Anda di halaman 1dari 10

BAB III

PERHITUNGAN DEBIT BANJIR RENCANA

3.1. UMUM
Perhitungan debit banjir rencana merupakan estimasi debit banjir rencana
dimana pada akhirnya akan menjadi materi utama dalam menentukan dimensi
suatu bangunan drainase diantaranya adalah : dimensi saluran samping, tinggi
lantai jembatan, tinggi drop serta penentuan dimensi gorong-gorong dan lain
lain.

Perhitungan debit banjir rencana pada laporan ini disajikan dalam bentuk
metode yang paling sering digunakan di Indonesia, yaitu metode Rasional,
sedangkan untuk metode lain ( metode Weduwen dan Metode Haspers)
digunakan sebagai pembanding saja, berikutnya diuraikan beberapa metode
yang sering digunakan.

3.2. METODE WEDUWEN


Metode Weduwen adalah salah satu dari metode yang sering digunakan di
Indonesia dan merupakan modifikasi dari metode Rasional, metode weduwen
digunakan untuk menghitung debit banjir puncak untuk daerah pengaliran
sungai yang lebih kecil dari 100 km 2 (< 100 km 2 ).

Metode Weduwen dirumuskan sebagai berikut :

Qp =  . .q.F

dimana :

Qp = Debit puncak banjir (m 3 /dt).

 4,1
 = 1
 b. q  7

LAPORAN HIDROLOGI 11
PAKET 26 PERENCANAAN TEKNIS JALAN (40 km)
20 
 t  1
 =  t  9 . F
120  F

Rt 67.65
q = x
240 t  1,45

t = 0.25. L. Q 0 ,125 . I  0.25

dimana :
Qp = Debit puncak banjir (m 3 /dt).
Rt = Curah Hujan maksimum harian (mm/hari) dengan periode ulang
T tahun.
 = koefisien limpasan
 = koefisien pengurangan curah hujan daerah pengaliran (basin
rainfall)
q = koefisien curah hujan maksimum (m 3 /km 2 /dt)
t = lama waktu curah hujan dalam jam
F = Luas daerah pengaliran (km 2 )
L = Panjang sungai utama (km).
I = Kemiringan dasar sungai, dihitung berdasarkan selisih antara
elevasi outlet dan batas daerah pengaliran / 0,90 L.

Waktu (t) dalam metode der Weduwen menunjukkan lama waktu kritis curah
hujan serta pengaruhnya terhadap besarnya debit puncak (banjir). dan hal
tersebut tidak sama seperti pada lama waktu konsentrasi dalam metode
rasional.

Perhitungan Qp, dilakukan dengan terlebih dahulu menentukan nilai f, L dan I


dari peta kontur daerah pengaliran sungai dan mensubstitusikan nilai-nilai
tersebut ke dalam persamaan. Kemudian dengan mengasumsi sembarang nilai t,
Qp dapat dihitung dengan menggunakan nilai Rt untuk periode ulang T tahun.
Perhitungan Qp kemudian disubstitusikan ke dalam persamaan untuk

LAPORAN HIDROLOGI 12
PAKET 26 PERENCANAAN TEKNIS JALAN (40 km)
mendapatkan nilai t baru. Dengan mengulang perhitungan untuk mendapatkan
nilai Qp baru dengan menggunakan nilai t baru, sampai diperoleh t asumsi sama
dengan t perhitungan, kemudian Qp untuk periode ulang T tahun diketahui.

Metode perhitungan debit banjir dengan metode ini pada pekerjaan di proyek
ini tidak diaplikasikan karena syarat luas area pada lokasi pengaliran terlalu
besar

3.3. METODE HARPERS


Metode Harpers adalah salah satu metode perhitungan debit maksimum atau
menghitung debit banjir puncak untuk daerah pengaliran sungai yang lebih kecil
dari 200 km 2 (< 200 km 2 ).

Metode Harpers dirumuskan sebagai berikut :

Qp =  . .q. A

dimana :
Qp = Debit puncak banjir (m 3 /dt).

1  0,012 xA0, 7
 =
1  0,073 xA0, 7
3
1  0 , 4t
= t  3,7.10 A4
 1 x
t 2  15 12

t = 0,1xL0 ,8 xI 0, 3

Rth
q =
3,6 xt

A = Catchment Area (Km2)

LAPORAN HIDROLOGI 13
PAKET 26 PERENCANAAN TEKNIS JALAN (40 km)
dimana :
Qp = Debit puncak banjir (m 3 /dt).
Rt = Curah Hujan maksimum harian (mm/hari) dengan periode ulang
T tahun.
 = koefisien limpasan
 = koefisien pengurangan curah hujan daerah pengaliran (basin
rainfall)
q = koefisien curah hujan maksimum (m 3 /km 2 /dt)
t = lama waktu curah hujan dalam jam
A = Luas daerah pengaliran (km 2 )
L = Panjang sungai utama (km).
I = Kemiringan dasar sungai, dihitung berdasarkan selisih antara
elevasi outlet dan batas daerah pengaliran 0,90 L.
Seperti metode sebelumnya, metode perhitungan debit banjir dengan metode ini
pada pekerjaan di proyek ini tidak diaplikasikan karena syarat luas area pada
lokasi pengaliran terlalu besar.

3.4. METODE RASIONAL


Sesuai dengan kebutuhan untuk menentukan dimensi bangunan drainase, maka
debit banjir sebagai sarana untuk menentukan konstruksi tersebut harus dicari
terlebih dahulu, rumus yang sering digunakan adalah rumus metode rasional
dimana metode ini adalah salah satu dari metode yang sering digunakan di
Indonesia dalam menentukan debit banjir rencana, pada intinya metode ini
adalah metode empiris yang guna menghitung debit banjir puncak untuk daerah
pengaliran sungai yang kecil. Adapun asumsi yang digunakan adalah :
- periode ulang debit puncak banjir sama dengan periode ulang curah
hujan rencana.
- pola aliran dan sifat curah hujan terjadi secara merata pada suatu daerah
pengaliran.
- lama waktu curah hujan sama dengan atau lebih besar dari lama waktu
konsentrasi aliran.

Metode rasional dirumuskan sebagai berikut :

LAPORAN HIDROLOGI 14
PAKET 26 PERENCANAAN TEKNIS JALAN (40 km)
C. I . A
Qp =
3,6

dimana :

Qp = Debit puncak banjir (m 3 /dt).


C = Koefisien limpasan, tidak punya satuan dan bervariasi,
tergantung dari kondisi tanah, kemiringan dan vegetasi penutup
(land cover), seperti ditujukan pada Tabel : 3 - 1.
I = Rata-rata intensitas curah hujan (mm/jam) dengan lama waktu
curah hujan sama dengan lama waktu konsentrasi aliran, Tc, dari
daerah pengaliran.
A = Luas daerah pengaliran (km 2 )
Intensitas curah hujan seperti disebutkan dalam persamaan diatas, dapat
ditentukan berdasarkan hubungannya dengan lama waktu konsentrasi daerah
pengaliran.

3.4.1. Intensitas Curah Hujan (I)


Salah satu komponen untuk menghitung debit banjir adalah Intensitas curah
hujan, dimana intensitas curah hujan adalah jumlah curah hujan dalam satuan
milimeter per satuan waktu dari suatu kejadian hujan dengan lama waktu sama
dengan waktu konsentrasi.
Berdasarkan data yang tersedia, Lengkung Intensitas (Intensity - Duration -
Frequency Curves) tidak dapat disusun dari hasil analisa langsung data
pencatatan.
Adapun cara untuk menghitung Intensitas curah hujan adalah seperti yang
diuraikan pada bab sebelumnya, yaitu dengan cara sebagai berikut :
1. Mengumpulkan data curah hujan harian maksimum dalam setahun yang
dinyatakan dengan mm/hari. Data yang telah didapat adalah 3 Stasiun
curah hujan yang mewakili dan lama pengamatannya berkisar 10 tahun.

2. Periode Ulang :

LAPORAN HIDROLOGI 15
PAKET 26 PERENCANAAN TEKNIS JALAN (40 km)
Karakteristik hujan menunjukkan bahwa hujan yang besar tertentu
mempunyai periode ulang tertentu, periode ulang rencana untuk selokan
samping ditentukan 5 tahun.

3. Lamanya waktu curah hujan


Ditentukan berdasarkan hasil penyelidikan Van Breen, bahwa hujan harian
terkonsentrasi selama 4 jam dengan jumlah hujan sebesar 90 % dari jumlah
hujan selama 24 jam.

4. Rumus untuk menghitung intensitas curah hujan (I) menggunakan analisa


distribusi frekuensi menurut rumus Gumbel sebagai berikut :

SX
XT  X  (YT  Yn )
Sn

90% X T
I
4

dimana :

XT = Besarnya curah hujan untuk periode ulang T tahun (mm/24 jam)


X  Nilai rata-rata aritmatik hujan komulatip
Sx = Standar deviasi
YT = Variasi yang merupakan fungsi periode ulang
YN = Nilai yang tergantung pada n
Sn = standar deviasi yang merupakan fungsi dari n
I = Intensitas curah hujan (mm/jam)

5. Kurva Basis
Untuk menentukan kurva lamanya intensitas hujan rencana, yang dapat
diturunkan dari kurve basis (lengkung intensitas standar) lihat gambar
lengkung Kurva Basis.

LAPORAN HIDROLOGI 16
PAKET 26 PERENCANAAN TEKNIS JALAN (40 km)
200
I =180 mm/jam 180
170
160
150
140
130
120
Intensitas Hujan (mm/jam)

110
100
I rencana
90
80
Lengkung Basis
70
60
50
40
30
0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100 110 120 130 140 150 160 170 180 190 200 210 220 230 240
Tc=9,90 Mnt
Waktu Konsentrasi (menit)

GAMBAR
KURVA BASIS WILAYAH ENREKANG

200
I =180 mm/jam 180

170
160
150
140

130
120 I rencana
Intensitas Hujan (mm/jam)

110

100
90
80
Lengkung Basis
70
60
50

40
30
0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100 110 120 130 140 150 160 170 180 190 200 210 220 230 240
Tc=9,90 Mnt
Waktu Konsentrasi (menit)

GAMBAR
KURVA BASIS WILAYAH LUWU UTARA

3.4.2. Lama Waktu Konsentrasi (Tc)


Lama waktu konsentrasi limpasan, Tc, adalah waktu yang dibutuhkan oleh
limpasan curah hujan dalam pengalirannya dari bagian titik terjauh pada suatu
daerah pengaliran sungai sampai suatu titik pengamatan tertentu.
Rumus empiris untuk menghitung Tc adalah sebagai berikut :

LAPORAN HIDROLOGI 17
PAKET 26 PERENCANAAN TEKNIS JALAN (40 km)
Tc = t1 + t2

0 ,167
2 nd 
t1   x3,28 xLo x 
3 s

L
t2 
60 xV

dimana :
Tc = Lama waktu konsentrasi aliran (menit).
t1 = waktu inlet (menit)
t2 = waktu aliran (menit)
Lo = Panjang saluran (m).
nd = koefisien hambatan
s = kemiringan daerah pengaliran
v = kecepatan air rata-rata diselokan (m/dt)

Lama waktu pengaliran pada permukaan tanah sulit ditentukan secara pasti,
karena dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti kemiringan, kekasaran
permukaan, karakteristik infiltrasi, tampungan permukaan tanah dan intensitas
curah hujan.

Lama waktu pengaliran permukaan (t1) umumnya ditentukan dengan


pendekatan yang didasarkan pada sebuah bagan empiris, dengan parameter
panjang dan kemiringan lahan serta besarnya koefisien limpasan. Hubungan
antara kemiringan lahan dan lama waktu tempuh aliran untuk sistem drainase
kota dan desa dengan kemiringan lahan 1,0 - 5 % dan daerah perbukitan sampai
pegunungan dengan kemiringan 15 %.

3.4.3. Koefisien Limpasan (C)


Koefisien limpasan didefinisikan sebagai total limpasan dibagi dengan jumlah
curah hujan yang menyebabkannya. Nilai koefisien limpasan sulit ditentukan
secara pasti, pertimbangan teknik perlu dilakukan dalam menentukan besarnya
koefisien limpasan, salah satu cara untuk menentukan besarnya koefisien

LAPORAN HIDROLOGI 18
PAKET 26 PERENCANAAN TEKNIS JALAN (40 km)
limpasan adalah dengan menyajikannya dalam bentuk tabel, koefisien limpasan
yang diusulkan untuk metode rasional dapat dilihat pada lembar Lampiran
“perhitungan untuk menentukan koefisien C”

Untuk mendapatkan koefisien limpasan bila daerah pengaliran terdiri dari


beberapa tipe kondisi permukaan yang mempunyai nilai C yang berbeda, maka
untuk menentukan koefisien limpasan yang berbanding lurus dengan arealnya
adalah dengan cara aritmatik sebagai berikut :

C1 xA1  C2 xA2  C3 xA3  ......


C
A1  A2  A3  ......

dimana :
C1 , C2 , C3 = koefisien pengaliran yang sesuai dengan tipe kondisi
permukaan
A1 , A2 , A3 = luas daerah pengaliran yang diperhitungkan sesuai dengan
kondisi permukaan

3.4.4. Luas Daerah Pengaliran (A)


Luas daerah pengaliran diartikan sebagai luas daerah tampungan pengaliran
dimana seperti diterangkan sebelumnya metode rasional digunakan untuk
daerah pengaliran kecil dan batas daerah pengaliran dapat ditentukan
berdasarkan hasil survai lapangan, gambar topografi atau foto udara.

Bagian terpenting dalam menentukan debit puncak banjir yang didasarkan pada
karakteristik daerah pengaliran adalah analisa bentuk dan luas daerah
pengaliran sungai serta kemiringan sungai utama.

Cara perhitungan luas daerah pengaliran adalah dengan cara mengalikan


panjang dengan lebar wilayah aliran atau dengan cara perhitungan
menggunakan alat planimetrik pada suatu peta kontur, satuan yang sering
digunakan adalah Km2 dan m2.

LAPORAN HIDROLOGI 19
PAKET 26 PERENCANAAN TEKNIS JALAN (40 km)
LAPORAN HIDROLOGI 20
PAKET 26 PERENCANAAN TEKNIS JALAN (40 km)

Anda mungkin juga menyukai