Diusun Oleh :
KELOMPOK 7
1. Umi Fhatonah (09320086)
2. Dayu Zain (09320053)
3. Maediyana Sari (09320068)
4. Johan Tri Bayuntoro (09320062)
5. Vina Kartika Sari (09320087)
DAFTAR ISI
Halaman Judul
Daftar Isi
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar belakang
B. Rumusan masalah
C. Tujuan
BAB II PEMBAHASAN
A. Gen Rangkai Kelamin
B. Penentuan Jenis Kelamin Organisme
a. Tipe XY
b. Tipe XO
c. Tipe ZW
d. Tipe ZO
e. Tipe gen Sk-Ts
f. Tipe Haploid-Diploid
C. Kromatin Kelamin dan Hipotesis Lyon
D. Pengaruh Hormon Kelamin Penentuan Jenis Kelamin
2
GENETIKA KELAS IV B
KELOMPOK 7
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Apabila kita berbicara tentang jenis kelamin / seks dari suatu makhluk hidup,
tentu perhatian kita akan tertuju pada adanya makhluk berjenis kelamin jantan dan betina.
Perbedaan jenis kelamin pada umunya dipengaruhi oleh dua faktor :
Faktor Lingkungan. Biasanya yang mengambil peranan disini adalah keadaan
fisiologis. Jika kadar hormon kelamin dalam tubuh tidak seimbang penghasilan atau
peredaranya, maka pernyataan fenotip pada suatu makhluk mengenai kelaminya dapat
berubah. Akibatnya watak kelaminnya mengalami perubahan.
Faktor Genetik. Pada umunya dapat dikatakan bahwa faktor genetiklah yang
menentukan jenis kelamin suatu makhluk hidup. Oleh karena bahan genetik terdapat
di dalam kromosom, maka perbedaan jenis kelamin terdapat dalam komposisi
kromosom.
Penyelidikan pertama tentang adanya hubungan antara kromosom dengan
perbedaan jenis kelamin telah dilakukan oleh seorang Biologiwan berkebangsaan Jerman
bernama H. Henking pada tahun 1891. Ia dapat menemukan adanya struktur tertentu
dalam nucleus beberapa serangga melalui spermatogenesis. Dikatakan bahwa separuh
dari jumah spermatozoa pada serangga itu memiliki struktur tersebut, sedangkan yang
separuh lainya tidak. Henking tidak mengatakan tentang pentingnya struktur tersebut,
melainkan hanya menamakanya “badan X”. Ia membedakan spermatozoa atas yang
memiliki dan tidak memiliki badan X.
Pada tahun 1902, C. E. Mc Clung membenarkan penemuan Henking dan
melanjutkan penyelidikanya tentang kromosom pada berbagai jenis belalang. Ia tidak
dapat menemukan badan X dalam sel telur belalang betina. Berhubungan dengan itu ia
menegaskan bahwa badan X ada hubunganya dengan penentuan jenis kelamin.
3
GENETIKA KELAS IV B
KELOMPOK 7
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan
Adapun tujuan dari pembuatan makalah ini adalah :
1. Dapat memahami tentang Gen Rangkai Kelamin
2. Mengetahui berbagai tipe penentuan jenis kelamin organisme
3. Dapat memahami kromatin kelamin dan hipotesis Lyon
4. Mengetahui pengaruh hormon kelamin dalam penentuan jenis kelamin
5. Mengetahui kelainan kromosom pada manusia
4
GENETIKA KELAS IV B
KELOMPOK 7
BAB II
PEMBAHASAN
5
GENETIKA KELAS IV B
KELOMPOK 7
Pewarisan Rangkai X
6
GENETIKA KELAS IV B
KELOMPOK 7
Secara skema pewarisan warna mata pada Drosophila dapat dilihat pada
Gambar 6.1. Kromosom X dan Y masing-masing lazim dilambangkan dengan
tanda dan .
P: + + w P: w w +
x x
betina normal jantan mata putih betina mata putih jantan normal
F1 : + w + F1: + w w
a) b)
Jika kita perhatikan Gambar 6.1.b, akan nampak bahwa lalat F1 betina
mempunyai mata seperti tetua jantannya, yaitu normal/merah. Sebaliknya, lalat F1
jantan warna matanya seperti tetua betinanya, yaitu putih. Pewarisan sifat semacam
ini disebut sebagai criss cross inheritance.
7
GENETIKA KELAS IV B
KELOMPOK 7
karena itu, individu betina ini dikatakan bersifat homogametik. Sebaliknya, individu
jantan yang hanya membawa sebuah kromosom X akan menghasilkan dua macam
gamet yang berbeda, yaitu gamet yang membawa kromosom X dan gamet yang
membawa kromosom Y. Individu jantan ini dikatakan bersifat heterogametik.
Warna bulu pada kucing ditentukan oleh suatu gen rangkai X. Dalam keadaan
heterozigot gen ini menyebabkan warna bulu yang dikenal dengan istilah tortoise
shell. Oleh karena genotipe heterozigot untuk gen rangkai X hanya dapat dijumpai
pada individu betina, maka kucing berbulu tortoise shell hanya terdapat pada jenis
kelamin betina. Sementara itu, individu homozigot dominan (betina) dan hemizigot
dominan (jantan) mempunyai bulu berwarna hitam. Individu homozigot resesif
(betina) dan hemizigot resesif (jantan) akan berbulu kuning.
Salah satu contoh gen rangkai X pada manusia adalah gen resesif yang
menyebabkan penyakit hemofilia, yaitu gangguan dalam proses pembekuan darah.
Sebenarnya, kasus hemofilia telah dijumpai sejak lama di negara-negara Arab ketika
beberapa anak laki-laki meninggal akibat perdarahan hebat setelah dikhitan. Namun,
waktu itu kematian akibat perdarahan ini hanya dianggap sebagai takdir semata.
8
GENETIKA KELAS IV B
KELOMPOK 7
Inggris saat ini yang merupakan keturunan putra/putri normal Ratu Victoria bebas dari
penyakit hemofilia.
Pada dasarnya pola pewarisan sifat rangkai Z sama dengan pewarisan sifat
rangkai X. Hanya saja, kalau pada rangkai X individu homogametik berjenis kelamin
pria/jantan sementara individu heterogametik berjenis kelamin wanita/betina, pada
rangkai Z justru terjadi sebaliknya. Individu homogametik (ZZ) adalah jantan, sedang
individu heterogametik (ZW) adalah betina.
Contoh gen rangkai Z yang lazim dikemukakan adalah gen resesif br yang
menyebabkan pemerataan pigmentasi bulu secara normal pada ayam. Alelnya, Br,
menyebabkan bulu ayam menjadi burik. Jadi, pada kasus ini alel resesif justru
dianggap sebagai tipe alami atau normal (dilambangkan dengan +), sedang alel
dominannya merupakan alel mutan.
Pewarisan Rangkai Y
Pada umumnya kromosom Y hanya sedikit sekali mengandung gen yang aktif.
Jumlah yang sangat sedikit ini mungkin disebabkan oleh sulitnya menemukan alel
mutan bagi gen rangkai Y yang dapat menghasilkan fenotipe abnormal. Biasanya
suatu gen/alel dapat dideteksi keberadaannya apabila fenotipe yang dihasilkannya
adalah abnormal. Oleh karena fenotipe abnormal yang disebabkan oleh gen rangkai Y
jumlahnya sangat sedikit, maka gen rangkai Y diduga merupakan gen yang sangat
stabil.
9
GENETIKA KELAS IV B
KELOMPOK 7
Meskipun dari uraian di atas secara tersirat dapat ditafsirkan bahwa kromosom
X tidak homolog dengan kromosom Y, ternyata ada bagian atau segmen tertentu pada
kedua kromosom tersebut yang homolog satu sama lain. Dengan perkataan lain, ada
beberapa gen pada kromosom X yang mempunyai alel pada kromosom Y. Pewarisan
sifat yang diatur oleh gen semacam ini dapat dikatakan tidak dipengaruhi oleh jenis
kelamin, dan berlangsung seperti halnya pewarisan gen autosomal. Oleh karena itu,
gen-gen pada segmen kromosom X dan Y yang homolog ini disebut juga gen rangkai
kelamin tak sempurna.
P: P:
+ + x b b b b x + +
betina normal jantan bulu pendek betina bulu pendek jantan normal
F1 : F1:
+ b + b + b + b
a) b)
10
GENETIKA KELAS IV B
KELOMPOK 7
Dapat dilihat pada Gambar bahwa perkawinan resiprok untuk gen rangkai kelamin tak
sempurna akan memberikan hasil yang sama seperti halnya hasil yang diperoleh dari
perkawinan resiprok untuk gen-gen autosomal. Jadi, pewarisan gen rangkai kelamin tak
sempurna mempunyai pola seperti pewarisan gen autosomal.
Telah disebutkan di atas bahwa pada manusia dan mamalia, dalam hal ini
kucing, individu pria / jantan adalah heterogametik (XY) sementara wanita / betina
adalah homogametik (XX). Sebaliknya, pada ayam individu jantan justru
homogametik (ZZ) sementara individu betinanya heterogametik (ZW). Penentuan
jenis kelamin pada manusia / mamalia dikatakan mengikuti sistem XY, sedang pada
ayam, dan unggas lainnya serta ikan tertentu, mengikuti sistem ZW.
Selain kedua sistem tersebut, masih banyak sistem penentuan jenis kelamin
lainnya. Berikut ini akan dijelaskan beberapa di antaranya.
a) Sistem XY
11
GENETIKA KELAS IV B
KELOMPOK 7
Kromosom manusia dibedakan atas autosom dan kromosom kelamin. Sel tubuh
manusia mengandung 46 kromosom yang terdiri dari 44 (22 pasang autosom) dan (2 atau
1 pasang kromosom kelamin). Pada wanita kromosom kelamin berupa 2 buah kromosom
–X bersifat homogametik, sedang pada pria berupa sebuah kromosom –X dan kromosom
–Y bersifat heterogametik.
Kemungkinan lahir anak perempuan atau laki-laki secara teoritis mengikuti perbandingan
seks 1 perempuan : 1 laki-laki, tetapi terkadang tampak bahawa salah satui seks kerap kali
melebihi jumlahnya dibanding dengan seks yang lain. Beberapa motivasi yang
menerangkan kejanggalan tersebut ;
1. Migrasi
Dengan adanya perpindahan penduduk, maka suatu daerah dapat memiliki
kelebihan salah satu seks.
2. ..
3. ..
4. ..
5. ..
Mudah dipelihara pada media makanan yang sederhana, pada suhu kamar dan
didalam botol susu ukuran sedang.
Mempunyai siklus hidup pendek, kira-kira 2 minggu.
Mempunyai tanda-tanda kelamin sekunder yang mudah dibedakan.
Mempunyai 8 kromosom saja, sehingga mudah menghitungnya.
12
GENETIKA KELAS IV B
KELOMPOK 7
b) Sistem XO
13
GENETIKA KELAS IV B
KELOMPOK 7
Jika kita perhatikan kolom pertama pada Tabel, akan terlihat bahwa ada
beberapa individu yang jumlah kromosom X-nya lebih dari dua buah, yakni individu
dengan jenis kelamin metabetina, betina triploid dan tetraploid, serta interseks.
Adanya kromosom X yang didapatkan melebihi jumlah kromosom X pada individu
normal (diploid) ini disebabkan oleh terjadinya peristiwa yang dinamakan gagal
pisah (non disjunction), yaitu gagal berpisahnya kedua kromosom X pada waktu
pembelahan meiosis.
14
GENETIKA KELAS IV B
KELOMPOK 7
P: E AAXX x AAXY G
gagal pisah
gamet : AXX AO AX AY
15
GENETIKA KELAS IV B
KELOMPOK 7
16
GENETIKA KELAS IV B
KELOMPOK 7
c) Sel telur yang tidak memiliki kromosom X apabila dibuahi oleh spermatozoon
yang membawa kromosom X akan menghasilkan lalat jantan (3AAXO). Lalat
ini steril.
Partenogenesis
Pada beberapa spesies Hymenoptera seperti semut, lebah, dan tawon, individu
jantan berkembang dengan cara partenogenesis, yaitu melalui telur yang tidak dibuahi.
17
GENETIKA KELAS IV B
KELOMPOK 7
Oleh karena itu, individu jantan ini hanya memiliki sebuah genom atau perangkat
kromosomnya haploid.
Sementara itu, individu betina dan golongan pekerja, khususnya pada lebah,
berkembang dari telur yang dibuahi sehingga perangkat kromosomnya adalah diploid.
Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa partenogenesis merupakan sistem
penentuan jenis kelamin yang tidak ada sangkut pautnya sama sekali dengan
kromosom kelamin tetapi hanya bergantung kepada jumlah genom (perangkat
kromosom).
Di atas disebutkan bahwa sistem penentuan jenis kelamin pada lebah tidak
berhubungan dengan kromosom kelamin. Meskipun demikian, sistem tersebut masih
ada kaitannya dengan jumlah perangkat kromosom.
Pada jagung dikenal sistem penentuan jenis kelamin yang tidak bergantung,
baik kepada kromosom kelamin maupun jumlah genom, tetapi didasarkan atas
keberadaan gen tertentu. Jagung normal monosius (berumah satu) mempunyai gen Sk,
yang mengatur pembentukan bunga betina, dan gen Ts, yang mengatur pembentukan
bunga jantan. Jagung monosius ini mempunyai fenotipe Sk_Ts_.
e) System ZW
Pada beberapa jenis kupu, beberapa jenis ikan, beberapa jenis reptil dan
burung diketemukan bentuk kromosom kelamin yang berlainan daripada yang telah
diterangkan di muka. Yang jantan memiliki sepasang kromosom kelamin yang sama
bentuknya, maka dikatakan bersifat homogametik. Yang betina bersifat
heterogametik, karena satu kromosom kelamin berbentuk seperti pada yang jantan,
18
GENETIKA KELAS IV B
KELOMPOK 7
sedangkan satunya lagi sangat lain bentuknya. Jadi keadaan ini kebalikan dengan
manusia, sebab pada manusia, yang laki-laki adalah heterogametik (XY) sedangkan
yang perempuan homogametik (XX). Untuk menghindari kekeliruan, maka
kromosom kelamin pada hewan-hewan tersebut di atas disebut ZZ dan ZW. Hewan
jantan adalah ZZ, sedang yang betina ZW. Jadi, semua spermatozoa mengandung
kromosom kelamin Z, sedangkan sel telurnya ada kemungkinan mengandung
kromosom dan kelamin Z dan ada kemungkinan mengandung kromosom kelamin W.
System ZO
Pada uggas (ayam, itik dan sebagainya) susunan kromosomnya lain lagi. Yang
betina hanya memiliki sebuah kromosom kelamin saja, tetapai bentuknya lain dengan
yang dijumpai pada belalang. Karena itu ayam betina adalah ZO (heterogametik).
Ayam jantan memiliki sepasang kromosom kelamin yang sama bentuknya, maka
menjadi ZZ (homogametik). Jadi spermatozoa ayam hanya satu macam saja, yaitu
membawa kromosom kelamin Z, sedang sel telurnya ada dua macam, mungkin
membawa kromosom Z dan mungkin juga tidak memiliki kromosom kelamin sama
sekali.
System Haploid-Diploid
Pada beberapa spesies Hymenoptera seperti semut, lebah, dan tawon, individu
jantan berkembang dengan cara partenogenesis, yaitu terbentuknya makhluk dari sel
telur tanpa didahului oleh pembuahan. Oleh karena itu, individu jantan ini hanya
memiliki sebuah genom atau perangkat kromosomnya haploid.
Lebah madu jantan misalnya, bersifat haploid, yang memiliki 6 buah kromosom. Sel
telur yang yang dibuahi oleh spermatozoon akan menghasilkan lebah madu betina
yang berupa lebah ratu dan pekerja, masing-masing bersifat diploid dan memiliki 32
kromosom. Karena perbedaan tempat dan makanan, maka lebah ratu subur (fertil),
sedangkan lebah pekerja mandul (steril).
19
GENETIKA KELAS IV B
KELOMPOK 7
Sementara itu, individu betina dan golongan pekerja, khususnya pada lebah,
berkembang dari telur yang dibuahi sehingga perangkat kromosomnya adalah diploid.
Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa partenogenesis merupakan sistem penentuan
jenis kelamin yang tidak ada sangkut pautnya sama sekali dengan kromosom kelamin
tetapi hanya bergantung kepada jumlah genom (perangkat kromosom).
Pengaruh lingkungan
Sistem penentuan jenis kelamin bahkan ada pula yang bersifat nongenetik. Hal
ini misalnya dijumpai pada cacing laut Bonellia, yang jenis kelaminnya semata-mata
ditentukan oleh faktor lingkungan.. F. Baltzer menemukan bahwa cacing Bonellia
yang berasal dari sebuah telur yang diisolasi akan berkembang menjadi individu
betina. Sebaliknya, cacing yang hidup di lingkungan betina dewasa akan mendekati
dan memasuki saluran reproduksi cacing betina dewasa tersebut untuk kemudian
berkembang menjadi individu jantan yang parasitik.
Seorang ahli genetika dari Kanada, M.L. Barr, pada tahun 1949 menemukan
adanya struktur tertentu yang dapat memperlihatkan reaksi pewarnaan di dalam
nukleus sel syaraf kucing betina. Struktur semacam ini ternyata tidak dijumpai pada
sel-sel kucing jantan. Pada manusia dilaporkan pula bahwa sel-sel somatis pria,
misalnya sel epitel selaput lendir mulut, dapat dibedakan dengan sel somatis wanita
atas dasar ada tidaknya struktur tertentu yang kemudian dikenal dengan nama
kromatin kelamin atau badan Barr.
Pada sel somatis wanita terdapat sebuah kromatin kelamin sementara sel
somatis pria tidak memilikinya. Selanjutnya diketahui bahwa banyaknya kromatin
kelamin ternyata sama dengan banyaknya kromosom X dikurangi satu. Jadi, wanita
normal mempunyai sebuah kromatin kelamin karena kromosom X-nya ada dua.
Demikian pula, pria normal tidak mempunyai kromatin kelamin karena kromosom X-
nya hanya satu.
20
GENETIKA KELAS IV B
KELOMPOK 7
pada janin melalui pengambilan cairan amnion embrio (amniosentesis). Pria dengan
kelainan kromosom kelamin, misalnya penderita sindrom Klinefelter (XXY),
mempunyai sebuah kromatin kelamin yang seharusnya tidak dimiliki oleh seorang
pria normal. Sebaliknya, wanita penderita sindrom Turner (XO) tidak mempunyai
kromatin kelamin yang seharusnya ada pada wanita normal.
Mary F. Lyon, seorang ahli genetika dari Inggris mengajukan hipotesis bahwa
kromatin kelamin merupakan kromosom X yang mengalami kondensasi atau
heterokromatinisasi sehingga secara genetik menjadi inaktif. Hipotesis ini dilandasi
hasil pengamatannya atas ekspresi gen rangkai X yang mengatur warna bulu pada
mencit. Individu betina heterozigot memperlihatkan fenotipe mozaik yang jelas
berbeda dengan ekspresi gen semidominan (warna antara yang seragam). Hal ini
menunjukkan bahwa hanya ada satu kromosom X yang aktif di antara kedua
kromosom X pada individu betina. Kromosom X yang aktif pada suatu sel mungkin
membawa gen dominan sementara pada sel yang lain mungkin justru membawa gen
resesif.
Pada hewan tingkat tinggi dan manusia hormon kelamin disintesis oleh
ovarium, testes, dan kelenjar adrenalin. Ovarium dan testes masing-masing
mempunyai fungsi ganda, yaitu sebagai penghasil sel kelamin (gamet) dan sebagai
penghasil hormon kelamin. Sementara itu, kelenjar adrenalin menghasilkan steroid
yang secara kimia berhubungan erat dengan gonad.
21
GENETIKA KELAS IV B
KELOMPOK 7
Contoh lain gen terpengaruh kelamin adalah gen autosomal B yang mengatur
kebotakan pada manusia. Gen B dominan pada pria tetapi resesif pada wanita.
Sebaliknya, gen b dominan pada wanita tetapi resesif pada pria. Akibatnya, pria
heterozigot akan mengalami kebotakan, sedang wanita heterozigot akan normal.
Untuk dapat mengalami kebotakan seorang wanita harus mempunyai gen B dalam
keadaan homozigot.
22
GENETIKA KELAS IV B
KELOMPOK 7
23
GENETIKA KELAS IV B
KELOMPOK 7
2) Sindrom Klinefelter
Pada sindrom Klinefelter, bayi laki-laki terlahir dengan kelebihan 1
kromosom X, sehingga mempunyai kariotip 22AA+XXY. Penderita
penyakit ini ada yang disebut testicular disgenesis karenatestis tidak
tumbuh, sehingga tidak dapat menghasilkan sperma yang mengakibatkan
kemandulan, ada juga yang disebut gynaecomatis karena payudara
tumbuh, tetapi kelaminya dikenal sebagai pria.
24
GENETIKA KELAS IV B
KELOMPOK 7
3) Wanita Super
Wanita ini kelebihan sebuah kromosom X, sehingga memiliki 47
kromosom, dengan formula kromosom 22AAXXX atau disingkat sebagai
wanita XXX. Wanita ini hidupnya tidak lama, biasanya meninggal di
25
GENETIKA KELAS IV B
KELOMPOK 7
4) Pria XYY
Pada sindrom XYY, seorang bayi laki-laki terlahir dengan
kelebihan kromosom Y.
Pria biasanya hanya memiliki 1 kromosom X dan 1 kromosom Y,
digambarkan sebagai 46, XY.
Pria dengan sindrom XYY memiliki 2 kromosom Y dan
digambarkan sebagai 47, XYY. Kelainan ini ditemukan pada 1 diantara
1.000 pria.
26
GENETIKA KELAS IV B
KELOMPOK 7
27
GENETIKA KELAS IV B
KELOMPOK 7
BAB III
PENUTUP
Tipe XO
Organisme yang mempunyai sebuah kromosom X saja,pada belalang
jantan
Tipe XY
Tipe ZW
Ditemukan pada ikan,bentuk kromosom kelamin berbeda dengan
diterangkan dimuka
Tipe ZO
Pada ayam betina
Tipe haploid – diploid
Penentuan jenis kelamin tidak ditentukan oleh kromosom kelamin
Tipe gen Sk-Ts
Didasarkan atas keberadaan gen tertentu yaitu gen Sk pada betina dan Ts pada
jantan
Hipotesis Lyon
Pengaruh hormon pada penentuan jenis kelamin adalah hormon akan mengatur
kondisi fisiologi dalam tubuh individu sehingga mempengaruhi perkembangan sifat
kelamin sekunder.
28
GENETIKA KELAS IV B
KELOMPOK 7
Sindrom turner (wanita XO) yaitu wanita yang kekurangan sebuah kromosom
X
Sindrom klinefter (laki-laki XXY) yaitu laki-laki yang kelebuhan sebuah
kromosom X
Wanita super yaitu wanita kelebihan sebuah kromosom X
Pria XYY
29
GENETIKA KELAS IV B
KELOMPOK 7
DAFTAR PUSTAKA
30