Anda di halaman 1dari 11

Pola-pola Kebakaan dari Gen-gen yang Terpaut Kelamin

Dikalangan makhluk hidup yang memiliki kromosom kelamin XX-XY (misalnya pada
manusia), gen yang terdapat pada kromosom kelamin X sebagian tidak ditemukan sama sekali
pada kromosom Y sehingga disebut terpaut kelamin lengkap (completely sex linked), sebagian
dapat berekombinasi melalui pindah silang (crossing over) dengan gen yang terdapat pada
kromosom Y, seperti layaknya gen pada autosom homolog (incompletely sex linked/partially
sex linked). Pada kromosom Y juga ditemukan gen yang tidak terdapat pada kromosom X. Gen
tersebut disebut terpaut seluruhnya pada kromosom Y(completely Y linked) atau dikenal
sebagai gen holandrik.

Pewarisan sifat yang terpaut kromosom kelamin X mengikuti pola crisscross pattern of
inheritance (pola pewarisan menyilang). Dalam hal ini suatu sifat fenotip yang ada pada induk
betina diwariskan dan terekspresi pada turunan jantan, dan yang ada pada induk jantan
diwariskkan (tidak terekspresi) melalui turunan betina keturunan jantan F2 dan diekspresikan.

Gen-gen yang Terpaut Kelamin pada Drosophila melanogaster

Pada Drosophila melanogaster gen yang terpaut kromosom kelamin X (ditunjukkan


dalam bentuk mutan) misalnya yellow, white, vermilion, miniature, dan rudimentary. Gen yang
tergolong terpaut kelamin tidak sempurna (incompletely sex linked genes) pada Drosophila
melanogaster antara lain bobbed bristles atau bb (tipe mutan), alela tersebut terdapat pada
kromosom X maupun Y tepatnya pada lengan pendek. Pada kromosom Y telah ditemukan 7
gen holandrik yang bersangkut paut dengan ferlilitas jantan yaitu K1-1, K-2, K-3, K-4, K-5
(semuanya lengan panjang) serta Ks-1 dan Ks-2 (masing-masing pada lengan pendek).

Gen-gen yang terpaut kromosom Kelamin Z pada unggas

Pola pewarisan terpaut kelamin ZZ-ZW bersifat homozigot pada individu betina, bukan
jantan. Alela dominan terpaut Z disebut dengan S, dan alela alternatif s pada bulu keemasan
yang ditemukan pada ayam. Ayam memiliki alela S berbulu keperakan di saat menetas dan
dapat digunakan membedakan kelamin. Contohnya dalam individu betina berbulu keperakan
(SW) dan individu jantan berbulu keemasan (ss), terjadilah crisscross inheritence yang
memudahkan pembedaan fenotip kelamin. Dari persilangan itu diperoleh turunan betina
(semua) berbulu keemasan, sedangkan turunan jantan (semua) berbulu keperakan

Sifat-sifat yang Terpaut Kromosom Kelamin X pada Manusia


Gen Tmf yang terpaut kromosom kelamin X dapat mengendalikan pembentukan suatu
protein pengikat testosteron. Sedangkan pria yang memiliki gen Tmf akan mengidap sindrom
testiscular ferminization yang mengakibatkan terbentuknya vagina buntu.

Ada lebih dari 200 sifat yang dinyatakan sebagai pautan kromosom kelamin X, sifat-
sifat tersebut berupa: atrofi optik (degenerasi syaraf mata), glaucoma juvenil (penebalan bola
mata), myopi (rabun dekat), defective iris, epidermal cyst, distichiasis (double eyelashes),
white occipital lack of hair, mitral stenosis (abnormalitas katup mitral jantung), dan beberapa
bentuk keterbelakangan mental. Sifat lain dari manusia yang terpaut kromosom kelamin X
adalah persepsi warna tertentu, seperti merah dan hijau.

Beberapa kriteria untuk identifikasi sifat-sifat terpaut kromosom kelamin X atas dasar
telaah silsilah akan dikemukakan lebih lanjut (Gardner, dkk., 1991)

1. Sifat tersebut lebih sering ditemukan pada laki-laki.


2. Sifat tersebut diwariskan oleh seorang pria yang memiliki sifat tersebut kepada separuh
cucu laki-laki melalui anak perempuannya.
3. Suatu alela yang terpaut X tidak pernah diwariskan langsung dari ayah kepada anak
laki-laki.
4. Semua wanita pemilik sifat tersebut mempunyai seorang ayah yang juga memiliki sifat
tersebut serta seorang ibu yang carrier atau juga yang memiliki sifat tersebut.

Contoh- contoh cacat bawaan resesif yang sangat merugikan terpaut kromosom
kelamin X pada manusia antara lain (Gardner, dkk., 1991).

1. Lesch-Nyhan Syndrome (Congenital Hyperuricemia), produksi asam urat


berlebihan.
2. Duchene-type Muscular Dystrophy, ditandai dengan kemunduran otot yang
berkembang cepat pada saat berusia belasan tahun.
3. Hunter Syndrome, ditandai dengan keterbelakangan mental, tampang kasar,
hirsutism, dan memiliki tulang hidung lebar, serta lidah yang menjulur panjang.

Gen-gen yang Terdapat pada Kromosom Kelamin Y Manusia

Sifat-sifat pada manusia hingga saat ini dikontrol oleh gen-gen holandrik dan adapula
yang menyimpulkan bahwa kromosom Y manusia hanya mengandung sedikit gen yang
memperlihatkan efek secara fenotif. Beberapa gen holandrik pada manusia yang telah
dilaporkan antara lain gen h (hypertrichosis) yang menyebabkan tumbuhnya rambut di daerah
tertentu di tepi daun telinga. Gen hg (hystrixgravier) menyebabkan pertumbuhan rambut
panjang dan kaku dipermukaan tubuh, sehingga menyerupai landak. Gen wt menyebabkan
tumbuhnya kulit diantara jari-jari (terutama jari kaki).

Gen H-Y yang merupakan histocompabilitas terletak pada kromosom pendek dari
kromosom kelamin Y yang bertanggungjawab terhadap penentuan/pengenalan antigen pada
jaringan individu jantan. Pada vertebrata semacam burung, yang bersifat heterogametik, justru
antigen H-Y ditemukan pada individu betina. Gen TDF merupakan gen yang
bertanggungjawab terhadap perkembangan testis dan berperan sebagai master regalator. Gen
tersebut dan Y, memperlihatkan efek yang sangat dominan terhadap perkembangan fenotif
kelamin.

SIFAT-SIFAT YANG TERPENGARUH KELAMIN

Gen-gen yang mengontrol sifat-sifat yang terpengaruh kelamin dapat terletak pada
autosom ataupun pada bagian homolog dari kromosom kelamin. Ekspresi dominan atau resesif
oleh alela-alela dari lokus-lokus yang terpengaruh kelamin berubah pada individu jantan dan
betina, terutama berkaitan dengan perbedaan lingkungan internal yang disebabkan oleh
hormon-hormon kelamin.

SIFAT-SIFAT YANG TERBATAS KELAMIN

Sifat-sifat yang terbatas kelamin bersangkut-paut dengan ekspresi gen yang berbeda
pada tiap kelamin. Beberapa gen autosomal hanya berekspresi pada salah satu kelamin.
Fenomena tersebut merupakan akibat perbedaan lingkungan hormonal internal atau akibat
ketidaksamaan anatomis. Ada juga pendapat yang menyatakan bahwa hormon-hormon
kelamin merupakan faktor pembatas terhadap ekspresi beberapa gen. Contoh sifat yang
terbatas kelamin misalnya kemampuan produksi susu yang hanya dijumpai pada sapi betina,
padahal gen untuk produksi susu juga terdapat pada sapi jantan. Contoh lain adalah pada bulu-
bulu ekor ayam jantan yang biasanya panjang dan lancip tetapi pada ayam betina bulu ekornya
pendek dan tumpul.

Rasio Kelamin (Kajian pada Manusia)

Ekspresi kelamin pada manusia ditentukan gen pada kromosom Y dank arena pria
menghasilkan gamet-gamet pembawa kromosom X dan pembawa kromosom Ydalam jumlah
yang hampir sama, maka atas dasar pemisahan Mendel kedua kelamin seharusnya
menunjukkan proporsi 1:1. Tetapi rasio kelamin berbeda-beda berdasarkan dari berbagai
kelompok umur. Rasio kelamin primer (disaat konsepsi) sekitar 1,60 (jantan) : 1,00 (betina).
Rasio kelamin sekuder (dikalangan masyarakat Amerika berkulit putih) yaitu disaat kelahiran
adalah 1,06 (jantan) : 1,00 (betina), dan rasio kelamin tersier (beberapa waktu setelah
kelahiran) misalnya pada usia 20 tahun kira-kira sama antara jantan dan betina, tetapi semakin
tua maka jumlah kelamin betina lebih banyak daripada jantan.

BAB III

FENOMENA KOMPENSASI DOSIS DAN DIFERENSIASI KELAMIN

BADAN KROMATIN DAN KOMPENSASI DOSIS

Chromatin Body atau Barr Body

Sel-sel individu betina Mammalia dapat dibedakan dari sel-sel individu jantan dengan
didasarkan pada ada atau tidaknya struktur Barr body . Barr body adalah chromatin body yang
pertama kali ditemukan oleh M.L.Barr pada sel-sel syaraf kucing betina. Chromatin Body
hanya ditemukan pada sel-sel betina manusia dan bisa juga dimanfaatkan untuk diagnosis
berbagai jenis abnormalitas kromosom kelamin.

Komposisi Dosis dan Hipotesis Lyon

Melalui mekanisme “kompensasi dosis”, “dosis gen” yang efektif dari kedua kelamin
dibuat sama atau hampir sama. Kompensasi dosis bersangkut paut dengan inaktivasi satu
kromosom kelamin X pada individu betina yang normal.

Hipotesis Lyon didasarkan atas pengamatan bahwa jumlah chromatin body pada sel-
sel interfase individu betina dewasa adalah jumlah kromosom kelamin teramati pada preparat
metafase dikurangi satu. Hipotesis Lyon memperlihatkan adanya konsekuensi genetik tertentu
dari gen pada Mammalia.

1. Kompensasi dosis untuk individu betina yang memiliki dua kromosom X yang
mengatur aktivitas enzim hingga ke tingkat individu jantan yang hanya mempunyai satu
kromosom X.
2. Keanekaragaman ekspresi pada individu betina heterozigot karena inaktivasi acak salah
satu dari kedua kromosom kelamin X.
INAKTIVASI KROMOSOM KELAMIN X YANG REVERSIBEL

Inaktivasi satu dari kedua kromosom kelamin X pada individu Mammalia betina
(termasuk manusia) tentunya harus bersifat reversibel. Pengaktifan kembali kromosom
kelamin X heterokromatis (inaktif) pada individu betina Mammalia berlangsung pada tahap sel
germ yang mendahului oogenesis; kedua kromosom kelamin X suatu individu betina aktif pada
sel-sel oogonium. Oleh karena itu, dapat dijamin bahwa tiap ovum yang dihasilkan pada
oogenesis akan mewarisi kromosom kelamin X apa pun yang selalu fungsional.

KEGAGALAN PENGAKTIFAN KEMBALI KROMOSOM KELAMIN X

Pengaktifan kembali yang abnormal secara parsial dapat dihubungkan dengan sebagian
besar bentuk keterbelakangan mental menurun pada manusia yang disebut “fragile X
syndrome”. Frekuensi sindrom tersebut adalah 1 di dalam 2000 hingga 3000 kelahiran yang
berhasil.

Kromosom kelamin X manusia tergolong fragile X mengandung suatu tapak fragil


(fragil site) di dekat ujung lengan panjang. Tapak fragil tersebut terletak pada posisi Xq27.
Satu hipotesis menyatakan bahwa perubahan Xq27 bagaimanapun berbenturan (terjadi
bersama) dengan pengaktifan kembali kromosom fragil X perempuan heterokromatis yang
terjadi pada sel-sel pra oogonium. Hal tersebut mengakibatkan perempuan pembawa sebuah
kromosom fragil X melahirkan turunan yang memiliki satu kromosom X inaktif atau yang tidak
sepenuhnya aktif.

HORMON DAN DIFERENSIASI KELAMIN

Sistem hormon yang mengatur lingkungan internal atau fisiologis makhluk hidup tidak
mempengaruhi secara langsung proses fundamental determinasi kelamin. Namun demikian,
sistem hormon penting untuk perkembangan ciri-ciri kelamin sekunder seperti perbedaan
fisiologi (laju metabolisme, tekanan darah, denyut jantung, dan pernapasan), struktur tulang,
suara, perkembangan dada, dan rambut. Pada hewan-hewan tinggi (termasuk manusia),
hormon-hormon kelamin disintesis oleh indung telur, testis, dan kelenjar adrenalin, yang
distimulasi oleh hormon-hormon hipofisis.
BAB IV

HERMAPRODITISMA DAN BEBERAPA FENOMENA AKIBAT ANEUPLOIDI


KROMOSOM KELAMIN PADA MANUSIA

Hermaproditisma Sejati (True Hermaphroditism)

Individu sejati tersusun dari dua tipe sel yang memiliki kariotip berbeda, yang dapat
dijelaskan sebagai hasil dari fusi sel (Maxson dkk., 1985). Individu merupakan hasil fusi sel
pada awal perkembangan, antara zigot-zigot yang berbeda dan disebut dengan chimera.
Individu-individu hermaprodit sejati dapat muncul sebagai akibat dari kejadian gagal berpisah
mitosis (Maxson dkk., 1985). Kejadian gagal berpisah ini dapat terjadi pada awal
perkembangan suatu embrio berkromosom kelamin XX atau XXY, yang menghasilkan suatu
mosaic dari galur-galur sel XO/XY, XX/XY dan sebagainya.

Pada umumnya chimera ditemukan karena zigot-zigot yang mengalami fusi berkelamin
berbeda. Chimera dapat terbentuk melalui cara lain yaitu pada contoh suatu polar body yang
dibuahi oleh sperma pada waktu bersamaan pada saat ovum atau sel telur dibuahi oleh sperma
yang lain. Apabila satu sperma memiliki kromosom kelamin X, sedangkan lainnya memiliki
kromosom Y, maka zigot-zigot yang terbentuk memiliki kelamin yang berbeda dan fusi yang
terjadi antara dua zigot tersebut akan menghasilkan dua tipe sel yang berbeda pada individu
tersebut. Kariotip-kariotip chimera yaitu chi 46, XX/46, XY; chi 45, XO/46, XY; chi 46,
XX/47, XXY; chi 45, XO/46, XY/47, XYY.

Feminizing Male Pseudohermaphroditism

Pseudohermaproditisme jantan yang bersifat kebetinaan ini dimungkinkan dapat terjadi


karena adanya suatu gen mutan dominan autosomal yang dipengaruhi kelamin disamping m
enghubungkannya dengan suatu gen mutan resesif yang terpaut kromosom kelamin X.
Memiliki kariotip 46, XY atau 46, XY/45, X. Pengidap feminizing male
pseudohermaphroditism memiliki fenotip perempuan, dengan karakteristik kelamin sekunder
yang kurang berkembang.

Masculinizing Male Pseudohermaphroditism


Individu pseudohermaprodit yang memiliki kariotip 46, XY atau mosaic 46, XY/45,X
ini tidak nampak sebagai laki-laki maupun perempuan karena memiliki testis yang tidak
berkembang sempurna, penis meragukan, tetapi payudara tidak berkembang dan tubuh
berambut seperti laki-laki.

Guevodoces

Adanya perkawinan sedarah yang terjadi di Republik Dominika (di desa Salinas)
mengakibatkan ditemukannya 24 individu pseudohermaprodit yang memiliki kariotip 46, XY.
Pada individu pseudohermaprodit tersebut memiliki scrotum yang tampak seperti labia,
memiliki kantung vagina yang buntu, dan penis serupa clitoris.

Pada awalnya individu tersebut berkembang menjadi gadis akan tetapi pada saat
memasuki masa pubertas suara menjadi besar, perkembangan otot bersifat maskulin, dan
clitoris membesar menjadi penis. Individu guevodoces ini pada akhirnya fungsional penuh
sebagai jantan, berorietasi psikologis maskulin serta fertil. Kelainan yang terjadi pada
guevodoces disebabkan karena adanya suatu alela autosomal resesif yang mempengaruhi
penggunaan testoteron.

Female Pseudohermaphroditism

Pada individu ini ditemukan adanya kariotip 46, XX yang seharusnya berjenis kelamin
perempuan akan tetapi tanda-tanda kelamin mengarah pada jenis kelamin laki-laki. Fenotip
dari individu ini seperti pria dengan alat kelamin eksternal yang meragukan dan memiliki
ovarium tetapi tidak sempurna. Hal ini disebabkan karena proliferasi kelenjar adrenalin janin
perempuan atau ketidakseimbangan hormonal ibu sebelum kelahiran dari anak
pseudohermaprodit tersebut.

Proliferasi yang berlebihan pada korteks kelenjar anak ginjal mengakibatkan hormon
laki-laki berlebihan. Pertumbuhan yang berlebihan dari korteks anak ginjal janin tersebut
disebabkan oleh homozigositas gen-gen resesif yang bertanggungjawab terhadap enzim-enzim
pada metabolism steroid.

Sindrom Turner

Sindrom turner ini dapat terjadi karena aneuploidi pada kromosom kelamin. Fenotip
pada sindrom turner merupakan betina (perempuan) tetapi ovarium kurang berkembang, serta
memiliki karakteristik kelamin sekunder yang berkembang tidak sempurna, memiliki tubuh
pendek, leher bergelambir, serta mengalami keterbelakangan mental.

Sindrom turner terjadi karena individu betina yang mengalami gagal berpisah pada saat
meiosis gametogenesis atau karena peristiwa gagal berpisah selama mitosis pada masa awal
perkembangan perkembangan embrional.

Sindrom Klinefelter

Sindrom Klinefelter terjadi karena aneuploidi pada kromosom kelamin yang pada
dasarnya berkelamin jantan (pria). Kariotip yang umum pada sindrom ini adalah trisomy 47,
XY. Kelamin dari individu yang mengidap sindrom klinefelter mengalami feminisasi. Individu
tersebut memiliki testis kecil yang tidak normal dan tidak mampu mengalami spermatogenesis.
Para pengidap sindrom ini biasanya steril, sering berinteligensi rendah, serta cenderung
mempunyai anggota gerak yang lebih panjang.

Pria XYY

Sindrom pria XYY terjadii karena aneuploidy kromosom kelamin, kariotip dari
sindrom ini adalah 47, XYY. Pria yang memiliki sindrom ini biasanya terlihat seperti pria
normal termasuk fertile, tetapi memiliki tubuh yang tinggi melebihi tinggi rata-rata pria normal,
memiliki IQ rendah yaitu antara 85-90, tetapi ada juga yang menyatakan memiliki IQ 80-118,
dan terkadang ditemukan adanya kelainan alat kelamin eksternal maupun internal.

Penyimpangan karena Aneuploidi Kromosom Kelamin Lain

Individu perempuan yang terlahir dengan kariotip 47, XXX (trisomi), 48, XXXX
(tetrasomi), dan 49, XXXXX (pentasomi) memiliki sangkut-paut dengan aneuploidy
kromosom kelamin. Individu yang mengalami kelainan itu disebut dengan “betina super” atau
metafemale. Individu yang memiliki kariotip 47, XXX memiliki alat kelamin yang kurang
berkembang, kesuburan terbatas dan mengalami keterbelakangan mental.
BAB V

PEMBALIKAN KELAMIN

PEMBALIKAN KELAMIN PADA RAGI

Pada ragi dikenal kelamin (mating type) yang tersebut sebagai a dan α. Banyak strain
ragi tidak memiliki kelamin yang stabil, cepat beralih antara kelamin a dan α. Pada ragi yang
homotalus, gen-gen kelamin dari sel-sel haploid berubah jauh lebih cepat daripada yang dapat
diantisipasi oleh mekanisme lain yang mencakup mutasi spontan. Perubahan yang cepat
semacam itu tidak ditemukan pada strain-strain heterotalus. Sifat homotalus dan heterotalus
ditentukan oleh sebuah alela yang disebut Ho, yang terletak pada kromosom 4.

Pada mulanya pembalikan kelamin pada ragi dinyatakan berhubungan dengan alela
MAT a dan Mat α. Alela-alela itu terletak pada kromosom 3 tepatnya di lokus MAT. Alela MAT
a menspesifikasikan kelamin α, sedangkan kelamin α dimanifestasikan bilamana alela MAT α
menempati lokus MAT.

Selain gen MAT, ada juga dua lokus kelamin (tidak terekspresikan) yang terletak di
sebelah kiri dan kanan lokus MAT. Lokus disebelah kiri adalah HML terletak pada posisi 200
kb dari lokus MAT, sedangkan yang terletak di sebelah kanan adalah HMR. HML mengandung
suatu kopi diam untuk informasi α. HMR juga merupakan gen diam, mengandung informasi
yang spesifik untuk a. Pemindahan gen-gen tersebut mencakup pemberian informasi genetik
(disebut suatu kaset) dari salah satu gen yang tidak terekspresi ke lokus MAT.

Empat gen SIR (SIR 1,2,3,dan 4) yang tidak terletak pada kromosom 3 juga berpengaruh
terhadap kerja gen HML α dan HML a. Jika salah satu dari gen-gen SIR tersebut tidak bekerja,
maka gen HML α dan HML a ditranskripsikan dengan kecepatan yang sama dengan gen pada
lokus MAT. Diketahui pula bahwa daerah E di dekat gen HML dan HMR juga ikut berperan
sehingga gen HML dan HMR tidak terekspresi.

PEMBALIKAN KELAMIN PADA IKAN

Pembalikan kelamin pada ikan bisa terjadi secara alami maupun buatan. Pembalikan
kelamin ikan dapat terjadi berupa pembalikan dari kelamin betina menjadi jantan atau
sebaliknya. Pada ikan laut protogynous, individu-individu betina yang sudah matang secara
reproduktif berbalik kelamin menjadi individu-individu jantan yang fungsional secara
reproduktif. Pembalikan kelamin tersebut terkait dengan tranformasi struktur dan fungsi
hipofise maupun gonad. Pada Labroides dimidiatus, jika individu jantan mati, maka individu
betina yang paling dominan akan menolak individu-individu jantan (lain) yang akan memasuki
kelompok yang bersangkutan. Apabila upaya itu berhasil, maka individu betina itu akan
berubah menjadi individu jantan dan dalam jangka waktu dua minggu individu jantan baru itu
sudah mampu menghasilkan sperma yang fertil.

Sebenarnya faktor penginisiasi pembalikan kelamin pada kelompok sosial ikan bukan
hanya matinya (penghilangan) individu jantan (pada kelompok protogynous) dan individu
betina (pada kelompok ikan protandrous). Ada beberapa faktor lain yang diduga berperan
sebagai penginisiasi pembalikan kelamin, diantaranya perubahan-perubahan fisiologis
endogen yang terkait dengan beberapa keadaan atau kondisi. Kondisi tersebut diartikan sebagai
“suatu ukuran tertentu”, “tingkat perkembangan”, serta “peningkatan rasio kelamin (dewasa)
betina terhadap jantan”.

Pembalikan kelamin buatan pada ikan banyak dilakukan dengan bantuan sex inducer
berupa hormon steroid. Pembalikan kelamin pada ikan dari individu betina menjadi jantan
dilakukan dengan bantuan hormon-hormon steroid yang tergolong inducer jantan (misalnya
kelompok androgen), sedangkan pembalikan kelamin pada ikan dari individu jantan menadi
betina dilakukan dengan bantuan hormon-hormon steroid yang tergolong inducer betina
(misalnya kelompok estrogen).

PEMBALIKAN KELAMIN PADA BURUNG

Pada ayam betina (ZW) yang telah bertelur diketahui juga dapat mengalami pembalikan
kelamin berupa perubahan ciri-ciri yaitu seperti perkembangan bulu jantan, kemampuan
berkokok, dan juga dapat mengalami perkembangan testis yang dapat menghasilkan sel-sel
sperma. Hal tersebut dapat terjadi karena kerusakan pada jaringan ovarium karena penyakit,
pada keadaan disaat tanpa hormone kelamin betina, jaringan testiskuler rudimenter yang
terdapat ditengah ovarium mengalami proliferasi.

SOAL

1. Apa saja sifat-sifat yang terpaut pada kromosom Y manusia?

Jawab: Sifat-sifat pada manusia hingga saat ini dikontrol oleh gen-gen holandrik dan
adapula yang menyimpulkan bahwa kromosom Y manusia hanya mengandung sedikit gen
yang memperlihatkan efek secara fenotif. Beberapa gen holandrik pada manusia yang telah
dilaporkan antara lain gen h (hypertrichosis) yang menyebabkan tumbuhnya rambut di
daerah tertentu di tepi daun telinga. Gen hg (hystrixgravier) menyebabkan pertumbuhan
rambut panjang dan kaku dipermukaan tubuh, sehingga menyerupai landak. Gen wt
menyebabkan tumbuhnya kulit diantara jari-jari (terutama jari kaki).

2. Mengapa kegagalan pengaktifan kembali kromosom kelamin X dapat terjadi?

Jawab: Kromosom kelamin X manusia tergolong fragile X mengandung suatu tapak fragil
(fragil site) di dekat ujung lengan panjang. Tapak fragil tersebut terletak pada posisi Xq27.
Satu hipotesis menyatakan bahwa perubahan Xq27 bagaimanapun berbenturan (terjadi
bersama) dengan pengaktifan kembali kromosom fragil X perempuan heterokromatis yang
terjadi pada sel-sel pra oogonium. Hal tersebut mengakibatkan perempuan pembawa sebuah
kromosom fragil X melahirkan turunan yang memiliki satu kromosom X inaktif atau yang
tidak sepenuhnya aktif.

3. Bagaimana mekanisme pembalikan pada burung?


Jawab: Pada ayam betina (ZW) yang telah bertelur diketahui juga dapat mengalami
pembalikan kelamin berupa perubahan ciri-ciri yaitu seperti perkembangan bulu jantan,
kemampuan berkokok, dan juga dapat mengalami perkembangan testis yang dapat
menghasilkan sel-sel sperma. Hal tersebut dapat terjadi karena kerusakan pada jaringan
ovarium karena penyakit, pada keadaan disaat tanpa hormone kelamin betina, jaringan
testiskuler rudimenter yang terdapat ditengah ovarium mengalami proliferasi.

4. Apa yang dimaksud dengan tipe perkelaminan gonochoristic pada ikan?


Jawab: pada ikan yang mengalami tipe perkelaminan gonochoristic, ikan yang memiliki
gonad dibedakan menjadi dua, yaitu spesies yang memiliki gonad yang belum mangalami
diferensiasi dan gonad yang sudah mengalami diferensiasi. Pada gonad yang belum
mengalami diferensiasi, pertama-tama gonad tersebut berkembang menjadi gonad yang
serupa dengan ovarium kemudian sekitar separuhnya menjadi individu jantan sedangkan
separuhnya lagi menjadi individu betina sedangkan pada gonad yang sudah mengalami
diferensiasi, gonad tersebut langsung berdiferensiasi menjadi testis atau ovarium.

Anda mungkin juga menyukai