Anda di halaman 1dari 30

MAKALAH

PENENTUAN JENIS KELAMIN

Diusun Oleh :
KELOMPOK 7
1. Umi Fhatonah (09320086)
2. Dayu Zain (09320053)
3. Maediyana Sari (09320068)
4. Johan Tri Bayuntoro (09320062)
5. Vina Kartika Sari (09320087)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BIOLOGI


FPMIPA
IKIP PGRI SEMARANG
2011
GENETIKA KELAS IV B
KELOMPOK 7

DAFTAR ISI

Halaman Judul
Daftar Isi
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar belakang
B. Rumusan masalah
C. Tujuan
BAB II PEMBAHASAN
A. Gen Rangkai Kelamin
B. Penentuan Jenis Kelamin Organisme
a. Tipe XY
b. Tipe XO
c. Tipe ZW
d. Tipe ZO
e. Tipe gen Sk-Ts
f. Tipe Haploid-Diploid
C. Kromatin Kelamin dan Hipotesis Lyon
D. Pengaruh Hormon Kelamin Penentuan Jenis Kelamin

BAB III PENUTUP


Kesimpulan
Daftar Pustaka

2
GENETIKA KELAS IV B
KELOMPOK 7

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Apabila kita berbicara tentang jenis kelamin / seks dari suatu makhluk hidup,
tentu perhatian kita akan tertuju pada adanya makhluk berjenis kelamin jantan dan betina.
Perbedaan jenis kelamin pada umunya dipengaruhi oleh dua faktor :
 Faktor Lingkungan. Biasanya yang mengambil peranan disini adalah keadaan
fisiologis. Jika kadar hormon kelamin dalam tubuh tidak seimbang penghasilan atau
peredaranya, maka pernyataan fenotip pada suatu makhluk mengenai kelaminya dapat
berubah. Akibatnya watak kelaminnya mengalami perubahan.
 Faktor Genetik. Pada umunya dapat dikatakan bahwa faktor genetiklah yang
menentukan jenis kelamin suatu makhluk hidup. Oleh karena bahan genetik terdapat
di dalam kromosom, maka perbedaan jenis kelamin terdapat dalam komposisi
kromosom.
Penyelidikan pertama tentang adanya hubungan antara kromosom dengan
perbedaan jenis kelamin telah dilakukan oleh seorang Biologiwan berkebangsaan Jerman
bernama H. Henking pada tahun 1891. Ia dapat menemukan adanya struktur tertentu
dalam nucleus beberapa serangga melalui spermatogenesis. Dikatakan bahwa separuh
dari jumah spermatozoa pada serangga itu memiliki struktur tersebut, sedangkan yang
separuh lainya tidak. Henking tidak mengatakan tentang pentingnya struktur tersebut,
melainkan hanya menamakanya “badan X”. Ia membedakan spermatozoa atas yang
memiliki dan tidak memiliki badan X.
Pada tahun 1902, C. E. Mc Clung membenarkan penemuan Henking dan
melanjutkan penyelidikanya tentang kromosom pada berbagai jenis belalang. Ia tidak
dapat menemukan badan X dalam sel telur belalang betina. Berhubungan dengan itu ia
menegaskan bahwa badan X ada hubunganya dengan penentuan jenis kelamin.

3
GENETIKA KELAS IV B
KELOMPOK 7

B. Rumusan Masalah

1. Apa yang dimaksud dengan Gen Rangkai Kelamin ?


2. Apa saja Tipe Penentuan Jenis Kelamin Organisme?
3. Apa yang dimaksud Kromatin Kelamin dan bagaimana Hipotesis Lyon?
4. Bagaimana Pengaruh Hormon Kelamin dalam Penentuan Jenis Kelamin?
5. Apa saja kelainan Kromosom pada Manusia?

C. Tujuan
Adapun tujuan dari pembuatan makalah ini adalah :
1. Dapat memahami tentang Gen Rangkai Kelamin
2. Mengetahui berbagai tipe penentuan jenis kelamin organisme
3. Dapat memahami kromatin kelamin dan hipotesis Lyon
4. Mengetahui pengaruh hormon kelamin dalam penentuan jenis kelamin
5. Mengetahui kelainan kromosom pada manusia

4
GENETIKA KELAS IV B
KELOMPOK 7

BAB II
PEMBAHASAN

A. Gen Rangkai Kelamin


Keberadaan gen berangkai pada suatu spesies organisme, yang meliputi urutan
dan jaraknya satu sama lain, menghasilkan peta kromosom untuk spesies tersebut,
misalnya peta kromosom pada lalat Drosophila melanogaster yang terdiri atas empat
kelompok gen berangkai.
Salah satu dalam hal ini kromosom nomor 1, disebut sebagai kromosom
kelamin. Pemberian nama ini karena strukturnya pada individu jantan dan individu
betina memperlihatkan perbedaan sehingga dapat digunakan untuk membedakan jenis
kelamin individu. Dan ternyata banyak sekali spesies organisme lainnya, terutama
hewan dan juga manusia, mempunyai kromosom kelamin.

5
GENETIKA KELAS IV B
KELOMPOK 7

Gen-gen yang terletak pada kromosom kelamin dinamakan gen rangkai


kelamin (sex-linked genes) sementara fenomena yang melibatkan pewarisan gen-gen
ini disebut peristiwa rangkai kelamin (linkage). Adapun gen-gen yang terletak pada
kromosom selain kromosom kelamin, yaitu kromosom yang pada individu jantan dan
betina sama strukturnya sehingga tidak dapat digunakan untuk membedakan jenis
kelamin. Kromosom semacam ini dinamakan autosom.

Seperti halnya gen berangkai (autosomal), gen-gen rangkai kelamin tidak


mengalami segregasi dan penggabungan secara acak di dalam gamet-gamet yang
terbentuk. Akibatnya, individu-individu yang dihasilkan melalui kombinasi gamet
tersebut memperlihatkan nisbah fenotipe dan genotipe yang menyimpang dari hukum
Mendel.

Gen rangkai kelamin dapat dikelompok-kelompokkan berdasarkan atas macam


kromosom kelamin tempatnya berada. Oleh karena kromosom kelamin pada
umumnya dapat dibedakan menjadi kromosom X dan Y, maka gen rangkai kelamin
dapat menjadi gen rangkai X (X-linked genes) dan gen rangkai Y (Y-linked genes).
Di samping itu, ada pula beberapa gen yang terletak pada kromosom X tetapi
memiliki pasangan pada kromosom Y. Gen semacam ini dinamakan gen rangkai
kelamin tak sempurna (incompletely sex-linked genes).

Pewarisan Rangkai X

Percobaan yang pertama kali mengungkapkan adanya peristiwa rangkai


kelamin dilakukan oleh T.H Morgan pada tahun 1910. Dia menyilangkan lalat D.
melanogaster jantan bermata putih dengan betina bermata merah. Lalat bermata
merah lazim dianggap sebagai lalat normal atau tipe alami (wild type), sedang gen
pengatur tipe alami, misalnya pengatur warna mata merah ini, dapat dilambangkan
dengan tanda +. Biasanya, meskipun tidak selalu, gen tipe alami bersifat dominan
terhadap alel mutannya.

Hasil persilangan Morgan tersebut, khususnya pada generasi F1, ternyata


berbeda jika tetua jantan yang digunakan adalah tipe alami (bermata merah) dan tetua
betinanya bermata putih. Dengan perkataan lain, perkawinan resiprok menghasilkan
keturunan yang berbeda. Persilangan resiprok dengan hasil yang berbeda ini

6
GENETIKA KELAS IV B
KELOMPOK 7

memberikan petunjuk bahwa pewarisan warna mata pada Drosophila ada


hubungannya dengan jenis kelamin, dan ternyata kemudian memang diketahui bahwa
gen yang mengatur warna mata pada Drosophila terletak pada kromosom kelamin,
dalam hal ini kromosom X. Oleh karena itu, gen pengatur warna mata ini dikatakan
sebagai gen rangkai X.

Secara skema pewarisan warna mata pada Drosophila dapat dilihat pada
Gambar 6.1. Kromosom X dan Y masing-masing lazim dilambangkan dengan
tanda dan .

P: + + w P: w w +

x x

betina normal jantan mata putih betina mata putih jantan normal

F1 : + w + F1: + w w

betina normal jantan normal betina normal jantan mata putih

a) b)

Diagram persilangan rangkai X pada Drosophila

Jika kita perhatikan Gambar 6.1.b, akan nampak bahwa lalat F1 betina
mempunyai mata seperti tetua jantannya, yaitu normal/merah. Sebaliknya, lalat F1
jantan warna matanya seperti tetua betinanya, yaitu putih. Pewarisan sifat semacam
ini disebut sebagai criss cross inheritance.

Pada Drosophila, dan juga beberapa spesies organisme lainnya, individu


betina membawa dua buah kromosom X, yang dengan sendirinya homolog, sehingga
gamet-gamet yang dihasilkannya akan mempunyai susunan gen yang sama. Oleh

7
GENETIKA KELAS IV B
KELOMPOK 7

karena itu, individu betina ini dikatakan bersifat homogametik. Sebaliknya, individu
jantan yang hanya membawa sebuah kromosom X akan menghasilkan dua macam
gamet yang berbeda, yaitu gamet yang membawa kromosom X dan gamet yang
membawa kromosom Y. Individu jantan ini dikatakan bersifat heterogametik.

Rangkai X pada kucing

Warna bulu pada kucing ditentukan oleh suatu gen rangkai X. Dalam keadaan
heterozigot gen ini menyebabkan warna bulu yang dikenal dengan istilah tortoise
shell. Oleh karena genotipe heterozigot untuk gen rangkai X hanya dapat dijumpai
pada individu betina, maka kucing berbulu tortoise shell hanya terdapat pada jenis
kelamin betina. Sementara itu, individu homozigot dominan (betina) dan hemizigot
dominan (jantan) mempunyai bulu berwarna hitam. Individu homozigot resesif
(betina) dan hemizigot resesif (jantan) akan berbulu kuning.

Istilah hemizigot digunakan untuk menyebutkan genotipe individu dengan


sebuah kromosom X. Individu dengan gen dominan yang terdapat pada satu-satunya
kromosom X dikatakan hemizigot dominan. Sebaliknya, jika gen tersebut resesif,
individu yang memilikinya disebut hemizigot resesif.

Rangkai X pada manusia

Salah satu contoh gen rangkai X pada manusia adalah gen resesif yang
menyebabkan penyakit hemofilia, yaitu gangguan dalam proses pembekuan darah.
Sebenarnya, kasus hemofilia telah dijumpai sejak lama di negara-negara Arab ketika
beberapa anak laki-laki meninggal akibat perdarahan hebat setelah dikhitan. Namun,
waktu itu kematian akibat perdarahan ini hanya dianggap sebagai takdir semata.

Hemofilia baru menjadi terkenal dan dipelajari pola pewarisannya setelah


beberapa anggota keluarga Kerajaan Inggris mengalaminya. Awalnya, salah seorang
di antara putra Ratu Victoria menderita hemofilia sementara dua di antara putrinya
karier atau heterozigot. Dari kedua putri yang heterozigot ini lahir tiga cucu laki-laki
yang menderita hemofilia dan empat cucu wanita yang heterozigot. Melalui dua dari
keempat cucu yang heterozigot inilah penyakit hemofilia tersebar di kalangan
keluarga Kerajaan Rusia dan Spanyol. Sementara itu, anggota keluarga Kerajaan

8
GENETIKA KELAS IV B
KELOMPOK 7

Inggris saat ini yang merupakan keturunan putra/putri normal Ratu Victoria bebas dari
penyakit hemofilia.

Rangkai Z pada ayam

Pada dasarnya pola pewarisan sifat rangkai Z sama dengan pewarisan sifat
rangkai X. Hanya saja, kalau pada rangkai X individu homogametik berjenis kelamin
pria/jantan sementara individu heterogametik berjenis kelamin wanita/betina, pada
rangkai Z justru terjadi sebaliknya. Individu homogametik (ZZ) adalah jantan, sedang
individu heterogametik (ZW) adalah betina.

Contoh gen rangkai Z yang lazim dikemukakan adalah gen resesif br yang
menyebabkan pemerataan pigmentasi bulu secara normal pada ayam. Alelnya, Br,
menyebabkan bulu ayam menjadi burik. Jadi, pada kasus ini alel resesif justru
dianggap sebagai tipe alami atau normal (dilambangkan dengan +), sedang alel
dominannya merupakan alel mutan.

Pewarisan Rangkai Y

Pada umumnya kromosom Y hanya sedikit sekali mengandung gen yang aktif.
Jumlah yang sangat sedikit ini mungkin disebabkan oleh sulitnya menemukan alel
mutan bagi gen rangkai Y yang dapat menghasilkan fenotipe abnormal. Biasanya
suatu gen/alel dapat dideteksi keberadaannya apabila fenotipe yang dihasilkannya
adalah abnormal. Oleh karena fenotipe abnormal yang disebabkan oleh gen rangkai Y
jumlahnya sangat sedikit, maka gen rangkai Y diduga merupakan gen yang sangat
stabil.

Gen rangkai Y jelas tidak mungkin diekspresikan pada individu betina/wanita


sehingga gen ini disebut juga gen holandrik. Contoh gen holandrik pada manusia
adalah Hg dengan alelnya hg yang menyebabkan bulu kasar dan panjang, Ht dengan
alelnya ht yang menyebabkan pertumbuhan bulu panjang di sekitar telinga, dan Wt
dengan alelnya wt yang menyebabkan abnormalitas kulit pada jari.

9
GENETIKA KELAS IV B
KELOMPOK 7

Pewarisan Rangkai Kelamin Tak Sempurna

Meskipun dari uraian di atas secara tersirat dapat ditafsirkan bahwa kromosom
X tidak homolog dengan kromosom Y, ternyata ada bagian atau segmen tertentu pada
kedua kromosom tersebut yang homolog satu sama lain. Dengan perkataan lain, ada
beberapa gen pada kromosom X yang mempunyai alel pada kromosom Y. Pewarisan
sifat yang diatur oleh gen semacam ini dapat dikatakan tidak dipengaruhi oleh jenis
kelamin, dan berlangsung seperti halnya pewarisan gen autosomal. Oleh karena itu,
gen-gen pada segmen kromosom X dan Y yang homolog ini disebut juga gen rangkai
kelamin tak sempurna.

Pada D. melanogaster terdapat gen rangkai kelamin tak sempurna yang


menyebabkan pertumbuhan bulu pendek. Pewarisan gen yang bersifat resesif ini dapat
dilihat pada Gambar 6.2.

P: P:

+ + x b b b b x + +

betina normal jantan bulu pendek betina bulu pendek jantan normal

F1 : F1:

+ b + b + b + b

betina normal jantan normal betina normal jantan normal

a) b)

10
GENETIKA KELAS IV B
KELOMPOK 7

Diagram pewarisan gen rangkai kelamin tak sempurna

Dapat dilihat pada Gambar bahwa perkawinan resiprok untuk gen rangkai kelamin tak
sempurna akan memberikan hasil yang sama seperti halnya hasil yang diperoleh dari
perkawinan resiprok untuk gen-gen autosomal. Jadi, pewarisan gen rangkai kelamin tak
sempurna mempunyai pola seperti pewarisan gen autosomal.

B. Sistem Penentuan Jenis Kelamin

Telah disebutkan di atas bahwa pada manusia dan mamalia, dalam hal ini
kucing, individu pria / jantan adalah heterogametik (XY) sementara wanita / betina
adalah homogametik (XX). Sebaliknya, pada ayam individu jantan justru
homogametik (ZZ) sementara individu betinanya heterogametik (ZW). Penentuan
jenis kelamin pada manusia / mamalia dikatakan mengikuti sistem XY, sedang pada
ayam, dan unggas lainnya serta ikan tertentu, mengikuti sistem ZW.

Selain kedua sistem tersebut, masih banyak sistem penentuan jenis kelamin
lainnya. Berikut ini akan dijelaskan beberapa di antaranya.

a) Sistem XY

Sistem ini ditemukan pada tumbuhan, hewan dan manusia.


~ Genosom X berukuran lebih besar dibandingkan genosom Y. XX merupakan betina,
XY merupakan jantan.

Sistem XY Pada Manusia

11
GENETIKA KELAS IV B
KELOMPOK 7

Kromosom manusia dibedakan atas autosom dan kromosom kelamin. Sel tubuh
manusia mengandung 46 kromosom yang terdiri dari 44 (22 pasang autosom) dan (2 atau
1 pasang kromosom kelamin). Pada wanita kromosom kelamin berupa 2 buah kromosom
–X bersifat homogametik, sedang pada pria berupa sebuah kromosom –X dan kromosom
–Y bersifat heterogametik.

Perbandingan seks pada Manusia

Kemungkinan lahir anak perempuan atau laki-laki secara teoritis mengikuti perbandingan
seks 1 perempuan : 1 laki-laki, tetapi terkadang tampak bahawa salah satui seks kerap kali
melebihi jumlahnya dibanding dengan seks yang lain. Beberapa motivasi yang
menerangkan kejanggalan tersebut ;

1. Migrasi
Dengan adanya perpindahan penduduk, maka suatu daerah dapat memiliki
kelebihan salah satu seks.
2. ..
3. ..
4. ..
5. ..

Sistem XY pada Drosophila

Drosophila banyak digunakan untuk penelitian Genetika, karena :

 Mudah dipelihara pada media makanan yang sederhana, pada suhu kamar dan
didalam botol susu ukuran sedang.
 Mempunyai siklus hidup pendek, kira-kira 2 minggu.
 Mempunyai tanda-tanda kelamin sekunder yang mudah dibedakan.
 Mempunyai 8 kromosom saja, sehingga mudah menghitungnya.

12
GENETIKA KELAS IV B
KELOMPOK 7

b) Sistem XO

Sistem XO dijumpai pada beberapa jenis serangga, misalnya belalang. Di


dalam sel somatisnya, individu betina memiliki dua buah kromosom X sementara
individu jantan hanya mempunyai sebuah kromosom X. Jadi, hal ini mirip dengan
sistem XY. Bedanya, pada sistem XO individu jantan tidak mempunyai kromosom Y.
Dengan demikian, jumlah kromosom sel somatis individu betina lebih banyak
daripada jumlah pada individu jantan. Sebagai contoh, E.B. Wilson menemukan
bahwa sel somatis serangga Protenor betina mempunyai 14 kromosom, sedang pada
individu jantannya hanya ada 13 kromosom.

Sistem nisbah X/A

C.B. Bridge melakukan serangkaian penelitian mengenai jenis kelamin pada


lalat Drosophila. Dia berhasil menyimpulkan bahwa sistem penentuan jenis kelamin
pada organisme tersebut berkaitan dengan nisbah banyaknya kromosom X terhadap
banyaknya autosom, dan tidak ada hubungannya dengan kromosom Y. Dalam hal ini

13
GENETIKA KELAS IV B
KELOMPOK 7

kromosom Y hanya berperan mengatur fertilitas jantan. Secara ringkas penentuan


jenis kelamin dengan sistem X/A pada lalat Drosophila dapat dilihat pada Tabel 6.1.

Tabel Penentuan jenis kelamin pada lalat Drosophila

Σ Σ nibah X/A jenis kelamin


kromosom autosom
X
1 2 0,5 Jantan
2 2 1 Betina
3 2 1,5 Metabetina
4 3 1,33 Metabetina
4 4 1 betina 4n
3 3 1 betina 3n
3 4 0,75 Interseks
2 3 0,67 Interseks
2 4 0,5 Jantan
1 3 0,33 Metajantan

Jika kita perhatikan kolom pertama pada Tabel, akan terlihat bahwa ada
beberapa individu yang jumlah kromosom X-nya lebih dari dua buah, yakni individu
dengan jenis kelamin metabetina, betina triploid dan tetraploid, serta interseks.
Adanya kromosom X yang didapatkan melebihi jumlah kromosom X pada individu
normal (diploid) ini disebabkan oleh terjadinya peristiwa yang dinamakan gagal
pisah (non disjunction), yaitu gagal berpisahnya kedua kromosom X pada waktu
pembelahan meiosis.

14
GENETIKA KELAS IV B
KELOMPOK 7

Pada Drosophila terjadinya gagal pisah dapat menyebabkan terbentuknya


beberapa individu abnormal seperti nampak pada diagram.

P: E AAXX x AAXY G

gagal pisah

gamet : AXX AO AX AY

F1 : AAXXX AAXXY AAXO AAOY

betina super betina jantan steril letal

Diagram munculnya beberapa individu abnormal pada

Drosophila akibat peristiwa gagal pisah

15
GENETIKA KELAS IV B
KELOMPOK 7

Di samping kelainan-kelainan tersebut pernah pula dilaporkan adanya lalat


Drosophila yang sebagian tubuhnya memperlihatkan sifat-sifat sebagai jenis kelamin
jantan sementara sebagian lainnya betina. Lalat ini dikatakan mengalami mozaik
seksual atau biasa disebut dengan istilah ginandromorfi. Penyebabnya adalah
ketidakteraturan distribusi kromosom X pada masa-masa awal pembelahan mitosis
zigot. Dalam hal ini ada sel yang menerima dua kromosom X tetapi ada pula yang
hanya menerima satu kromosom X.

Andaikan terjadi nondisjunction selama oogenese (pebentukan sel telur) akan


terbentuk 2 macam sel telur, yaitu sel telur yang membawa 2 kromosom X (3AXX)
dan sebuah kromosom sel telur tanpa X (3AO). Jika dalam keadaan ini terjadi
pembuahan, sudah tentu keturunan akan menyimpang dari keadaan normal, yaitu
sebagai berikut :

a) Sel telur yang memiliki 2 kromosom X apabila dibuahi oleh spermatozoon


yang membawa kromosom X akan menghasilkan lalat betina super
(3AAXXX) yang memiliki 3 kromosom X. Lalat ini tidak lama hidupnya,
karena mengalami kelainan dan kemunduran pada beberapa alat tubuhnya.

b) Sel telur yang memiliki 2 kromosom X apabila dibuahi oleh spermatozoon


yang membawa kromosom Y akan menghasilkan lalat betina yang memliki
kromosom Y (3AAXXY). Lalat ini fertile atau subur seperti lalat betina biasa.

16
GENETIKA KELAS IV B
KELOMPOK 7

Gambar perkawinan pada lalat Drosophila melanogaster yang menunjukan


adanya nondisjunction selama Oogenesis. Ada kemungkinan dihsilkan lalat
betina super 3AAXXX, Lalat betina 3AAXXY, lalat jantan 3AAXO. Lalat
YO tidak pernah dikenal karena letal.

c) Sel telur yang tidak memiliki kromosom X apabila dibuahi oleh spermatozoon
yang membawa kromosom X akan menghasilkan lalat jantan (3AAXO). Lalat
ini steril.

d) Sel telur tidak memiliki kromosom X apabila dibuahi oleh spermatozoon


yang membawa kromosom Y tidak menghasilkan keturunan, sebab letal. Jadi
lalat (3AAYO) tidak dikenal.

Partenogenesis

Pada beberapa spesies Hymenoptera seperti semut, lebah, dan tawon, individu
jantan berkembang dengan cara partenogenesis, yaitu melalui telur yang tidak dibuahi.

17
GENETIKA KELAS IV B
KELOMPOK 7

Oleh karena itu, individu jantan ini hanya memiliki sebuah genom atau perangkat
kromosomnya haploid.

Sementara itu, individu betina dan golongan pekerja, khususnya pada lebah,
berkembang dari telur yang dibuahi sehingga perangkat kromosomnya adalah diploid.
Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa partenogenesis merupakan sistem
penentuan jenis kelamin yang tidak ada sangkut pautnya sama sekali dengan
kromosom kelamin tetapi hanya bergantung kepada jumlah genom (perangkat
kromosom).

a. Sistem gen Sk-Ts

Di atas disebutkan bahwa sistem penentuan jenis kelamin pada lebah tidak
berhubungan dengan kromosom kelamin. Meskipun demikian, sistem tersebut masih
ada kaitannya dengan jumlah perangkat kromosom.

Pada jagung dikenal sistem penentuan jenis kelamin yang tidak bergantung,
baik kepada kromosom kelamin maupun jumlah genom, tetapi didasarkan atas
keberadaan gen tertentu. Jagung normal monosius (berumah satu) mempunyai gen Sk,
yang mengatur pembentukan bunga betina, dan gen Ts, yang mengatur pembentukan
bunga jantan. Jagung monosius ini mempunyai fenotipe Sk_Ts_.

Sementara itu, alel-alel resesif sk dan ts masing-masing menghalangi


pembentukan bunga betina dan mensterilkan bunga jantan. Oleh karena itu, jagung
dengan fenotipe Sk_tsts adalah betina diosius (berumah dua), sedang jagung skskTs_
adalah jantan diosius. Jagung sksktsts berjenis kelamin betina karena ts dapat
mengatasi pengaruh sk, atau dengan perkataan lain, bunga betina tetap terbentuk
seakan-akan tidak ada alel sk.

e) System ZW

Pada beberapa jenis kupu, beberapa jenis ikan, beberapa jenis reptil dan
burung diketemukan bentuk kromosom kelamin yang berlainan daripada yang telah
diterangkan di muka. Yang jantan memiliki sepasang kromosom kelamin yang sama
bentuknya, maka dikatakan bersifat homogametik. Yang betina bersifat
heterogametik, karena satu kromosom kelamin berbentuk seperti pada yang jantan,

18
GENETIKA KELAS IV B
KELOMPOK 7

sedangkan satunya lagi sangat lain bentuknya. Jadi keadaan ini kebalikan dengan
manusia, sebab pada manusia, yang laki-laki adalah heterogametik (XY) sedangkan
yang perempuan homogametik (XX). Untuk menghindari kekeliruan, maka
kromosom kelamin pada hewan-hewan tersebut di atas disebut ZZ dan ZW. Hewan
jantan adalah ZZ, sedang yang betina ZW. Jadi, semua spermatozoa mengandung
kromosom kelamin Z, sedangkan sel telurnya ada kemungkinan mengandung
kromosom dan kelamin Z dan ada kemungkinan mengandung kromosom kelamin W.

System ZO

Pada uggas (ayam, itik dan sebagainya) susunan kromosomnya lain lagi. Yang
betina hanya memiliki sebuah kromosom kelamin saja, tetapai bentuknya lain dengan
yang dijumpai pada belalang. Karena itu ayam betina adalah ZO (heterogametik).
Ayam jantan memiliki sepasang kromosom kelamin yang sama bentuknya, maka
menjadi ZZ (homogametik). Jadi spermatozoa ayam hanya satu macam saja, yaitu
membawa kromosom kelamin Z, sedang sel telurnya ada dua macam, mungkin
membawa kromosom Z dan mungkin juga tidak memiliki kromosom kelamin sama
sekali.

System Haploid-Diploid
Pada beberapa spesies Hymenoptera seperti semut, lebah, dan tawon, individu
jantan berkembang dengan cara partenogenesis, yaitu terbentuknya makhluk dari sel
telur tanpa didahului oleh pembuahan. Oleh karena itu, individu jantan ini hanya
memiliki sebuah genom atau perangkat kromosomnya haploid.
Lebah madu jantan misalnya, bersifat haploid, yang memiliki 6 buah kromosom. Sel
telur yang yang dibuahi oleh spermatozoon akan menghasilkan lebah madu betina
yang berupa lebah ratu dan pekerja, masing-masing bersifat diploid dan memiliki 32
kromosom. Karena perbedaan tempat dan makanan, maka lebah ratu subur (fertil),
sedangkan lebah pekerja mandul (steril).

19
GENETIKA KELAS IV B
KELOMPOK 7

Sementara itu, individu betina dan golongan pekerja, khususnya pada lebah,
berkembang dari telur yang dibuahi sehingga perangkat kromosomnya adalah diploid.
Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa partenogenesis merupakan sistem penentuan
jenis kelamin yang tidak ada sangkut pautnya sama sekali dengan kromosom kelamin
tetapi hanya bergantung kepada jumlah genom (perangkat kromosom).

Pengaruh lingkungan

Sistem penentuan jenis kelamin bahkan ada pula yang bersifat nongenetik. Hal
ini misalnya dijumpai pada cacing laut Bonellia, yang jenis kelaminnya semata-mata
ditentukan oleh faktor lingkungan.. F. Baltzer menemukan bahwa cacing Bonellia
yang berasal dari sebuah telur yang diisolasi akan berkembang menjadi individu
betina. Sebaliknya, cacing yang hidup di lingkungan betina dewasa akan mendekati
dan memasuki saluran reproduksi cacing betina dewasa tersebut untuk kemudian
berkembang menjadi individu jantan yang parasitik.

1. Kromatin Kelamin dan Hipotesis Lyon

Seorang ahli genetika dari Kanada, M.L. Barr, pada tahun 1949 menemukan
adanya struktur tertentu yang dapat memperlihatkan reaksi pewarnaan di dalam
nukleus sel syaraf kucing betina. Struktur semacam ini ternyata tidak dijumpai pada
sel-sel kucing jantan. Pada manusia dilaporkan pula bahwa sel-sel somatis pria,
misalnya sel epitel selaput lendir mulut, dapat dibedakan dengan sel somatis wanita
atas dasar ada tidaknya struktur tertentu yang kemudian dikenal dengan nama
kromatin kelamin atau badan Barr.

Pada sel somatis wanita terdapat sebuah kromatin kelamin sementara sel
somatis pria tidak memilikinya. Selanjutnya diketahui bahwa banyaknya kromatin
kelamin ternyata sama dengan banyaknya kromosom X dikurangi satu. Jadi, wanita
normal mempunyai sebuah kromatin kelamin karena kromosom X-nya ada dua.
Demikian pula, pria normal tidak mempunyai kromatin kelamin karena kromosom X-
nya hanya satu.

Dewasa ini keberadaan kromatin kelamin sering kali digunakan untuk


menentukan jenis kelamin serta mendiagnosis berbagai kelainan kromosom kelamin

20
GENETIKA KELAS IV B
KELOMPOK 7

pada janin melalui pengambilan cairan amnion embrio (amniosentesis). Pria dengan
kelainan kromosom kelamin, misalnya penderita sindrom Klinefelter (XXY),
mempunyai sebuah kromatin kelamin yang seharusnya tidak dimiliki oleh seorang
pria normal. Sebaliknya, wanita penderita sindrom Turner (XO) tidak mempunyai
kromatin kelamin yang seharusnya ada pada wanita normal.

Mary F. Lyon, seorang ahli genetika dari Inggris mengajukan hipotesis bahwa
kromatin kelamin merupakan kromosom X yang mengalami kondensasi atau
heterokromatinisasi sehingga secara genetik menjadi inaktif. Hipotesis ini dilandasi
hasil pengamatannya atas ekspresi gen rangkai X yang mengatur warna bulu pada
mencit. Individu betina heterozigot memperlihatkan fenotipe mozaik yang jelas
berbeda dengan ekspresi gen semidominan (warna antara yang seragam). Hal ini
menunjukkan bahwa hanya ada satu kromosom X yang aktif di antara kedua
kromosom X pada individu betina. Kromosom X yang aktif pada suatu sel mungkin
membawa gen dominan sementara pada sel yang lain mungkin justru membawa gen
resesif.

Hipotesis Lyon juga menjelaskan adanya mekanisme kompensasi dosis pada


mamalia. Mekanisme kompensasi dosis diusulkan karena adanya fenomena bahwa
suatu gen rangkai X akan mempunyai dosis efektif yang sama pada kedua jenis
kelamin. Dengan perkataan lain, gen rangkai X pada individu homozigot akan
diekspesikan sama kuat dengan gen rangkai X pada individu hemizigot.

2. Hormon dan Diferensiasi Kelamin

Dari penjelasan mengenai berbagai sistem penentuan jenis kelamin organisme


diketahui bahwa faktor genetis memegang peranan utama dalam ekspresi sifat
kelamin primer. Selanjutnya, sistem hormon akan mengatur kondisi fisiologi dalam
tubuh individu sehingga mempengaruhi perkembangan sifat kelamin sekunder.

Pada hewan tingkat tinggi dan manusia hormon kelamin disintesis oleh
ovarium, testes, dan kelenjar adrenalin. Ovarium dan testes masing-masing
mempunyai fungsi ganda, yaitu sebagai penghasil sel kelamin (gamet) dan sebagai
penghasil hormon kelamin. Sementara itu, kelenjar adrenalin menghasilkan steroid
yang secara kimia berhubungan erat dengan gonad.

21
GENETIKA KELAS IV B
KELOMPOK 7

Gen terpengaruh kelamin

Gen terpengaruh kelamin (sex influenced genes) ialah gen yang


memperlihatkan perbedaan ekspresi antara individu jantan dan betina akibat pengaruh
hormon kelamin. Sebagai contoh, gen autosomal H yang mengatur pembentukan
tanduk pada domba akan bersifat dominan pada individu jantan tetapi resesif pada
individu betina. Sebaliknya, alelnya h, bersifat dominan pada domba betina tetapi
resesif pada domba jantan. Oleh karena itu, untuk dapat bertanduk domba betina harus
mempunyai dua gen H (homozigot) sementara domba jantan cukup dengan satu gen H
(heterozigot).

Tabel 6.2. Ekspresi gen terpengaruh kelamin pada domba

Genotipe Domba jantan Domba betina


HH Bertanduk Bertanduk
Hh Bertanduk tidak bertanduk
Hh tidak bertanduk tidak bertanduk

Contoh lain gen terpengaruh kelamin adalah gen autosomal B yang mengatur
kebotakan pada manusia. Gen B dominan pada pria tetapi resesif pada wanita.
Sebaliknya, gen b dominan pada wanita tetapi resesif pada pria. Akibatnya, pria
heterozigot akan mengalami kebotakan, sedang wanita heterozigot akan normal.
Untuk dapat mengalami kebotakan seorang wanita harus mempunyai gen B dalam
keadaan homozigot.

Gen terbatasi kelamin

Selain mempengaruhi perbedaan ekspresi gen di antara jenis kelamin, hormon


kelamin juga dapat membatasi ekspresi gen pada salah satu jenis kelamin. Gen yang
hanya dapat diekspresikan pada salah satu jenis kelamin dinamakan gen terbatasi
kelamin (sex limited genes). Contoh gen semacam ini adalah gen yang mengatur
produksi susu pada sapi perah, yang dengan sendirinya hanya dapat diekspresikan
pada individu betina. Namun, individu jantan dengan genotipe tertentu sebenarnya
juga mempunyai potensi untuk menghasilkan keturunan dengan produksi susu yang

22
GENETIKA KELAS IV B
KELOMPOK 7

tinggi sehingga keberadaannya sangat diperlukan dalam upaya pemuliaan ternak


tersebut.

C. Kelainan Kromosom pada Manusia

Kelainan kromosom pada manusia dapat dibedakan atas :


a. Kelainan Pada Kromosom Kelamin
1) Sindrom Turner
Orang yang mengalami pengurangan pada kromosom Y, sehingga
mempunyai kariotip 22AA+XO. Orang yang emnalami sindrom Turner
berkelamin wanita, tetapi ovariumnya tidak tumbuh. Peristiwa ini disebut
ovaricular disgenesis.

Sifat-sifat penderita antara lain :


* Tubuhnya pendek, tidak sesuai dengan umurnya
* Dada bidang dan pinggul lebih sempit
* Tidak memiliki kromatin kelamin
* Individunya perempuan
* Mandul
* Gonad ovari asas (struktur gonadal kurang berkembang)
* Tidak datang haid
* Peningkatan berat badan, obesiti
* Buah dada yang kurang berkembang

23
GENETIKA KELAS IV B
KELOMPOK 7

* Kemungkinan terjadi karena ada nondisjunction selama orang tuanya


membentuk gamet

2) Sindrom Klinefelter
Pada sindrom Klinefelter, bayi laki-laki terlahir dengan kelebihan 1
kromosom X, sehingga mempunyai kariotip 22AA+XXY. Penderita
penyakit ini ada yang disebut testicular disgenesis karenatestis tidak
tumbuh, sehingga tidak dapat menghasilkan sperma yang mengakibatkan
kemandulan, ada juga yang disebut gynaecomatis karena payudara
tumbuh, tetapi kelaminya dikenal sebagai pria.

Pria dan wanita biasanya memiliki 2 kromosom seks. Wanita


mendapatkan 2 kromosom X, 1 dari ibu, 1 dari ayah. Pria mendapatkan 1
kromosom X dari ibu dan 1 kromosom Y dari ayah.

24
GENETIKA KELAS IV B
KELOMPOK 7

Pria dengan sindrom Klinefelter biasanya memiliki kelebihan


kromosom X sehingga mereka memiliki 3 kromosom seks, yaitu 2
kromosom X dan 1 kromosom Y. Sindrom ini ditemukan pada 1 diantara
700 bayi baru lahir. Sifat-sifat penderita :
* Kaki dan lengan kelihatan panjang, sehingga keseluruhan tubuhnya
nampak panjang
* Memiliki satu kromatin kelamin
* Individunya laki-laki
* Dada sempit, pinggul lebar, suatu keadaan yang biasanya terdapat
pada wanita normal
* Setelah mencapai masa akil-baliq, payudara membesar tetapi testis
mengecil
* Mandul
* Mempunyai keinginan untuk kawin
* Kemungkinan terjadi karena ada nondisjunction selama orang tuanya
membentuk gamet

3) Wanita Super
Wanita ini kelebihan sebuah kromosom X, sehingga memiliki 47
kromosom, dengan formula kromosom 22AAXXX atau disingkat sebagai
wanita XXX. Wanita ini hidupnya tidak lama, biasanya meninggal di

25
GENETIKA KELAS IV B
KELOMPOK 7

waktu masih kanak-kanak, karena banyak alat-alat tubuhnya tidak


sempurna perkembanganya.
Kemungkinan terjadinya karena ada nondisjunction pada waku
ibunya membentuk sel telur.

4) Pria XYY
Pada sindrom XYY, seorang bayi laki-laki terlahir dengan
kelebihan kromosom Y.
Pria biasanya hanya memiliki 1 kromosom X dan 1 kromosom Y,
digambarkan sebagai 46, XY.
Pria dengan sindrom XYY memiliki 2 kromosom Y dan
digambarkan sebagai 47, XYY. Kelainan ini ditemukan pada 1 diantara
1.000 pria.

26
GENETIKA KELAS IV B
KELOMPOK 7

27
GENETIKA KELAS IV B
KELOMPOK 7

BAB III

PENUTUP

Gen-gen yang terletak pada kromosom kelamin dinamakan gen rangkai


kelamin (sex-linked genes). gen-gen rangkai kelamin tidak mengalami segregasi dan
penggabungan secara acak di dalam gamet-gamet yang terbentuk.

Tipe – tipe penentuan jenis kelamin diantaranhya:

 Tipe XO
Organisme yang mempunyai sebuah kromosom X saja,pada belalang
jantan
 Tipe XY
 Tipe ZW
Ditemukan pada ikan,bentuk kromosom kelamin berbeda dengan
diterangkan dimuka
 Tipe ZO
Pada ayam betina
 Tipe haploid – diploid
Penentuan jenis kelamin tidak ditentukan oleh kromosom kelamin
 Tipe gen Sk-Ts

Didasarkan atas keberadaan gen tertentu yaitu gen Sk pada betina dan Ts pada
jantan

Hipotesis Lyon

Mary F. Lyon berpendapat bahwa kromatin kelamin merupakan kromosom X


yang mengalami kondensasi atau heterokromatinisasi sehingga secara genetik menjadi
inaktif.

Pengaruh hormon pada penentuan jenis kelamin adalah hormon akan mengatur
kondisi fisiologi dalam tubuh individu sehingga mempengaruhi perkembangan sifat
kelamin sekunder.

28
GENETIKA KELAS IV B
KELOMPOK 7

Kelainan pada kromosom diantaranya:

 Sindrom turner (wanita XO) yaitu wanita yang kekurangan sebuah kromosom
X
 Sindrom klinefter (laki-laki XXY) yaitu laki-laki yang kelebuhan sebuah
kromosom X
 Wanita super yaitu wanita kelebihan sebuah kromosom X
 Pria XYY

29
GENETIKA KELAS IV B
KELOMPOK 7

DAFTAR PUSTAKA

Suryo,2008.GENETIKA Strata 1.Yogyakarta: Gadjah Mada University Press


Kimball, John W.1983.Biologi Edisi Kelima Jilid 1.Jakarta : PT Erlangga

Suryo, 2003. Genetika Manusia. Yogyakarta: Gadjah Mada university Press

Penentuan Jenis Kelamin. (Online). (dikutip 3 juni 2010). Diperoleh dari


http://books.google.co.id/books?id=2bPXe2S4gxoC&pg=PT175&lpg=PT175&
dq=type+penentuan+jenis+kelamin&source=bl&ots=gdlLqD43Fd&sig=6QNk4
1wfD6GNYFE80gu6l3U1x7E&hl=id&ei=M1sFSv7FH9eUkAW-
jcjWBw&sa=X&oi=book_result&ct=result&resnum=1#PPT175,M1

30

Anda mungkin juga menyukai