Anda di halaman 1dari 9

A.

Pendahuluan
Politik dipandang sebagai sebuah proses penentuan tujuan negara dan cara
melaksanakannya. Pelaksanaan tujuan itu memerlukan kebijakan-kebijakan umum (public
policies) yang menyangkut pengaturan, pembagian, atau alokasi sumber-sumber yang ada.
Sehingga politik dapat di artikan sebagai seni dan ilmu untuk meraih kekuasaan secara
konstitusional maupun non-konstitusional.
Istilah politik pertama kali melalui buku karangan Plato yang berjudul politeia yang
juga dikenal dengan buku republika, kemudian muncul pula karya Aristoteles yang berjudul
politeia dan kedua buku ini dipandang sebagai pangkal pemikiran politik yang berkembang
kemudian. Dari pengertian ini dapat diketahui bahwa konsep politik merupakan istilah yang
pergunakan untuk konsep pengaturan masyarakat, sebab dalam pengertian politik itu dibahas
berkenaan dengan bagaimana pemeritahan dijalankan agar terwujud sebuah masyarakat yang
baik, damai dan tentram dalam suatu negara.
Pada umumnya para analis politik serta filosof barat cenderung memandang politik
sebagai hal yang berkaitan denga penyelenggaraan pemerintahan dan negara. Politik
kemudian dipandang sebagai kegiatan yang diarahkan untuk mendapatkan dan
mempertahankan kekuasaan di masyarakat dimana politik adalah segala sesuatu tentang
proses perumusan dan pelaksanaan kebijakan publik.
Selanjutnya, apabila kata politik di kaitkan dengan hukum, maka lahirlah istilah
politik hukum. Dalam kamus bahasa Belanda yang ditulis oleh Van der Tas, kata politiek
mengandung arti beleid, yang dalam bahasa Indonesia berarti kebijakan atau policy. Dari
penjelasan ini dapat dikatakan bahwa politik hukum secara singkat berarti kebijakan hukum.
Adapun kebijakan hukum sendiri dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia berarti rangkaian
konsep dan asas yang menjadi garis besar dan dasar rencana pelaksanaan suatu pekerjaan,
kepemimpinan dan cara bertindak. Dengan kata lain, politik hukum adalah rangkaian konsep
dan asas yang menjadi garis besar dan dasar rencana dalam pelaksanaan suatu pekerjaan,
kepemimpinan, dan cara bertindak dalam bidang hukum.
Padmo Wahjono dikutip oleh Kotam Y. Stefanus mendefinisikan politik hukum
adalah kebijaksanaan penyelenggara negara tentang apa yang dijadikan kriteria untuk
menghukumkan sesuatu (menjadikan sesuatu sebagai Hukum). Kebijaksanaan tersebut dapat
berkaitan dengan pembentukan hukum dan penerapannya. L.J. Van Apeldorn menyatakan
bahwa politik hukum sebagai politik perundang–undangan serta menetapkan tujuan dan isi
peraturan perundang–undangan. Soerjono Soekanto mengemukakan politik hukum sebagai
kegiatan–kegiatan memilih nilai-nilai dan menerapkan nilai–nilai. Satjipto Rahardjo
mendefinisikan politik hukum adalah aktivitas untuk menentukan suatu pilihan mengenai
tujuan dan cara–cara yang hendak dipakai untuk mencapai tujuan hukum dalam masyarakat.1
Soedarto mengemukakan bahwa politik hukum adalah kebijakan negara melalui
badan-badan negara yang berwenang untuk menetapkan peraturan-peraturan yang
dikehendaki yang diperkirakan akan dipergunakan untuk mengekspresikan apa yang
terkandung dalam masyarakat dan untuk mencapai apa yang dicita-citakan, merupakan
upaya mewujudkan peraturan-peraturan yang baik sesuai dengan keadaan dan situasi suatu
waktu.

1
Soerjono Soekanto, Pokok-Pokok Sosiologi Hukum, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1994. hal. 14
Politik hukum adalah kebijakan dasar penyelenggaran negara dalam bidang hukum
yang akan, sedang dan telah berlaku, yang bersumber dari nilai-nilai yang berlaku di
masyarakat untuk mencapai tujuan negara yang dicita-citakan. Dari pengertian ini ada lima
agenda yang ditekankan dalam politik hukum nasional yaitu pertama masalah kebijakan
dasar yang meliputi konsep dan letak, kedua penyelenggara negara pembentuk kebijakan
dasar tersebut, ketiga materi hukum yang meliputi hukum yang akan, sedang dan telah
berlaku, keempat proses pembentukan hukum, kelima tujuan politik hukum nasional.
B. Hubungan Hukum dan Politik
Menurut Moh. Mahfud MD, menyatakan bahwa jika kita berasumsi bahwa hukum
merupakan produk politik, maka dalam menjawab hubungan antara hukum dan politik, dapat
dikatakan bahwa hukum dipandang sebagai dependent variable (variabel terpengaruh),
sedangkan politik diletakan sebagai independent variable (variabel berpengaruh). Peletakan
hukum sebagai variabel yang tergantung atas politik atau politik yang determinan atas
hukum itu mudah dipahami dengan melihat realitas, bahwa kenyataannya hukum dalam
artian sebagai peraturan yang abstrak (pasal-pasal yang imperatif) merupakan kristalisasi
dari kehendak-kehendak politik yang saling berinteraksi dan bersaingan. Sidang parlemen
bersama pemerintah untuk membuat undang-undang sebagai produk hukum pada hakikatnya
merupakan adegan konstestasi agar kepentingan aspirasi semua kekuatan politik dapat
terakomodasi di dalam keputusan politik dan menjadi undang-undang.2
Demikian pula hukum harus dapat membatasi kekuasaan politik agar tidak timbul
penyalahgunaan kekuasaan dan kesewenang-wenangan, sebaliknya kekuasaan politik
menunjang terwujudnya fungsi hukum dengan menyuntikan kekuasaan pada hukum yaitu
dalam wujud sanksi hukum. Legitimasi hukum melalui kekuasaan politik salah satunya
terwujud dalam pemberian sanksi bagi pelanggar hukum. Hukum ditegakkan oleh kekuasaan
politik melalui alat-alat negara yang telah diberi kewenangan seperti polisi, penuntut umum
dan pengadilan. Setelah hukum memperoleh kekuasaan dari kekuasaan-politik hukum juga
menyalurkan kekuasaan itu pada masyarakatnya. Dalam hal ini, tentu saja sanksi hukum
dapat pula mengganjar aparat kekuasaan politik yang melanggar hukum.
C. Hukum dan Kekuasaan
Menurut John Austin, seperti dikutip oleh Lili Rasyidi mengemukakan bahwa Law is
a command of the lawgiver (hukum adalah perintah dari penguasa), dalam arti perintah dari
mereka yang memiliki kekuasaan tertinggi atau yang memegang kedaulatan. Perdebatan
mengenai hubungan hukum dan politik memiliki akar sejarah panjang dalam ilmu hukum.
Bagi kalangan penganut aliran positivisme hukum seperti John Austin, hukum adalah tidak
lain dari produk politik atau kekuasaan.3
Dengan demikian kita dapat mengatakan negara adalah ekspresi atau merupakan
forum kekuatan-kekuatan politik yang ada di dalam masyarakat, maka hukum adalah hasil
sebagian pembentukan keputusan yang di ambil dengan cara yang tidak langsung oleh
penguasa. Penguasa mempunyai tugas untuk mengatur dengan cara-cara umum untuk
mengatasi problema-problema kemasyarakatan yang serba luas dan rumit. Pengaturan ini

2
Moh. Mahfud MD, Politik Hukum di Indonesia, Jakarta, Rajawali Pers, 2009, hal. 10
3
Achmad Ali, Menguak Tabir Hukum, Suatu Kajian Filosofis dan Sosiologis, Cet. II, Penerbit Gunung
Agung, Jakarta, 2002, hal 56.
merupakan obyek proses pengambilan keputusan politik yang dituangkan ke dalam aturan-
aturan yang secara formal di undangkan. sehingga dengan demikian dapat dikatakan bahwa
hukum adalah hasil resmi pembentukan keputusan politik penguasa.4
Pemerintah pada intinya merupakan pelaksana kehendak negara yang tidak lain
merupakan manifestasi dari sistem politik. Pemerintah merupakan sebagian kecil dari
keseluruhan anggota masyarakat dalam suatu negara yang diberi tugas untuk
menyelenggarakan kekuasaan negara. Hukum itu merupakan satu sistem yang tetap, logis
dan tertutup, oleh karena itu hukum dibedakan dalam dua jenis yaitu hukum dari tuhan untuk
manusia (the divine law) dan hukum yang dibuat oleh manusia. Dalam diri hukum itu sendiri
sebenarnya terdapat empat unsur yaitu perintah (command), sanksi (sanction), kewajiban
(duty), dan kedaulatan (sovereignty).
Pandangan realisme hukum, menjelaskan bahwa hukum itu tidak selalu sebagai
perintah dari penguasa negara, sebab hukum dalam perkembangannya selalu dipengaruhi
oleh berbagai hal. Hukum adalah hasil dari kekuatan sosial dan alat kontrol sosial dalam
kehidupan bersama dalam suatu negara. Hukum pada dasarnya tidak steril dari subsistem
kemasyarakatannya. Politk sering kali melakukan intervensi atas perbuatan dan pelaksanaan
hukum sehingga muncul pertanyaan tentang subsistem mana antara hukum dan politk yang
lebih suprematif. Pertanyaan ini muncul disebabkan karena banyaknya peraturan hukum
yang tumpul dalam memotong kesewenang-wenangan, hukum tak mampu menegakkan
keadilan dan tidak dapat menampilkan dirinya sebagai masalah yang seharusnya menjadi
tugas hukum untuk menyelesaikannya. Bahkan dewasa ini banyak produk hukum lebih
banyak diwarnai dengan kepentingan-kepentingan politik pemegang kekuasaan.
Masalah kekuasaan (authority) merupakan unsur penting dalam kehidupan manusia,
bahkan sering dijadikan ajang konflik untuk mendapatkannya. Dalam kaitan ini Mochtar
Kusumaatmadja mengatakan bahwa hukum tanpa kekuasaan adalah angan-angan, kekuasaan
tanpa hukum adalah kezaliman. Lili Rasjidi menjelaskan bahwa hukum dalam
pelaksanaannya memerlukan kekuasaan untuk mendukungnnya. Kekuasaan itu diperlukan
karena hukum itu bersifat memaksa, tanpa adanya kekuasaan, pelaksanaan hukum akan
menjadi terhambat. Semakin tertib dan teratur masyarakat, semakin berkurang pula
dukungan kekuasaan yang diperlukan.
Dalam pandangan Van Apeldoorn hukum itu sendiri sebenarnya merupakan
kekuasaan. Hukum juga merupakan salah satu sumber daripada kekuasaan, disamping
sumber-sumber lainnya seperti kekuatan (fisik dan ekonomi), kewibawaan (rohaniah,
inteligensia, dan moral). Selain itu hukum juga merupakan pembatas bagi kekuasaan, oleh
karena biasanya kekuasaan itu mempunyai sifat yang buruk yaitu selalu merangsang
pemegangnya untuk ingin memiliki kekuasaan yang melebihi apa yang dimilikinya.
Sehubungan dengan hal ini Soerjono Soekanto mengemukakan bahwa baik buruknya
sesuatu kekuasaan sangat tergantung dan bagaimana kekuasaan tersebut digunakan. Artinya
baik buruknya kekuasaan senantiasa harus diukur dengan kegunaannya untuk mencapai
suatu tujuan yang sudah ditentukan atau disadari oleh masyarakat lebih dahulu. Hal ini
merupakan suatu unsur yang mutlak bagi kehidupan masyarakat yang tertib dan bahkan bagi
setiap bentuk organisasi yang teratur.

Achmad Ali, Menguak Tabir Hukum, Suatu Kajian Filosofis dan Sosiologis,….hal. 57
4
Moh. Mahfud MD dengan mengutip pendapat Dahrendorf mencatat ada enam ciri
kelompok dominan atau kelompok pemegang kekuasaan politik yaitu pertama jumlahnya
selalu lebih kecil dari jumlah kelompok yang dikuasai, kedua memiliki kelebihan kekayaan
khusus untuk tetap memelihara dominasinya berupa kekayaan material, intelektual, dan
kehormatan moral, ketiga dalam pertentangan selalu terorganisir lebih baik daripada
kelompok yang ditundukkan, keempat kelas penguasa hanya terdiri dari orang-orang yang
memegang posisi dominan dalam bidang politik sehingga elite penguasa diartikan sebagai
elite penguasa dalam bidang politik, kelima kelas penguasa selalu berupaya monopoli dan
mewariskan kekuasaan politiknya kepada kelas / kelompoknya sendiri, keenam ada reduksi
perubahasan sosial terhadap perubahan komposisi kelas penguasa.
Dari uraian di atas dapat diketahui bahwa konfigurasi politik suatu negara akan
melahirkan karatkter produk hukum tertentu di negara tersebut. Di dalam negara yang
konfigurasi politik berciri demokratis maka produk politiknya berkarakter responsif
(populistik), sedangkan di negara yang konfigurasi politiknya bercorak ortoriter, maka
produk hukumnya berkarakter ortodoks (konservatif / elitis). Perubahan konfigurasi politik
dari ortoriter akan melahirkan produk hukum. Konfigurasi politik yang demokratis akan
melahirkan produk hukum yang responsif, sedangkan konfigurasi politik yang ortoriter akan
melahirkan produk hukum yang konservatif.
Dalam era reformasi saat ini, konfigurasi politik demokratis, dengan ditandai
banyaknya produk-produk politik penguasa melibatkan berbagai elemen masyarakat dalam
mengambil keputusan. Dalam pelaksanaan konfigurasi politik demokratis yang sedang
maraknya saat ini, agar tidak kebablasan maka perlu di ingat tentang tujuan politik nasional
Indonesia yang di dasarkan pada perjuangan bangsa Indonesia yang telah berhasil merebut
kemerdekaannya, berlandaskan Pancasila dan UUD 1945 untuk mengisi kemerdekaan
tersebut guna mencapai masyarakat adil dan makmur.
D. Pengaruh Partai Politik
Menurut Daniel S. Lev, yang paling menentukan dalam proses hukum adalah
konsepsi dan struktur kekuasaan politik yaitu bahwa hukum sedikit banyak selalu merupakan
alat politik dan bahwa tempat hukum dalam negara, tergantung pada keseimbangan politik,
defenisi kekuasaan, evolusi idiologi politik. Walaupun kemudian proses hukum tidak di
identikan dengan maksud pembentukan hukum, namun dalam prateknya seringkali proses
dan dinamika pembentukan hukum mengalami hal yang sama, yakni konsepsi dan struktur
kekuasaan politiklah yang berlaku di tengah masyarakat yang sangat menentukan
terbentuknya suatu produk hukum.5
Dari kenyataan ini di sadari, adanya suatu ruang yang absah bagi masuknya suatu
proses politik melalui wadah institusi politik untuk terbentuknya suatu produk hukum.
Pengaruh kekuasaan dalam hukum yakni mencakup kata process dan kata institutions, dalam
mewujudkan suatu peraturan perundang-undangan sebagai produk politik. Pengaruh itu akan
semakin nampak pada produk peraturan perundang-undang oleh suatu institusi politik yang
sangat dipengaruhi oleh kekuatan-kekuatan politik yang besar dalam institusi politik.
Sehubungan dengan masalah ini, Miriam Budiarjo berpendapat bahwa kekuasaan politik

5
Daniel S. Lev, Hukum Dan Politik di Indonesia, Kesinambungan dan Perubahan, Cet I, LP3S,
Jakarta, 1990. hal 18.
diartikan sebagai kemampuan untuk mempengaruhi kebijaksanaan umum (pemerintah) baik
terbentuknya maupun akibat-akibatnya sesuai dengan pemegang kekuasaan.6
Dalam proses pembentukan peraturan hukum oleh institusi politik peranan kekuatan
politik yang duduk dalam institusi politik itu adalah sangat menentukan. Institusi politik
secara resmi diberikan otoritas untuk membentuk hukum hanyalah sebuah institusi yang
vacum tanpa di isi oleh mereka diberikan kewenangan untuk itu. karena itu institusi politik
hanya alat belaka dari kelompok pemegang kekuasaan politik. Kekuatan-kekuatan politik
dapat dilihat dari dua sisi yakni sisi kekuasaan yang dimiliki oleh kekuatan politik formal
(institusi politik) dalam hal ini yang tercermin dalam struktur kekuasaan lembaga negara
seperti Presiden, DPR dan lembaga-lembaga negara lainnya dan sisi kekuatan politik dari
infrastruktur politik adalah seperti partai politik, tokoh-tokoh masyarakat, organisasi
kemasyarakatan, LSM, organisasi profesi dan lain-lain. Dengan demikian dapatlah
disimpulkan bahwa pembentukan produk hukum adalah lahir dari pengaruh kekuatan politik
melalui proses politik dalam institusi negara yang diberikan otoritas untuk itu.
Pengaruh kekuatan-kekuatan politik dalam membentuk hukum dibatasi ruang
geraknya dengan berlakunya sistem konstitusional berdasarkan checks and balances, seperti
yang dianut Undang-Undang dasar 1945 (UUD 1945) setelah perubahan. Jika diteliti lebih
dalam materi perubahan UUD 1945 mengenai penyelenggaraan kekuasaan negara adalah
mempertegas kekuasaan dan wewenang masing-masing lembaga-lembaga negara,
mempertegas batas-batas kekuasaan setiap lembaga negara dan menempatkannya
berdasarkan fungsi-fungsi penyelenggaraan negara bagi setiap lembaga negara. Sistem yang
demikian disebut sistem checks and balances, yaitu pembatasan kekuasaan setiap lembaga
negara oleh Undang-Undang Dasar, tidak ada yang tertinggi dan tidak ada yang rendah,
semuanya sama di atur berdasarkan fungsi-fungsi masing-masing
Dalam negara demokrasi, partai politik merupakan hal yang sangat penting dalam
penyelenggaraan negara, sebab melalui partai politik inilah rakyat menentukan kebijakan
untuk memilih presiden dan wakil presiden dan pejabat negara lainnya. Partai politik
merupakan alat yang pernah didesain oleh kelompok masyarakat dalam suatu negara untuk
mencapai tujuan politiknya, dan partai politik ini merupakan senjata yang paling ampuh
dalam menekan kesewenangan pihak penyelenggara negara. Sedemikian pentingnya
keberadaan partai politik dalam sebuah negara, sampai pada munculnya pemeo dalam
masyarakat yaitu negara modern tanpa partai politik, sama saja dengan kolam yang tidak ada
ikannya.
Partai politik sebagai institusi mempunyai hubungan yang sangat erat dengan
masyarakat dalam mengendalikan kekuasaan pihak yang berkuasa. Hubungan ini sangat
dipengaruhi oleh masyarakat yang melahirkan partai politik itu. Partai politik selalu
dianggap sebagai salah satu atribut dari negara moderen, sebab partai politik itu sangat
diperlukan kehadirannya bagi negara yang berdaulat. Bagi negara yang berdaulat eksistensi
partai politik merupakan prasyarat baik sebagai sarana penyalur aspirasi rakyat, juga
merupakan penentu dalam proses penyelenggaraan negara melalui wakil-wakilnya yang
duduk dalam badan perwakilan rakyat.

Daniel S. Lev, Hukum Dan Politik di Indonesia, Kesinambungan dan Perubahan,…..hal. 19


6
Partai politik sering kali di asosiasikan orang sebagai organisasi perjuangan yaitu
tempatnya seseorang atau sekelompok orang memperjuangkan hak-hak politik dalam sebuah
negara. Menurut Huzhuszar dan Stevensoon dalam bukunya political science, sebagaimana
yang dikutip oleh Bakti Ritonga mengatakan bahwa partai politik adalah sekelompok orang
yang terorganisir dan berusaha untuk mengendalikan pemerintahan agar dapat melaksanakan
program-program dan menempatkan anggota-anggotanya dalam jabatan pemerintah.
Partai politik berusaha untuk memperoleh kekuasaan dengan dua cara, yaitu pertama
ikut serta dalam pelaksanaan pemerintaahn secara sah melalui pemilihan umum dengan
merebut suara terbanyak (mayoritas), kedua dengan cara tidak sah (subversive) untuk
memperoleh kekuasaan tertinggi dalam negara itu dengan cara revolusi. Lebih lanjut
dikatakan bahwa persaingan antar partai politik merupakan bagian integral dalam proses
guna memperoleh kemenangan dalam proses pemilihan umum. Partai politik yang
memperoleh suara terbanyak dalam pemilihan umum, akan memperkuat posisi elite dalam
menjalankan kekuasaan dan merealisir tujuan lebih lanjut yakni mengawasi kebijakan umum
pemerintah.
Dalam konteks Indonesia, peran partai politik sebagai aspek pengubah hukum
terlebih dahulu harus merujuk kepada ketentuan yang terdapat dalam Pasal 5 (1) Undang-
Undang Dasar 1945 yang menyatakan bahwa Presiden memegang kekuasaan membentuk
undang-undang bersama DPR. Hal ini sejalan dengan ketentuan Pasal 20 Ayat (1) UUD
1945 yang berbunyi tiap-tiap undang-undang menghendaki persetujuan DPR. Berdasarkan
ketentuan tersebut dapat diketahui bahwa peran Presiden sebagai pemegang kekuasaan
eksekutif dan DPR sebagai pemegang kekuasaan legislatif mempunyai peran seimbang
dalam membuat dan mengadakan perubahan undang-undang. Berdasarkan ketentuan itu pula
ditentukan bahwa anggota DPR adalah orang-orang yang mewakili atau diusulkan oleh
Partai Politik yang ada.
Dalam UUD 1945 dijelaskan bahwa tugas dan wewenang DPR yaitu bersama-sama
dengan Presiden membentuk undang-undang, bersama-sama Presiden menetapkan APBN,
melaksanakan pengawasan dalam pelaksanaan undang-undang yang berhubungan dengan
pelaksanaan APBN dan Pengelolaan Keuangan Negara serta kebijaksaan negara dan
pengelolaan keuangan negara serta kebijaksanaan pemerintah, membahas untuk meratifikasi
dan atau memberikan persetujuan atas pernyataan perang/damai dan hasil pemeriksaan atas
pertanggungjawaban keuangan negara yang diberitahukan oleh BPK dan melaksanakan hal-
hal yang ditugaskan oleh ketetapan-ketetapan MPR kepada DPR.
Dari tugas dan wewenang DPR sebagaimana tersebut diatas, maka dapat diketahui
bahwa tugas dan wewenang itu seimbang dengan tugas dan wewenang Presiden sebagai
pemegang kekuasaan eksekutif dalam penyelenggaraan tugas-tugas negara. Dengan
demikian dapat dikatakan bahwa partai politik mempunyai peran yang sangat penting dalam
melakukan perubahan hukum. Selain itu, di luar DPR, anggota partai politik juga berperan
dalam mengubah hukum dengan memberikan masukan (kalau perlu dengan tekanan) kepada
DPR terhadap sesuatu hal yang merugikan rakyat.
E. Pengaruh Lembaga Swadaya Masyarakat
Tidak semua aspirasi yang ada dalam masyarakat dapat tertampung dalam partai
politik yang telah ada dalam satu negara. Aspirasi masyarakat yang tidak tertampung itu
biasanya diwujudkan dalam berbagai organisasi yang dibentuk diluar pemerintah, seperti
organisasi profesi, kelompok Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), kelompok penekan
(pressure group), dan kelompok kepentingan (interest group). Disamping itu juga terdapat
kelompok dari lembaga-lembaga internasional seperti Internasional Monetary Fund (IMF),
World Bank, dan berbagai lembaga internasional lainnya yang dapat mempengaruhi produk-
produk hukum dalam suatu negara.
Di luar kekuatan-kekuatan politik yang duduk dalam institusi-instusi politik, terdapat
kekuatan-kekuatan lainnya yang memberikan kontribusi dan mempengaruhi produk hukum
yang dilahirkan oleh institusi-institusi politik. Kekuatan tersebut berbagai kelompok
kepentingan yang dijamin dan diakui keberadaan dan perannya menurut ketentuan hukum
sebagai negara yang menganut sistem demokrasi. Bahkan dalam Undang-Undang Nomor 10
tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Per-Undang-Undangan, dalam Bab. X
menegaskan adanya partisipasi masyarakat yaitu yang di atur dalam Pasal 53 yang berbunyai
masyarakat berhak memberikan masukan secara lisan atau tertulis dalam rangka penyiapan
atau pembahasan Rancangan Undang Undang dan Rancangan Peraturan Daerah.
Kenyataan di atas menunjukan bahwa pengaruh masyarakat dalam mempengaruhi
pembentukan hukum, mendapat tempat dan apresiasi yang begitu luas. Apalagi sejak
tuntutan masyarakat dalam mendesakkan reformasi di segala bidang berhasil di menangkan,
dengan ditandai jatuhnya orde baru yang otoriter, maka era reformasi telah membawa
perubahan besar di segala bidang ditandai dengan lahirnya sejumlah undang-undang yang
memberi apresiasi yang begitu besar dan luas.
Kenyataan yang perlu di sadari, bahwa intensnya pengaruh tuntutan masyarakat
terhadap pembentukan hukum dan lahirnya keputusan-keputusan hukum dapat terjadi jika
tuntutan rasa keadilan dan ketertiban masyarakat tidak terpenuhi atau terganggu Karena rasa
ketidakadilan dan terganggunya ketertiban umum akan memicu efek opini yang bergulir
seperti bola salju yang semakin besar dan membahayakan jika tidak mendapat salurannya
melalui suatu kebijakan produk hukum atau keputusan yang memadai untuk memenuhi
tuntutan masyarakat tersebut.
Satu catatan penting yang perlu menjadi perhatian para lawmaker seperti yang
dikemukakan oleh Walter Lippmann, yaitu jika opini umum sampai mendomonasi
pemerintah, maka disanalah terdapat suatu penyelewengan yang mematikan, penyelewengan
ini menimbulkan kelemahan, yang hampir menyerupai kelumpuhan, dan bukan kemampuan
untuk memerintah. Karena itu perlu menjadi catatan bagi para pembentuk hukum adalah
penting memperhatikan suara dari kelompok masyarakat yang mayoritas yang tidak punya
akses untuk mempengaruhi opini publik, tidak punya akses untuk mempengaruhi kebijakan
politik. Disnilah peranan para wakil rakyat yang terpilih melalui mekanisme demokrasi yang
ada dalam struktur maupun infrastruktur politik untuk menjaga kepentingan mayoritas
rakyat, dan memahami betul norma-norma, kaidah-kaidah, kepentingan dan kebutuhan
rakyat agar nilai-nilai itu menjadi hukum positif.7
Sehubungan dengan organisasi kemasyarakatan terdapat ciri penting yaitu
kesukarelaan dalam pembentukan dan keanggotaannya. Anggota masyarakat bebas

7
Walter Lippman. Filsafat Publik, Terjemahan dari buku aslinya yang berjudul The Publik
Philosophy, oleh A. Rahman Zainuddin, Penerbit Yayasan Obor Indonesia, 1999, hal 39.
membentuk, memiliki dan bergabung dalam organisasi kemasyarakatan yang dikehendaki
dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara atas dasar kesamaan kegiatan,
profesi, fungsi, agama dan kepentingan. Organisasi kemasyarakatan dibentuk atas dasar sifat
kekhususannya masing-masing, maka sudah semestinya apabila organisasi kemasyarakatan
berusaha melakukan kegiatan sesuai dengan kepentingan anggotanya. Oleh karena itu,
keberadaan organisasi kemasyarakatan, termasuk Lembaga Swadaya Masyarakat merupakan
kebutuhan yang tidak dapat terelakkan.
Syaiful Hakim mengemukakan bahwa Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) adalah
organisasi non pemerintah yang didirikan oleh masyarakat untuk tujuan tertentu, terutama
untuk ikut memberikan andil dalam pembangunan. LSM yang di dirikan itu mempunyai
perhatian dan fokus garapan yang berbeda dan biasanya disesuaikan dengan kepentingan
masyarakat yang menghendaki lahirnya LSM itu. Adapun bentuk LSM berbagai spesifikasi
misalnya dalam bidang lingkungan hidup dan pelestarian alam, perlindungan anak-anak,
penegakan hukum dan keadilan, kekayaan pejabat dan mantan pejabat negara, kemandirian
peradilan, tentang dugaan korupsi dan pemberantasan KKN, tentang hak-hak asasi manusia
dan kesetaraan gender dan lembaga yang memerhatikan pelaksanaan demokrasi dan
supremasi hukum.
LSM yang bergerak dalam bidang masing-masing telah memberikan berbagai
masukan kepada pembuat kebijakan baik dalam bidang eksekutif, legislatif dan yudikatif
baik dalam rangka membuat aturan hukum maupun dalam bidang penerapan hukum menuju
kepada hal yang lebih baik daripada sebelumnya. Pada era reformasi ini banyak aturan
hukum (undang-undang) yang dibuat oleh DPR bersama pemerintah terlebih dahulu diminta
masukan-masukan dari berbagai pihak, termasuk LSM dalam bidang masing-masing.
Sehingga tampak bahwa peranan pengaruh dari LSM dalam mengubah suatu hukum yang
akan diberlakukan kepada masyarakat cukup dominan.
F. Kelompok Penekan (Pressure Group)
Kelompok penekan adalah sekumpulan orang yang mempunyai visi yang berlainan
dengan visi dari orang-orang yang duduk dalam suatu lembaga negara yang mempunyai
wewenang untuk membuat kebijakan nasional terhadap sesuatu hal yang menyangkut hajat
hidup orang banyak. Dalam dunia politik kelompok ini lazim dikenal dengan kelompok
oposisi. Kelompok ini pada umumnya adalah orang-orang yang tidak masuk dalam lingkaran
pemerintah yang berkuasa, dan tidak pula terwakili suaranya dalam salah satu partai politik
tertentu, atau orang-orang yang kecewa terhadap wakil-wakilnya yang duduk di lembaga
legislatif, termasuk juga terhadap orang-orang yang tidak puas dengan perkembangan
penegakan hukum dan kinerja aparat pemerintah dalam suatu negara.
Orang-orang yang temasuk dalam kelompok penekan ini terdiri dari orang-orang
berada dalam berbagai golongan dari lapisan masyarakat, mulai dari kelas bawah sampai
kepada masyarakat kelas menengah dan atas. Mereka terkadang tidak mempunyai organisasi
yang tetap sebagaimana layaknya anggota dari suatu lembaga sosial lainnya dalam
masyarakat. Kelompok penekan juga bisa datang dari luar negeri atau organisasi
internasional. Dengan kondisi domestik yang tidak stabil dan dikelilingi oleh suasana yang
tidak menentu dan membutuhkan bantuan dari negara super power, atau negara kaya,
sehingga mereka dengan mudah mencampur urusan dalam negeri negara yang meminta
bantuan tersebut.
Dalam sosiologi hukum dikenal dengan teori gerakan sosial yang mengatakan bahwa
dalam kehidupan masyarakat sering terjadi ketidakpuasan terhadap bidang-bidang tertentu
yang dapat menimbulkan ketidaktentraman dan ketegangan dalam masyarakat yang kadang-
kadang atas ketidaktentraman dan ketegangan ini timbul gerakan untuk mengadakan
perubahan yang pada akhirnya menimbulkan suatu hukum baru. Biasanya kelompok
penekan ini memperjuangkan keinginannya dan tujuan gerakannya dengan cara melakukan
demonstrasi yaitu mengerahkan massa secara besar-besaran menentang kebijakan berbagai
kebijakan pemerintah yang tidak sesuai dengan aspirasi kelompoknya dan yang bertentangan
dengan hukum dan keadilan. Dengan cara berdemonstrasi seperti inilah meraka berharap
pemerintah akan meninjau ulang dengan membuat kebijakan baru yang lebih sesuai dengan
kepentingan rakya banyak.
Dari uraian di atas, dapat diketahui bahwa pengaruh dari kelompok penekan dan
organisasi internasional terhadap suatu masalah dalam kelompok masyarakat suatu bangksa
dapat mempengaruhi kebijakan yang telah ditetapkan oleh penyelenggara negara. Meskipun
tidak semua perjuangan kelompok penekan berhasil mempengaruhi kebijakan negara, tetapi
banyak juga perjuangan kelompok penekan ini dapat berhasil diperjuangkan sehingga
kebijakan yang telah ditetapkan terpaksa harus diubah, yang pada akhirnya berubah pula
pada produk hukum yang dibuatnya.
Hal ini dapat dilihat dari campur tangannya urusan dalam negeri Indonesia dari
lembaga organisasi Internasional Monetary Fund (IMF) sampai pada batas-batas yang sangat
mengkhawatirkan yaitu cair tidaknya pinjaman baru sangat ditentukan oleh tekanan-tekanan
dari organisasi tersebut untuk melaksanakan kebijakan dalam negeri yang menerima donor.
Tidak dapat dipungkiri, pengaruh dari kelompok penekan dan tekanan organisasi
internasional dalam masalah-masalah tertentu akan mengakibatkan pada perubahan hukum
dan pembentukan hukum.
G. Kesimpulan
Aspek politik merupakan salah satu aspek yang mempunyai pengaruh cukup
signifikan terhadap hukum baik dalam proses pembentukan suatu produk hukum maupun
dalam tatanan penerapannya. Aspek politik tersebut diantaranya melalui politik kekuasaan
oleh penguasa dalam hal ini pemerintah dan DPR proses pembahasan dan pembentukan
suatu produk hukum, pengaruh partai politik yang berpengaruh terhadap kebijakan
pemerintah, pengaruh LSM terhadap hukum dan pengaruh kelompok penekan dalam
menentukan materi/substansi hukum.

Anda mungkin juga menyukai