Guru Pengampu :
JAKA SAMUDRI, S. S.
B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan paparan latar belakang di atas, maka dapat diidentifikasikan beberapa masalah
sebagai berikut:
a. Secara umum siswa kurang berpartisipasi dan kurang aktif dalam kegiatan belajar mengajar.
b. Guru belum menerapkan model pembelajaran yang inovatif dalam proses pembelajaran sejarah.
c. Ketuntasan belajar kelas X.IPS1 belum maksimal. Oleh karena itu, diperlukan solusi lain dalam
pembelajaran sejarah untuk peningkatan hasil belajar yang lebih baik dan memenuhi KKM
(65).
C. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka rumusan masalah dalam penelitian tindakan
kelas ini adalah: “Bagaimanakah model pembelajaran make a match diterapkan dalam upaya
meningkatkan hasil belajar siswa kelas X MAS NURUL HUDA semester gasal tahun ajaran
2017/2018 pada mata pelajaran sejarah?
D. Tujuan Penelitian
Penelitian tindakan kelas ini bertujuan untuk meningkatkan hasil belajar sejarah dan
memenuhi KKM (65) melalui penerapan model pembelajaran make a match pada siswa kelas X MAS
NURUL HUDA semester gasal tahun ajaran 2017/2018.
E. Manfaat Penelitian
Secara garis besar hasil penelitian ini diharapkan mempunyai manfaat sebagai berikut:
a. Manfaat Teoritis
1) Memberikan sumbangan pengetahuan dan bahan tambahan referensi bagi pengembangan ilmu,
khususnya tentang penelitian tindakan kelas.
2) Sebagai bahan referensi untuk mengkaji permasalahan yang sama dengan lingkup yang lebih
luas.
3) Memperkaya khasanah ilmu pengetahuan dan informasi di bidang pendidikan (Sunardi,
2011:81).
b. Manfaat Praktis
1) Bagi Siswa
• Mengaktifkan belajar siswa, karena pembelajaran dilakukan dengan menyenangkan dan tidak
menjenuhkan.
• Memberikan motivasi, mendorong dan mengembangkan nafsu belajar serta tanggung jawab
belajar.
2) Bagi Guru
• Memilki gambaran tentang pembelajaran sejarah yang aktif, inovatif, kretif, efektif dan
menyenangkan (PAIKEM).
• Meningkatkan kompetensinya dalam mengajar mata pelajaran sejarah.
3) Bagi Sekolah
• Sebagai salah satu bahan untuk memperbaiki mutu pendidikan di sekolah.
• Dasar untuk memotivasi guru menerapkan kegiatan pembelajaran yang terpusat pada siswa
melalui penerapan model pembelajaran yang inovatif.
• Memberi masukan tentang salah satu upaya untuk meningkatkan prestasi belajar siswa dalam
mata pelajaran sejarah.
BAB II
KAJIAN TEORI
A. KAJIAN TEORI
1. Belajar
Belajar bukanlah sekedar mengumpulkan pengetahuan, tetapi belajar adalah proses mental
yang terjadi dalam diri seseorang sehingga muncul perubahan tingkah laku. Winkel (2004:53)
mengemukakan bahwa belajar adalah suatu aktivitas mental atau psikis yang berlangsung dalam
interaksi aktif dengan lingkungan, yang menghasilkan perubahan-perubahan dalam pengetahuan,
pemahaman, ketrampilan dan nilai sikap.
Prinsip belajar sepanjang hayat di atas, sejalan dengan empat pilar pendidikan yang dirumuskan
UNESCO (1996) yaitu:
a. Learning to know, mengandung pengertian bahwa belajar itu pada dasarnya tidak hanya
berorientasi kepada produk atau hasil belajar, akan tetapi juga harus berorientasi kepada proses
belajar.
b. Learning to do, mengandung pengertian bahwa belajar itu bukan hanya sekedar mendengar dan
melihat dengan tujuan akumulasi pengetahuan, tetapi belajar untuk berbuat dengan tujuan akhir
penguasaan kompetensi yang sangat diperlukan dalam era persaingan global.
c. Learning to be, mengandung pengertian bahwa belajar adalah membentuk manusia yang menjadi
dirinya-sendiri. Contoh ptk sejarah doc Dengan kata lain belajar untuk mengaktualisasikan
dirinya-sendiri sebagai individu dengan kepribadian yang memiliki tanggung jawab sebagai
manusia.
d. Learning to live, adalah belajar untuk bekerjasama. Hal ini sangat diperlukan sesuai dengan
tuntutan kebutuhan dalam masyarakat global, dimana manusia secara individu maupun
kelompok tidak mungkin bisa hidup sendiri (Wina Sanjaya, 2006:108).
Proses belajar yang bercirikan konstruktivisme menurut kaum konstruktivistik adalah sebagai
berikut:
a. Belajar berarti membentuk makna.
b. Konstruksi berarti sesuatu hal yang sedang dipelajari terjadi dalam proses yang terus-menerus.
c. Belajar bukanlah kegiatan mengumpulkan fakta, melainkan lebih dari
a. itu yaitu pengembangan pemikiran dengan membuat pengertian baru.
d. Proses belajar yang sebenarnya terjadi pada waktu seseorang dalam
b. keraguan yang merangsang pemikiran lebih lanjut.
e. Hasil belajar dipengaruhi oleh pengalaman peserta didik dengan dunia fisik dan lingkungannya.
f. Hasil belajar seseorang tergantung pada apa yang telah diketahui peserta didik (konsep, tujuan,
motivasi) yang mempengaruhi interaksi dengan bahan yang dipelajari (Paul Suparno dalam
Indrawati dan Wanwan, 2009:11).
Hal terpenting dalam teori konstruktivisme adalah dalam proses belajar, siswalah yang harus
mendapatkan penekanan. Siswa harus aktif dalam mengembangkan pengetahuannya, karena belajar
siswa aktif dalam pendidikan di Indonesia sangat penting dan perlu untuk dikembangkan.
4. Model Pembelajaran
Para ahli dalam menyusun model-model pengajaran berdasarkan berbagai prinsip. Joyce dan
Well (Moedjiono dan Dimyati, 1991:109) berpendapat bahwa model pengajaran adalah suatu rencana
atau pola yang dapat digunakan untuk membentuk kurikulum (suatu rencana pelajaran jangka
panjang), merancang bahan-bahan pengajaran, dan membimbing pengajaran di kelas atau yang lain.
Model pengajaran Joyce dan Well didasarkan atas beberapa pertimbangan sebagai berikut:
a. Meletakkan tekanan yang seimbang pada guru dan siswa, dalam kegiatan belajar mengajar
kedua pihak sama-sama aktif.
b. Dapat didemonstrasikan dan dipelajari dalam waktu yang singkat.
c. Dapat dijadikan bekal bagi calon guru untuk membangun model pengajaran sendiri di kemudian
hari.
Model belajar mengajar disusun untuk mencapai tujuan tertentu. Ciri-ciri model belajar mengajar
menurut Moedjiono dan Dimyati (1991:109) adalah sebagai berikut:
a. Berdasarkan teori pendidikan dan teori belajar dari para ahli tertentu.
b. Mempunyai misi dan tujuan pendidikan tertentu.
c. Dapat dijadikan pedoman untuk perbaikan kegiatan belajar¬mengajar di kelas.
d. Memiliki perangkat bagian model yang dinamakan; (1)urutan langkah pengajaran atau sering
disebut dengan istilah sintaks, (2)prinsip reaksi, (3)sistem sosial, dan (4)sistem pendukung.
Dari kutipan di atas maka dapat dijelaskan bahwa ciri-ciri model pembelajaran itu merupakan
satu kesatuan yang dijadikan pedoman untuk merancang dan menciptakan suatu program
pembelajaran yang efektif. Di dalamnya terdapat rangkaian atau urutan pembelajaran yang memiliki
dampak dari terapan model pembelajaran itu sendiri.
Tahap Inti
a. Siswa dibagi menjadi 2 kelompok, satu kelompok mendapat kartu soal dan kelompok lainnya
mendapat kartu jawaban.
b. Setiap siswa dibagikan sebuah kartu soal dan kartu jawaban.
c. Setiap siswa yang sudah mendapat sebuah kartu yang bertuliskan soal atau jawaban,
memikirkan jawaban atau soal dari kartu yang dipegang.
d. Setiap siswa mencari pasangan kartu yang cocok dengan kartunya.
e. Pasangan siswa yang sudah dapat mencocokkan kartunya, kemudian saling duduk berdekatan.
f. Siswa yang belum dapat mencocokkan kartunya dengan kartu temannya (tidak dapat
menemukan kartu soal atau kartu jawaban), berkumpul dalam kelompok sendiri.
g. Guru memberikan konfirmasi tentang kebenaran pasangan kartu-kartu tersebut.
h. Pasangan siswa mempresentasikan topik yang diperolehnya, yang ditanggapi oleh kelompok
lain.
i. Setelah satu babak, kartu dikocok lagi agar tiap siswa mendapat kartu yang berbeda dari
sebelumnya, demikian seterusnya.
Tahap Akhir
a. Guru bersama-sama dengan siswa membuat kesimpulan terhadap materi pelajaran.
b. Guru memberikan kesempatan bertanya kepada siswa yang kurang memahami materi pelajaran.
Setiap model pembelajaran mempunyai kelebihan dan kekurangan, karena tidak ada metode
pembelajaran yang terbaik. Suatu metode pembelajaran cocok untuk materi dan tujuan tertentu, tetapi
belum tentu cocok untuk materi atau tujuan lainnya. Demikian juga dengan model make a match yang
mempunyai kelebihan dan kekurangan. Adapun kelebihan model make a match adalah sebagai
berikut:
a. Dapat meningkatkan aktivitas belajar siswa, baik secara kognitif maupun fisik.
b. Karena ada unsur permainan, metode ini menyenangkan.
c. Meningkatkan pemahaman siswa terhadap materi yang dipelajari.
d. Dapat meningkatkan motivasi belajar siswa.
e. Efektif sebagai sarana melatih keberanian siswa untuk tampil presentasi.
f. Efektif melatih kedisiplinan siswa menghargai waktu untuk belajar.
Beberapa kekurangan atau kelemahan dari model make a match, antara lain:
a. Jika tidak merancangnya dengan baik, maka banyak waktu terbuang.
b. Pada awal-awal penerapan metode ini, banyak siswa yang malu bila berpasangan dengan lawan
jenisnya.
c. Jika tidak mengarahkan siswa dengan baik, saat presentasi banyak siswa yang kurang
memperhatikan.
d. Harus berhati-hati dan bijaksana saat memberi hukuman pada siswa yang tidak mendapat
pasangan (bisa saja karena malu).
e. Menggunakan metode ini secara terus menerus akan menimbulkan kebosanan.
f. Guru perlu persiapan alat yang memadai.
Berdasarkan proses belajar mengajar, siswa nampak lebih aktif mencari pasangan kartu antara
jawaban dan soal. Dengan metode mencari kartu ini, siswa dapat mengidentifikasi permasalahan yang
terdapat di dalam kartu yang ditemukan dan menceritakannya dengan sederhana dan jelas secara
bersama-sama.
6. Hasil Belajar
Dalam suatu proses pembelajaran diinginkan suatu pencapaian hasil dari suatu proses
pembelajaran. Gagne (Hamzah, 2008:137) menyebutkan bahwa hasil belajar merupakan kapasitas
terukur dari perubahan individu yang diinginkan berdasarkan ciri-ciri atau variabel bawaannya
melalui perlakuan pengajaran tertentu. Sedangkan Reigeluth mengartikan hasil belajar adalah semua
efek yang dapat dijadikan sebagai indikator tentang nilai dari penggunaan suatu metode di bawah
kondisi yang berbeda.
Nana Sudjana (1990:22) mendefinisikan hasil belajar sebagai kemampuan yang dimiliki siswa
setelah ia menerima pengalaman belajarnya. Menurut Howard Kingsley (Nana Sudjana, 1990:22)
membagi tiga macam hasil belajar, yakni: (a) ketrampilan dan kebiasaan; (b) pengetahuan dan
pengertian; (c) sikap dan cita-cita. Dalam sistem pendidikan nasional, menggunakan klasifikasi hasil
belajar dari Bloom yang secara garis besar membaginya menjadi tiga ranah, yakni:
a. Ranah Kognitif
Ranah kognitif adalah ranah yang membahas tujuan pembelajaran berkenaan dengan proses mental
(intelektual) yang berawal dari tingkat paling rendah (pengetahuan) sampai ke tingkat paling tinggi
(evaluasi). Adapun urutan tingkatan dalam ranah kognitif adalah sebagai berikut:
(1) Tingkat pengetahuan (knowledge), yaitu kemampuan seseorang dalam menghafal, mengingat
kembali, mengulang kembali pengetahuan yang pernah diterimanya.
(2) Tingkat pemahaman (comprehension), diartikan sebagai kemampuan seseorang dalam
mengartikan, menafsirkan, menerjemahkan atau menyatakan sesuatu dengan caranya sendiri
tentang pengetahuan yang pernah diterimanya.
(3) Tingkat penerapan (application), diartikan sebagai kemampuan seseorang dalam pengetahuan
untuk memecahkan berbagai masalah yang timbul dalam kehidupan sehari-hari.
(4) Tingkat analisis (analysis), yaitu sebagai kemampuan seseorang dalam merinci dan
membandingkan data yang rumit serta mengklasifikasi menjadi beberapa kategori dengan
tujuan agar dapat menghubungkan dengan data-data yang lain.
(5) Tingkat sintesis (synthesis), yaitu kemampuan seseorang dalam mengaitkan dan menyatukan
berbagai elemen dan unsur pengetahuan yang ada sehingga terbentuk pola baru yang lebih
menyeluruh.
(6) Tingkat evaluasi (evaluation), yaitu sebagai kemampuan seseorang dalam membuat perkiraan
atau keputusan yang tepat berdasarkan kriteria atau pengetahuan yang dimiliki.
b. Ranah Afektif
Ranah afektif berkenaan dengan sikap dan nilai. Tipe hasil belajar afektif tampak pada siswa
dalam berbagai tingkah laku seperti perhatiannya terhadap pelajaran, disiplin, motivasi belajar,
menghargai guru dan teman sekelas, kebiasaan belajar, dan hubungan sosial. Ada beberapa kategori
ranah afektif sebagai hasil belajar, antara lain:
(1) Penerimaan (reciving), yaitu semacam kepekaan dalam menerima rangsangan (stimulasi) dari
luar yang datang kepada siswa dalam bentuk masalah, situasi, gejala, dan lain-lain. Dalam tipe
ini termasuk kesadaran, keinginan untuk menerima stimulus, kontrol, dan seleksi gej ala atau
rangsangan dari luar.
(2) Jawaban (responding), yaitu reaksi yang diberikan oleh seseorang terhadap stimulasi yang
datang dari luar. Hal ini mencakup ketepatan reaksi, perasaan, kepuasan dalam menjawab
stimulus dari luar yang datang kepada dirinya.
(3) Penilaian (valuing), berkenaan dengan nilai dan kepercayaan terhadap gejala atau stimulus tadi.
Dalam evaluasi ini termasuk di dalamnya kesediaan menerima nilai, latar belakang, atau
pengalaman untuk menerima nilai dan kesepakatan terhadap nilai tersebut.
(4) Organisasi (organization), yaitu pengembangan dari nilai ke dalam satu sistem organisasi,
termasuk hubungan satu nilai dengan nilai lain, pemantapan dan prioritas nilai yang telah
dimilikinya.
(5) Internalisasi nilai atau karakteristik nilai, yaitu keterpaduan semua sistem nilai yang dimiliki
seseorang, yang mempengaruhi pola kepribadian dan tingkah lakunya.
c. Ranah Psikomotorik
Hasil belajar psikomotorik tampak dalam bentuk ketrampilan (skill) dan kemampuan
bertindak individu. Ada enam aspek dalam ranah ini, yaitu:
(1) Gerakan refleks (ketrampilan pada gerakan yang tidak sadar).
(2) Ketrampilan gerakan dasar.
(3) Kemampuan perseptual, termasuk di dalamnya membedakan visual, auditif, motoris, dan lain-
lain.
(4) Keharmonisan atau ketepatan (kemampuan di bidang fisik).
(5) Gerakan ketrampilan kompleks (gerakan-gerakan skill)
(6) Gerakan ekspresif dan interpretatif (kemampuan yang berkenaan dengan komunikasi).
Dalam proses belajar mengajar di sekolah, tipe hasil belajar kognitif lebih dominan dibandingkan
dengan tipe hasil belajar afektif dan psikomotorik. Walaupun demikian, tidak berarti bidang afektif
dan psikomotorik diabaikan sehingga tidak perlu dilakukan penilaian.
8. Pembelajaran Sejarah
Mata pelajaran sejarah adalah mata pelajaran yang mempelajari kehidupan atau peristiwa-
peristiwa penting dimasa lampau dalam kehidupan sosial, politik, ekonomi dan sendi-sendi
kehidupan lainnya dalam masyarakat. ptk sejarah doc Dalam rangka pembangunan bangsa,
pengajaran sejarah tidak semata-mata berfungsi untuk memberi pengetahuan sejarah sebagai
kumpulan informasi fakta sejarah saja, tetapi juga bertujuan menyadarkan anak didik atau
membangkitkan kesadaran sejarahnya.
B. KERANGKA BERPIKIR
C. HIPOTESIS TINDAKAN
Adapun hipotesis tindakan dalam penelitian ini adalah: Hasil belajar dan ketuntasan siswa kelas X
MAS NURUL HUDA semester gasal tahun ajaran 2017/2018 dalam mata pelajaran sejarah akan
meningkat melalui penerapan model pembelajaran make a match.
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan di MAS NURUL HUDA semester gasal tahun ajaran 2017/2018.
Penelitian Tindakan Kelas ini dilaksanakan dalam dua siklus, untuk mengetahui peningkatan hasil
belajar dan aktivitas siswa dalam mengikuti mata pelajaran sejarah dengan menerapkan model
pembelajaran make a match. Elliot (Zainal Aqib,dkk. 2015:144) berpendapat bahwa penelitian
tindakan merupakan suatu kajian tentang situasi sosial dengan maksud untuk meningkatkan kualitas
praktik. Waktu yang digunakan untuk pelaksaan penelitian Siklus I pada tanggal 28 Oktober 2017
dan Siklus II tanggal 4 November 2017.
B. Subjek Penelitian
Subjek penelitian ini adalah siswa kelas X MAS NURUL HUDA. Siswa kelas X berjumlah 24 orang
terdiri dari 20 siswa perempuan dan 14 siswa laki-laki, yang mempunyai karakteristik pada hasil
UTS semester gasal tahun ajaran 2017/2018 belum semua siswa tuntas dalam mata pelajaran sejarah
sesuai dengan KKM (65).
C. Bentuk Penelitian
Adapun bentuk penelitian ini adalah penelitian tindakan kelas yang berkolaborasi dengan
melibatkan guru mata pelajaran sejarah, untuk bersama-sama melakukan penelitian. Download ptk
sejarah sma pdf Dalam penelitian ini, peneliti bertindak sebagai pengajar, sedangkan guru mata
pelajaran sejarah bertindak sebagai observer.
D. Sumber Data
Sumber data dalam penelitian ini dapat diperoleh dari:
1. Siswa
Subjek dalam penelitian ini adalah siswa, yang sekaligus sebagai sumber data untuk
mengetahui hasil belajar, aktivitas selama pembelajaran berlangsung dan respon atau tanggapan
terhadap model pembelajaran make a match yang diterapkan pada saat proses belajar mengajar mata
pelajaran sejarah.
2. Guru
Aktivitas guru banyak berfungsi sebagai fasilitator yang melayani para siswa, baik dalam
menjelaskan konsep pembelajaran maupun teknis operasional pembelajaran (Mulyasa, 2009:188).
Dalam Penelitian Tindakan Kelas ini yang bertindak sebagai guru adalah peneliti sendiri. Data yang
dapat diperoleh dari guru adalah aktivitas guru dalam mengimplementasikan model pembelajaran
make a match pada mata pelajaran sejarah.
F. Prosedur Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian tindakan kelas (classroom action research). Dalam
penelitian tindakan kelas ini, merujuk pada model Kemmis dan McTaggart, yang pada hakikatnya
berupa perangkat¬perangkat atau untaian-untaian dengan satu perangkat terdiri dari empat
komponen, yaitu: perencanaan (planning), tindakan (action), pengamatan (observing), refleksi
(reflecting) yang keempatnya merupakan satu siklus (Tukiran dkk, 2010:24, adaptasi Depdiknas,
1999:21).
Keempat langkah model Kemmis dan McTaggart tersebut diatas dapat digambarkan sebagai
berikut:
Peneliti melaksanakan dua siklus sebagai dasar dalam penelitian tindakan kelas dan tiap siklus telah
dilaksanakan sesuai dengan perubahan yang ingin dicapai.
SIKLUS I
1. Tahap Perencanaan (Planning) meliputi:
a. Menyusun Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) sesuai dengan Kompetensi Dasar dalam
silabus.
b. Menyiapkan instrumen (angket siswa, lembar pengamatan siswa dan guru).
c. Merancang format evaluasi (Post Tes) dan kunci jawabannya.
d. Menyiapkan materi pembelajaran dan media pembelajaran yang diperlukan (kartu soal dan
kartu jawaban dengan warna yang berbeda).
e. Merancang pembelajaran dengan membentuk dua kelompok belajar siswa, tiap kelompok
beranggotakan 14-20 siswa yang saling berpasangan dan berhadapan.
Kegiatan Awal
a. Menyiapkan LCD dan kartu-kartu yang diperlukan dalam pelaksanaan pembelajaran.
b. Mengadakan tanya jawab yang mengarah pada materi pembelajaran.
c. Siswa diberi penjelasan mengenai prosedur pelaksanaan pembelajaran make a match.
Kegiatan Inti
a. Dengan metode ceramah bervariasi, guru menjelaskan materi pelajaran mengenai tradisi sejarah
masyarakat di Indonesia masa aksara pada awal perkembangan Hindu-Buddha.
b. Guru membagi kelas dalam dua kelompok belajar siswa (kelompok A untuk soal dan kelompok
B untuk jawaban) secara heterogen yang saling berpasangan dan berhadap-hadapan.
c. Siswa dibagikan satu kartu soal dan satu kartu jawaban, dan tiap siswa harus mencocokkan
antara kartu soal yang sesuai dengan kartu jawaban, begitu sebaliknya dengan batasan waktu.
d. Guru berkeliling untuk memberikan bimbingan dan pengarahan terhadap siswa yang belum
memahami pembelajaran.
e. Siswa yang sudah mendapat pasangan melaporkan hasilnya kepada guru, kemudian siswa
saling duduk berdekatan.
f. Siswa diberikan konfirmasi tentang kebenaran pasangan kartu tersebut dengan menuliskan
kunci jawaban di papan tulis.
g. Secara acak satu pasangan siswa yang mendapat jawaban benar ditunjuk oleh guru untuk
mempresentasikan materi yang sudah diperolehnya di depan kelas, yang ditanggapi oleh
pasangan kelompok lain.
h. Guru memberikan aplaus sebagai penghargaan bagi siswa yang telah melakukan presentasi.
i. Siswa dengan dibimbing guru membuat kesimpulan hasil belajar pada materi tersebut.
Kegiatan Akhir
a. Siswa secara individual mengerjakan post tes di akhir pelajaran.
b. Siswa diminta mengisi angket untuk mengetahui tanggapannya terhadap penerapan model
pembelajaran make a match.
3. Tahap Observasi (Observation) meliputi:
a. Observer mengamati aktivitas siswa pada saat pembelajaran dan aktivitas guru dalam
menerapkan model pembelajaran make a match pada mata pelajaran sejarah. Download ptk
sejarah sma kurikulum 2013
b. Observer mencatat setiap kegiatan dan perubahan yang terjadi saat penerapan model
pembelajaran make a match pada lembar pengamatan siswa dan guru.
SIKLUS I
1. Tahap Perencanaan (Planning) meliputi:
a. Identifikasi masalah berdasarkan refleksi pada siklus I.
b. Menyusun kembali Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) sesuai dengan Kompetensi
Dasar dalam silabus.
c. Menyiapkan kembali instrumen (angket siswa, lembar pengamatan siswa dan guru).
d. Merancang kembali format evaluasi (Post Tes) dan kunci jawabannya.
e. Menyiapkan materi pelajaran tentang karya sastra masyarakat Indonesia masa aksara (dalam
bentuk hand out) yang diberikan kepada siswa sebelum hari pelaksanaan penelitian siklus II,
agar siswa dapat mempelajari materi dirumah.
f. Menyiapkan kembali media pembelajaran yang diperlukan (kartu soal dan kartu jawaban
dengan warna yang berbeda).
g. Merancang pembelajaran dengan membentuk tiga kelompok belajar siswa, tiap kelompok
beranggotakan 8-10 siswa yang saling berpasangan dan membentuk lingkaran.
Kegiatan akhir:
a. Siswa secara individual mengerjakan post tes di akhir pelajaran.
b. Siswa kembali diminta mengisi angket untuk mengetahui tanggapannya terhadap penerapan
model pembelajaran make a match.
3. Tahap Observasi (Observation) meliputi:
a. Observer mengamati aktivitas siswa pada saat pembelajaran dan aktivitas guru dalam
menerapkan model pembelajaran make a match pada mata pelajaran sejarah.
b. Observer mencatat setiap kegiatan dan perubahan yang terjadi saat penerapan model
pembelajaran make a match pada lembar pengamatan siswa dan guru
4. Tahap Refleksi (Reflection) meliputi:
a. Antusias siswa dalam mengikuti proses belajar mengajar sangat baik, terlihat semua siswa aktif.
b. Siswa telah dapat memanfaatkan waktu dengan baik.
c. Kelancaran siswa dalam mengemukakan pendapat pada saat presentasi.
d. Setelah diberikan konfirmasi jawaban, hanya terdapat satu pasangan siswa yang menjawab
salah.
Dari refleksi siklus II dapat disimpulkan bahwa terdapat peningkatan hasil belajar siswa dengan
ketuntasan klasikal mencapai 90% pada mata pelajaran sejarah, sehingga kegiatan penelitian tidak
dilanjutkan pada siklus berikutnya.
G. Indikator Keberhasilan
Adapun yang menjadi indikator keberhasilan dalam penelitian ini adalah apabila hasil belajar
siswa pada mata pelajaran sejarah meningkat, yaitu nilai rata-rata klasikal sudah mencapai lebih dari
sembilan puluh (>90) dan ketuntasan minimum kelas 95 %.
H. Analisis Data
Langkah selanjutnya setelah data-data diperoleh adalah menganalisis serta mengolah data.
Penelitian tindakan kelas ini menggunakan analisa deskriptif komparatif, yaitu dengan
membandingkan dan memaparkan data hasil belajar siswa antara kondisi awal dengan siklus 1,
membandingkan dan memaparkan hasil belajar siswa, aktivitas belajar siswa serta tanggapan siswa
terhadap model pembelajaran make a match antara siklus 1 dan siklus 2. Sedangkan untuk
menghitung prosentase ketuntasan kelas digunakan analisa kuantitatif dengan rumus:
Keterangan:
% = prosentase ketuntasan kelas
n = jumlah siswa tuntas
N = jumlah siswa keseluruhan
(Muh. Ali, 1993:186)
DAFTAR PUSTAKA
Agus Suharmanto. 2008. Perencanaan dan Pembelajaran Inovatif. Semarang: UNNES.
Depdiknas RI. 2003. Undang-Undang Republik Indonesia No.20 Tahun 2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional. Jakarta: Depdiknas.
Gottschalk, Louis. 1986. Mengerti Sejarah (terjemahan Nugroho Notosusanto). Jakarta: UI Press.
Hamzah. B. Uno. 2008. Model Pembelajaran: Menciptakan Proses Belajar Mengajar yang Kreatif
dan Efektif. Jakarta: Bumi Aksara.
Handaru Jati dan Nurul Inayah. 2010. Peningkatan Keaktivan Dalam KBM dan Prestasi Belajar
Peserta Didik Melalui Teknik Pembelajaran Mencari Pasangan (Make A Match) di SMK
Negeri 1 Sedayu Tahun Ajaran 2010/2011. Skripsi. Yogyakarta: UNY.
Hisyam Zaini, Bermawi Munthe, Sekar Ayu Aryani. 2007. Strategi Pembelajaran Aktif. Yogyakarta:
CTSD (Center for Teaching Staf Development).
Iin Indriyani. 2009. Peningkatan Kemampuan Kognitif Siswa Pada Jenjang C1-C4 Materi Sistem
Reproduksi Manusia Melalui Model Make A Match Kelas XI IPA 2 SMA Muhammadiyah
Bantul Tahun Ajaran 2008/ 2009. Skripsi. Yogyakarta: FKIP Universitas Ahmad Dahlan.
Indrawati dan Wanwan Setiawan. 2009. Pembelajaran Aktif, Kreatif, Efektif dan Menyenangkan:
untuk Guru SD. Jakarta: Pusat Pengembangan dan Pemberdayaan Pendidik dan Tenaga
Kependidikan Ilmu Pengetahuan Alam (untuk Program BERMUTU).
Joko Winarno. 2009. Meningkatkan Hasil Belajar IPS Melalui Kolaborasi Metode Quantum
Teaching dan Snowball Throwing Siswa Kelas VI Semester I SDN Kutowinangun 12
Salatiga Tahun Pelajaran 2009/2010. Skripsi. Salatiga: FKIP Universitas Kristen Satya
Wacana.
Kunandar. 2011. Langkah Mudah Penelitian Tindakan Kelas: sebagai Pengembangan Profesi Guru.
Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Laily Fitria Takalondokang. 2010. Upaya Meningkatkan Kemampuan Komunikasi Matematika Siswa
Kelas IV MI Mambaul Ulum Melalui Implementasi Model Pembelajaran Kooperatif Tipe
Index Card Match Pada Keliling dan Luas Jajargenjang. Skripsi. Malang: FKIP UMM.
Lie, Anita. 2002. Cooperative Learning. Mempraktikkan Cooperative Learning di Ruang-Ruang
Kelas. Jakarta: PT. Grasindo.
Mel Silberman. 2010. 101 Cara Pelatihan dan Pembelajaran Aktif Edisi Kedua (terjemahan Dhani
Daryani). Jakarta: Indeks.
Mohammad Ali, R. 1963. Pengantar Ilmu Sedjarah Indonesia. Djakarta: Bhatara.
Moedjiono dan Moh. Dimyati. 1992/1993. Strategi Belajar Mengajar. Djakarta: Depdikbud
Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Proyek Pembinaan Tenaga Kependidikan.
Muhammad Ali. 1993. Strategi Penelitian Pendidikan. Bandung : Angkasa.
Mulyasa. 2009. Praktik Penelitian Tindakan Kelas: Menciptakan Perbaikan Berkesinambungan.
Bandung: Remaja Rosdakarya.
Nana Sudjana. 1989. Dasar-Dasar Proses Belajar Mengajar. Bandung: Sinar Baru.
Nana Supriatna. 2007. “Pembelajaran Sejarah Dalam KTSP” dalam Makalah Semiloka Guru-Guru
Sejarah MGMP Sejarah. Bandung, tanggal 5 April 2007.
Oemar Hamalik. 2004. Proses Belajar Mengajar. Jakarta: Bhumi Aksara.
Rochiati Wiriaatmadja. 2005. Metode Penelitian Tindakan Kelas: untuk Meningkatkan Kinerja Guru
dan Dosen. Bandung: Remaja Rosdakarya.
Sardi. 2009. Peningkatan Prestasi Belajar IPS dengan Menggunakan Metode Contextual Teaching
and Learning Siswa Kelas I SMK PGRI Salatiga Semester I Tahun 2009/2010. Skripsi.
Salatiga: FKIP Universitas Kristen Satya Wacana.
Sardiman. 1986. Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar: Pedoman Bagi Guru dan Calon Guru.
Jakarta: Rajawali.
Sartono Kartodirdjo. 1992. Pendekatan Ilmu Sejarah dalam Metodologi Sejarah. Jakarta: Gramedia.
Sarwiji Suwandi. 2011. Penelitian Tindakan Kelas dan Penulisan Karya Ilmiah. Surakarta: Yuma
Pustaka.
Slameto. 1986. Evaluasi Pendidikan. Salatiga: FKIP Universitas Kristen Satya Wacana.
Slamet Soewardi, ddk. 2005. Perspektif Pembelajaran Berbagai Bidang Studi. Yogyakarta:
Universitas Sanata Dharma.
Sofan Amri dan Iif Khoiru Ahmadi. 2010. Proses Pembelajaran Inovatif dan Kreatif dalam Kelas:
Metode, Landasan Teoritis-Praktis dan Penerapannya. Jakarta: Prestasi Pustakaraya.
Suharsimi Arikunto, Suhardjono, Supardi. 2006. Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta: Bumi Aksara.
Sumadi Suryabrata. 1984. Psikologi Pendidikan. Jakarta: CV.Rajawali.
Sunardi. 2011. Penelitian Tindakan Kelas untuk Ilmu Pengetahuan Sosial. Salatiga: Widya Sari
Press.
Sunaryo. 1989. Strategi Belajar Mengajar dalam Pengajaran IPS. Jakarta: Depdikbud Proyek
Pengembangan Lembaga Tenaga Kependidikan.
Tukiran Tanirejdja, Irma Pujiati, Nyata. 2010. Penelitian Tindakan Kelas Untuk Pengembangan
Profesi Guru: Praktik, Praktis, dan Mudah. Bandung: Alfabeta.
Trianto. 2010. Model Pembelajaran Terpadu: Konsep, Strategi dan Implementasinya dalam
Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Jakarta: Bumi Aksara.
Zainal Aqib, dkk. 2011. Penelitian Tindakan Kelas: untuk Guru SMP, SMA, SMK. Bandung: Yrama
Widya.
Widi Raharja. 2002. Sekitar Strategi Belajar Mengajar dan Ketrampilan Mengajar. Salatiga: FKIP-
UKSW.
Widja, I Gde. 1989. Dasar-dasar Pengembangan Strategi Serta Metode Pengajaran Sejarah. Jakarta:
P2LPTK.
Wina Sanjaya. 2006. Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan. Jakarta:
Kencana Prenada Melia.
2010. Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan. Jakarta:
Prenada Media Group.
Winkel. 2004. Psikologi Pengajaran. Jakarta: Gramedia.