaran Ilmu Kimia Untuk SMU kelas 2. Erlangga: Jakarta
Rivai, H. 1990. Asas Pemeriksaan Kimia. UI Press: Jakarta
Susanti, S. 1995. Analisis Kimia Farmasi Kualitatif. LEPHAS: Makassar

Asam Sulfat murni yang tidak diencerkan dapat ditemukan secara alami di bumi karena sifatnya yang
higroskopis. Walaupun demikian asam sulfat merupakan komponen utama hujan asam yang terjadi
karena oksidasi sulfur dioksida di atmosfer dengan keberadaan air. Asam Sulfat terbentuk secara alami
melalui oksidasi mineral sulfida seperti besi sulfida. (Chang, Raymond:2004)
DAFTAR PUSTAKA

Chang, Raymond. 2004 . Kimia Dasar : Konsep-Konsep Inti, Edisi Ketiga. Jakarta : Erlangga.

Penyaringan

Penyaringan atau filtrasi adalah proses penyaringan lewat saringan dengan bantuan gaya tarik
bumi (gravitasi), tekanan atau keadaan vakum dengan pengaliran cairan melalui media berpori
(Sue Hinchliff, 1999).
Pada proses penyaringan, digunakan kertas saring. Sementara itu, fungsi dari kertas saring yaitu
untuk menyaring endapan yang ukuran lebih besar dari pori pori kertas saring (A. Hadyana
Pudjaatmaka, 2002).

DAFTAR PUSTAKA
Brady, J.E. 1999.
Kimia Universitas Asas Dan Struktur . Jakarta : Binarupa Aksara.
Harjanti, Ratna Sri. 2008. Pemungutan Kurkumin dari Kunyit (Curcuma domestica val.) dan
Pemakaiannya Sebagai Indikator Analisis Volumetri. Jurnal Rekayasa Proses. 2 : 49-50.
Hinchliff, Sue. 1999. Kamus Keperawatan Edisi 17 . Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Pudjaatmaka, A. Hadyana. 2002. Kamus Kimia. Jakarta : Balai Pustaka.
Underwood, A.L. 1998. Analisis Kimia Kuantitatif Edisi Keenam. Jakarta : Erlangga

Anda mungkin juga menyukai