Anda di halaman 1dari 15

LIGHT TRAP

LAPORAN KKL

Disusun untuk memenuhi tugas matakuliah Ekologi


Yang dibimbing oleh Dr. Hadi Suwono, M.Si dan Dr. Vivi Novianti, M.Si

Disusun oleh :
Kelompok 20/ Offering A
1. Agrintya Indah M. NIM.160341606041
2. Dinda Tiara Sukma NIM.160341606013
3. Fattimatuzzahro’ I. P. NIM.160341606097
4. Lailatul Safitri NIM.160341606065
5. Mamik Rizkiatul L. NIM.160341606051
6. Nabilla Wahyu M. B. NIM.160341606072
7. Nur ‘Aini NIM.160341606069
8. Yanang Putra P. H. NIM.160341606061

UNIVERSITAS NEGERI MALANG


FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
JURUSAN BIOLOGI
April 2018
BAB I

PENDAHULUAN

1.1.Latar belakang
Bali merupakan salah satu provinsi yang ada di Indonesia. Bali merupakan salah satu
provinsi yang giat dalam melakukan konservasi. Salah satu bentuk konservasi yang
dilakukan yaitu adanya Taman Nasional Bali Barat. Taman Nasional tersebut berada pada
2 kabupaten, yaitu Kabupaten Jembrana dan Kabupaten Buleleng. Taman Nasional Bali
Barat merupakan kawasan pelestarian alam dengan ekosistem asli dan merupakan habitat
terakhir bagi burung Curik Bali. Hutan pantai terdiri dari dua daerah yang berbeda, yaitu
hutan mangrove dan hutan campuran (Odum, 1993). Hutan mangrove terdapat di sepanjang
pantai atau muara sungai yang dipengaruhi oleh pasang surut air laut. Hutan campuran
pohonnya selalu hijau dan tinggi dengan keanekaragaman yang tinggi, karena curah hujan
tinggi, kandungan humus tinggi, dan penyinaran matahari lebih lama.
Keanekaragaman hewan yang paling tinggi dimiliki oleh serangga. Keanekargaman
serangga dapat disebabkan oleh adanya keanekaragaman sumber daya alam seperti sumber
makanan dan topografi alam. Penelitian tentang jumlah dan macam jenis serangga
khususnya serangga malam yang dilakukan memiliki manfaat agar dapat mengkonservasi
hewan infauna yang berada di Taman Nasional Bali Barat.
1.2.Rumusan masalah
Sesuai dengan judul dan materi pada laporan ini, rumusan masalah yang disediakan
oleh penyaji yakni.
1.2.1. Bagaimana jenis-jenis serangga malam yang terdapat di Hutan Pantai Taman nasional
Alas Purwo Banyuwangi berdasarkan jam biologisnya?
1.2.2. Spesies apa yang mendominasi di Hutan Triangulasi pada jalur kanan?
1.2.3. Bagaimana keanekaragaman, kemerataan, dan kekayaan jenis hewan tanah di hutan
pantai Taman Nasional Alas Purwo Banyuwangi?
1.3.Tujuan
yakni :
1.3.1. Untuk mengetahui jenis-jenis serangga malam yang terdapat di Hutan Pantai Taman
nasional Alas Purwo Banyuwangi berdasarkan jam biologisnya
1.3.2. Untuk mengetahui spesies yang mendominasi di Hutan Triangulasi pada jalur kanan.
1.3.3. Mengetahui keanekaragaman, kemerataan, dan kekayaan jenis hewan tanah di hutan
pantai Taman Nasional Alas Purwo Banyuwangi.
1.4.Ruang Lingkup
Sesuai dengan judul dan materi pada laporan ini, batasan yang disediakan oleh penyaji
yakni :
1.4.1. Subyek penelitian berada di sekitar tempat perkemahan Taman Nasional Bali Barat
1.4.2. Dilakukan pada waktu yang berbeda
1.4.3. Serangga yang diamati hanya berupa serangga malam saja
1.5.Definisi Operasional
1.5.1. Keanekaragaman hayati adalah ketersediaan keanekaragaman sumber daya hayati
berupa jenis maupun kekayaan plasma nutfah (keanekaragaman genetik di dalam jenis),
keanekaragaman antarjenis dan keanekaragaman ekosistem (Sudarsono dkk, 2005).
1.5.2. Kemerataan adalah cacah individu masing-masing spesies dalam unit komunitas
(Dharmawan, dkk., 2005)
1.5.3. Kekayaan adalah jumlah spesies penyusun komunitas (Dharmawan, dkk., 2005

BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Taman Nasional Bali Barat
Taman Nasional tersebut berada pada 2 kabupaten, yaitu Kabupaten Jembrana
dan Kabupaten Buleleng. Taman Nasional Bali Barat merupakan kawasan pelestarian
alam dengan ekosistem asli dan merupakan habitat terakhir bagi burung Curik Bali.
Taman nasional ini memiliki keanekaragaman hayati laut berupa terumbu karang dan
biota laut lainnya, dan memiliki vegetasi yang bervariasi. Taman Nasional Bali Barat
merupakan kawasan pelestarian alam, dapat dimanfaatkan untuk kepentingan
pendidikan, penelitian, rekreasi dan menunjang budidaya. Ciri khas Taman Nasional
Bali Barat adalah terdapatnya burung jalak Bali (Leucopsar rothschildi) yang dapat
hidup di alam bebas hanya di Taman Nasional Bali Barat. Secara Administratif Taman
Nasional Bali Barat Berada di kabupaten Jembrana dan Buleleng Propinsi Bali.
2.2 Morfologi Serangga
Serangga tergolong dalam filum Arthropoda, sub filum Mandibulata, kelas
Insekta. Insekta memiliki eksoskeleton yang berfungsi melindungi organ-organ
dalam. Ruas yang membangun tubuh serangga terbagi atas tiga bagian yaitu, kepala
(caput), dada (toraks) dan perut (abdomen). Sesungguhnya serangga terdiri dari tidak
kurang dari 20 segmen. Enam Ruas terkonsolidasi membentuk kepala, tiga ruas
membentuk thoraks, dan 11 ruas membentuk abdomen serangga dapat dibedakan dari
anggota Arthropoda lainnya karena adanya 3 pasang kaki (sepasang pada setiap segmen
thoraks) (Hadi, 2009). Pada serangga terjadi tiga pengelompokkan segmen, yaitu
kepala, dada, dan perut, secara umum satu daerah kesatuan ini disebut tagma.
Prostomium (suatu bagian terdepan yang tidak bersegmen) bersatu dengan kepala
sedangkan periprok (bagian terakhir tubuh yang tidak bersegmen) bersatu dengan perut.
Pada bagian depan (frontal) apabila dilihat dari samping (lateral) dapat ditentukan letak
frons, clypeus, vertex, gena, occiput, alat mulut, mata majemuk, mata tunggal (ocelli),
postgena, dan antena, Sedangkan toraks terdiri dari protorak, mesotorak, dan metatorak.
Dada terdiri dari 3 ruas, dan pada dada tersebut terdapat tiga pasang kaki yang beruas-
ruas. Sayap terdapat pada bagian ini dan pada umumnya ada dua pasang yang terletak
di mesotoraks dan metatorak. Sayap serangga tumbuh dari dinding tubuh yang terletak
dorso-lateral antara nota dan pleura. Pada sayap terdapat pola tertentu dan sangat
berguna untuk identifikasi (Borror dkk, 1992). Perut terdiri atas 6 sampai 11 ruas (ruas
belakang posterior digunakan sebagai alat reproduksi). Pada beberapa serangga betina
, terdapat alat untuk melepaskan telur serta kantung untuk menampung sperma
(Aziz,2008). Serangga memiliki skeleton yang berada pada bagian luar tubuhnya
(eksoskeleton). Rangka luar ini tebal dan sangat keras sehingga dapat menjadi
pelindung tubuh, yang sama halnya dengan kulit kita sebagai pelindung luar. Pada
dasarnya, eksoskeleton serangga tidak tumbuh secara terus-menerus. Pada tahapan
pertumbuhan serangga eksoskeleton tersebut harus ditanggalkan untuk menumbuhkan
yang lebih baru dan lebih besar lagi (Hadi, 2009).
Alat pencernaan terdiri atas bagian muka, bagian tengah, dan bagian belakang.
Mulut memiliki kelenjar ludah. Jantung berbentuk gilig dan mempunyai anterior aorta
tetapi tidak memiliki pembuluh darah kapiler dan vena, coelom teredusir menjadi
haeocoel. Respirasi dengan system trachea yang berupa saluran yang berdinding gelang
kutikula dan bercabang-cabang sehingga sampai pada semua bagian tubuh sebelah
dalam. Dengan demikian udara yang mengandung oksigen akan sampai pada bagian
dalam dan terjadilah proses pengambilan oksigen secara langsung. Alat ekskresi terdiri
atas dua atau lebih badan yang membentuk tabung yang disebut dengan buluh malphigi.
System saraf terdiri atas ganglion-ganglion pada tiapruas. Seks terpisah yakni ada
individu jantan dan ada individu betina. Pembuahan terjadi di dalam tubuh, ova banyak
mengandung yolk dan pada fase terakhir akan terbentuk cangkang (Jasin, 1984).
2.3 Klasifikasi Serangga
Serangga diklasifikasikan menjadi dua subklas, yaitu Apterygota dan Pterygota
(Kastawi 1994). Dasar pengklasifikasian ini adalah pada ada tidaknya sayap. Menurut
Kastawi, dua subclass tersebut ada 33 ordo dan 12 diantaranya ditemukan di Indonesia,
yaitu sebagai berikut.
Ordo Orthoptera
Hewan yang tergolong ordo ini memiliki ciri-ciri sebagai berikut.
a. Memiliki ukuran tubuh 4-75 mm
b. mempunyai dia sayap, sayap depan panjang menyempit dan sayap belakang meleba
c. Hewan tersebut memiliki tipe mulut penggigit dan pengunyah.
d. Hewan jantan mempunyai alat penghasil suara yang terletak di dada.
e. Contoh serangga yang tergolong dalam ordo ini adalah Blatella gertnatica.
Ordo Dermaptera
Serangga yang termasuk dalam ordo ini mempunyai cirri-ciri sebagai berikut,
a. Tubuh pipih dan berukuran 4-30 mm
b. Bersifat hemimetabola
c. Mulut bertipe pengunyah
d. Tidak bersayap atau dengan 1-2 sayap (sayap depan kecil seperti kulit, sayap
belakang seperti selaput, dan melipat di bawah depan bila sedang hinggap)
e. Hewan jantan mempunyai catut yang kokoh
f. Aktif pada malam hari (nocturnal)
g. Contoh spesies dalam ordo ini yaitu Farficula dan Anisolabis maritime
Ordo Mecoptera
Serangga yang termasuk dalam ordo ini memiliki cirri-ciri sebagai berikut,
a. Tubuh ramping dengan kuran 1-35 mm
b. Bersifat holometabola
c. Mulut bertipe pengunyah
d. Antenna dan kaki panjang dengan kepala memanjang
e. Tidak bersayap atau memiliki dua pasang sayap yang panjang, sempit dan berupa
membran
f. Mempunyai organ penjepit yang terletak di ujung posterior abdomen dan organ
tersebut menyerupai organ penyengat pada kalajengking
g. Makanan berupa buah dan serangga yang mati
h. Contoh spesies yang tergolong dalam ordo ini adalah Panorpa
rufescens dan Hyloittacus picalis.
Ordo Plecoptera
Serangga yang termasuk dalam ordo ini mempunyai cirri-ciri sebagai berikut,
a. Ukuran tubuh 6-10 mm
b. Sayap dua pasang, ada yang bersayap panjang dan ada yang bersayap pendek
c. Antenna panjang, tubuh kunak dan bersifat liemimetabola
d. Mulut bertipe pengunyah (tetapi tidak berkembang pada saat dewasa)
e. Nympha bersifat akuatik dan memiliki bekas insang tracheal yang terletak di
posterior setiap pasang kaki
f. Contoh spesies yang tergolong dalam ordo ini adalah Allocapnia
pygmae dan Cilloperla clio.
Ordo isoptera
Serangga yang termasuk dalam ordo ini mempunyai ciri-ciri sebagai berikut,
a. Ukuran tubuh 6-13 mm
b. Sayap dua pasang (sayap depan dan belakang memiliki bentuk dan ukuran yang
sama)
c. Tipe mulut penggigit dan pengunyah yang memiliki cerci dua ruas
d. Contoh spesies yang tergolong dalam ordo ini adalah Zootermopsis
nevademis dan Termites.
Ordo Odonata
Serangga yang termasuk dalam ordo ini mempunyai cirri-ciri sebagai berikut,
a. Ukuran tubuh 19-75 mm
b. Bersifat homometabola
c. Mulut pada hewan dewasa bersifat pengunyah
d. Memiliki dua pasang sayap berwujud membran
e. Antenna pendek, kaki dan abdomen panjang dan ramping
f. Contoh spesies yang tergolong dalam ordo ini adalah Macromia
magnified dan Dragonflies.
Ordo Hemiptera
Serangga yang termasuk dalam ordo ini mempunyai cirri-ciri sebagai berikut,
a. Ukuran tubuh 1-66 mm
b. Antenna panjang, mulut bertipe penghisap yang muncul di depan kepala
c. Parasit pada hewan vertebrata
d. Memiliki dua pasang sayap seperti membran
e. Contoh spesies yang tergolong dalam ordo ini adalah Gerris remigis dan Mesove
uiamusanti.
Ordo Trichoptera
Serangga yang termasuk dalam ordo ini mempunyai cirri-ciri sebagai berikut,
a. Ukuran tubuh 9-22 mm
b. Sayap seperti selaput, berambut dan bersisik
c. Antenna panjang dan ramping
d. Tipe mulut penggigit
e. Contoh spesies yang tergolong dalam ordo ini adalah Macromemum cebratum.
Ordo Lepidhoptera
Serangga yang termasuk dalam ordo ini mempunyai ciri-ciri sebagai berikut,
a. Ukuran tubuh 3-35 mm
b. Bersifat holometaboal
c. Tidak memiliki mandibula, mata besar, memiliki dua pasang sayap yang seperti
membran
d. Contoh spesies yang tergolong dalam ordo ini adalah Calpodes ethlius dan Pyrulis
frinalis.
Ordo Coleoptera
Serangga yang termasuk dalam ordo ini mempunyai ciri-ciri sebagai berikut,
a. Ukuran tubuh 0,5-125 mm
b. Sayap depan keras dan tebal menanduk, sedangkan sayap belakang bersifat
membranous
c. Tipe mulut penggigit
d. Contoh spesies yang tergolong dalam ordo ini adalah Adalia
bipimctat dan Hydrophillus teriangiilaris.
Ordo Hymenoptera
Serangga yang termasuk dalam ordo ini mempunyai ciri-ciri sebagai berikut,
a. Ukuran tubuh 5-40 mm
b. Sayap satu pasang seperti selaput
c. Bersifat holometabola
d. Mulut tipe pengunyah atau penghisap
e. Contoh spesies yang tergolong dalam ordo ini adalah Formica sp.
2.4. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Keanekaragaman
Faktor-faktor yang mempengaruhi keanekarangaman ada enam dan tidak dapat
dipisahkan antara satu dengan yang lain. Faktor-faktor tersebut antara lain:
a. Faktor Iklim
Unsur iklim sangat menentukan berbagai jenis keanekaragaman hayati di Indonesia.
Unsur-unsur iklim yang berpengaruh kelangsungan hidup tumbuhan dan hewan adalah
temperature, udara, kelembapan angin, dan curah hujan.
b. Faktor kompetisi
Peran kompetisi mempengaruhi kekayaan spesies yang digambarkan melalui hubungan
relung antar spesies (Widagdo, 2002). Faktor ini sangat penting dalam evolusi karena
merupakan persyaratan habitat untuk hewan dan tumbuhan menjadi lebih terbatas dan
makanan untuk hewan juga menjadi sedikit. Komunitas di daerah tropis memiliki lebih
banyak spesies karena memiliki relung yang kecil dan overlap relung yang tinggi.
c. Faktor waktu
Irawan (1999) menyebutkan bahwa waktu mempengaruhi kematangan suatu komunitas
selama perubahan waktu suatu organisme akan berkembang dan mengalami proses
keanekaragaman menjadi lebih baik. Ditambahkan lagi bahwa keanekaragaman ini
merupakan produk evolusi. Pada daerah tropis memiliki keanekaragaman yang lebih
meleimpah jika dibandingan dengan keanekaragaman yang berada di daerah kutub..
d. Faktor predasi
Predasi dan kompetisi sama-sama mempengaruhi keanekaragaman spesies. Dalam
komunitas yang kompleks dan mendukung banyak spesies, interaksi yang dominan adalah
predasi, sedangkan dalam komunitas sederhana yang dominan adalah kompetisi.
Keberadaan predator dan parasit dapat menekan populasi mangsa sampai pada tingkat
yang sangat rendah. Adanya pengurangan kompetisi memungkinkan bertambahnya suatu
spesies sehingga akan mendukung munculnya predator baru.
e. Faktor produktivitas
Stabilitas dari produktivitas mempunyai pengaruh utama terhadap keanekaragaman
spesies dalam komunitas. Semakin besar produktivitasnya, maka keanekaragamannya
juga semakin besar (Widagdo, 2002). Namun tidak selalu benar kalau semakin rendah
produktivitasnya maka keanekaragamannya juga semakin rendah.

BAB III

METODE PENELITIAN
2.4 Rancangan Penelitian
Penelitian ini termasuk dalam penelitian deskriptif eksploratif. Data tentang
keanekaragaman serangga malam di Bumi Perkemahan Taman Nasional Bali Barat
diperoleh dengan menggunakan metode Light Trap, yakni memanfaatkan sinar lampu
dan kain putih untuk memancing serangga malam.

Waktu dan Tempat Penelitian

Kegiatan praktikum ini dilakukan

Data Pengamatan

No. Nama Spesies Jumlah


1 Parcobalatta pennanica 2
2 Bathela sp. 1
3 Oecanthus quadrimaculatus 1
4 Amitermis tubiformas 1

Waktu : 22.00 WITA

No. Nama Spesies Jumlah


1 Parcobalatta pennanica 1
2 Parcobalatta sp. 1
3 Aphanus iluminatus 1
4 Dytiscus verticalis 1
5 Anelaste druryi 1

Waktu : 00.00 WITA

No. Nama Spesies Jumlah


1 Parcobalatta pennanica 2
2 Solenopsis sp. 1

Analisis Data
Berdasarkan hasil yang telah diperoleh, dilakukan analisis mengenai indeks keanekaragaman
(H’), kemerataan (E), dan kekayaan (R) dari spesies serangga malam di Bumi Perkemahan
Taman Nasional Bali Barat.

Ulangan -Pi ln
No. Spesies T Pi H’ E R
20.00 22.00 00.00 Pi
Parcobalatta
1 2 1 2 5 0,38 0,37 1,97 0,90 3,12
pennanica
2 Bathela sp. 1 1 0,08 0,20
Oecanthus
3 1 1 0,08 0,20
quadrimaculatus
Amitermis
4 1 1 0,08 0,20
tubiformans
5 Parcobalatta sp. 1 1 0,08 0,20
Aphanus
6 1 1 0,08 0,20
illuminatus
Dytiscus
7 1 1 0,08 0,20
verticalis
8 Anelaste druryi 1 1 0,08 0,20
9 Solenopsis sp. 1 1 0,08 0,20

S=9

N = 15

H’ = −Σ(Pi ln 𝑃𝑖) = 1,97

𝐻′ 1,97
E = ln 𝑆 = = 0,90
ln 9

𝑆−1 9−1
R= = ln 13 = 3,12
ln 𝑁

PEMBAHASAN
5.1 Jenis-Jenis Serangga Malam yang Terdapat di Hutan Pantai Taman Nasional Alas
Purwo Banyuwangi Berdasarkan Jam Biologis
Hutan Triangulasi Alas Purwo memiliki spesies serangga yang beraneka ragam. Serangga-
serangga tersebut memiliki jam biologis masing-masing seperti pada spesies Episyron
quinquenotatus yang tertangkap pada jam 18.30 dan jam 20.30. Dari hasil tangkapan
menggunakan light trap tertangkap 67 taksa dari serangga malam yakni Acthiophysa sp, Aedes
communis,Agrioglypta sp, Alphina glauca, Amphicyrta dentipes, Anisoptera sp, Aphelinus
sp, Aphidolestes sp, Arthroschista sp, Arthroschistia hilaralis Walker, Auplopus carbonarius,
Blaberidae sp, Blattela germanica, Blattodea, Caenurgina sp., Celastrina, Centrodora sp,
Cephidae sp, Chrysops univittatus Macquart, Cicada sp., Copableparon sp., Crysiptya
coclesalis, Crysiptya coclesalis Walker, Ctenicera noxia, Diachlorus sp., Diapheromera sp.,
Dissosteira sp., Dolichopus, Eleodes suturalis, Eoophyla crassicornalis Guenee, Episyron
quinquenotatus, Falita sp., Gryllus sp., Heterocampa guttivitta, Hetorus, Horsefly, Hylaeus sp,
Largus succinetus, Leptosia nina, Mainertellidae, Megachile sp, Monophadnoides osaoodi,
Myrmica sp., Ochlerotatus fulvuspalens, Ochlerotatus japanicus, Ogcodes sp, Oligotoma
nigra, Ostrinia furnacalis, Panoquina lucas, Pareuchaetes, Photuris sp., Phyllophage
portoricensis Smythe, Polistes metricus, Priocnemis sp., Pteromalidae sp, Rhagio sp., Salma
sp., Spiriverpa lunulata, Tabanus snicifrosis, Tabanus sp., Tetrastichus bruchophagi, Tibicien
pruinosa, Tiphiid waes, Tobacco hornworm, Trachelus tabidatus, dan Tropidopteptes
pacificus.
Serangga malam hari (nocturnal) adalah hewan yang tidur pada siang hari, dan aktif pada
malam hari. Serangga nokturnal umumnya memiliki kemampuan penglihatan yang tajam.
Serangga nocturnal dapat melihat gelombang cahaya yang lebih panjang daripada manusia dan
dapat memilah panjang gelombang cahaya yang berbeda-beda. Panjang gelombang cahaya dari
300-400 nm (mendekati ultraviolet) sampai 600-650 nm (orange). Diduga bahwa serangga
tertarik pada ultraviolet karena cahaya itu merupakan cahaya yang diabsorbsi oleh alam
terutama oleh daun (Borror dkk, 1996). Serangga malam memiliki aktifitas optimal bila suhu
telah turun. Hal ini berkaitan dengan fisiologis serangga sebagai organisme poikiloterm yang
suhu tubuhnya berubah sesuai dengan lingkungannya, sehingga sangat mungkin bagi serangga
akan kehilangan panas tubuhnya pada malam hari. Sehingga berbagai mekanisme pertahanan
diri perlu dilakukan oleh serangga untuk mempertahankan suhu tubuhunya, salah satunya
adalah dengan beraktivitas di malam hari.
Banyaknya jenis serangga malam ini umumnya ditunjang oleh faktor-faktor yang
memungkinkan serangga dapat bertahan dan berkembang biak pada daerah tersebut. Beberapa
faktor yang memungkinkan hal tersebut anatara lain iklim.Pada umumnya peningkatan
keragaman dapat terjadi dengan semakin mendekati daerah tropis. Price (1997), menjelaskan
bahwa Keragaman organisme di daerah tropis lebih tinggi dari pada di daerah sub tropis hal ini
disebabkan daerah tropis memiliki kekayaan jenis dan kemerataan jenis yang lebih tinggi
daripada daerah subtropis. Lingkungan fisik yang lebih heterogen dan kompleks dapat
menghasilkan komunitas binatang dan tanaman yang lebih kompleks dan beragam, dengan
demikian semakin mendekati daerah tropis jumlah habitat akan semakin meningkat. Tingginya
padat populasi dan keragaman habitat di daerah tropis kemungkinan disebabkan oleh kondisi
iklim yang cenderung stabil. Stabilitas iklim dapat mendukung peningkatan keragaman
tanaman, sehingga meningkatkan keragaman serangga. Faktor kedua yakni ketesediaan sumber
pangan. Keragaman yang tinggi di daerah hutan tropis disebabkan oleh ketidak mampuan
spesies untuk berkembang dominan di tanah dengan status nutrisi yang sangat rendah. Status
nutrisi yang rendah ditentukan oleh suhu dan curah hujan yang tinggi dengan konsekuensi daur
ulang atau pencucian nutrisi yang cepat. Karena terbatasnya nutrisi, spesialisasi niche
ditingkatkan dan sebagai hasilnya lebih banyak spesies yang berkoeksistensi.
5.2 Spesies yang Mendominasi di Hutan Triangulasi pada Jalur Kanan
Pada hasil pengamatan dan telah dilakukan penghitungan, spesies yang mendominasi Hutan
Triangulasi pada jalur kanan yakni Agrioglypta sp. Agrioglypta sp. memiliki nilai dominansi
sebesar 31,34328%. Alasan mengapa Agrioglypt sp mendominasi daerah tersebut yakni karena
memiliki masa reproduksi yang cept jika dibandingkan dengan serangga yang
lainnya. Stabilitas dari produktivitas mempunyai pengaruh utama terhadap keanekaragaman
spesies dalam komunitas. Semakin besar produktivitasnya, maka keanekaragamannya juga
semakin besar (Widagdo, 2002).
5.3 Keanekaragaman, Kemerataan, dan Kekayaan Serangga Malam di Kawasan Hutan
Pantai Triangulasi Taman Nasional Alas Purwo, Banyuwangi
Berdasarkan hasil analisis data tentang keanekaragaman serangga malam, diperoleh
kecenderungan rata-rata nilai indeks keanekaragaman yang hampir sama pada keempat waktu
pengambilan sampel, yaitu pada pukul 18.30 WIB, 20.30 WIB, 22.30 WIB, dan 00.30 WIB.
Pengambilan sampel pukul 18.30 WIB diperoleh indeks keanekaragaman sebesar 2,251,
pengambilan pukul 20.30 WIB 2,889, pengambilan pukul 22.30 WIB 1,768 sedangkan
pengambilan pukul 00.30 WIB diperoleh indeks keanekaragaman yang lebih rendah yaitu
sebesar 2,841.
Hal ini berarti indeks keanekaragam yang tertinggi diperoleh pada pengambilan sampel
pukul 20.30 WIB, dan indeks keanekaragaman terendah diperoleh pada pukul 22.30 WIB.
Sedikitnya indeks keanekaragaman pada pengambilan sampel pada pukul 22.30 WIB ini
dimungkinkan karena terdapat kehilangan data pada salah satu kelompok sehingga terjadi
perbedaan yang sangat besar dari indeks keanekaragaman pada jam yang lain
Kemerataan serangga malam di hutan pantai Triangulasi kawasan Taman Nasional Alas
Purwo, Banyuwangi. Dari hasil analisis data didapatkan bahwa untuk keempat waktu
pengambilan yaitu pengambilan pukul 18.30 WIB, 20.30 WIB, 22.30 WIB, dan 00.30 WIB
diperoleh indeks kemerataan yang hampir sama besarnya. Pada pengambiln pukul 18.30 WIB
diperoleh indeks kemerataan sebesar 0,764, pengambilan pukul 20.30 WIB diperoleh
kemerataan sebesar 0,935, pengambilan pukul 22.30 WIB indeks kemerataannya sebesar
0,908, sedangkan untuk pengambilan pada pukul 00.30 WIB diperoleh indeks kemerataan yang
lebih kecil yaitu sebesar 0,949. Rendahnya indeks kemerataan pada pengambilan sampel
pukul 18.30 WIB ini kemungkinan disebabkan oleh kondisi lingkungan seperti suhu,
kelembaban oksigen, pH, dan cahaya sudah mengalami perubahan dari sore ke malam.
Sehingga hanya jenis-jenis serangga tertentu saja yang muncul dan dapat menyesuaikan diri
dengan kondisi lingkungan di malam hari. Hal ini sesuai dengan teori yang diungkapkan oleh
Widagdo (2002) bahwa waktu menekankan pentingnya peran semua parameter lingkungan
seperti suhu, kelembaban, salinitas, oksigen, dan pH.
Berdasarkan hasil analisis data diperoleh indeks kekayaan (R) tertinggi pada
pengambilan sampel pukul 18.30 WIB yaitu sebesar 4,281, pada pengambilan pukul 20.30
WIB indeks kekayaannya sebesar 5,773, pengambilan pukul 22.30 WIB indeks kekayaan
sebesar 2,502, dan pada pengambilan pukul 00.30 WIB indeks kekayaannya sebesar 5,643.
Indeks kekayaan tertinggi terletak pada jam 22.30. Hal ini berkaitan dengan pengaruh kondisi
lingkungan seperti suhu dan kelembaban. Hal ini sesuai dengan teori bahwa hewan secara aktif
akan berpindah dari lingkungan satu ke lingkungan lain apabila terjadi perubahan lingkungan
sementara (Widagdo, 2002). Jadi dari peristiwa ini dapat disimpulkan bahwa jumlah kekayaan
dari suatu spesies di suatu daerah ditemtukan oleh faktor lingkungan.

BAB VI
PENUTUP
6.1 Kesimpulan
1. Ditemukan 67 spesies serangga malam di Hutan Pantai Taman nasional Alas Purwo
Banyuwangi yangs setiap spesiesnya memiiki jam biologis masing-masing.
2. Spesies yang mendominasi Hutan Triangulasi pada jalur kanan
yakni Agrioglypta sp. yang memiliki nilai dominansi sebesar31,34328%.
3. Nilai indeks keanekaragaman tertinggi terletak pada jam 20.30 WIB sedangkan terendah
pada jam 22.30. Nilai indeks kemerataan tertinggi terletak pada jam 00.30 sedangkan
terendah pada jam 18.30. Nilai indeks kekayaan tertinggi terletak pada jam 20.30 sedangkan
terendah pada jam 22.30.
6.2 Saran
Sebaiknya untuk pengambian serangga dalam keadaaan yang hening agar serangga yag
didapatkan tidak kabur.
Referensi
Aziz, Alimul H. 2008. Pengantar Konsep Dasar Keperawatan Edisi 2. Jakarta: Salemba Medika
Borror dkk. 1992, Pengenalan pelajaran Serangga. Yogyakarta: Gadjah Mada press.
Borror, D.J., Triplehorn, C.A., Jhonson, N.F. 1996. Pengenalan Pelajaran Serangga. Ed. Bahasa
Indonesia. Yogyakarta : Gajah Mada University press.
Dharmawan, Agus, dkk. 2004. Ekologi Hewan. Malang : Jurusan Biologi FMIPA UM Malang
Hadi. 2009. Metodologi Penelitian. Yogyakarta: Andi Yogyakart.
Irawan, K.F. 1999. Kemelimpahan dan Keanekaragaman Serangga Malam di Hutan Pantai
Kawasan Taman Nasional Alas Purwo Banyuwangi. Skripsi Tidak Diterbitkan. Malang: IKIP
Kastawi, Yusuf. 2001. Zoologi Avertebrata. Malang : Jurusan Pendidikan Biologi FMIPA
UM Malang
Odum, E. P. 1993. Dasar-Dasar Ekologi. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press
Price, S. A. and L.M.Wilson. 1997. Pathofisiologi, Konsep Klinis Proses-proses Penyakit Edisi
4. Jakarta: EGC Sudarsono. 2005. Taksonomi Tumbuhan Tingkat Tinggi. Malang:
Universitas Negeri Malang.
Widagdo, K. 2002. Keanekaragaman Serangga Malam pada Berbagai Ketinggian di Gunung
Arjuna. Malang: Universitas Negeri Malang.

Teknik Analisa Data

Data yang diperoleh dianalisis dengan cara sebagai berikut: Indeks keanekaragaman pada
masing-masing habitat dihitung dengan cara:
a. Indeks keanekaragaman Shanon – Wiener

Keterangan:
Pi = n/N
H’ : Indeks keanekaragaman Shanon – Wiever
ni : Nilai rata-rata masing-masing spesies
N : Jumlah total nilai rata-rata spesies dalam sampel
(Ludwig dan Reynolda, 1998 dalam Irawan, 1999)
b. Selanjutnya menghitung nilai indeks kemerataan (Evennes) dengan rumus:

Keterangan:
E : Indeks kemerataan evennes
H’ : Indeks keanekaragaman Shanon – Wiever
S : Jumlah spesies (n1, n2, n3, …..)
(Irawan, 1999)
c. Selanjutnya dihitung nilai kekayaan dengan menggunakan rumus indek Richness:

Keterangan:
R : Indeks Richness
(Ludwig dan Reynolda, 1998 dalam Irawan, 1999)
d. Untuk mengetahui dominansi suatu spesies dilakukan perhitungan nilai dominansi sebagai
berikut:

C = Ʃ ( )2

Keterangan: D : Dominansi spesies


n : Jumlah individu masing-masing spesies
N : Total individu dalam pengambilan sampel\
C : Indeks Dominansi
(Odum, 1993)

Anda mungkin juga menyukai