Anda di halaman 1dari 33

LAPORAN PENELITIAN MAGANG

ISOLASI DAN IDENTIFIKASI JAMUR KONTAMINAN PADA MEDIA


KULTUR EMBRIOGENESIS SOMATIK KELAPA GENJAH SALAK

Disusun Oleh :
Yohanes Eugenius H ( 18 502 034 )

UNIVERSITAS NEGERI MANADO


FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN
ALAM
PROGRAM STUDI BIOLOGI
2021
LEMBAR PENGESAHAN

Judul : Isolasi dan Identifikasi Jamur Kontaminan Pada

Media

Kultur Embriogenesis Somatik Kelapa Genjah Salak

Nama Mahasiswa : Yohanes Eugenius H.

NIM : 18502034

Waktu Pelaksanaan : 7 Mei 2021 – 30 Juni 2021

Tempat Pelaksanaan: Balai Penelitian Tanaman Palma, Jalan Raya

Mapanget, Kec. Talawaan Kab. Minahasa Utara,

Sulawesi Utara

Disetujui dan disahkan

Manado, 28 Juni 2021

Peneliti Pendamping

(Ir. Jeanette Kumaunang M.Sc)


NIP. 19680617 199503 2 002

ii
Dosen Pembimbing Lapangan 1 Dosen Pembimbing Lapangan 2

(Prof. Dr. Suddin Simanjuntak, MS) (Dra. Christny F. E. Rompas, M.Si)


NIP. 19502317 198303 1 003 NIP. 19641215 198803 2 001

Menyetujui, Mengetahui,
Kepala Balai Penelitian Tanaman Palma Ketua Program Studi Biologi

(Dr. Ir. Ismail Maskromo, M.Si) (Dr. Meity N. Tanor, MS)


NIP. 19671117 199303 1 002 NIP. 19630523 198602 2 001

iii
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan yang Maha Esa, karena

atas berkat dan perlindungan dan tuntunan – Nya sehingga dalam melaksanakan

kegiatan Magang Universitas Negeri Manado yang berlokasi di Balai Penelitian

Tanaman Palma yang berlokasi di Kabupaten Minahasa Utara, Dapat diselesaikan

dengan tidak ada halangan / rintangan apapun. Laporan ini merupakan bentuk

pelaporan dan pertanggungjawaban penulis dalam kegiatan magang Universitas

Negeri Manado yang berlangsung selama 1,5 bulan.

Penulis mengucapkan banyak terimakasih kepada semua pihak yang telah

berperan dalam penyusunan laporan ini, karena kerjasamanya laporan ini dapat

terselesaikan. Pihak yang dimaksud antara lain :

1. Ibu Dr. Meity Tanor MS, Selaku Kepala Program Studi Biologi

Universitas Negeri Manado

2. Bapak Ir. Ismail Maskromo M.Si, Selaku Kepala Balai Penelitian

Tanaman Palma Manado

3. Ibu Ir. Jeanette Kumaunang M.Sc, Selaku Peneliti Pendamping

4. Ibu Dra. Christny F. E. Rompas M.Si, Selaku Dosen Pembimbing

Lapangan

5. Bapak Prof. Dr. Suddin Simandjuntak M.S, Selaku Dosen Pembimbing

Lapangan

6. Bapak Asnawi A.Md, Selaku Peneliti Pendamping Lapangan

7. Orang tua yang selalu memberikan motivasi, semangat dan dukungan

kepada penulis dalam kegiatan magang dan penyusunan laporan

iv
8. Teman – teman kelompok magang kerja di Balai Penelitian Tanaman

Palma yang sangat membantu dalam pembuatan laporan

Meskipun telah berusaha menyelesaikan laporan magang ini sebaik

mungkin, penulis menyadari bahwa laporan magang ini masih ada kekurangan.

Oleh karena itu, penulis menyadari bahwa laporan magang ini masih ada

kekurangan dan mengharapkan kritik maupun saran yang membangun dari para

pembaca guna menyempurnakan segala kekurangan dalam penyusunan laporan

magang ini.

Manado, 27 Juni 2021

Yohanes Eugenius H.

v
DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN..................................................................................................... ii

KATA PENGANTAR............................................................................................................. iv

DAFTAR ISI............................................................................................................................ vi

DAFTAR GAMBAR.............................................................................................................. vii

BAB I PENDAHULUAN......................................................................................................... 1

1.1. Latar Belakang............................................................................................................ 2

1.2. Rumusan Masalah...................................................................................................... 2

1.3. Tujuan.......................................................................................................................... 2

1.4. Manfaat........................................................................................................................ 3

1.5. Alasan Pemilihan Judul.............................................................................................. 3

BAB II TINJAUAN PUSTAKA.............................................................................................. 4

2.1. Tanaman Kelapa......................................................................................................... 4

2.2. Kultur Jaringan.......................................................................................................... 7

2.3. Jamur Kontaminan..................................................................................................... 9

BAB III METODE PENELITIAN....................................................................................... 12

3.1. Waktu dan Tempat................................................................................................... 12

3.2. Alat dan Bahan.......................................................................................................... 12

3.3. Prosedur Penelitian................................................................................................... 13

vi
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN............................................................................... 17

4.1. Hasil............................................................................................................................ 17

4.2. Pembahasan............................................................................................................... 17

BAB V PENUTUP.................................................................................................................. 21

5.1. Kesimpulan................................................................................................................ 21

5.2. Saran.......................................................................................................................... 21

DAFTAR PUSTAKA............................................................................................................. 22

LAMPIRAN............................................................................................................................ 24

vii
DAFTAR GAMBAR

Gambar 1 Jamur Aspergillus flavus pada media tahapan 3 kultur embriogenesis

somatik kelapa Genjah Salak..................................................................................17

Gambar 2 Jamur Aspergillus fumigatus pada media tahapan 4 kultur

embriogenesis somatik kelapa Genjah Salak..........................................................17

Gambar 3 Jamur Aspergillus niger dan Mucor sp. pada media tahapan 2 kultur

embriogenesis somatik kelapa Genjah Salak...........................................................18

Gambar 4 Sampel pada media kontaminan kultur embriogenesis somatik kelapa

Genjah Salak............................................................................................................18

Gambar 5 Pemotongan kentang bentuk dadu dalam pembuatan media PDA..........................24

Gambar 6 Penuangan kentang setelah di potong dalam bentuk dadu ke dalam

gelas beaker dalam pembuatan media PDA.............................................................24

Gambar 7 Pengadukan semua baan dalam pembuatan media PDA.........................................24

Gambar 8 Hasil dalam pembuatan media PDA........................................................................24

viii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Kultur jaringan atau kultur in vitro atau tissue culture adalah suatu

teknik untuk mengisolasi sel, jaringan, dan organ kemudian menumbuhkan

bagian tersebut pada media buatan yang mengandung kaya nutrisi dan zat

pengatur tumbuh pada kondisi aseptik, sehingga bagian-bagian tersebut dapat

memperbanyak diri dan berenegerasi menjadi tumbuhan sempurna kembali.

Embriogenesis somatik merupakan salah satu teknik kultur in vitro

yang memberikan peluang tinggi untuk mendapatkan tanaman yang berasal

dari satu sel, sehingga seleksi in vitro dapat dilakukan pada tingkat sel atau

jaringan. Variasi somaklonal dalam kultur in vitro dipengaruhi oleh pemilihan

jenis dan konsentrasi zat pengatur tumbuh dalam media (Bairu et al., 2011).

kontaminasi oleh mikroba merupakan salah satu masalah serius dalam

kultur in vitro tanaman (Leifert dan Cassells, 2001). Kontaminasi tersebut

merupakan penyebab utama hilangnya kultur tanaman. Upaya untuk

meningkatkan skala produksi (scaling up) kultur in vitro seringkali terhambat

oleh adanya kontaminasi mikroba. Proses kultur jaringan membutuhkan

kondisi yang steril. Kalau kondisi terkontaminasi, kultur akan mati atau

rusak.

Komponen paling rentan terhadap kontaminasi mikroorganisme adalah

media tumbuh dan eksplan. Gunawan (1987), media kultur jaringan

merupakan media yang sangat mendukung bagi pertumbuhan jamur dan

1
bakteri. Mikrooganisme akan tumbuh dengan cepat dan akan menutupi

permukaan media dan eksplan yang ditanam. Di samping itu, mikrooganisme

akan menyerang eksplan melalui luka-luka akibat pemotongan dan

penanganan waktu sterilisasi sehingga mengakibatkan jaringan eksplan.

Eksplan yang terkontaminasi akan menunjukkan gejala berwarna

putih, biru atau krem yang disebabkan jamur dan bakteri. Media tumbuh dan

eksplan dapat terkontaminasi oleh mikrooganisme karena keduaduanya dapat

berfungsi sebagai subsrat yang baik bagi pertumbuhan mikroorganisme

termasuk bakteri (Doods dan Roberts, 1983) dan jamur (Gunawan, 1987).

Identifikasi mikroorganisme kontaminan perlu diketahui jenisnya untuk

dilakukan upaya pencegahan agar tidak tumbuh pada media / bahan eksplan

kultur jaringan

1.1.2. Rumusan Masalah

Kegiatan penelitian magang Universitas Negeri Manado yang

bertempat di Balai Penelitian Tanaman Palma Manado mempunyai rumusan

masalah sebagai berikut :

1. Jenis jamur kontaminan apakah yang terdapat pada media kultur

embriogenesis somatik kelapa Genjah Salak ?

2. Bagaimana morfologi jamur kontaminan yang terdapat pada media

kultur embriogenesis somatik kelapa Genjah Salak ?

.3. Tujuan

Kegiatan penelitian magang Universitas Negeri Manado yang

bertempat di Balai Penelitian Tanaman Palma Manado bertujuan sebagai

berikut :

2
1. Untuk mengetahui jenis jamur kontaminan pada media kultur

embriogenesis somatik kelapa Genjah Salak

2. Untuk mengetaui morfologi jamur kontaminan yang terdapat pada

media kultur embriogenesis somatik kelapa Genjah Salak

1.1.4. Manfaat

Adapun manfaat dari penulisan laporan ini adalah sebagai berikut :

a. Mahasiswa dapat memahami dan membedakan jenis jamur kontaminan

yang terdapat pada media kultur embriogenesis somatik kelapa Genjah

Salak bedasarkan morfologi

b. Bagi masyarakat dapat mengetahui jenis jamur kontaminan yang

terdapat pada media kultur embriogenesis somatik kelapa Genjah

Salak

1.1.5. Alasan Pemilihan Judul

Mengapa saya memilih jamur kontaminan alasannya karena banyak

nya media kultur yang sudah terkontaminasi oleh jamur maupun bakteri

langsung di bersihkan dan tidak diteliti lebih lanjut. Oleh karena itu saya

mengambil penelitian ini bertujuan untuk mengetahui jenis jamur kontaminan

yang terdapat pada media kultur embriogenesis somatik.

3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Tanaman Kelapa

Kelapa (Karambit, Melayu; Coconut, Inggris; niyog, Filipina; mapharau,

Thailand) atau Cocos nucifera merupakan tanaman yang memegang peranan

penting bagi banyak kelompok masyarakat di kawasan Asia tenggara, Pasifik,

Afrika, dan di sebagian tempat di amerika latin. Cocos dalam bahasa latin

berarti kera, mengacu pada buahnya yang “ berbulu ” disertai 3 lubang pada

bagian atas batok buah kelapa yang bentuknya mirip mata dan hidung kera.

Nucifera berarti penghasil buah. (Mawardi & Aditya, 2017)

Kelapa termasuk tanaman tahunan yang berarti dapat berbuah sepanjang

tahun. Jumlah buah yang dihasilkan beragam tergantung perawatan, jenis

kelapa, iklim, kondisi tanah, atau daerah tumbuh. Secara umum tanaman

kelapa dapat menghasilkan 45 – 70 butir kelapa Dalam setahun. Akan tetapi,

tanaman yang berasal dari induk atau bibit yang sehat, berada di kondisi

lingkungan seperti iklim dan tanah yang pas, serta dirawat dengan baik dapat

menghasilkan buah sebanyak 80 – 150 buah. Tanpa perawatan dan dibiarkan

begitu saja pun kelapa masih dapat menghasilkan buah, seperti yang banyak

dijumpai di berbagai kawasan di Indonesia. (Mawardi & Aditya, 2017)

2.1.1. Tipe Kelapa

Kelapa terdiri atas 2 tipe yaitu, tipe kelapa Dalam dan tipe kelapa Genjah.

1. Tipe Kelapa Dalam

4
Kelapa Dalam mempunyai ciri – ciri yang dapat diamati dari

varietas tanaman kelapa typical adalah mulai berbuah pada umur 6-8

tahun dan umur pohon mencapai 110 tahun. Batangnya tinggi sampai

mencapai 35 m apabila tanaman rapat, pada umumnya tingginya 30 m.

Buahnya berukuran besar, yaitu rata-rata beratnya 2 kg dengan daging

buah ½ kg dan air ½ liter. Sebutir kelapa dapat menghasilkan kopra 200-

300 gram dan kelapa ini menghasilkan minyak sebanyak 132 gram.

Warna buah kelapa ini adalah hijau dan merah (Soedijanto, 1991).

Kelapa Dalam berdasarkan sifatnya dibagi 6 yaitu : kelapa Hijau,

kelapa Merah, kelapa Manis, kelapa Bali, kelapa Kopyor dan kelapa Lilin

(Wahyuni, 2000). Kelapa Dalam (Tall) memiliki ciri pada pangkal

batangnya membesar (disebut bole), umumnya memiliki batang yang

tingginya sekitar 15-30 meter (Wahyuni, 2000).

2. Tipe kelapa Genjah

Kelapa Genjah disebut kelapa kerdil, kelapa puyuh atau kelapa

babi. Kelapa ini mulai berbuah pada umur 3-4 tahun. Buahnya kecil-

kecil, berat rataannya 1 kg dan daging buahnya 400 gram. Sebutir kelapa

menghasilkan 150 kopra. Batang kelapa ini berukuran kecil dan pangkal

batangnya tidak besar. Umur kelapa Genjah rata-rata 50 tahun

(Soedijanto, 1991).

Kelapa Genjah berdasarkan sifatnya dibagi 5 yaitu : kelapa Gading,

kelapa Raja, kelapa Puyuh, kelapa Raja Malabar, kelapa Hias (Wahyuni,

2000).

5
kelapa Genjah memiliki ciri pangkal batangnya tidak membesar

atau tidak ada bole umumnya memiliki batang yang tinggi sekitar 5-10

meter, dari hasil silang kedua tipe tersebut disebut kelapa hibrida yang

memiliki ciri mirip dengan kelapa Genjah. Batang pohon kelapa banyak

dimanfaatkan sebagai bahan konstruksi bangunan, bahan mebel dan

jembatan (Wahyuni, 2000).

2.1.1.2. Kelapa Genjah Salak (GSK)

Kelapa Genjah Salak berasal dari Pematang Panjang Kalimantan

Selatan. Merupakan hasil eksplorasi plasma nuftah pada tahun 1980 – an.

Genjah Salak mulai berbuah pada umur 2 tahun dengan bentuk buah bulat,

ukuran kecil dan warna hijau. Produksi buah tinggi sebesar 80 hingga 120

butir buah / pohon / tahun. Jenis ini tahan terhadap Phytopthora. Selain dapat

dimanfaatkan sebagai minuman air kelapa segar, niranya juga mulai dideres

untuk pembuatan gula merah. (Mawardi & Aditya, 2017)

GSK yang tumbuh di Kebun Percobaan Kima Atas (yang berlokasi 80

m dpl), berumur 10 tahun, memiliki batang yang lebih besar dari kelapa

Genjah lainnya. GSK memiliki buah kecil, lingkar batang 20 cm di atas

permukaan tanah 114 cm, dan 84,4 cm pada 1 cm, tinggi pohon 5,5 m,

panjang petiole 158 cm, panjang rachis 369 cm, jumlah daun 104 helai,

berbunga awal pada usia 16,5 bulan setelah di tanam atau 22,5 bulan setelah

kecambah. Fase pemantangan bunga jantan dan betina pada waktu yang

bersamaan. Buah umumnya berwarna hijau, berbentuk seperti telur, bulat bila

dilihat secara ekuatorial. (Akuba et al., 2003)

6
Produksi buah umumnya dimulai pada 2 – 3 tahun setelah

penanaman. Setelah produksi penanaman selama beberapa tahun, jumlah

tandan sekitar 11 – 14 buah per tahun, jumlah buah berkisar antara 80 – 120

buah per pohon tergantung pada faktor – faktor lingkungan dan budidaya.

Komponen buah GSK adalah : berat buah 809 gram, berat daging 322 gram,

rasio daging buah 39,7 %, berat sabut 194,3 gram dengan rasio 24.0 %, berat

air 130,8 gram dengan rasio 16.2 %, dan berat kulit 162.1 gram atau 20.0 %.

GSK memiliki kandungan material kering yang tinggi sekitar 55 %. (Akuba

et al., 2003)

GSK agak peka terhadap kekeringan. Pada musim kering yang panjang

6 bulan, produksi GSK menurun rata – rata 7.1 % (Akuba, 1988). GSK dapat

tumbuh baik di lahan gambut. GSK relatif tahan terhadap penyakit

Phytophthora. Dari 238 pohon kelapa yang ditanam di Pakuwon, Jawa Barat,

226 pohon diantaranya diidentifikasi tahan berdasarkan penanda isozyme

(Runtunuwu, 2000).

GSK memiliki beberapa sifat keunggulan, seperti jumlah buah yang

banyak dibanding dengan Genjah lainnya. Kandungan kopra baik dan juga

berkualitas baik karena kadar galaktomanan rendah. (Akuba et al., 2003)

GSK telah digunakan dalam program hibridisasi sebagai induk betina

dan DTA, Dalam Igoduku (DID), PYT dan RLT. Keturunannya sementara

dalam uji coba yang dilaksanakan di Kebun Percobaan Paniki, Sulawesi Utara

(Tenda et al, 1995). GSK telah disilangkan dengan Kelapa Dalam yang lain

untuk mengamati ketahanan terhadap penyakit Phytophthora (Mangindaan et

7
al, 1999). GSK juga telah disilangkan dengan Dalam Riau untuk

menghasilkan kelapa hibrida yang dapat beradaptasi di lahan gambut.

.2. Kultur Jaringan

Kultur jaringan tumbuhan merupakan suatu metode untuk mengisolasi

bagian-bagian tanaman seperti sel, jaringan atau organ kemudian

menumbuhkannya secara aseptis (suci hama) di atas suatu medium budidaya

sehingga bagian-bagian tanaman tersebut dapat memperbanyak diri dan

beregenerasi menjadi tanaman lengkap (plantlet). Salah satu proses

pembentukan planlet dalam teknik kultur jaringan adalah embriogenesis

somatik, yaitu suatu proses pembentukan embrio dari eksplan yang berupa

sel-sel somatik yang telah mengalami dediferensiasi. Sel-sel somatik yang

telah mengalami dediferensiasi selanjutnya ditransfer ke dalam medium yang

sesuai dan jika proses induksi dediferensiasinya benar, maka gen-gen yang

bertanggung jawab terhadap totipotensi akan berfungsi, pembelahan selselnya

menjadi terkendali, dan akhirnya terbentuk embrio. Embrio yang terbentuk

dari sel-sel somatik akan tumbuh dan berkembang menjadi tanaman utuh

melalui proses yang identik dengan proses embryogenesis zigotik (Indrianto,

2003).

Pendekatan yang umum digunakan dalam menginduksi embrio

somatik adalah mengkulturkan jaringan tanaman dalam medium yang

mengandung auksin misalnya 2,4- dichlorophenoxyacetic acid (2,4-D).

Respon awal eksplan terhadap 2,4-D adalah pembentukan kalus sebagai

wujud dediferensiasi. Kalus merupakan massa sel yang tidak terorganisir

yang awalnya merupakan jaringan penutup luka, dimana sel-sel yang pada

8
awalnya dorman (quiescent) terdiferensiasi kembali (dediferensiasi).

Dediferensiasi terjadi karena sel-sel tumbuhan (jaringan), yang secara

alamiahnya bersifat autotrof dikondisikan menjadi heterotrof dengan cara

memberikan nutrisi yang cukup kompleks di dalam medium kultur, sehingga

sel-sel membelah secara tidak terkendali membentuk massa sel yang tidak

terorganisir (kalus).

Sebagian sel-sel kalus yang terbentuk bersifat embrionik, yaitu kalus

yang hanya memiliki kemampuan untuk terus membelah (proliferasi)

menghasilkan sel-sel kalus yang baru, sebagian lagi bersifat embriogenik

yaitu kalus yang dapat berkembang menjadi embriogenesis somatik setelah

kalus tersebut ditransfer ke dalam medium yang sesuai dan tidak mengandung

auksin atau 2,4-D (Kikuchi et al., 2006). Embriogenesis somatik dapat

terbentuk melalui dua jalur, yaitu secara langsung maupun tidak langsung

(melewati fase kalus). Keberhasilan akan tercapai apabila kalus atau sel yang

digunakan bersifat embriogenik yang dicirikan oleh sel yang berukuran kecil,

sitoplasma padat, inti besar, vakuola kecil-kecil dan mengandung butir pati

(Wiendi et al., 1991).

.3. Jamur Kontaminan

2.3.1. Pengertian Jamur Kontaminan

Fungi adalah nama regnum dari sekelompok besar makhluk hidup

eukariotik heterotrof yang mencerna makanannya di luar tubuh lalu menyerap

molekul nutrisi ke dalam sel-selnya. Fungi memiliki bermacam-macam

bentuk. Awam mengenal sebagian besar anggota Fungi sebagai jamur,

kapang, khamir, atau ragi, meskipun seringkali yang dimaksud adalah

9
penampilan luar yang tampak, bukan spesiesnya sendiri. Sedangkan,

Kontaminan adalah zat yang hadir dalam lingkungan yang bukan tempatnya

atau berada dalam tingkat yang dapat menyebabkan membahayakan

(merugikan) kesehatan.

Jamur kontaminan adalah jamur yang pertumbuhannya akan

menyebabkan terjadinya kerusakan pada bahan yang di kontaminasinya,

diantaranya kerusakan flavor, warna, pelunakan, dan terbentuknya senyawa

yang bersifat toksik. Kerusakan tersebut disebabkan karena jamur dapat

menghasilkan enzim ekstraseluler yang akan memecah senyawa tertentu pada

pangan yang bersangkutan, serta dapat menghasilkan metabolit sekunder

yang bersifat toksik, disebut mikotoksin (Mardiana, 2005).

.3.2. Kontaminasi Jamur

Kontaminasi Jamur disebabkan beberapa faktor diantaranya :

1. Beberapa faktor pertumbuhan fungi, antara lain: substrat, suhu, pH,

kelembapan, tekanan osmotik, dan bahan kimia lainnya.

2. Penyebab terjadinya kontaminasi fungi adalah tersedianya media tempat

hidup yang mendukung pertumbuhan fungi.

3. Fungi kontaminan dapat berasal dari spora fungi yang berada di udara,

tanah, air atau bahan lain yang mengandung spora fungi.

.3.3. Jenis – Jenis Jamur Kontaminan

Penelitian tentang jamur yang berpotensi menghasilkan metabolit

beracun ini baru dimulai pada tahun 1960 dengan suatu kasus kematian

ribuan ternak kalkun di Inggris yang dikenal dengan "Turkey X disease",

yang disebabkan karena pakan ternak tersebut telah tercemar oleh aflatoksin,

10
suatu metabolit racun yang dihasilkan oleh jamur (mikotoksin) Aspergillus

flavus. Walaupun penelitian tentang mikotoksin sampai sekarang masih

belum tuntas, sudah lebih dari 400 macam mikotoksin berhasil

diidentifikasikan. Tidak setiap pangan yang tercemar oleh jamur selalu

mengandung mikotoksin, sebab banyak faktor yang mempengaruhi

pertumbuhan maupun pembentukan mikotoksin pada pangan. Namun

demikian, karena sangat banyaknya spesies jamur yang bersifat toksigenik,

cemaran jamur pada pangan perlu mendapat perhatian serius. Beberapa

kelompok jamur diketahui bertahan pada perlakuan pengawetan pangan

misalnya Wallemia sebi pada ikan asin, Cladosporium herbarium pada daging

yang disimpan dingin, Byssochlamis fulva pada makanan kaleng, serta

Penicillium requeforti yang tahan terhadap sorbat.

11
BAB III
METODE PENELITIAN

3.1. Waktu dan Tempat

Penelitian Dilakukan 16 Juni 2021 Sampai 25 Juni 2021 di

laboratorium kultur jaringan dan laboratorium hama dan penyakit Balai

Penelitian Tanaman Palma

.2. Alat dan Bahan

3.2.1. Alat

1. Cawan Petri

2. Aluminium Foil

3. Tabung Reaksi

4. Scalpel

5. Auto clave

6. Bunsen

7. Cling Wrap

8. Oven

9. Neraca Analitik

10. Hotplate

11. Pisau

12. Erlenmeyer

12
13. Laminar Air Flow (LAF)

.2.2. Bahan

1. 1000 ml Aquadest

2. Alkohol 70 %

3. Alkohol 95 %

4. Potato Dextryose Agar (PDA)

5. Tissue Kering

6. Media Kultur Somatik embrio yang sudah terkontaminasi

7. 350 Gram Kentang

8. 20 Gram Agar

9. 20 Gram Gula Pasir

.3. Prosedur Penelitian

3.3.1. Tahap Persiapan

Alat – Alat yang akan digunakan dicuci terlebih dahulu dan

dikeringkan. Alat – Alat seperti cawan petri, pisau bedah disterilisasi dengan

panas lembab dengan cara dimasukkan ke autoclave selama 15 – 20 menit

pada suhu 121ºC dengan tekanan 15 lb. Setelah itu alat – alat cawan petri,

pisau bedah dibungkus dengan kertas pembungkus setelah itu di sterilisasi

dengan cara dimasukkan di dalam oven selama 7 jam pada suhu 100ºC.

.3.2. Pengambilan Sampel

Untuk pengambilan sampel Jamur Kontaminan pada media kultur

embrio somatik kelapa Genjah Salak dilakukan pada ruangan kontaminan yang

ada di laboratorium kultur jaringan di Balai Penelitian Tanaman Palma.

13
Pengambilan sampel berasal pada media tahapan 1 – 4 pada media kultur

embriogenesis somatik kelapa Genjah Salak.

.3.3. Pembuatan Media PDA (Potato Dextryose Agar)

1. Dipilih Kentang dengan kondisi yang bagus. Kentang dikupas dan

dipotong bentuk dadu dengan ukuran sekitar 2×2 cm.

2. Potongan kentang dimasukkan ke dalam erlenmeyer 1000 ml.

Ditambahkan aquades sebanyak 500 ml.

3. Mulut erlenmeyer di tutupi dengan plastik kemudian di ikat dengan karet.

Diberi lubang sedikit untuk tempat menaruh gelas pengaduk serta untuk

sirkulasi uap air.

4. Selanjutnya kentang di rebus di dalam panci yang berisi air hingga sari

kentang terekstrak sempurna. Waktu yang dibutuhkan untuk membuat

ekstrak kentang kurang lebih selama 1 jam.

5. Setelah direbus, air kentang di ambil dengan cara di saring dan

selanjutnya dimasukkan ke dalam erlenmeyer 1000 ml

6. Kemudian dimasukkan Gula pasir secara perlahan sambil di aduk dengan

menggunakan gelas pengaduk agar Gula pasir tidak menggumpal.

7. Selanjutnya, dimasukkan agar powder secara perlahan sambil diaduk

8. Selanjutnya dimasukkan aquades hingga voume mencapai 1000 ml

9. Erlenmeyer kemudian ditutup dengan menggunakan plastik dan ditali

dengan karet. Selanjutnya diberi lubang untuk sirkulasi uap air dan

tempat menaruh gelas pengaduk.

10. Suspensi media direbus hingga berubah warna menjadi lebih bening serta

bahan-bahanya tercampur semua.

14
11. Setelah matang, media siap dipindahkan ke erlenmeyer yang lebih

kecil,misalnya di pindah pada erlenmeyer 250 ml. Volume media pada

erlenmeyer 250 ml sebaiknya sebanyak 200 ml saja untuk menghindari

kontaminasi pada saat penyimpanan.

12. Setelah media dipindah, kemudian mulut erlenmeyer di tutup dengan

menggunakan alumunium foil dan kertas serta di tali dengan

menggunakan karet.

13. Selanjutnya media di steril pada suhu 121°C selama 25 menit.

14. Media siap digunakan.

.3.4. Isolasi Jamur Kontaminan dari Media Kultur Embriogenesis Somatik

Kontaminan

Proses isolasi jamur kontaminan dapat dipakai dengan mengikuti

metode Pandiangan et al (2006). Pinset dan scalpel serta pisaunya disterilkan

dalam alkohol 95 % yang sebelum dipakai dibakar pada nyala api bunsen dan

didinginkan sedikit baru dipakai. Jamur yang terdapat pada media kultur di

ambil menggunakan scalpel kemudian sampel di letakkan di atas media PDA.

Cara tersebut dilakukan berulang-ulang sampai media sebanyak 4 botol habis.

Kemudian diinkubasi dalam ruang kultur. Hasil inokulasi dikeluarkan dari

laminar dan ditempatkan dalam ruang inkubasi, suhu ruangan diatur sekitar

27 - 30°C dan pencahayaan yang cukup dan diberi label pada pekerjaan yaitu

waktu dikultur, jenis media, dan jenis eksplan. Sampel kemudian di inkubasi

selama 72 jam.

15
.3.5. Permunian Jamur Kontaminan dari Media Kultur Embriogenesis Somatik

Kontaminan

Koloni jamur yang telah tumbuh dimurnikan pada medium Potato

Dextryose Agar. Pemurnian dilakukan beberapa kali sampai diperoleh koloni

tunggal. Koloni yang telah murni selanjutnya ditanam dalam tabung reaksi

yang berisi Potato Dextryose Agar dan disimpan pada suhu 4C. Isolat murni

selanjutnya dipelihara dengan baik dan digunakan pada uji selanjutnya.

.3.6. Cara Pendeskripsian Jamur Kontaminan

Kontaminan diambil empat botol kultur embriogenesis somatik kelapa

Genjah Salak yang disimpan pada ruang kultur. Kemudian diamati secara

kasat mata. Untuk membedakan bakteri dan jamur mengunakan referensi Lay

(1994) dan Bonang (1982), yaitu dengan mengamati morfologinya.Morfologi

bakteri dengan ciri-ciri yang diamati yaitu besar kecilnya koloni, bentuk

koloni, kenaikan permukaan, halus kasarnya permukaan, wajah permukaan,

warna koloni, kepekatan.

Morfologi jamur dengan ciri-ciri yang diamati yaitu hifa bersekat atau

tidak bersekat, miselium terang atau keruh, miselium berwarna atau tidak,

memproduksi spora, warna spora, tangkai spora sederhana atau bercabang,

struktur spesifik: stolon, rhizoid, foot cell/ sel kaki. Setelah kultur

terkontaminasi, kemudian kontaminan diamati sampai hari ke-7 secara kasat

mata di dalam botol kultur. Setelah pengamatan kultur terkontaminasi

dilakukan selama 7, kemudian diamati dibawah mikroskop cahaya dengan

mengambil sebagian (cuplikan) kontaminan. Pengamatan dilakukan seperti

16
warna spora, warna miselium, propusi spora, ada tidaknya sekat miselium,

tangkai spora dan struktur spesifik lainnya.

17
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Hasil

Hasil pengamatan selama 7 hari kultur diperoleh 3 botol kultur yang

mengalami kontaminasi dari 4 botol kultur. Dari hasil tersebut diperoleh

persentasi kontaminasi kultur kelapa Genjah Salak adalah 3/4 x 100% = 75%.

Pada pengamatan yang dilakukan eksplan yang terkontaminasi menunjukkan

gejala berwarna seperti berwarna putih,coklat kehitaman, yang disebabkan

jamur. Media tumbuh dan eksplan dapat terkontaminasi oleh jamur karena

dapat berfungsi sebagai substrat yang baik bagi pertumbuhan.

Gambar 1 Jamur Aspergillus flavus pada media tahapan 3 kultur embriogenesis


somatik kelapa Genjah Salak

Gambar 2 Jamur Aspergillus fumigatus pada media tahapan 4 kultur


embriogenesis somatik kelapa Genjah Salak

18
Gambar 3 Jamur Aspergillus niger dan Mucor sp. pada media tahapan 2 kultur
embriogenesis somatik kelapa Genjah Salak

Gambar 4 Sampel pada media kontaminan kultur embriogenesis somatik kelapa


Genjah Salak

.2. Pembahasan

Sampel di ambil bedasarkan media tahapan 1 – 4 kultur embriogenesis

somatik kelapa Genjah Salak yang sudah terkontaminasi. Pada media tahapan

1 kultur embriogenesis somatik kelapa Genjah Salak yang terkontaminasi di

sana adalah bakteri.

Pada media tahapan 2 diperoleh jamur aspergillus niger, mucor.

Aspergillus niger secara umum mempunyai ciri morfologi seperti berikut:

Aspergillus niger berwarna koloni hitam dengan pinggiran putih dan

permukaan bawah koloni berwarna kekuningan sampai coklat. Secara

mikroskopis dicirikan dengan warna konidia, phialid memenuhi seluruh

permukaan vesikel dan vesikel bulat besar. Aspergillus niger memiliki warna

koloni hitam dan bagian bawah koloni berwarna putih kekuningan. Secara

mikroskopis vesikel berbentuk bulat hingga semi bulat. Konidia bulat hingga

semi bulat dan berwarna coklat (Wangge et al., 2012).

19
Mucor sp. Mempunyai ciri morfologi seperti berikut : tumbuh pada

suhu 25-30ºC, strukturnya halus dengan tinggi beberapa cm menyerupai

permen kapas. Koloni Mucor sp. berwarna putih, krem hingga menjadi abu-

abu dan coklat pada koloni yang sudah tua karena perkembangan spora.

Jamur Mucor sp. dapat tumbuh cepat pada media, sehingga pada media PDA

tanpa perlakuan (kontrol) pada hari ke-7 diameter koloni mencapai 90 mm

memenuhi cawan petri. Adapun secara mikroskopis Mucor sp. memiliki ciri-

ciri konidia berbentuk semibulat hingga bulat dengan warna merah

kecoklatan hingga coklat cerah. Hifa tidak berseptat kadang-kadang

membentuk cabang, sporangiospora tumbuh pada seluruh bagian miselium,

kolumela berbentuk bulat, dan tidak membentuk stolon (Fardiaz, 1989)

dalam Wangge et al. (2012).

Pada media tahapan 3 diperoleh jamur Aspergillus Flavus, aspergillus

flavus mempunyai ciri morfologi seperti berikut : Aspergillus flavus yang

tumbuh mula-mula berwarna putih kemudian pada hari ke empat berubah

menjadi hijau kekuningan dengan pinggiran putih dan permukaan bawah

koloni berwarni kekuningan sampai coklat. Aspergillus flavus secara

makroskopis koloni yang terlihat berwarna hijau kekuningan dan pada bagian

bawahnya berwarna kekuningan sampai coklat. Secara mikroskopis

konidiofor tampak jelas, tidak berpigmen, kasar, panjangnya kurang dari 1

mm (Gautam dan Bhadauria, 2012).

Pada media tahapan 4 diperoleh jamur Aspergillus fumigatus,

aspergillus fumigatus mempunyai ciri morfologi seperti berikut : Aspergillus

fumigatus koloni muncul sebagai filamen putih kemudian berubah warna

20
hijau tua atau hijau gelap dengan pinggiran putih dan permukan bawah koloni

berwarna kekuningan sampai coklat. Koloni Aspergillus fumigatus yang

tumbuh berwarna hijau kebiruan, diameter 1-2 cm, permukaan koloni seperti

beludru (velvety) (Akan et al., 2002).

21
BAB V
PENUTUP

5.1. Kesimpulan

Bedasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa dari 4 sampel

media kultur embriogenesis somatik kontaminan sebanyak 3 sampel (75 %)

yang dapat diisolasi dan diidentifikasi sebagai jamur kontaminan. Dari ke 3

sampel tersebut di temukan 2 jenis jamur yaitu aspergillus sp dan mucor sp.

Jenis jamur aspergillus spp. Ditemukan 3 spesies yaitu aspergillus niger,

aspergillus fumigatus, aspergillus flavus. Jenis jamur yang dominan dalam

media kontaminan kultur embriogenesis somatik kelapa Genjah Salak yaitu

aspergillus spp.

.2. Saran

1. Diperlukan ketelitian dalam sterilisasi alat – alat yang akan di gunakan

dalam kultur embriogenesis somatik supaya tidak terkontaminasi oleh jamur

maupun bakteri

2. Diperlukan penelitian lebih lanjut mengenai jamur kontaminan yang

berhasil diidentifikasi termasuk jamur endofit atau jamur patogen

3. Diperlukan penelitian lebih lanjut mengenai patogenitas jamur kontaminan

yang berhasil diidentifikasi.

4. Diperlukan penelitian lebih lanjut mengetahui jenis senyawa aktif yang

dihasilkan oleh jenis jamur kontaminan yang berhasil diidentifikasi

22
DAFTAR PUSTAKA

Akan, M., R. Hazroˇglu, Z. Ilhan, B. Sareyy¨upoˇglu, R. Tunca. 2002. A case of


aspergillosis in a broiler breeder flock. Avian Diseases 46(2): 497–501.
Akuba, R.H. 1998. Dampak kekeringan dan kebakaran terhadap kelapa dan upaya
penanggulangannya. Prosiding Konferensi Nasional Kelapa IV. Bandar
Lampung. 21 – 23 April. 233 – 244.
Akuba, R.H., H. Tampake., M. R. Bernhard., J. Kumaunang., R. Barlina., A. A.
Lolong., A. Lay. Plasma Nuftah Kelapa Indonesia. Manado: C.V. Indoba.
21 – 22
Bairu MW, Novák O, Doležal K, Van Staden J (2011) Changes in endogenous
cytokinin profiles in micropropagated Harpagophytum procumbens in
relation to shoot-tip necrosis and cytokinin treatments. Plant Growth Regul
Dodds, J. H. and Roberts, L W. 1995. Experiments in Tissue Culture . Third
Edition. Cambridge University Press. Cambridge.
Gautam, A.K., R. Bhadauria. 2012. Characterization of Aspergillus species
associated with commercially stored triphala powder. African Journal
Biotechnol 11 (104): 16814-16823.
Gunawan, L. N. 1987. Teknik Kultur Jaringan. Bogor: PAN ITB.
Indrianto A. 2003. Kultur jaringan tumbuhan. Fakultas Biologi. Universitas
Gadjah Mada. Yogyakarta.
Kikuchi A., Sanuki N., Higashi K., Koshiba T., Kamada H. 2006. Abscisic acid
and stress treatment are essential for the acquisition of embryogenic
competence by carrot somatic cells. Planta 223: 637-645
Leifert, C. And Cassells, A. C. 2001. “Micobial hazards in plant tissue and cell
cultures”.Journal of In Vitro Cell. Dev. Biol. Plant. 37: 133-138.
Mangindaan, H.F., Miftahorrachman dan H. Novarianto, 1999. Ketahanan
beberapa kelapa Hibrid terhadap penyakit busuk pucuk. Jurnal Penelitian
Tanaman Industri 5 ( 2 ) 46 – 50.
Mardiana. 2005. Jamur dan Mikotoksik dalam pangan. Yogyakarta: UGM
Runtunuwu, S.D., 2000. Penanda molekuler resistensi tanaman kelapa terhadap
penyakit gugur buah Phytophthora. Disertasi Program Doktor. IPB –
Bogor.
Simpala, Mawardin M dan Kusuma, A. 2017. Kelapa – Mengembalikan Kejayaan
Kelapa Indonesia. Yogyakarta: Lily Publisher
Soedijanto. 1991. Kelapa.CV. Yasaguna Anggota IKAPI : Jakarta.
Tenda, E.T., T. Rompas dan Novarianto, 1995. Pertumbuhan bibit kelapa Hibrid
Genjah Salak x beberapa kelapa Dalam. Buletin Balitka No. 24. 23 – 29.

23
Wahyuni, Mita Ir., 2000, Bertanam Kelapa Kopyor, Penebar Swadaya, Jakarta.
Wangge, E.S.A., D.N. Suprapta, G.N.A. Wirya. 2012. Isolasi dan identifikasi
jamur penghasil mikotoksin pada biji kakao kering yang dihasilkan di
Flores. J. Agric. Sci. and Biotechnol 1(1): 39-47.
Wiendi N.M.A., G.A. Wattimena. dan L.V. Gunawan. 1991. Perbanyakan
tanaman. Bioteknologi Tanaman I. PAU IPB. 507 hlm.

24
LAMPIRAN
Dokumentasi Kegiatan

Gambar 5 Pemotongan kentang bentuk dadu dalam pembuatan media PDA

Gambar 6 Penuangan kentang setelah di potong dalam bentuk dadu ke dalam


gelas beaker dalam pembuatan media PDA

Gambar 7 Pengadukan semua bahan dalam pembuatan media PDA

Gambar 8 Hasil dalam pembuatan media PDA

25

Anda mungkin juga menyukai