Disusun Oleh :
Sahrizal Malki Darmawan 2012-22-002
1
Kebijakan Terkait Maritim
Wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil memiliki potensi yang cukup besar. Potensi yang
dimiliki oleh pulau-pulau kecil cukup besar pengaruhnya untuk pembangunan. Hal ini
karena didukung oleh letaknya yang strategis dari aspek ekonomi, maupun pertahanan dan
keamanan. Potensi yang dimiliki oleh pulau-pulau kecil di Indonesia adalah adanya
ekosistem khas tropis yang memiliki produktivitas yang tinggi, seperti terumbu karang,
padang lamun, dan hutan mangrove. Potensi-potensi perlu dikelola dengan baik dan juga
diberi payung hukum untuk melindungi potensi yang ada.
Di dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 disebutkan bahwa pengelolaan
wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil adalah suatu proses perencanaan, pemanfaatan,
pengawasan, dan pengendalian sumber daya pesisir dan pulau-pulau kecil antarsektor,
antara pemerintah daerah dengan pemerintah daerah, antara ekosistem darat dan laut, serta
anatar ilmu penegetahuan dan manajemen untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
Pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil meliputi kegiatan perencanaan,
pemanfaatan, pengawasan, dan pengendalian terhadap manusia dalam memanfaatkan
sumber daya pesisir dan pulau-pulau kecil.
Sejarah Maritim Indonesia
Indonesia memiliki pengaruh yang sangat dominan di wilayah Asia Tenggara, terutama melalui
kekuatan maritim besar di bawah kerajaan Sriwijaya sampai Majapahit. Dalam catatan sejarah
terekam bukti-bukti bahwa nenek moyang bangsa Indonesia menguasai lauatan Nusantara, bahkan
mampu mengarungi samudera luas hingga ke pesisir Madagaskar, Afrika Selatan. Penguasaan
lautan oleh nenek moyang kita, baik di masa kejayaan Kerajaan Sriwijaya, Majapahit maupun
kerajaan-kerajaan lan lebih merupakan penguasaan de facto daripada penguasaan atas suatu
konsepsi kewilayahan dan hukum.
Pada sekitar abad ke-14 dan permulaan abad ke-15 terdapat 5 jaringan perdagangan. Pertama,
jaringan perdagangan Teluk Bengal, yang meliputi pesisir Koromandel di India Selatan, Sri Langka,
Burma (Myanmar), serta pesisir utara dan barat Sumatera. Kedua, jaringan perdagangan Selat
Malaka. Ketiga, jaringan perdagangan yang meliputi pesisir timur Semenanjung Malaka, Thailand,
dan Vietnam Selatan. Keempat, jaringan perdagangan Laut Sulu, yang meliputi pesisir barat Luzon,
Mindoro, Cebu, Mindanao, dan pesisir utara Kalimantan. Kelima, jaringan Laut Jawa, yang
meliputi kepulauan Nusa Tenggara, Kepulauan Maluku, pesisir barat Kalimantan, Jawa, dan bagian
selatan Sumatera. Jaringan perdagangan ini berada di bawah hegemoni Kerajaan Majapahit.
Selain Sriwijaya dan bahkan sebelum Majapahit, Kerajaan Singosari juga memiliki armada laut
yang kuat dan mengadakan hubungan dagang secara inensif dengan wilayah sekitarnya. Kerajaan
Majapahit melalui Sumpah Amukti Palapa telah mempersatukan wilayah Indonesia. Dari Kerajaan
Majapahit juga kita telah banyak belajar tentang pengembangan dan perkembangan nilai-nilai luhur
kebudayaan Bangsa Indonesia sebagai manifestasi sebuah bangsa bahari yang besar.
Namun, setelah mencapai kejayaan budaya bahari, Indonesia mengalami kemunduran.
Masuknya VOC dan kekuasaan kolonial Belanda ke Indonesia semakin membuat budaya bahari
terpuruk. Perjanjian Giyanti pada tahun 1755 antara Belanda dengan Raja Surakarta dan
Yogyakarta mengakibatkan kedua raja tersebut harus menyerahkan perdagangan hasil wilayahnya
kepada Belanda. Sejak saat itu, semangat bahari Bangsa Indonesia mulai turun dan terjadi
pergeseran budaya bahari ke budaya daratan. Namun, semangat budaya bahari ini tidak boleh hilang
dalam diri Bangsa Indonesia.
Perkembangan Maritim Di Indonesia
2
Pada pembahasan sebelumnya telah dijelaskan sejarah maritim di Indonesia bahwa nenek
moyang kita telah menanamkan budaya bahari sejak zaman Kerajaan Sriwijaya. Pada tahun 1957,
Bangsa Indonesia mendeklarasikan Wawasan Nusantara yang memandang bahwa wilayah laut di
antara pulau-pulau Indonesia sebagai satu-kesatuan wilayah Nusantara. Bung Karno saat
pembukaan Lemhanas tahun 1965 mengatakan bahwa “Geolitical Destiny” dari Indonesia adalah
Maritim. Pada tahun 1982, Indonesia berhasil memberikan gagasan Negara Nusantara dan diakui
oleh Internasional dalam Konvensi PBB tentang hukum laut. Pada tahun 1998, Presiden BJ Habibie
mendeklarasikan visi pembangunan kelautan Indonesia dalam “Deklarasi Bunaken”. Sejak tahun
1999 dibentuklah Departemen Eksplorasi Laut dan berubah nama menjadi Departemen Kelautan
dan Perikanan pada tahun 2001.
Selain itu, Presiden KH. Abdurrahman Wahid mencanangkan 13 Desember sebagai Hari
Nusantara. Visi pembangunan kelautan Gus Dur dilanjutkan oleh Presiden Megawati Soekarno
Putri dengan ditetapkannya Keppres No. 126 Tahun 2001 tentang Hari Nusantara. Kebijakan
maritime yang sangat penting pada masa Presiden Megawati adalah dalam Seruan Sunda Kelapa
menyatakan penerapan asas cabotage sebagai suatu keharusan. Penerapan asas cabotage adalah
kebijakan fundamental bagi pembangunan industri Maritim Nasional. Kemudian keluar Inpres No.
5 Tahun 2005 tentang Pengembangan Industri Pelayaran Nasional pada masa Presiden Susilo
Bambang Yudhoyono. Namun penerapan Inpres ini berjalan sangat lamban.
Pada saat ini, semangat budaya maritim kembali dicanangkan oleh Presiden Joko Widodo
dalam Visi, Misi, dan Program Aksi yang terkenal dengan NAWACITA. Di dalam program
tersebut disebutkan Diplomasi Maritim untuk mempercepat penyelesaian permasalahan perbatasan
Indonesia, meningkatkan upaya pengamanan khusus wilayah kelauatan guna mencegah illegal
fishing, dan program tol laut. Program tol laut yang dibuat oleh Pemerintahan Jokowi menargetkan
pembangunan 24 pelabuhan dan pembelian 609 kapal dengan biaya ±96,8 triliun. Program tol laut
ini akan menjadi bagian penting jalur maritim dunia.
Sumber : www.katadata.co.id
Masalah Maritim Di Indonesia
3
Selain memiliki potensi sumber daya alam yang indah dan banyak, permasalahan juga terjadi
di perairan Indonesia. Mulai dari kerusakan ekosistem laut, masalah hukum perbatasan dengan
Negara lain di laut, hilangnya pulau-pulau kecil terluar, dan pembangunan yang masih berbasis
darat.
Namun demikian, batas ZEE antara Indonesia dengan negara-negara tetangga, sebagian
besar belum ditetapkan, terutama yang berhadapan langsung dengan negara tetangga. Hal
ini disebabkan karena belum adanya kesepakatan, atau belum dilakukannya ratifikasi.
Ketidakjelasan batas ZEE tersebut menyebabkan sulitnya penegakan hukum oleh aparat
dan berpotensi untuk menjadi sumber pertentangan antara Indonesia dengan negara
4
tetangga. Tabel berikut ini menunjukkan status batas-batas ZEE di wilayah perbatasan laut
Indonesia.
Tabel 3.1. Status Batas-Batas ZEE antara RI dengan negara tetangga
Batas Zona
No Eksklusif Status Keterangan
Ekonomi (ZEE)
1 RI–Malaysia Belum disepakati Belum ada perjanjian batas
Kesepakatan di tingkat teknis,
2 RI–Vietnam Telah disepakati
menunggu proses ratifikasi
3 RI–Fillipina Belum disepakati Belum ada perjanjian batas
4 RI–Palau Belum disepakati Belum ada perjanjian batas
5 RI–PNG Belum disepakati Tidak ada batas laut
6 RI–Timor Leste Belum disepakati Belum ada perjanjian batas
7 RI–India Belum disepakati Belum ada perjanjian batas
8 RI–Singapura Belum disepakati Belum ada perjanjian batas
9 RI-Thailand Belum disepakati Belum ada perjanjian batas
ZEE di Samudera Hindia, Lauta
10 RI–Australia Telah disepakati
Arafura, dan Laut Timor
Sumber : Bakosurtanal, 2003
5
3 RI – PNG Disepakati dalam Perjanjian
Telah disepakati
Indonesia-PNG Tahun 1980
4 RI – Timor Leste Perlu ditentukan garis-garis
pangkal kepulauan di Pulau Leti,
Belum
Kisar, Wetar. Liran. Alor, Pantar,
disepakati
hingga Pulau Vatek, dan titik dasar
sekutu di Pulau Timor
5 RI-Malaysia-Singapura Belum Perlu perundingan bersama (tri-
disepakati partid)
Sumber : Bakosurtanal, 2003
6
2 RI – Thailand Titik-titik BLK di selat Malaka maupun
Telah disepakati Laut Andaman disepakati berdasarkan
perjanjian pada tahun 1977
3 RI – Malaysia 10 titik BLK di Selat Malaka dan 15
Telah disepakati titik di Laut Natuna disepakati
berdasarkan perjanjian pada tahun 1969
4 RI – Australia - Titik-titik BLK di Laut Arafura dan
laut Timor ditetapkan melalui
Keppres pada Tahun 1971 dan 1972
Telah disepakati - Titik-titik BLK di Samudera Hindia
dan di sekitar Pulau Christmas telah
disepakati berdasarkan perjanjian
pada tahun 1997.
5 RI – Vietnam Belum disepakati Dalam proses negosiasi
6 RI – Filipina Belum disepakati Dalam proses negosiasi
7 RI – Palau Belum disepakati Belum ada proses perundingan
8 RI – Timor Leste Belum disepakati Belum ada proses perundingan
7
Kesimpulan
Negara Maritim adalah Negara yang berada dalam kawasan/teritorial laut yang luas, memiliki
banyak pulau, dan sebagian besar penduduknya bekerja di wilayah perairan. Indonesia merupakan
Negara Maritim. Indonesia memiliki sejarah yang sangat hebat di bidang kemaritiman. Namun
semenjak penjajahan Belanda, Indonesia kehilangan semangat sejarah kemaritiman. Setelah
Indonesia merdeka, semangat kemaritiman kembali digaungkan. Kebijakan-kebijakan di bidang
kelautan dibuat untuk mendukung semangat kemaritiman. Pada masa pemerintahan saat ini,
semangat kemaritiman ditunjukkan dalam bentuk program tol laut sebagai poros maritim dunia.
Dibalik kebijakan-kebijakan yang dibuat, Indonesia mempunyai sejumlah masalah yang harus
diselesaikan terutama masalah perbatasan laut. Hal ini sangat penting karena dengan dibentuknya
kesepakatan batas Negara dengan Negara lain maka pulau-pulau terluar Indonesia tidak akan hilang
dan keamanan Indonesia terjaga. Kemudian pembangunan di Indonesia haruslah melihat
karakteristik Indonesia yang memiliki perairan yang lebih luas dari daratan. Semangat kemaritiman
di Indonesia haruslah kembali di dalam diri bangsa Indonesia. Seperti dikatakan dalam sebuah lirik
lagu “Nenek Moyangku Seorang Pelaut”, di dalam lirik ini memberikan arti penting bahwa
Indonesia memiliki sejarah kemaritiman yang sangat kuat. Sehingga mulai saat ini mari kita
kembalikan semangat kemaritiman di dalam diri bangsa untuk Indonesia yang berdaulat dan
sejahtera.
Daftar Pustaka
https://www.academia.edu/9789018/Mempertahankan_Nasionalisme_di_Tapal_Batas
https://www.academia.edu/7105722/EKPLOITASI_EKOSISTEM_LAUT_DI_INDONESIA
https://www.academia.edu/7454898/Makalah_hukum_laut
https://www.academia.edu/7377943/Merajut_Kembali_Negara_Maritim_Indonesia_melalui_Akti
vasi_Tiga_Elemen_Negara_Civil_Society_dan_Wawasan_Maritim_dalam_menghadapi_AEC_20
15
https://www.academia.edu/6397576/Sejarah-Maritim-Indonesia
https://ddediary.wordpress.com/2013/09/25/luas-laut-indonesia/
http://katadata.co.id/infografik/2014/12/04/tol-laut-jokowi-poros-maritim-dunia
http://www.tabloiddiplomasi.org/current-issue/184-4-article/1590-wilayah-laut-indonesia-60-kali-
lebih-luas.html