Anda di halaman 1dari 52

PENENTUAN JENIS KELAMIN

• Apabila kita berbicara tentang jenis kelamin / seks dari suatu makhluk
hidup, tentu perhatian kita akan tertuju pada adanya makhluk berjenis
kelamin jantan dan betina. Perbedaan jenis kelamin pada umunya
dipengaruhi oleh dua faktor :
• Faktor Lingkungan. Biasanya yang mengambil peranan disini adalah
keadaan fisiologis. Jika kadar hormon kelamin dalam tubuh tidak
seimbang penghasilan atau peredaranya, maka pernyataan fenotip
pada suatu makhluk mengenai kelaminya dapat berubah. Akibatnya
watak kelaminnya mengalami perubahan.
• Faktor Genetik. Pada umunya dapat dikatakan bahwa faktor genetiklah
yang menentukan jenis kelamin suatu makhluk hidup. Oleh karena
bahan genetik terdapat di dalam kromosom, maka perbedaan jenis
kelamin terdapat dalam komposisi kromosom.
• Penyelidikan pertama tentang adanya hubungan antara kromosom dengan
perbedaan jenis kelamin telah dilakukan oleh seorang Biologiwan
berkebangsaan Jerman bernama H. Henking pada tahun 1891. Ia dapat
menemukan adanya struktur tertentu dalam nucleus beberapa serangga
melalui spermatogenesis. Dikatakan bahwa separuh dari jumah
spermatozoa pada serangga itu memiliki struktur tersebut, sedangkan yang
separuh lainya tidak. Henking tidak mengatakan tentang pentingnya
struktur tersebut, melainkan hanya menamakanya “badan X”. Ia
membedakan spermatozoa atas yang memiliki dan tidak memiliki badan X.
• Pada tahun 1902, C. E. Mc Clung membenarkan penemuan Henking dan
melanjutkan penyelidikanya tentang kromosom pada berbagai jenis
belalang. Ia tidak dapat menemukan badan X dalam sel telur belalang
betina. Berhubungan dengan itu ia menegaskan bahwa badan X ada
hubunganya dengan penentuan jenis kelamin.
• Gen Rangkai Kelamin
• Keberadaan gen berangkai pada suatu spesies organisme, yang
meliputi urutan dan jaraknya satu sama lain, menghasilkan peta
kromosom untuk spesies tersebut, misalnya peta kromosom pada
lalat Drosophila melanogaster yang terdiri atas empat kelompok
gen berangkai.
• Salah satu dalam hal ini kromosom nomor 1, disebut sebagai
kromosom kelamin. Pemberian nama ini karena strukturnya pada
individu jantan dan individu betina memperlihatkan perbedaan
sehingga dapat digunakan untuk membedakan jenis kelamin
individu. Dan ternyata banyak sekali spesies organisme lainnya,
terutama hewan dan juga manusia, mempunyai kromosom kelamin.
• Gen-gen yang terletak pada kromosom kelamin dinamakan gen rangkai kelamin (sex-linked
genes) sementara fenomena yang melibatkan pewarisan gen-gen ini disebut peristiwa
rangkai kelamin (linkage). Adapun gen-gen yang terletak pada kromosom selain kromosom
kelamin, yaitu kromosom yang pada individu jantan dan betina sama strukturnya sehingga
tidak dapat digunakan untuk membedakan jenis kelamin. Kromosom semacam ini
dinamakan autosom.
• Seperti halnya gen berangkai (autosomal), gen-gen rangkai kelamin tidak mengalami
segregasi dan penggabungan secara acak di dalam gamet-gamet yang terbentuk. Akibatnya,
individu-individu yang dihasilkan melalui kombinasi gamet tersebut memperlihatkan nisbah
fenotipe dan genotipe yang menyimpang dari hukum Mendel.
• Gen rangkai kelamin dapat dikelompok-kelompokkan berdasarkan atas macam kromosom
kelamin tempatnya berada. Oleh karena kromosom kelamin pada umumnya dapat
dibedakan menjadi kromosom X dan Y, maka gen rangkai kelamin dapat menjadi gen
rangkai X (X-linked genes) dan gen rangkai Y (Y-linked genes). Di samping itu, ada pula
beberapa gen yang terletak pada kromosom X tetapi memiliki pasangan pada kromosom Y.
Gen semacam ini dinamakan gen rangkai kelamin tak sempurna (incompletely sex-linked
genes).
• Pewarisan Rangkai X
• Percobaan yang pertama kali mengungkapkan adanya peristiwa rangkai kelamin
dilakukan oleh T.H Morgan pada tahun 1910. Dia menyilangkan lalat D. melanogaster
jantan bermata putih dengan betina bermata merah. Lalat bermata merah lazim
dianggap sebagai lalat normal atau tipe alami (wild type), sedang gen pengatur tipe
alami, misalnya pengatur warna mata merah ini, dapat dilambangkan dengan tanda +. 
Biasanya, meskipun tidak selalu, gen tipe alami bersifat dominan terhadap alel
mutannya.
• Hasil persilangan Morgan tersebut, khususnya pada generasi F 1, ternyata berbeda jika
tetua jantan yang digunakan adalah tipe alami (bermata merah) dan tetua betinanya
bermata putih. Dengan perkataan lain, perkawinan resiprok menghasilkan keturunan
yang berbeda. Persilangan resiprok dengan hasil yang berbeda ini memberikan petunjuk
bahwa pewarisan warna mata pada Drosophila ada hubungannya dengan jenis kelamin,
dan ternyata kemudian memang diketahui bahwa gen yang mengatur warna mata pada
Drosophila terletak pada kromosom kelamin, dalam hal ini kromosom X. Oleh karena
itu, gen pengatur warna mata ini dikatakan sebagai gen rangkai X.
Secara skema pewarisan warna mata pada Drosophila dapat dilihat pada
Gambar 6.1. Kromosom X dan Y masing-masing lazim dilambangkan
dengan tanda dan .

P: + + w P: w w +

x x

betina normal jantan mata putih betina mata putih jantan normal

F1 : + w + F1: + w w

betina normal jantan normal betina normal jantan mata putih

a) b)
• Diagram persilangan rangkai X pada Drosophila
• Jika kita perhatikan Gambar 6.1.b, akan nampak bahwa lalat F 1 betina
mempunyai mata seperti tetua jantannya, yaitu normal/merah.
Sebaliknya, lalat F1 jantan warna matanya seperti tetua betinanya, yaitu
putih. Pewarisan sifat semacam ini disebut sebagai criss cross inheritance.
• Pada Drosophila, dan juga beberapa spesies organisme lainnya, individu
betina membawa dua buah kromosom X, yang dengan sendirinya
homolog, sehingga gamet-gamet yang dihasilkannya akan mempunyai
susunan gen yang sama. Oleh karena itu, individu betina ini dikatakan
bersifat homogametik. Sebaliknya, individu jantan yang hanya membawa
sebuah kromosom X akan menghasilkan dua macam gamet yang berbeda,
yaitu gamet yang membawa kromosom X dan gamet yang membawa
kromosom Y. Individu jantan ini dikatakan bersifat heterogametik.
• Rangkai X pada kucing
• Warna bulu pada kucing ditentukan oleh suatu gen rangkai X. Dalam
keadaan heterozigot gen ini menyebabkan warna bulu yang dikenal
dengan istilah tortoise shell. Oleh karena genotipe heterozigot untuk gen
rangkai X hanya dapat dijumpai pada individu betina, maka kucing
berbulu tortoise shell hanya terdapat pada jenis kelamin betina.
Sementara itu, individu homozigot dominan (betina) dan hemizigot
dominan (jantan) mempunyai bulu berwarna hitam. Individu homozigot
resesif (betina) dan hemizigot resesif (jantan) akan berbulu kuning.
• Istilah hemizigot digunakan untuk menyebutkan genotipe individu dengan
sebuah kromosom X. Individu dengan gen dominan yang terdapat pada
satu-satunya kromosom X dikatakan hemizigot dominan. Sebaliknya, jika
gen tersebut resesif, individu yang memilikinya disebut hemizigot resesif.
• Rangkai X pada manusia
• Salah satu contoh gen rangkai X pada manusia adalah gen resesif yang menyebabkan
penyakit hemofilia, yaitu gangguan dalam proses pembekuan darah. Sebenarnya,
kasus hemofilia telah dijumpai sejak lama di negara-negara Arab ketika beberapa
anak laki-laki meninggal akibat perdarahan hebat setelah dikhitan. Namun, waktu itu
kematian akibat perdarahan ini hanya  dianggap sebagai takdir semata.
• Hemofilia baru menjadi terkenal dan dipelajari pola pewarisannya setelah beberapa
anggota keluarga Kerajaan Inggris mengalaminya. Awalnya, salah seorang di antara
putra Ratu Victoria menderita hemofilia sementara dua di antara putrinya karier atau
heterozigot. Dari kedua putri yang heterozigot ini lahir tiga cucu laki-laki yang
menderita hemofilia dan empat cucu wanita yang heterozigot. Melalui dua dari
keempat cucu yang heterozigot inilah penyakit hemofilia tersebar di kalangan
keluarga Kerajaan Rusia dan Spanyol. Sementara itu, anggota keluarga Kerajaan
Inggris saat ini yang merupakan keturunan putra/putri normal Ratu Victoria bebas
dari penyakit hemofilia.
• Rangkai Z pada ayam
• Pada dasarnya pola pewarisan sifat rangkai Z sama dengan pewarisan
sifat rangkai X. Hanya saja, kalau pada rangkai X individu
homogametik berjenis kelamin pria/jantan sementara individu
heterogametik berjenis kelamin wanita/betina, pada rangkai Z justru
terjadi sebaliknya. Individu homogametik (ZZ) adalah jantan, sedang
individu heterogametik (ZW) adalah betina.
• Contoh gen rangkai Z yang lazim dikemukakan adalah gen resesif br
yang menyebabkan pemerataan pigmentasi bulu secara normal pada
ayam. Alelnya, Br, menyebabkan bulu ayam menjadi burik. Jadi, pada
kasus ini alel resesif justru dianggap sebagai tipe alami atau normal
(dilambangkan dengan +), sedang alel dominannya merupakan alel
mutan.
• Pewarisan Rangkai Y
• Pada umumnya kromosom Y hanya sedikit sekali mengandung gen yang
aktif. Jumlah yang sangat sedikit ini mungkin disebabkan oleh sulitnya
menemukan alel mutan bagi gen rangkai Y yang dapat menghasilkan
fenotipe abnormal. Biasanya suatu gen/alel dapat dideteksi keberadaannya
apabila fenotipe yang dihasilkannya adalah abnormal. Oleh karena fenotipe
abnormal yang disebabkan oleh gen rangkai Y jumlahnya sangat sedikit,
maka gen rangkai Y diduga merupakan gen yang sangat stabil.
• Gen rangkai Y jelas tidak mungkin diekspresikan pada individu
betina/wanita sehingga gen ini disebut juga gen holandrik. Contoh gen
holandrik pada manusia adalah Hg dengan alelnya hg yang menyebabkan
bulu kasar dan panjang, Ht dengan alelnya ht yang menyebabkan
pertumbuhan bulu panjang di sekitar telinga, dan Wt dengan alelnya wt
yang menyebabkan abnormalitas kulit pada jari.
• Pewarisan Rangkai Kelamin Tak Sempurna
• Meskipun dari uraian di atas secara tersirat dapat ditafsirkan bahwa
kromosom X tidak homolog dengan kromosom Y, ternyata ada bagian
atau segmen tertentu pada kedua kromosom tersebut yang homolog
satu sama lain. Dengan perkataan lain, ada beberapa gen pada
kromosom X yang mempunyai alel pada kromosom Y. Pewarisan sifat
yang diatur oleh gen semacam ini dapat dikatakan tidak dipengaruhi
oleh jenis kelamin, dan berlangsung seperti halnya pewarisan gen
autosomal. Oleh karena itu, gen-gen pada segmen kromosom X dan Y
yang homolog ini disebut juga gen rangkai kelamin tak sempurna.
• Pada D. melanogaster terdapat gen rangkai kelamin tak sempurna
yang menyebabkan pertumbuhan bulu pendek. Pewarisan gen yang
bersifat resesif ini dapat dilihat pada Gambar 6.2.
Diagram pewarisan gen rangkai kelamin tak sempurna
Dapat dilihat pada Gambar bahwa perkawinan resiprok untuk gen rangkai kelamin tak sempurna
akan memberikan hasil yang sama seperti halnya hasil yang diperoleh dari perkawinan resiprok untuk
gen-gen autosomal. Jadi, pewarisan gen rangkai kelamin tak sempurna mempunyai pola seperti
pewarisan gen autosomal.

P: P:

+ + x b b b b x + +

betina normal jantan bulu pendek betina bulu pendek jantan normal

F1 : F1:

+ b + b + b + b

betina normal jantan normal betina normal jantan normal

a) b)
• Sistem Penentuan Jenis Kelamin
• Telah disebutkan di atas bahwa pada manusia dan mamalia, dalam hal ini
kucing, individu pria / jantan adalah heterogametik (XY) sementara wanita /
betina adalah homogametik (XX). Sebaliknya, pada ayam individu jantan
justru homogametik (ZZ) sementara individu betinanya heterogametik (ZW).
Penentuan jenis kelamin pada manusia / mamalia dikatakan mengikuti sistem
XY, sedang pada ayam, dan unggas lainnya serta ikan tertentu, mengikuti
sistem ZW.
• Selain kedua sistem tersebut, masih banyak sistem penentuan jenis kelamin
lainnya. Berikut ini akan dijelaskan beberapa di antaranya.
• Sistem XY
• Sistem ini ditemukan pada tumbuhan, hewan dan manusia.
~ Genosom X berukuran lebih besar dibandingkan genosom Y. XX merupakan
betina, XY merupakan jantan.
Sistem XY Pada Manusia
Kromosom manusia dibedakan atas autosom
dan kromosom kelamin. Sel tubuh manusia
mengandung 46 kromosom yang terdiri dari 44
(22 pasang autosom) dan (2 atau 1 pasang
kromosom kelamin). Pada wanita kromosom
kelamin berupa 2 buah kromosom –X bersifat
homogametik, sedang pada pria berupa
sebuah kromosom –X dan kromosom –Y
bersifat heterogametik.
• Perbandingan seks pada Manusia
• Kemungkinan lahir anak perempuan atau laki-laki secara
teoritis mengikuti perbandingan seks 1 perempuan : 1 laki-
laki, tetapi terkadang tampak bahawa salah satui seks kerap
kali melebihi jumlahnya dibanding dengan seks yang lain.
Beberapa motivasi yang menerangkan kejanggalan tersebut ;
• Migrasi
• Dengan adanya perpindahan penduduk, maka suatu daerah
dapat memiliki kelebihan salah satu seks.
• ..
• Sistem XY pada Drosophila
• Drosophila banyak digunakan untuk penelitian
Genetika, karena :
• Mudah dipelihara pada media makanan yang
sederhana, pada suhu kamar dan didalam botol
susu ukuran sedang.
• Mempunyai siklus hidup pendek, kira-kira 2
minggu.
• Mempunyai tanda-tanda kelamin sekunder yang
mudah dibedakan.
• Mempunyai 8 kromosom saja, sehingga mudah
menghitungnya.
• Sistem XO
• Sistem XO dijumpai pada beberapa jenis serangga, misalnya
belalang. Di dalam sel somatisnya, individu betina memiliki dua
buah kromosom X sementara individu jantan hanya mempunyai
sebuah kromosom X. Jadi, hal ini mirip dengan sistem XY.
Bedanya, pada sistem XO individu jantan tidak mempunyai
kromosom Y. Dengan demikian, jumlah kromosom sel somatis
individu betina lebih banyak daripada jumlah pada individu
jantan. Sebagai contoh, E.B. Wilson menemukan bahwa sel
somatis serangga Protenor betina mempunyai 14 kromosom,
sedang pada individu jantannya hanya ada 13 kromosom.
• Sistem nisbah X/A
• C.B. Bridge melakukan serangkaian penelitian mengenai 
jenis kelamin pada lalat Drosophila. Dia berhasil
menyimpulkan bahwa sistem penentuan jenis kelamin
pada organisme tersebut berkaitan dengan nisbah
banyaknya kromosom X terhadap banyaknya autosom,
dan tidak ada hubungannya dengan kromosom Y. Dalam
hal ini kromosom Y hanya berperan mengatur fertilitas
jantan. Secara ringkas penentuan jenis kelamin dengan
sistem X/A pada lalat Drosophila dapat dilihat pada Tabel
6.1.
Tabel Penentuan jenis kelamin pada lalat Drosophila

Jika kita perhatikan kolom pertama pada Tabel,


akan terlihat bahwa ada beberapa individu
yang jumlah kromosom X-nya lebih dari dua
buah, yakni individu dengan jenis kelamin
Σ kromosom X Σ autosom nibah X/A
metabetina,
jenis kelamin
betina triploid dan tetraploid,
1 2 0,5
serta interseks. Adanya kromosom X yang
Jantan
2 2 1
didapatkan
Betina
melebihi jumlah kromosom X pada
3 2 1,5
individu
Metabetina
normal (diploid) ini disebabkan oleh
4 3 1,33
terjadinya
Metabetina
peristiwa yang dinamakan gagal
4 4 1
pisah (non disjunction), yaitu gagal
betina 4n
berpisahnya kedua kromosom X pada waktu
3 3 1 betina 3n
pembelahan meiosis.
3 4 0,75 Interseks
2 3 0,67 Interseks
2 4 0,5 Jantan
1 3 0,33 Metajantan
Diagram munculnya beberapa individu abnormal pada
Drosophila akibat peristiwa gagal pisah

Pada Drosophila terjadinya gagal pisah dapat menyebabkan terbentuknya


beberapa individu abnormal seperti nampak pada diagram.

P: E AAXX x AAXY G

gagal pisah

gamet : AXX AO AX AY

F1 : AAXXX AAXXY AAXO AAOY

betina super betina jantan steril letal


• Di samping kelainan-kelainan tersebut pernah pula
dilaporkan adanya lalat Drosophila yang sebagian
tubuhnya memperlihatkan sifat-sifat sebagai jenis
kelamin jantan sementara sebagian lainnya betina. Lalat
ini dikatakan mengalami mozaik seksual atau biasa
disebut dengan istilah ginandromorfi. Penyebabnya
adalah ketidakteraturan distribusi kromosom X pada
masa-masa awal pembelahan mitosis zigot. Dalam hal
ini ada sel yang menerima dua kromosom X tetapi ada
pula yang hanya menerima satu kromosom X.
• Andaikan terjadi nondisjunction selama oogenese (pebentukan sel telur) akan terbentuk
2 macam sel telur, yaitu sel telur yang membawa 2 kromosom X (3AXX) dan sebuah
kromosom sel telur tanpa X (3AO). Jika dalam keadaan ini terjadi pembuahan, sudah
tentu keturunan akan menyimpang dari keadaan normal, yaitu sebagai berikut :
• Sel telur yang memiliki 2 kromosom X apabila dibuahi oleh spermatozoon yang
membawa kromosom X akan menghasilkan lalat betina super (3AAXXX) yang memiliki 3
kromosom X. Lalat ini tidak lama hidupnya, karena mengalami kelainan dan
kemunduran pada beberapa alat tubuhnya.
• Sel telur yang memiliki 2 kromosom X apabila dibuahi oleh spermatozoon yang
membawa kromosom Y akan menghasilkan lalat betina yang memliki kromosom Y
(3AAXXY). Lalat ini fertile atau subur seperti lalat betina biasa.
•  
• Gambar perkawinan pada lalat Drosophila melanogaster yang menunjukan adanya
nondisjunction selama Oogenesis. Ada kemungkinan dihsilkan lalat betina super
3AAXXX, Lalat betina 3AAXXY, lalat jantan 3AAXO. Lalat YO tidak pernah dikenal karena
letal.
• Sel telur yang tidak memiliki kromosom X
apabila dibuahi oleh spermatozoon yang
membawa kromosom X akan menghasilkan
lalat jantan (3AAXO). Lalat ini steril.
• Sel telur tidak memiliki kromosom X apabila
dibuahi oleh spermatozoon yang membawa
kromosom Y tidak menghasilkan keturunan,
sebab letal. Jadi lalat (3AAYO) tidak dikenal.
• Partenogenesis
• Pada beberapa spesies Hymenoptera seperti semut, lebah, dan
tawon, individu jantan berkembang dengan cara partenogenesis,
yaitu melalui telur yang tidak dibuahi. Oleh karena itu, individu jantan
ini hanya memiliki sebuah genom atau perangkat kromosomnya
haploid.
• Sementara itu, individu betina dan golongan pekerja, khususnya pada
lebah, berkembang dari telur yang dibuahi sehingga perangkat
kromosomnya adalah diploid. Dengan demikian, dapat dikatakan
bahwa partenogenesis merupakan sistem penentuan jenis kelamin
yang tidak ada sangkut pautnya sama sekali dengan kromosom
kelamin tetapi hanya bergantung kepada jumlah genom (perangkat
kromosom).
• Sistem gen Sk-Ts
• Di atas disebutkan bahwa sistem penentuan jenis kelamin pada lebah tidak
berhubungan dengan kromosom kelamin. Meskipun demikian, sistem tersebut
masih ada kaitannya dengan jumlah perangkat kromosom.
• Pada jagung dikenal sistem penentuan jenis kelamin yang tidak bergantung, baik
kepada kromosom kelamin maupun jumlah genom, tetapi didasarkan atas
keberadaan gen tertentu. Jagung normal monosius (berumah satu) mempunyai
gen Sk, yang mengatur pembentukan bunga betina, dan gen Ts, yang mengatur
pembentukan bunga jantan.  Jagung monosius ini mempunyai fenotipe Sk_Ts_.
• Sementara itu, alel-alel resesif sk dan ts masing-masing menghalangi
pembentukan bunga betina dan mensterilkan bunga jantan. Oleh karena itu,
jagung dengan fenotipe Sk_tsts adalah betina diosius (berumah dua), sedang
jagung skskTs_ adalah jantan diosius. Jagung sksktsts berjenis kelamin betina
karena ts dapat mengatasi pengaruh sk, atau dengan perkataan lain, bunga betina
tetap terbentuk seakan-akan tidak ada alel sk.
• System ZW
• Pada beberapa jenis kupu, beberapa jenis ikan, beberapa jenis reptil dan
burung diketemukan bentuk kromosom kelamin yang berlainan daripada
yang telah diterangkan di muka. Yang jantan memiliki sepasang kromosom
kelamin yang sama bentuknya, maka dikatakan bersifat homogametik. Yang
betina bersifat heterogametik, karena satu kromosom kelamin berbentuk
seperti pada yang jantan, sedangkan satunya lagi sangat lain bentuknya.
Jadi keadaan ini kebalikan dengan manusia, sebab pada manusia, yang laki-
laki adalah heterogametik (XY) sedangkan yang perempuan homogametik
(XX). Untuk menghindari kekeliruan, maka kromosom kelamin pada hewan-
hewan tersebut di atas disebut ZZ dan ZW. Hewan jantan adalah ZZ, sedang
yang betina ZW. Jadi, semua spermatozoa mengandung kromosom kelamin
Z, sedangkan sel telurnya ada kemungkinan mengandung kromosom dan
kelamin Z dan ada kemungkinan mengandung kromosom kelamin W.
• Sistem penentuan kelamin ZW adalah sistem penentuan jenis
kelamin (seks) yang berlaku pada unggas, beberapa reptil
(termasuk biawak komodo), sebagian ikan, sebagian amfibia,
monotremata, dan sebagian serangga (termasuk kupu-kupu dan
ngengat, seperti ngengat sutera).
• Dalam sistem ini, sel telurlah yang menentukan jenis kelamin
keturunan, berbeda dari sistem penentuan kelamin XY dan
sistem penentuan kelamin X0. Huruf Z dan W digunakan untuk
membedakan sistem ini dari sistem XY. Jenis jantan memiliki
kelamin homogamet ZZ sedangkan betina memiliki kelamin
heterogamet ZW. Kromosom Z lebih besar dan memiliki gen
lebih banyak, seperti pada kromosom X dalam sistem XY.
• Kromosom Z memiliki sebuah gen bernama DMRT1 yang diketahui menentukan perkembangan gonad dan
testis pada embrio ayam.[1] Knockdown terhadap gen ini pada individu ZZ mengakibatkan terhambatnya
perkembangan testis menjadi seperti ovarium (kandung telur), menurunnya ekspresi gen SOX9 yang
merupakan gen penanda bagi ciri jantan dan meningkatnya aromatase yang menjadi penanda ciri betina.
Produk ekspresi gen DMRT1 tergantung pada dosis gen yang tersedia. Pada individu ZZ (jantan), terdapat
sepasang gen DMRT1 yang berfungsi penuh, sementara pada individu ZW (betina), hanya satu gen DMRT1
yang berfungsi penuh. Akibat kekurangan dosis ekspresi gen ini, testis tidak mampu berkembang dan
terbentuklah ovarium.
• Gen DMRT1 diketahui juga dimiliki oleh tikus, manusia (pada kromosom 9, yang menjadi padanan kromosom
Z ayam dan menyebabkan peristiwa terbentuknya individu XY berjenis kelamin wanita) [2], sejenis kadal[3] serta
monotremata.[4]. Pada ikan Oryzias latipes, gen DMY — yang merupakan salinan (copy) dari DMRT1 —
diketahui menentukan terbentuknya kromosom Y. Suatu ekuivalen gen DMRT1 pada lalat buah
Drosophila melanogaster dan nematoda Caenorhabditis elegans juga diketahui memepengaruhi perilaku
kawin dan organ pengindera kelamin jantan.[5]
• Suatu salinan DMRT1 pada kodok Xenopus laevis yang terdapat pada kromosom W (disebut DMW) terlibat
dalam perkembangan ovarium[6], barangkali dengan menghambat tindak DMRT1.[7] Fakta-fakta ini membawa
kepada dugaan bahwa DMRT1 yang paling berperan dalam penentuan kelamin pada sistem ZW dan bahwa
sistem ZW digunakan sebagai penentuan kelamin moyang dari unggas, reptilia, dan mamalia (Amniota),
sebelum kemudian sebagian besar mamalia menggantinya dengan gen SRY yang lebih berperan dalam sistem
XY.[7]
• System ZO
• Pada uggas (ayam, itik dan sebagainya) susunan kromosomnya
lain lagi. Yang betina hanya memiliki sebuah kromosom kelamin
saja, tetapai bentuknya lain dengan yang dijumpai pada
belalang. Karena itu ayam betina adalah ZO (heterogametik).
Ayam jantan memiliki sepasang kromosom kelamin yang sama
bentuknya, maka menjadi ZZ (homogametik). Jadi spermatozoa
ayam hanya satu macam saja, yaitu membawa kromosom
kelamin Z, sedang sel telurnya ada dua macam, mungkin
membawa kromosom Z dan mungkin juga tidak memiliki
kromosom kelamin sama sekali.
• System Haploid-Diploid
• Pada beberapa spesies Hymenoptera seperti semut, lebah, dan tawon, individu jantan
berkembang dengan cara partenogenesis, yaitu terbentuknya makhluk dari sel telur
tanpa didahului oleh pembuahan. Oleh karena itu, individu jantan ini hanya memiliki
sebuah genom atau perangkat kromosomnya haploid.
• Lebah madu jantan misalnya, bersifat haploid, yang memiliki 6 buah kromosom. Sel
telur yang yang dibuahi oleh spermatozoon akan menghasilkan lebah madu betina
yang berupa lebah ratu dan pekerja, masing-masing bersifat diploid dan memiliki 32
kromosom. Karena perbedaan tempat dan makanan, maka lebah ratu subur (fertil),
sedangkan lebah pekerja mandul (steril).
• Sementara itu, individu betina dan golongan pekerja, khususnya pada lebah,
berkembang dari telur yang dibuahi sehingga perangkat kromosomnya adalah diploid.
Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa partenogenesis merupakan sistem
penentuan jenis kelamin yang tidak ada sangkut pautnya sama sekali dengan
kromosom kelamin tetapi hanya bergantung kepada jumlah genom (perangkat
kromosom).
• Pengaruh lingkungan
• Sistem penentuan jenis kelamin bahkan ada pula yang
bersifat nongenetik. Hal ini misalnya dijumpai pada cacing
laut Bonellia, yang jenis kelaminnya semata-mata
ditentukan oleh faktor lingkungan.. F. Baltzer menemukan
bahwa cacing Bonellia yang berasal dari sebuah telur yang
diisolasi akan berkembang menjadi individu betina.
Sebaliknya, cacing yang hidup di lingkungan betina dewasa
akan mendekati dan memasuki saluran reproduksi cacing
betina dewasa tersebut untuk kemudian berkembang
menjadi individu jantan yang parasitik.
• Kromatin Kelamin dan Hipotesis Lyon
• Seorang ahli genetika dari Kanada, M.L. Barr, pada tahun 1949 menemukan
adanya struktur tertentu yang dapat memperlihatkan reaksi pewarnaan di
dalam nukleus sel syaraf kucing betina. Struktur semacam ini ternyata tidak
dijumpai pada sel-sel kucing jantan. Pada manusia dilaporkan pula bahwa sel-
sel somatis pria, misalnya sel epitel selaput lendir mulut, dapat dibedakan
dengan sel somatis wanita atas dasar ada tidaknya struktur tertentu yang
kemudian dikenal dengan nama kromatin kelamin atau badan Barr.
• Pada sel somatis wanita terdapat sebuah kromatin kelamin sementara sel
somatis pria tidak memilikinya. Selanjutnya diketahui bahwa banyaknya
kromatin kelamin ternyata sama dengan banyaknya kromosom X dikurangi
satu. Jadi, wanita normal mempunyai sebuah kromatin kelamin karena
kromosom X-nya ada dua. Demikian pula, pria normal tidak mempunyai
kromatin kelamin karena kromosom X-nya hanya satu.
• Dewasa ini keberadaan kromatin kelamin sering kali digunakan untuk menentukan jenis
kelamin serta mendiagnosis berbagai kelainan kromosom kelamin pada janin melalui
pengambilan cairan amnion embrio (amniosentesis). Pria dengan kelainan kromosom
kelamin, misalnya penderita sindrom Klinefelter (XXY), mempunyai sebuah kromatin
kelamin yang seharusnya tidak dimiliki oleh seorang pria normal. Sebaliknya, wanita
penderita sindrom Turner (XO) tidak mempunyai kromatin kelamin yang seharusnya ada
pada wanita normal.
• Mary F. Lyon, seorang ahli genetika dari Inggris mengajukan hipotesis bahwa kromatin
kelamin merupakan kromosom X yang mengalami kondensasi atau heterokromatinisasi
sehingga secara genetik menjadi inaktif. Hipotesis ini dilandasi hasil pengamatannya
atas ekspresi gen rangkai X yang mengatur warna bulu pada mencit. Individu betina
heterozigot memperlihatkan fenotipe mozaik yang jelas berbeda dengan ekspresi gen
semidominan (warna antara yang seragam). Hal ini menunjukkan bahwa hanya ada satu
kromosom X yang aktif di antara kedua kromosom X pada individu betina. Kromosom X
yang aktif pada suatu sel mungkin membawa gen dominan sementara pada sel yang lain
mungkin justru membawa gen resesif.
• Hipotesis Lyon juga menjelaskan adanya
mekanisme kompensasi dosis pada mamalia.
Mekanisme kompensasi dosis diusulkan
karena adanya fenomena bahwa suatu gen
rangkai X akan mempunyai dosis efektif yang
sama pada kedua jenis kelamin. Dengan
perkataan lain, gen rangkai X pada individu
homozigot akan diekspesikan sama kuat
dengan gen rangkai X pada individu hemizigot.
• Hormon dan Diferensiasi Kelamin
• Dari penjelasan mengenai berbagai sistem penentuan jenis kelamin
organisme diketahui bahwa faktor genetis memegang peranan
utama dalam ekspresi sifat kelamin primer. Selanjutnya, sistem
hormon akan mengatur kondisi fisiologi dalam tubuh individu
sehingga mempengaruhi perkembangan sifat kelamin sekunder.
• Pada hewan tingkat tinggi dan manusia hormon kelamin disintesis
oleh ovarium, testes, dan kelenjar adrenalin. Ovarium dan testes
masing-masing mempunyai fungsi ganda, yaitu sebagai penghasil
sel kelamin (gamet) dan sebagai penghasil hormon kelamin.
Sementara itu, kelenjar adrenalin menghasilkan steroid yang secara
kimia berhubungan erat dengan gonad.
• Gen terpengaruh kelamin
• Gen terpengaruh kelamin (sex influenced genes) ialah gen yang
memperlihatkan perbedaan ekspresi antara individu jantan
dan betina akibat pengaruh hormon kelamin. Sebagai contoh,
gen autosomal H yang mengatur pembentukan tanduk pada
domba akan bersifat dominan pada individu jantan tetapi
resesif pada individu betina. Sebaliknya, alelnya h, bersifat
dominan pada domba betina tetapi resesif pada domba jantan.
Oleh karena itu, untuk dapat bertanduk domba betina harus
mempunyai dua gen H (homozigot) sementara domba jantan
cukup dengan satu gen H (heterozigot).
Tabel 6.2. Ekspresi gen terpengaruh kelamin pada domba

Genotipe Domba jantan Domba betina


HH Bertanduk Bertanduk
Hh Bertanduk tidak bertanduk
Hh tidak bertanduk tidak bertanduk

• Contoh lain gen terpengaruh kelamin adalah gen


autosomal B yang mengatur kebotakan pada manusia.
Gen B dominan pada pria tetapi resesif pada wanita.
Sebaliknya, gen b dominan pada wanita tetapi resesif
pada pria. Akibatnya, pria heterozigot akan mengalami
kebotakan, sedang wanita heterozigot akan normal.
Untuk dapat mengalami kebotakan seorang wanita
harus mempunyai gen B dalam keadaan homozigot.
• Gen terbatasi kelamin
• Selain mempengaruhi perbedaan ekspresi gen di antara jenis kelamin,
hormon kelamin juga dapat membatasi ekspresi gen pada salah satu jenis
kelamin. Gen yang hanya dapat diekspresikan pada salah satu jenis kelamin
dinamakan gen terbatasi kelamin (sex limited genes). Contoh gen semacam
ini adalah gen yang mengatur produksi susu pada sapi perah, yang dengan
sendirinya hanya dapat diekspresikan pada individu betina. Namun,
individu jantan dengan genotipe tertentu sebenarnya juga mempunyai
potensi untuk menghasilkan keturunan dengan produksi susu yang tinggi
sehingga keberadaannya sangat diperlukan dalam upaya pemuliaan ternak
tersebut.
• Kelainan Kromosom pada Manusia
• Kelainan kromosom pada manusia dapat dibedakan
atas :
• Kelainan Pada Kromosom Kelamin
– Sindrom Turner
• Orang yang mengalami pengurangan pada kromosom
Y, sehingga mempunyai kariotip 22AA+XO. Orang yang
emnalami sindrom Turner berkelamin wanita, tetapi
ovariumnya tidak tumbuh. Peristiwa ini disebut
ovaricular disgenesis.
• Sifat-sifat penderita antara lain :
• * Tubuhnya pendek, tidak sesuai dengan umurnya
• * Dada bidang dan pinggul lebih sempit
• * Tidak memiliki kromatin kelamin
• * Individunya perempuan
• * Mandul
• * Gonad ovari asas (struktur gonadal kurang berkembang)
• * Tidak datang haid
• * Peningkatan berat badan, obesiti
• * Buah dada yang kurang berkembang
Kemungkinan terjadi karena ada nondisjunction
selama orang tuanya membentuk gamet
– Sindrom Klinefelter
• Pada sindrom Klinefelter, bayi laki-laki terlahir dengan kelebihan 1 kromosom X, sehingga mempunyai
kariotip 22AA+XXY. Penderita penyakit ini ada yang disebut testicular disgenesis karenatestis tidak
tumbuh, sehingga tidak dapat menghasilkan sperma yang mengakibatkan kemandulan, ada juga yang
disebut gynaecomatis karena payudara tumbuh, tetapi kelaminya dikenal sebagai pria.
• Pria dan wanita biasanya memiliki 2 kromosom seks. Wanita mendapatkan 2 kromosom X, 1 dari ibu, 1
dari ayah. Pria mendapatkan 1 kromosom X dari ibu dan 1 kromosom Y dari ayah.
• Pria dengan sindrom Klinefelter biasanya memiliki kelebihan kromosom X sehingga mereka memiliki 3
kromosom seks, yaitu 2 kromosom X dan 1 kromosom Y. Sindrom ini ditemukan pada 1 diantara 700
bayi baru lahir. Sifat-sifat penderita :
• * Kaki dan lengan kelihatan panjang, sehingga keseluruhan tubuhnya nampak panjang
• * Memiliki satu kromatin kelamin
• * Individunya laki-laki
• * Dada sempit, pinggul lebar, suatu keadaan yang biasanya terdapat pada wanita normal
• * Setelah mencapai masa akil-baliq, payudara membesar tetapi testis mengecil
• * Mandul
• * Mempunyai keinginan untuk kawin
• * Kemungkinan terjadi karena ada nondisjunction selama orang tuanya membentuk gamet
– Wanita Super
• Wanita ini kelebihan sebuah kromosom X, sehingga
memiliki 47 kromosom, dengan formula kromosom
22AAXXX atau disingkat sebagai wanita XXX. Wanita
ini hidupnya tidak lama, biasanya meninggal di
waktu masih kanak-kanak, karena banyak alat-alat
tubuhnya tidak sempurna perkembanganya.
• Kemungkinan terjadinya karena ada nondisjunction
pada waku ibunya membentuk sel telur.
– Pria XYY
• Pada sindrom XYY, seorang bayi laki-laki terlahir
dengan kelebihan kromosom Y.
• Pria biasanya hanya memiliki 1 kromosom X dan 1
kromosom Y, digambarkan sebagai 46, XY.
• Pria dengan sindrom XYY memiliki 2 kromosom Y
dan digambarkan sebagai 47, XYY. Kelainan ini
ditemukan pada 1 diantara 1.000 pria.
penutup
• Gen-gen yang terletak pada kromosom kelamin dinamakan gen rangkai kelamin (sex-linked genes). gen-gen rangkai kelamin tidak mengalami
segregasi dan penggabungan secara acak di dalam gamet-gamet yang terbentuk.
• Tipe – tipe penentuan jenis kelamin diantaranhya:
• Tipe XO
• Organisme yang mempunyai sebuah kromosom X saja,pada belalang jantan
• Tipe XY
• Tipe ZW
• Ditemukan pada ikan,bentuk kromosom kelamin berbeda dengan diterangkan dimuka
• Tipe ZO
• Pada ayam betina
• Tipe haploid – diploid
• Penentuan jenis kelamin tidak ditentukan oleh kromosom kelamin
• Tipe gen Sk-Ts
• Didasarkan atas keberadaan gen tertentu yaitu gen Sk pada betina dan Ts pada jantan
• Hipotesis Lyon
• Mary F. Lyon berpendapat bahwa kromatin kelamin merupakan kromosom X yang mengalami kondensasi atau heterokromatinisasi sehingga
secara genetik menjadi inaktif.
• Pengaruh hormon pada penentuan jenis kelamin adalah hormon akan mengatur kondisi fisiologi dalam tubuh individu sehingga mempengaruhi
perkembangan sifat kelamin sekunder.
• Kelainan pada kromosom diantaranya:
• Sindrom turner (wanita XO) yaitu wanita yang kekurangan sebuah kromosom X
• Sindrom klinefter (laki-laki XXY) yaitu laki-laki yang kelebuhan sebuah kromosom X
• Wanita super yaitu wanita kelebihan sebuah kromosom X
• Pria XYY

Anda mungkin juga menyukai