Anda di halaman 1dari 22

LAPORAN PENDAHULUAN

PERITONITIS

A. KONSEP TEORI
1. Definisi
Peritonitis adalah peradangan yang disebabkan oleh infeksi pada selaput
organ perut (peritonieum). Peritonieum adalah selaput tipis dan jernih yang
membungkus organ perut dan dinding perut sebelah dalam. Lokasi peritonitis
bisa terlokalisir atau difuse, riwayat akut atau kronik dan patogenesis
disebabkan oleh infeksi atau aseptik. Peritonitis merupakan suatu kegawat
daruratan yang biasanya disertai dengan bakterecemia atau sepsis. Akut
peritonitis sering menular dan sering dikaitkan dengan perforasi
viskus(secondary peritonitis). Apabila tidak ditemukan sumber infeksi pada
intraabdominal, peritonitis diketagori sebagai primary peritonitis. (Fauci et al,
2008).
Peritonitis adalah peradangan yang biasanya disebabkan oleh infeksi
pada selaput rongga perut (peritoneum). Peritoneum adalah selaput tipis dan
jernih yang membungkus organ perut dan dinding perut sebelah dalam.
Peritonitis adalah peradangan pada peritonium yang merupakan
pembungkus visera dalam rongga perut. Peritonitis adalah suatu respon
inflamasi atau supuratif dari peritoneum yang disebabkan oleh iritasi kimiawi
atau invasi bakteri.

2. Etiologi
a. Infeksi bakteri
1) Mikroorganisme berasal dari penyakit saluran gastrointestinal
2) Appendisitis yang meradang dan perforasi
3) Tukak peptik (lambung / dudenum)
4) Tukak thypoid
5) Tukan disentri amuba / colitis
6) Tukak pada tumor
7) Salpingitis
8) Divertikulitis
9) Kuman yang paling sering ialah bakteri Coli, streptokokus
alpha dan beta hemolitik, stapilokokus aurens, enterokokus dan
yang paling berbahaya adalah clostridium wechii.
b. Secara langsung dari luar.
1) Operasi yang tidak steril
2) Terkontaminasi talcum venetum, lycopodium, sulfonamida,
terjadi peritonitisyang disertai pembentukan jaringan
granulomatosa sebagai respon terhadap benda asing, disebut
juga peritonitis granulomatosa serta merupakan peritonitis
lokal.
3) Trauma pada kecelakaan seperti rupturs limpa, ruptur hati
4) Melalui tuba fallopius seperti cacing enterobius vermikularis.
Terbentuk pula peritonitis granulomatosa.
5) Secara hematogen sebagai komplikasi beberapa penyakit akut
seperti radang saluran pernapasan bagian atas, otitis media,
mastoiditis, glomerulonepritis. Penyebab utama adalah
streptokokus atau pnemokokus.

3. Manifestasi klinis

a) Syok (neurogenik, hipovolemik atau septik) terjadi pada beberpa


penderita peritonitis umum.
b) Demam
c) Distensi abdomen
d) Nyeri tekan abdomen dan rigiditas yang lokal, difus, atrofi umum,
tergantung pada perluasan iritasi peritonitis.
e) Bising usus tak terdengar pada peritonitis umum dapat terjadi pada
daerah yang jauh dari lokasi peritonitisnya.
f) Nausea
g) Vomiting
h) Penurunan peristaltik.
4. Komplikasi
Komplikasi yang terjadi pada peritonitis ialah inflamasi tidak lokal dan
seluruh rongga abdomen menjadi terkena pada sepsis umum. Sepsis adalah
penyebab umum dari kematian pada peritonitis. Syok dapat diakibatkan dari
septikemia atau hipovolemik. Proses inflamasi dapat menyebabkan obstruksi
usus, yang terutama berhubungan dengan terjadinya perlekatan usus (Brunner
& Suddarth, 2008 : 1104).
Menurut Corwin (2008 : 528) komplikasi yang terjadi pada peritonitis
ialah sepsis dan kegagalan multiorgan. Dua komplikasi pasca operatif paling
umum adalah eviserasi luka dan pembentukan abses. Luka yang tiba-tiba
mengeluarkan drainase serosanguinosa menunjukan adanya dehisens luka
(Brunner & Suddarth, 2008 : 1104).

5. Patofisiologi
Peritonitis disebabkan oleh kebocoran isi rongga abdomen ke dalam
rongga abdomen, biasanya diakibatkan dan peradangan iskemia, trauma atau
perforasi tumor, peritoneal diawali terkontaminasi material. Awalnya material
masuk ke dalam rongga abdomen adalah steril (kecuali pada kasus peritoneal
dialisis) tetapi dalam beberapa jam terjadi kontaminasi bakteri. Akibatnya
timbul edem jaringan dan pertambahan eksudat. Caiaran dalam rongga
abdomen menjadi keruh dengan bertambahnya sejumlah protein, sel-sel
darah putih, sel-sel yang rusak dan darah. Respon yang segera dari saluran
intestinal adalah hipermotil tetapi segera dikuti oleh ileus paralitik dengan
penimbunan udara dan cairan di dalam usus besar.
Patway

Sumber : Brunner & Suddarth, 2008

6. Penatalaksanaan ( medis dan keperawatan )


Prinsip umum terapi adalah penggantian cairan dan elektrolit yang hilang
yang dilakukan secara intravena, pemberian antibiotika yang sesuai,
dekompresi saluran cerna dengan penghisapan nasogastrik dan intestinal,
pembuangan fokus septik (apendiks, dsb) atau penyebab radang lainnya, bila
mungkin mengalirkan nanah keluar dan tindakan-tindakan menghilangkan
nyeri.
a. Konservatif
Indikasi terapi konservatif, antara lain:
- Infeksi terlokalisisr, mis: massa appendiks
- Penyebab peritonitis tidak memerlukan pembedahan (pankreatitis
akut)
- Penderita tidak cukup baik untuk dilakukan general anestesi; pada
orang tua dan komorbid
- Fasilitas tidak memungkinkan dilakukannya terapi pembedahan.
Prinsip terapinya meliputi rehidrasi dan pemberian antibiotik broad
spectrum. Terapi suportif harus diberikan termasuk pemberian nutrisi
parenteral pada penderita dengan sepsis abdomen di ICU.
Terapi konservatif meliputi:
- Cairan intravena
Pada peritonitis terjadi pindahnya CIS ke dalam rongga peritoneum,
jumlah cairan ini harus diganti dengan jumlah yan sesuai. Jika
ditemukan toksisitas sistemik atau pada penderita dengan usia tua
dan keadaan umum yang buruk, CVP (central venous pressure) dan
kateter perlu dilakukan, balans cairan harus diperhatikan,
pengukuran berat badan serial diperlukan untuk memonitoring
kebutuhan cairan. Cairan yang dipakai biasanya Ringer Laktat dan
harus diinfuskan dengan cepat untuk mengoreksi hipovolemia
mengembalikan tekanan darah dan urin output yang memuaskan.
- Antibiotik
Terapi antibiotika harus diberikan sesegera diagnosis peritonitis
bakteri dibuat. Antibiotik berspektrum luas diberikan secara empirik,
dan kemudian diubah jenisnya setelah hasil kultur keluar. Pilihan
antibiotika didasarkan pada organisme mana yang dicurigai menjadi
penyebab. Antibiotika berspektrum luas juga merupakan tambahan
drainase bedah. Harus tersedia dosis yang cukup pada saat
pembedahan, karena bakteremia akan berkembang selama operasi.
- Oksigenasi
Sangat diperlukan pada penderita dengan syok. Hipoksia dapat
dimonitor dengan pulse oximetry atau dengan pemeriksaan BGA.
- Pemasangan NGT
Akan mengurangi muntah dan mengurangi resiko terjadinya
pneumonia aspirasi
- ·Nutrisi Parenteral
- Pemberian analgetik, biasanya golongan opiat (i.v.) dan juga anti
muntah.

Definitif / Pembedahan
Tindakan Preoperatif
Apabila pasien memerlukan tindakan pembedahan maka kita harus
mempersiapkan pasien untuk
tindakan bedah antara lain :
- Mempuasakan pasien untuk mengistirahatkan saluran cerna.
- Pemasangan NGT untuk dekompresi lambung.
- Pemasangan kateter untuk diagnostic maupun monitoring urin.
- Pemberian terapi cairan melalui I.V
- Pemberian antibiotic
Tindakan Operatif
Terapi bedah pada peritonitis antara lain:
- Kontrol sumber infeksi, dilakukan sesuai dengan sumber infeksi.
Tipe dan luas dari pembedahan tergantung dari proses dasar penyakit
dan keparahan infeksinya.
- Pencucian ronga peritoneum: dilakukan dengan debridement,
suctioning, kain kassa, lavase, irigasi intra operatif. Pencucian
dilakukan untuk menghilangkan pus, darah, dan jaringan yang
nekrosis
- Debridemen : mengambil jaringan yang nekrosis, pus dan fibrin
- Irigasi kontinyu pasca operasi

Laparotomi
Pembuangan fokus septik atau penyebab radang lain dilakukan
dengan operasi laparotomi. Insisi yang dipilih adalah insisi vertikal
digaris tengah yang menghasilkan jalan masuk ke seluruh abdomen dan
mudah dibuka serta ditutup. Jika peritonitis terlokalisasi, insisi ditujukan
diatas tempat inflamasi. Tehnik operasi yang digunakan untuk
mengendalikan kontaminasi tergantung pada lokasi dan sifat patologis
dari saluran gastrointestinal. Pada umumnya, kontaminasi peritoneum
yang terus menerus dapat dicegah dengan menutup, mengeksklusi, atau
mereseksi viskus yang perforasi. Pemberian antibiotik diteruskan
samapai dengan 5 hari post operasi terutama pada peritonitis generalisata.
Re-laparotomi sangat penting terutama pada penderita dengan SP yang
parah yang dengan dilakukan laparotomi pertama terus mengalami
perburukan atau jatuh ke dalam keadaan sepsis.
Laparoskopi
Laparoskopi terbukti efektif dalam manajemen appendisitis akut
dan perforasi ulkus duodenal. Dan dapat juga dilakukan pada kasus
perforasi kolon, tetapi lebih sering dilakukan laparotomi. Kontraindikasi
pada penderita dengan syok dan ileus
Lavase peritoneum dan Drainase
Lavase peritoneum dilakukan pada peritonitis yang difus, yaitu
dengan menggunakan larutan kristaloid (saline). Pemberian antiseptik
maupun antibiotik (tetrasiklin, povidone iodine) tidak dianjurkan karena
akan menyebabkan terjadinya adesi. Antibioyik diberikan secara
parenteral akan mencapai level bakterisidal dalam cairan
peritoneum. Setelah lavase selsai dilakukan dilakukan aspirasi seluruh
cairan dalam rongga abdomen karena akan menghambat mekanisme
defens lokal. Bila peritonitisnya terlokalisasi, sebaiknya tidak dilakukan
lavase peritoneum, karena tindakan ini akan dapat menyebabkan bakteria
menyebar ketempat lain.
Drainase (pengaliran) pada peritonitis umum tidak dianjurkan,
karena pipa drain itu dengan segera akan terisolasi/terpisah dari cavum
peritoneum, dan dapat menjadi tempat masuk bagi kontaminan eksogen.
Drainase berguna pada keadaan dimana terjadi kontaminasi yang terus-
menerus (misal fistula) dan diindikasikan untuk peritonitis terlokalisasi
yang tidak dapat direseksi.

Terapi post-operatif
Tercapainya stabilitas hemodinamik dan perfusi organ yang baik
dalam hal ini perlu diperhatikan pemberian cairan dan suplai darah.
Pemberian antibiotik dilanjutkan 10 – 14 hari post operasi, tergantung
pada tingkat keparahan peritonitis. (LNG) Oral-feeding, diberikan bila
sudah flatus, produk ngt minimal, peristaltic usus pulih, dan tidak ada
distensi abdomen.
B. ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
Data biologis meliputi:
1) Identitas klien
2) Identitas penanggung jawab

Riwayat kesehatan
1) Riwayat infeksi saluran kemih
2) Riwayat pernah menderita batu ginjal
3) Riwayat penyakit DM,jantung
Pengkajian fisik
1) Palpasi kandung kemih
2) Inspeksi daerah meatus
a. Pengkajian warna, jumlah, bau dan kejernihan urine
b. Pengkajian pada costoverbralis
Riwayat psikososial
Usia, jenis kelamin, pekerjaan, pendidikan
Persepsi terhadap kondisi penyakit, mekanisme koping dan system
pendukung pengkajian koping dan system pendukung pengkajiran
pengetahuan klien dan keluarga.
1) Pemahaman tentang penyebab/perjalanan penyakit
2) Pemahaman tentang pencegahan, perawatan dan terapi medis
Kaji karakteristik nyeri (PQRST)
- P (provoked) : hal yang mencetuskan / memperberat nyeri
- Q (quality) :kualitas nyeri, misalnya : seperti ditusuk benda
tajam/tumpul, terbakar.
- R (region/radiation) :daerah/bagian tubuh yang mengalami
nyeri / penjalararan nyeri
- S (severity) : intensitas atau beratnya nyeri
- T (time) : waktu
a. Riwayat Kesehatan
a) Riwayat medis dan kejadian yang lain
b) Riwayat kejadian cedera kepala, seperti kapan terjadi dan
penyebab terjadinya
c) Penggunaan alkohol dan obat-obat terlarang lainnya.
b. Pola Gordon
a) Pola manajemen kesehatan – persepsi kesehatan
Bagaimana perilaku individu tersebut mengatasi masalah
kesehatan dengan nyeri, adanya faktor risiko sehubungan
dengan kesehatan yang berkaitan dengan nyeri.
b) Pola metabolik – nutrisi
Kebiasaan diit buruk (rendah serta, tinggi lemak, bahan
pengawt), anoreksia, mual, muntah, intoleransi makanan atau
minuman, perubahan berat badan, berat badan turun,
frekuensi makan dan minum, adanya sesuatu yang dapat
mempengaruhi makan dan minum (agama, budaya, ekonomi)
dari rasa ketidaknyamanan nyeri tersebut
c) Pola eliminasi
Perubahan pola defekasi (darah pada feses, nyeri saat
devekasi), perubahan berkemih (perubahan warna, jumlah,
ferkuensi) dari nyeri.
d) Aktivitas – latihan
Adanya nyeri meyebabkan kelemahan atau keletihan.
e) Pola istirahat – tidur
Nyeri menyebabkan perubahan pola istirahat dan jam
kebiasaan tidur.
f) Pola persepsi – kognitif
Rasa kecap lidah berfungsi atau tidak, gambaran indera
pasien terganggu atau tidak, penggunaaan alat bantu dalam
penginderaan pasien. Pasien dapat merasakan nyeri.
g) Pola konsep diri – persepsi diri
h) Nyeri mempengaruhi keadaan social seseorang (pekerjaan,
situasi keluarga, kelompok sosial), penilaian terhadap nyeri
yang dialaminya.
i) Pola hubungan dan peran
j) Pola reproduksi – seksual
Perilaku seksual setelah terjadi gangguan nyeri dikaji
k) Pola toleransi koping – stress
Adanya nyeri menyebabkan stress.
l) Keyakinan dan nilai
Status ekonomi dan budaya yang mempengaruhi nyeri,
adanya pantangan atau larangan dalam penanganan nyeri
menurut dirinya.
c. Pemeriksaan fisik
- Keadaan Umum
Didapatkan klien tampak lemah, nadi +100x/menit, T +
119/60mmH
Tingkat Kesadaran
Normal GCS = 4-5-6
- Sistem Respirasi
Pernafasan normal yaitu 20x/menit, nafas normal
- Sistem Kardiovaskuler
Terjadi penurunan tekanan darah
- Sistem Integumen
Kulit kering, turgor kulit menurun, rambut agak kusam.
- Sistem Gastrantestinal
Bibir kering pecah-pecah, mukosa mulut kering, lidah kotor.
- Sistem Muskuloskeletal.
Klien lemah, terasa lelah tapi tidak didapatkan adanya kelaina
- Sistem Abdomen
Pada palpasi didapatkan adanya nyeri tekan pada ginjal
akibat adanya peradangan akut maupun kronis dari ginjal
atau saluran kemih yang mengenai pelvis ginjal, pielonefritis,
cystitis, uretra.
- Pengkajian psikologi pasien:
Bagaimana perasaan pasien terhadap hasil tindakan dan
pengobatan yang telah dilakukan? Adakakan perasaan malu
atau takut kekambuhan terhadap penyakitnya.
- Aktivitas / istirahat
Gejala :pekerjaan mononton, pekerjaan dimana pasien
terpajan pada lingkungan bersuhu tinggi. keterbatasan
aktivitas atau imobilisasi sehubungan dengan kondisi
sebelumnya.
- Sirkulasi
Tanda : peningkatan tekanan darah, nadi (nyeri, ansietas,
gagal ginjal). kulit hangat dan kemerahan, pucat
- Eliminasi
Gejala : adanya riwayat ISK kronis, obstruksi sebelumnya
(kalkulus). penurunan keluaran urine, kandung kemih penuh.
rasa terbakar, dorongan berkemih, diare.
Tanda : poliguria, hematuria, piuria. perubahan pola
berkemih.
- Makanan / Cairan
Gejala : mual dan muntah, nyeri tekan abdomen diet tinggi
purin, kalsium oksalat, dan fosfat ketidakcukupan pemasukan
cairan, tidak minum air dengan cukup
Tanda : distensi abdominal,penurunan/ tak adanya bising usus
muntah
- Nyeri / kenyamanan
Gejala : episode akut, nyeri akut, nyeri kolik. lokasi
tergantung pada lokasi batu, contoh pada panggul di regio
sudut kostavertebra, dapat menyebar ke punggung abdomen,
(lipat paha atau genetelia) ngeri dangkal konstan
menunjukkan kalkulus ada di pelvis atau kalkulus ginjal.
nyeri dapat di gambarkan sebagai akut, hebat, tidak hilang
dengan posisi atau tindakan lain.
Tanda : melindungi, perilaku distraksi nyeri tekan pada area
ginjal pada palpasi
- Keamanan
- Gejala : penggunaan alkohol demam, menggigil.
d. Pemeriksaan penunjang
1) Laboratorium
- Complete Blood Count (CBC), umumnya pasien dengan
infeksi intra abdomen menunjukan adanya luokositosis
(>11.000 sel/ µL) dengan adanya shift to the left. Namun pada
pasien dengan immunocompromised dan pasien dengan
beberapa tipe infeksi (seperti fungal dan CMV) keadaan
leukositosis dapat tidak ditemukan atau malah leukopenia
- PT, PTT dan INR
- Test fungsi hati jika diindikasikan
- Amilase dan lipase jika adanya dugaan pankreatitis
- Urinalisis untuk mengetahui adanya penyakit pada saluran
kemih (seperti pyelonephritis, renal stone disease)
- Kultur darah, untuk menentukan jenis kuman dan antobiotik
- BGA, untuk melihat adanya asidosis metabolik
Diagnostic Peritoneal Lavage.• Pemeriksaan cairan
peritonium Pada SBP dapat ditemukan WBC > 250 – 500
sel/µL dengan dominan PMN merupakan indikasi dari
pemberian antibiotik. Kadar glukosa < 50 mg/dL, LDH cairan
peritoneum > serum LDH, pH < 7,0, amilase meningkat,
didapatkan multipel organisme. (7)
2) Radiologis
- Foto polos
Foto polos abdomen (tegak/supine, setengah duduk dan lateral
dekubitus) adalah pemeriksaan radiologis utama yang paling
sering dilakukan pada penderita dengan kecurigaan peritonitis.
Ditemukannya gambaran udara bebas sering ditemukan pada
perforasi gaster dan duodenum, tetapi jarang ditemukan pada
perforasi kolon dan juga appendiks. Posisi setengah duduk
berguna untuk mengidentifikasi udara bebas di bawag
diafragma (seringkali pada sebelah kanan) yang merupakan
indikasi adanya perforasi organ.
- USG
USG abdomen dapat membantu dalam evaluasi pada kuadran
kanan atas (abses perihepatik, kolesistitis, dll), kuadran kanan
bawah dan kelainan di daerah pelvis. Tetapi kadang
pemeriksaan akan terganggu karena penderita merasa tidak
nyaman, adanya distensi abdomen dan gangguan distribusi gas
abdomen. USG juga dapat mendeteksi peningkatan jumalah
cairan peritoneum (asites), tetapi kemampuan mendeteksi
jumlah cairan < 100 ml sangat terbatas. Area sentral dari
rongga abdomen tidak dapat divisualisasikan dengan baik
dengan USG tranabdominal. Pemeriksaan melalui daerah flank
atau punggung bisa meningkatkan ketajaman diagnostik. USG
dapat dijadikan penuntun untuk dilakukannya aspirasi dan
penempatan drain yang termasuk sebagai salah satu diagnosis
dan terapi pada peritonitis. (7)
- CT Scan
Jika diagnosa peritonitis dapat ditegakkan secara klinis, maka
CT Scam tidak lagi diperlukan. CT Scan abdomen dan pelvis
lebih sering digunakan pada kasus intraabdominal abses atau
penyakita pada organ dalam lainnya. Jika memungkinkan, CT
Scan dilakukan dengan menggunakan kontra ntravena. CT
Scan dapat mendeteksi cairan dalam jumlah yang sangat
minimal, area inflamasi dan kelainan patologi GIT lainnya
dengan akurasi mendekati 100%. Abses peritoneal dan
pengumpulan cairan bisa dilakukan aspirasi dan drain dengan
panduan CT Scan.

2. Diagnosa keperawatan
a. Nyeri akut b.d agen cidera fisik (prosedur pembedahan )
b. Kerusakan integritas jaringan b.d prosedur bedah
c. Resiko kekurangan volume cairan b.d pembatasan pemasukan cairan
secara oral
3. Rencanaan keperawatan

Hari/Tgl No Dx Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi Ttd

1. Setelah dilakukan tindakan keperawatan Manajemen nyeri (1400)


selama 3x24 jam diharapkan nyeri
- Kaji nyeri secara komprehensif
berkurang dari skala nyeri 8 menjadi
- Ajarkan teknik distraksi
skala nyeri 3
bercerita
Dengan kriteria hasil : - Berikan informasi mengenai
nyeri
Kontrol nyeri (1605)
- Kolaborasi dengan dokter
- Mengenali kapan nyeri terjadi dalam pemberian terapi obat
Tingkat nyeri (2102) - Observasi vital sign
- Nyeri yang dilaporkan menjadi ringan
Ekspresi wajah ringan

2. Setelah dilakukan asuhan keperawatan Perawatan Luka (3660)


selama 3 x 24 jam diharapkan Kerusakan
- Kaji karakteristik luka
integritas jaringan dapat teratasi dengan
- Berikan perawatan luka dan
kriteria hasil :
balutan yang sesuai dengan
Integritas jaringan : jenis luka
- Ajarkan klien dan keluarga
Kulit dan membran mukosa (1101)
prosedur perawatan luka
- Integritas kulit dari skala 2 - Kolaborasi dengan dokter
banyak terganggu menjadi dalam pemberian terapi
skala 4 sedikit terganggu obat
- Jaringan parut dari skala 2 - Observasi vital sign
cukup berat ke skala 4 ringan

Penyembuhan luka : Primer (1102)

- Pembentukan bekas luka dari


skala 4 besar ke skala 2
terbatas

3 Setelah dilakukan asuhan keperawatan Monitor cairan (4130)


selama 3 x 24 jam diharapkan tidak
terjadi resiko kekurangan volume cairan - Monitor membran mukosa, turgor
dengan kriteria hasil : kulit, jumlah urine dan respon
haus
Keseimbangan cairan (0601) - Berikan alat bantu makan
- Ttv tidak terganggu - Anjurkan keluarga untuk menjaga
- Turgor kulit tidak terganggu kebersihan alat bantu makan
- Keseimbangan intake dan
output tidak terganggu - Kolaborasi dengan ahli gizi dalam
- Turgor kulit tidak terganggu pemberian cairan yang tepat dan
- Pusing tidaka ada
- Kehausan tidak ada kolaborasi dengan dokter dalam
- Suara nafas normal pemberian terapi medis.
DAFTAR PUSTAKA

Santosa, Budi. 2008. Panduan Diagnosa Keperawatan Nanda. Prima Medika.

Hidayat, A. Aziz Alimul dan Musrifatul Uliyah. 2008. Buku Saku Praktikum Kebutuhan
Dasar Manusia. Jakarta : EGC.

Brunner & Suddarth. 2008. Keperawatan Medikal Bedah. Edisi 8. Volume 3.EGC :
Jakarta.

Doenges, E., Marilyn. 2008. Rencana Asuhan Keperawatan. Edisi 3.EGC : Jakarta.

http://id.wikipedia.org/wiki/Peritonitis

http://sanirachman.blogspot.com/2009/10/penatalaksanaan-
peritonitis.html#ixzz36t4AFeI8

http://www.umm.edu/altmed/articles/peritonitis-000127.htm

http://www.peutuah.com/askep-peritonitis/
ASUHAN KEPERAWATAN PADA Tn. P
DENGAN POST OP LAPARATOMI PERITONITIS DI RUANG AT TIN 3 BED 4
RUMAH SAKIT PKU MUHAMMADIYAH SUKOHARJO

Tgl/Jam MRS : 21 Juli 2018 / 09:00 WIB


Tanggal/ Jam Pengkajian : 22 Juli 2018/ 04:00 WIB
Metode Pengkajian : Observasi dan wawancara
Diagnosa Medis : Tuberkulosis Paru
No. Registrasi : 041xxx

PENGKAJIAN
I. BIODATA
1. IDENTITAS KLIEN
Nama : Ny.S
Alamat :Sukoharjo
Umur : 24 tahun
Agama : Islam
Status Perkawinan : Menikah
Pendidikan : SMP
Pekerjaan : IRT

2. IDENTITAS PENANGGUNG JAWAB


Nama : Tn. M
Umur : 25 tahun
Pendidikan : STM
Pekerjaan : Karyawan swasta
Alamat : Sukoharjo
Hubungan dengan klien : Suami

II. RIWAYAT KEPERAWATAN


1. KELUHAN UTAMA :
Klien mengatakan batuk berdarah
2. RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG :
Klien dirujuk dari rumah sakit ke rrumah sakit pku
muhammadiyah sukoharjo dengan hemoptisis, tb paru dan
batuk berdarah dan berdahak, sesak nafas. Klien mengatakan
batuk sejah 3 bulan sebelum masuk rumah sakit. Setelah
dilakukan pemeriksaan didapatkan hasil TD : 110/70 mmHg, N
: 85 x/menit, r : 25 x/menit, s : 37,2 0 C.

3. RIWAYAT PENYAKIT DAHULU :


Klien mengatakan pernah dirawat di rumah sakit karena
penyakit demam typoid.

4. RIWAYAT KESEHATAN KELUARGA :


Klien mengatakan ayahnya menderita penyakit tbc saat masih
hidup.
Genogram keluarga :

5. RIWAYAT KESEHATAN LINGKUNGAN :


Klien mengatakan lingkungan rumahnya bersih dengan
ventilasi udara yang mencukupi dan jauh darp pembuangan
limbah.
III. PEMERIKSAAN FISIK
1. Keadaan/ penampilan Fisik
a. Kesadaran : Compos mentis
b. Tanda – tanda Vital
1) Tekanan Darah : 110/70 mmHg
2) Nadi
- Frekuansi : 85 x/m
- Irama : teratur
- Kekuatan : kuat
3) Pernapasan
- Frekuensi : 25 x/m
- Irama : teratur
4) Suhu : 37,2 0 C
2. Kepala
a. Bentuk kepala : mesochepal
b. Kulit kepala : terdapat sekit ketombe
c. Rambut : panjang dan berwarna hitam

3. Muka
a. Mata
1) Palpebra :
2) Konjungtiva : anemis
3) Sclera : tidak ikterik
4) Pupil : isokor
5) Diameter pupil ka/ki : 3mm/3mm
6) Reflek terhadap cahaya : normal
7) Penggunaan Alat bantu penglihatan :
b. Hidung : bentuk simetris, tidak ada polip dan sekret.
c. Mulut : bibir tampak kering, mukosa bibir anemis.
d. Telinga: terdapat daun telingan kanan, kiri. Terdapat
serumen.
4. Leher
a. Kelenjar Tiroid : tidak terjadi pembesaran
b. Kelenjar Limfe : tidak terjadi metatase
c. JVP : normal

5. Dada (Thorax)
a. Paru –Paru
Inspeksi : simetris kanan kiri
Palpasi : taktil fremitus kanan kiri
Perkusi : sonor
Auskultasi : ronchi
b. Jantung
Inspeksi : ictus cordis terlihat
Palpasi : ictus cordis teraba di ICS 5 mid axilla
sinistra
Perkusi : Batas jantung kanan di ICS 5 mid clavicula
sinistra
Aukultasi :terdengar BJ 1 dan BJ 2

6. Abdomen
Inspeksi : cekung, tidak ada lesi
Auskultasi : bising usus hiperaktif
Perkusi : tympani
Palpasi : tidak ada nyeri tekan

7. Genetalia : bersih, terdapat labia mayora dan minora


8. Rektum : terdapat lubang anus. Tidak terdapat
hemoroid
9. Ekstremitas :
a. Atas
Kanan Kiri
Kekuatan Otot 4 4

Rentang Gerak Normal Normal

Akral Hangat Hangat

Edema Tidak ada Tidak ada

CRT 2 dtk 2 dtk

Keluhan Tidak ada Tidak ada

b. Bawah
Kanan Kiri

Kekuatan Otot 4 4

Rentang Gerak Normal Normal

Akral Hangat Hangat

Edema Tidak ada Tidak ada

CRT 2 dtk 2 dtk

Keluhan Tidak ada Tidka ada

Anda mungkin juga menyukai