Anda di halaman 1dari 19

LAPORAN PRAKTIKUM

BIOTEKNOLOGI PERTANIAN
“Kultur Organ Tanaman (Pengembangan Tanaman Mini In Vitro)”

Disusun Oleh :

NAMA : DIA AYU FAUZIAH


NIM : D1B116065
KELAS : AGT-A
KELOMPOK : II (DUA)

LABORATORIUM AGROTEKNOLOGI

UNIT IN VITRO

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS HALU OLEO

2018
I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Tanaman nilam (Pogostemon cablin Benth) merupakan salah satu tanaman

penghasil minyak atsiri yang dapat dipergunakan untuk kepentingan farmasi

terutama untuk industri parfum dan aroma terapi. Sehingga nilam menjadi salah

satu dari jenis tanaman yang memiliki daya jual tinggi dan sering dicari oleh

industri-industri. Akan tetapi, banyaknya permintaan pasar tidak sejalan dengan

produksi nilam dilapangan. Hal ini diakibatkan oleh seringnya timbul masalah

dalam pembibitan hingga penanaman.

Aplikasi bidang bioteknologi tanaman melalui teknik kultur organ saat ini

diyakini sebagai metode yang ampuh dalam mengatasi permasalahan produksi

bibit tanaman. Selama kurang lebih tiga puluh tahun terakhir, aplikasi kultur organ

bahkan kultur jaringan tanaman semakin meluas penggunaannya terutama dalam

menyediakan bibit tanaman secara massal, cepat, mura dan bebas patogen pada

tanaman holtikultura, tanaman pangan dan tanaman industri.

Dalam kultur jaringan tanaman, materi tanaman yang diisolasi (protoplas,

sel, jaringan dan organ) diupayakan untuk tumbuh dan membentuk tanaman baru.

Kultur organ merupakan salah satu cara perbanyakan dalam ilmu bioteknologi.

Kultur organ disebut juga dengan perbanyakan mikro dimulai dengan bagian yang

terorganisir dari suatu tanaman, paling sering digunakan adalah tunas dan proses

pengkulturan ini menjaga keadaan terorganisir sambil mengarahkan pertumbuhan

dan perkembangan kearah perbanyakan dan regenerasi tanaman baru yang

lengkap.
Pengambilan eksplan tanaman nilam dapat diambil baik dari pucuk apikal

maupun lateral yang mengambil jaringan meristematik namun sering kali

digunakan mata tunas yang diharapkan akan berkembang membentuk daun dan

batang sempurna. Bagian tanaman yang digunakan sebagai eksplan adalah tunas

lateral atau terminal yang panjangnya kurang lebih 20 mm. Pengaruh dominansi

apikal dapat dihilangkan dengan menambahkan zat pengatur tumbuh (terutama

sitokinin) kedalam medium. Sebagai hasilnya adalah tunas dengan jumlah cabang

yang banyak.

Arah perkembangan eksplan dalam kultur in-vitro dikontrol oleh rasio Zat

Pengatur Tumbuh (ZPT) auksin dan sitokinin. Ratio auksin sitokinin yang relatif

tinggi akan menginduksi pembentukan akar, sementara ratio yang rendah akan

memacu pembentukan tunas. Pembentukan tunas yang di dahului dengan

terbentuknya kalus disebut organogenesis tak langsung. Sedangkan bila

pembentukan tanpa kalus disebut organogenesis langsung. Organogenesis dalam

kalus diinisiasi dengan pembentukan kelompok sel-sel meristematik yang mampu

merespon faktor-faktor yang dapat menghasilkan primordium. Tergantung pada

sifat faktor internal, stimulus dapat menginisiasi akar, tunas atau embrioid.

Keberhasilan regenerasi tanaman tebu secara in vitro telah banyak

dilaporkan. Kebanyakan dari laporan tersebut menyatakan bahwa produksi kalus

dan keberhasilan regenerasinya tergantung dari genotipe tanaman, sumber eksplan

yang digunakan dan formulasi media untuk meregenerasikannya. Berdasarkan

permasalahan tersebut, maka diperlukan suatu penelitian yang lebih mendalam

bagi pengembangan sistem regenerasi tanaman tebu secara in vitro yang meliputi
(1) induksi kalus, (2) regenerasi tunas dan (3) regenerasi perakaran. praktikum ini

bertujuan untuk mempelajari cara perbanyakan tanaman tebu (Saccharum

officinarum L.) melalui teknik kultur organ dan mengetahui respon pertumbuhan

tanaman tebu secara In Vitro.

Oleh karena itu maka perlu dilakukan praktikum mengenai “Kultur Organ

Tanaman (Pengembangan Tanaman Mini In Vitro)” sehingga mahasiswa dapat

mengetahui cara melakukan teknik kultur organ tanaman (pengembangan tanaman

mini In Vitro).

1.2. Tujuan

Praktikum ini bertujuan untuk membuat tanaman mini In Vitro unik yang

memiliki daya jual dan mahasiswa mengetahui serta dapat melakukan

perbanyakan tanaman nilam (Pogostemon cablin Benth) melalui teknik kultur

organ.
II. TINJAUAN PUSTAKA

Kultur organ merupakan salah satu cara perbanyakan dalam ilmu

Bioteknologi. kultur organ yang disebut juga dengan perbanyakan mikro dimulai

dengan bagian yang terorganisir dari suatu tanaman, paling sering digunakan

adalah tunas dan proses pengkulturan ini menjaga keadaan terorganisir sambil

mengarahkan pertumbuhan dan perkembangan kearah perbanyakan dan regenerasi

tanaman baru yang lengkap (Bastian, 2010). Zat pengatur tumbuh yang sering

digunakan dalam memacu pertumbuhan akar adalah IAA, IBA dan NAA. Pada

tanaman kapulaga pemberian IAA kedalam media MS memberikan hasil yang

lebih baik untuk perakaran (Sukmadjaja at al., 2014).

Perbanyakan cepat melalui kultur organ dapat ditempuh antara lain melalui

inisiasi tunas adventif. Pada perbanyakan melalui tunas adventif, tunas dapat

dihasilkan dari jaringan yang secara normal tidak dapat menghasilkan. tunas.

Inisiasi tunas adventif dapat terjadi melalui morfogenesis langsung dan tidak

langsung (induksi kalus). Pada morfogenesis langsung akan terbentuk tunas secara

langsung dari eksplan, sehingga tahap inisiasi dan multiplikasi tunas dapat terjadi

pada media yang sama. Morfogensis tidak langsung terjadi melalui pembentukan

kalus terlebih dahulu. Perbanyakan melalui kalus dapat menghasilkan bibit dalam

jumlah besar tetapi membutuhkan waktu yang lebih lama. Perbanyakan melalui

kalus dapat menimbulkan ketidakstabilan genetik. Salah satu faktor yang

menentukan keberhasilan kultur jaringan adalah zat pengatur tumbuh

(Purba, 2017).
Keberhasilan inisiasi eksplan ditentukan oleh zat pengatur tumbuh (ZPT)

yang diberikan pada media. Umumnya, ZPT sering digunakan untuk kultur

jaringan adalah orang jenis auxins, Sitokinin dan giberellin (Abbas, 2011).

Beberapa jenis auksin dapat dikombinasikan dengan kelompok sitokinin dan

giberellin. Fungsi auksin dan sitokinin untuk pembelahan sel, pemanjangan sel,

diferensiasi sel dan pembentukan organ (Zulkarnain, 2011).

Salah satu usaha untuk mempertahankan varietas tanaman adalah dengan

teknik kultur jaringan. Manfaat kultur jaringan yaitu diperoleh sifat fisiologi dan

morfologi tanaman yang sama persis dengan tanaman induknya. Untuk

menunjang keberhasilan kultur jaringan maka perlu diperhatikan faktor-faktor

yang mempengaruhi keberhasilan kultur jaringan. Salah satu faktor yang

berpengaruh adalah zat pengatur tumbuh. Zat Pengatur Tumbuh (ZPT) merupakan

senyawa organik bukan hara, yang dalam jumlah sedikit dapat mendukung,

menghambat, dan dapat mengubah proses fisiologi tumbuhan. Fungsi ZPT

tersebut adalah untuk merangsang pertumbuhan morfogenesis dalam kultur sel,

jaringan dan organ (Nisak at al., 2012).

Aseptik dalam kultur organ merupakan salah satu tahap yang dilakukan

agar bahan terbebas dari mikroorganisme, sedangkan aseptik berarti bebas dari

mikroorganisme yang tidak diinginkan. Dalam tahap ini juga diharapkan bahwa

eksplan yang dikulturkan akan menginisiasi pertumbuhan baru, sehingga akan

memungkinkan dilakukannya pemilihan bagian tanaman yang tumbuhnya

paling kuat, untuk perbanyakan (multiplikasi) pada kultur tahap selanjutnya

(Yusnita, 2008).
Faktor-faktor yang memengaruhi pembentukan kalus secara in vitro antara

lain media, fotoperiode, jenis eksplan, suhu, zat pengatur tumbuh dan kondisi

gelap selama kultur (Rice et al., 2011). Auksin merupakan salah satu ZPT yang

sering digunakan dalam kultur jaringan tanaman dengan dimasukkan ke dalam

media tumbuh. Peran fisiologis auksin adalah mendorong pemanjangan sel,

pembelahan sel, diferensiasi jaringan xylem dan floem, serta pembentukan akar.

Dalam kultur jaringan, auksin diperlukan untuk pembentukan klorofil,

pertumbuhan kalus, suspensi sel morfogenesis akarm dan tunas. Auksin sintetis

terdiri atas indole 3 acetic acid (IAA), indole 3 butyric acid (IBA), 1-

naphthaleneacetic acid (NAA) dan herbisida yang bersifat auksin (Ardiana,

2010). Sitokinin dalam kultur jaringan berperan pada proses pembelahan sel dan

regenerasi tanaman dengan menstimulasi kalus untuk berdiferensiasi membentuk

tunas, tetapi penggunaan dalam konsentrasi yang tinggi dapat menyebabkan

keracunan pada jaringan tanaman (Ali et al., 2008).

Proses regenerasi dan pembentukan tunas sangat ditentukan oleh

keseimbangan nutrisi dalam formulasi media yang digunakan. Media dasar MS

telah banyak dilaporkan efektif digunakan dalam kultur jaringan tanaman tebu

(Jalaja et al., 2008). Kandungan mineral media MS cukup tinggi, sehingga dapat

mencukupi kebutuhan unsur hara yang diperlukan dalam partumbuhan tanaman

selama dalam kultur (George et al., 2008).

Umur eksplan sangat berpengaruh terhadap kemampuan eksplan tersebut

untuk tumbuh dan beregenerasi.Umumnya eksplan yang berasal dari jaringan

tanaman yang masih muda (juvenil) lebih mudah tumbuh dan beregenerasi
dibandingkan dengan jaringan yang telah terdiferensiasi lanjut. Jaringan muda

umumnya memiliki sel-sel yangaktif membelah dengan dinding sel yang belum

kompleks sehingga lebih mudah dimodifikasidalam kultur dibandingkan jaringan

tua. Oleh karena itu, inisiasi kultur biasanya dilakukandengan menggunakan

pucuk-pucuk muda, kuncup-kuncup muda, hipokotil, inflorescence yang belum

dewasa, dll. Jika eksplan diambil dari tanaman dewasa, rejuvenilisasi tanaman

induk melalui pemangkasan atau pemupukan dapat membantu untuk memperoleh

eksplan muda agar kultur lebih berhasil (Basri, 2016).

Zat pengatur tumbuh tanaman berperan penting dalam mengontrol proses

biologi dalam jaringan tanaman. Dalam proses pembentukan organ seperti tunas

atau akar ada interaksi antara zat pengatur tumbuh eksogen yang ditambahkan ke

dalam media dengan zat pengatur tumbuh endogen yang diproduksi oleh jaringan

tanaman. Penambahan auksin atau sitokinin ke dalam media kultur dapat

meningkatkan konsentrasi zat pengatur tumbuh endogen di dalam sel, sehingga

menjadi “faktor pemicu” dalam proses tumbuh dan perkembangan jaringan.

Untuk memacu pembentukan tunas dapat dilakukan dengan memanipulasi dosis

auksin dan sitokinin eksogen (Lestari, 2011).


DAFTAR PUSTAKA

Abbas, B. 2011. Prinsip Dasar Teknik Kultur Jaringan. Alfabeta. Bandung.

Ali, A., S. Naz, F.A. Siddiqui, and J. Iqbal. 2008. Rapid Clonal Multiplication Of
Sugarcane (Saccharum officinarum) Trough Callogenesis and
Organogenesis. Jurnal Bo,. 4(11):123-138.

Ardiana, D. W dan Ida F. 2010. Teknik Kultur Jaringan Tunas Pepaya dengan
Menggunakan Beberapa Konsentrasi IBA. Buletin Teknik Pertanian,
15 (2) : 52-55

Basri, A. H. P. 2016. Kajian Pemanfaatan Kultur Jaringan dalam Perbanyakan


Tanaman Bebas Virus. Agrica Ekstensia, 10 (1) : 64-73.

Bastian, 2010. Evaluasi Pertumbuhan In Vitro dan Produksi Umbi Mikro


Beberapa Klon Kentang (Solanum tuberosum L.) Hasil Persilangan
Kultivar Atlantik dan Granola. Skripsi. Program Studi Hortikultura
Fakultas Pertanian Bogor.

Lestari, E. G., 2011. Peranan Zat Pengatur Tumbuh Dalam Perbanyakan Tanaman
Melalui Kultur Jaringan. Jurnal AgroBiogen, 7 (1) : 140-149.

George, F.E., M.A. Hall, and Geert-Jan De Klerk. 2008. Plant Propagation by
Tissue Culture. 3rd Edition Volume 1. The Background. Springer
Publihser. Dordrecht, Netherlands. 501 p.

Jalaja, N.C., D. Neelamathi, and T.V. Sreenivasan. 2008. Micropropagation for


Quality Seed Production in Sugarcane in Asia and the Pacific. FAO,
APCoAB and APAARI. p. i-x + 46.

Nisak K., Tutik N dan Kristanti I. P. 2012. Pengaruh Kombinasi Konsentrasi ZPT
NAA dan BAP pada Kultur Jaringan Tembakau Nicotiana tabacum
var. Prancak 95. Jurnal Sains dan Seni Pomits, 1(1) :1-6.

Purba S. T. 2017. Pengaruh BAP dan IAA pada Perbanyakan Tunas Krisan
(Chrysanthemum morifolium R.) Secara In Vitro. Jurnal Ilmiah
Kohesi, 1(1): 284-291.

Rice, LJ, Finnie, JF & van Staden. 2011. In Vitrobulblet Production of Brunsvigia
Undulata from Twin Scale. Science Direct. S. Afr. J. Bot, 77 (1): 305-
12.
Sukmadjaja D, Yati dan Saptowo J. Pardal. 2014. Kultur Apeks untuk
Penyediaan Bibit Unggul Tebu Varietas PS864 dan PS881. Jurnal
AgroBiogen, 10 (2) : 45-52.

Yusnita, 2008. Kultur jaringan Tanaman Solusi Perbanyak Tanaman Budi Daya.
Bumi aksara. Jakarta.

Zulkarnain. 2011. Kultur Jaringan Tanaman. Bumi Aksar. Jakarta.


III. METODOLOGI PRAKTIKUM

3.1. Waktu dan Tempat

Praktikum ini dilaksanakan pada hari Selasa, 09 Oktober 2018 pukul

08.00 WITA–selesai. Bertempat di Laboratorium Agroteknologi Unit In Vitro

Fakultas Pertanian Universitas Halu Oleo.

3.2. Alat dan Bahan

Alat yang digunakan pada praktikum ini yaitu laminar air flow cabinet,

pisau scalpel, pinset, botol kultur, lampu bunsen, gunting, petridish, hand sprayer,

tisu dan label, sheaker dan toples.

Bahan yang digunakan pada praktikum ini yaitu tunas pucuk tanaman

nilam, media padat dalam botol kultur ((MS+ZPT (2,4-D dan BAP)), alkohol

70%, larutan sublimat, bayclin dan aquadest.

3.3. Prosedur Kerja

Prosedur kerja pada praktikum ini yaitu sebagai berikut.

 Sterilisasi Eksplan

1. Memotong eksplan (tunas pucuk nilam) yang masih muda.

2. Mencuci eksplan dengan sunlight.

3. Shaker selama 5 menit dengan kecepatan 150 rpm.

4. Membilas dengan aquadest steril.

5. Masukan larutan bayclin 30%.

6. Shaker selama 10-15 menit dengan kecepatan 150 rpm.


7. Membilas dengan aquadest steril, kemudian shaker selama 5 menit dan

diulang sebanyak 3 kali.

 Penanaman eksplan

1. Menyalakan lampu ultraviolet (UV) selama 30 menit.

2. Mematikan lampu ultraviolet (UV).

3. Menghidupkan lampu dan blowerr.

4. Menarik penutup laminar air flow cabinet, kemudian lap dengan alkohol

70 %.

5. Mensterilisasi alat dan bahan yang akan digunakan didalam LAFC ke

dalam alkohol 70 %.

6. Saat akan menggunakan pisau scalpel atau pinset dilewatkan dilampu

Bunsen.

7. Memotong eksplan (tunas pucuk nilam) dengan menggunakan pisau

scalpel.

8. Membuka penutup botol.

9. Eksplan yang telah disterilkan selanjutnya ditanam dalam botol yang berisi

media tanam sambil botol kultur di dekatkan dengan lampu bunsen.

10. Mengisi setiap botol kultur masing-masing 3 eksplan sebanyak 10 botol

kultur.

11. Menutup botol kultur apabila selesai penanaman dan diberi label.

12. Menyimpan botol kultur di dalam ruang inkubasi dan letakkan di rak

kultur. Rak kultur sebelumnya telah di semprot dengan alkohol 70%.

13. Melakukan pengamatan selama 1 minggu.


IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Hasil

Hasil pengamatan pada praktikum kultur organ tanaman (pengembangan

tanaman mini in vitro) dapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel 1. Hasil Pengamatan Kultur Organ Tanaman


Hari
Pengamatan Perlakuan Kontam Tidak Kalus Dokumentasi
Ke- Kontam
1 -  -
2 -  -
1 3 -  -
4 -  -
5 -  -
1 -  -
2 -  -
2 3 -  -
4 -  -
5 -  -
1 -  -
2 -  -
3 3 -  -
4 -  -
5 -  -
1  - -
2  - -
4 3  - -
4  - -
5  - -
1  - -
2  - -
5 3  - -
4  - -
5  - -
1  - -
2  - -
6 3  - -
4  - -
5  - -
1 - - 
2 - - 
7 3 - - 
4 - - 
5 - - 

4.2. Pembahasan

Kultur organ merupakan salah satu cara perbanyakan dalam ilmu

Bioteknologi. Kultur organ yang disebut juga dengan perbanyakan mikro dimulai

dengan bagian yang terorganisir dari suatu tanaman, paling sering digunakan

adalah tunas dan proses pengkulturan ini menjaga keadaan terorganisir sambil

mengarahkan pertumbuhan dan perkembangan kearah perbanyakan dan regenerasi

tanaman baru yang lengkap.

Dalam kultur organ, kalus dapat dihasilkan dari potongan organ yang telah

steril, di dalam media yang mengandung auksin dan kadang-kadang juga

sitokinin. Organ tersebut dapat berupa kambium vaskular, parenkim cadangan

makanan, perisikle, kotiledon, mesofil daun dan jaringan provaskular. Kalus

mempunyai pertumbuhan yang abnormal dan berpotensi untuk berkembang

menjadi akar, tunas dan embrioid yang nantinya akan dapat membentuk plantlet.

Pembentukan dan pertumbuhan kalus dapat dipacu dengan pemberian zat

pengatur tumbuh, baik auksin maupun dikombinasikan dengan sitokinin. Teknik

kultur in vitro juga dapat diaplikasikan untuk memproduksi senyawa kimia alami.

Keuntungannya antara lain dapat diperoleh hasil secara cepat, seragam dan tidak

membutuhkan lahan yang luas. Untuk meningkatkan produksi senyawa kimia


pada kalus, maka dapat dilakukan manipulasi terhadap media kultur, misalnya

dengan penambahan zat pengatur tumbuh tertentu.

Zat pengatur tumbuh auksin yang sering ditambahkan dalam media kultur

adalah asam 2,4-diklorofenoksiasetat (2,4 -D). Zat pengatur tumbuh ini bersifat

stabil karena tidak mudah mengalami kerusakan oleh cahaya maupun pemanasan

pada waktu sterilisasi. Penambahan 2,4 - D dalam media akan merangsang

pembelahan dan pembesaran sel pada eksplan sehingga dapat memacu

pembentukan dan pertumbuhan kalus serta meningkatkan senyawa kimia alami

flavonoid.

Keberhasilan perbanyakan dan perkembangbiakan tanaman dengan

metode kultur organ secara umum sangat tergantung pada jenis media atau dengan

kata lain media merupakan faktor penentu keberhasilan dalam kultur jaringan

tanaman. Dalam pembuatan media, dibutuhkan ketelitian yang tinggi dalam

menimbang komponen-komponen media karena kesalahan dalam penimbangan

akan berakibat fatal bagi pertumbuhan kultur.

Pada umumnya komposisi utama media tanam kultur organ, terdiri dari

hormon (zat pengatur tumbuh) dan sejumlah unsur yang biasanya terdapat di

dalam tanah yang dikelompokkan ke dalam unsur makro, unsur mikro. Hasil yang

lebih baik akan dapat kita peroleh bila, kedalam media tersebut ditambahkan

vitamin, asam amino dan hormon, bahan pemadat (agar), glukosa dalam bentuk

gula, aquadest steril. Media dasar yang digunakan adalah medium MS (Murashige

& Skoog).
Sterilisasi merupakan teknik membersihkan dan membebaskan suatu

benda dari segala kehidupan mikroorganisme (protozoa, fungi, bakteri, dan virus.

Pada proses perbanyakan kultur jaringan, sterilisasi merupakan hal yang sangat

penting untuk menekan terjadinya kontaminasi. Semua media, bahan dan alat

harus steril. Diantara cara mensterilisasi alat, media dan bahan adalah dengan

pemberian bayclin. NaOCl seringkali digunakan sebagai bahan pemutih atau

desinfektan. Senyawa ini sangat efektif membunuh bakteri dan virus. Dalam

teknik kultur jaringan tanaman, senyawa ini umumnya digunakan sebagai bahan

sterilisasi permukaan jaringan tanaman. Senyawa NaOCl mampu membersihkan

mikroorganisme yang terikut dalam bahan tanaman, menghilangkan pertikel-

partikel tanah, debu dan lain-lain.

Jika pensterilisasian tersebut tidak dilakukan dengan benar, maka

kemungkinan besar eksplan atau media banyak yang terkontaminasi. Selain

NaOCl kita juga dapat mennggunakan Alkohol 70% dan tween yang mana alcohol

70% berfungsi sebagai desinfektan dan digunakan sebelum melakukan dan

sesudah bekerja di LAFC.

Salah satu kunci keberhasilan dalam melakukan penanaman secara in vitro

adalah sterilisasi bahan tanam (eksplan). Kontaminasi merupakan masalah paling

umum yang ditemui pada teknik mikropropagasi. Umumnya ada empat sumber

kontaminan yaitu: (1) pada tanaman baik internal maupun eksternal, (2) media

kultur yang tidak disterilisasi dengan baik, (3) kondisi lingkungan dan (4) cara

kerja yang salah.


Kontaminasi pada media dan eksplan terjadi karena adanya jamur ataupun

bakteri yang tidak mati pada saat sterilisasi media maupun yang masuk dalam

media pada saat proses penanaman, atau saat pemeliharaan. Pada media atau

eksplan yang terkontaminasi oleh jamur maka akan terdapat jamur yang berwarna

putih yang akan terus tumbuh menutupi botol kultur. Ketika jamur tumbuh pada

media atau eksplan maka embrio pertumbuhannya akan terhambat bahkan dapat

menyebabkan kematian pada embrio. Kontaminasi yang disebabkan oleh bakteri

pada media menunjukan ciri-ciri diantaranya media menjadi berwarna lebih keruh

atau berwarna kecoklatan dan media menjadi lebih cair.

Berdasarkan hasil pengamatan yang telah dilakukan selama 7 hari (1

minggu) mulai hari pertama sampai hari terakhir, eksplan dari pucuk nilam

mengalami kontaminasi sejak pengamatan hari ke-4 hingga hari terakhir, namun

akhirnya tumbuh kalus pada hari terakhir pengamatan pada botol kultur ulangan 9.

Akan tetapi tumbuhnya kalus tersebut tidak normal akibat terserang kontaminasi

bakteri/jamur.

Kontaminasi yang terjadi pada eksplan tersebut diakibatkan oleh faktor

sterilisasinya, baik dari alat, medium bahkan bahan tanam (eksplan) yang

digunakan. Hal ini dikarenakan pada saat sterilisasi alat kurang maksimal

begitupun pada saat sterilisasi medium, sehingga terdapat sisa-sisa kotoran yang

sewaktu-waktu dapat memicu timbulnya bakteri atau cendawan.

Bahan tanam (sumber eksplan) yang digunakan juga dapat menjadi pemicu

terjadinya kontaminasi selama masa pertumbuhan di dalam botol kultur. Hal ini

dikarenakan saat pembersihan atau proses sterilisasinya belum maksimal, artinya


saat membersihkan sumber eksplan menggunakan detergen tidak dilakukan

seteliti mungkin, atau bahkan terdapat bakteri yang telah bersimbiosis pada

tanaman tersebut sehingga muncul kembali saat dilakukan kultur organ tanaman.
V. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

Berdasarkan hasil pengamatan pada praktikum ini dapat disimpulkan

bahwa kultur organ merupakan salah satu cara perbanyakan tanaman dimulai

dengan bagian yang terorganisir dari suatu tanaman, paling sering digunakan

adalah tunas dan proses pengkulturan ini menjaga keadaan terorganisir sambil

mengarahkan pertumbuhan dan perkembangan kearah perbanyakan dan regenerasi

tanaman baru yang lengkap. Organ tanaman yang dapat digunakan salah satunya

yaitu tunas atau pucuk yang memiliki jaringan meristematik yang aktif membelah,

yang nantinya akan dapat membentuk tunas baru bahkan hingga menjadi plantlet.

Pembentukan dan pertumbuhan kalus dapat dipacu dengan pemberian zat

pengatur tumbuh, baik auksin maupun dikombinasikan dengan sitokinin.

Keberhasilan tumbuhnya kalus dapat dipengaruhi oleh sterilisasi alat, medium dan

sumber eksplan (bahan tanam). Bahan tanam (sumber eksplan) yang digunakan

juga dapat menjadi pemicu terjadinya kontaminasi selama masa pertumbuhan di

dalam botol kultur. Hal ini dikarenakan saat pembersihan atau proses

sterilisasinya belum maksimal, atau bahkan terdapat bakteri yang telah

bersimbiosis pada tanaman tersebut sehingga muncul kembali saat dilakukan

kultur organ tanaman.

5.2. Saran

Saran saya, sebaiknya praktikan lebih tertib dalam melaksanakan

praktikum sehingga dapat suasana praktikum dapar kondusif.

Anda mungkin juga menyukai