Anda di halaman 1dari 4

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Hipertensi secara umum adalah kondisi medis terjadinya peningkatan tekanan
darah dimana tekanan sistolik diatas 140 mmHg dan tekanan diastolik diatas 90
mmHg (Endrawatingsih, 2012). Di Indonesia masalah hipertensi cenderung
meningkat, jumlah penderita di Jawa Tengah pada tahun 2010-2011 mengalami
peningkatan dari 562.117 menjadi 634.860. Gejala klasik yang diderita pasien
hipertensi adalah nyeri kepala, epitaksis, dan pusing yang berhubungan dengan
naiknya tekanan darah. Gejala yang sering muncul pada hipertensi salah satunya
adalah nyeri kepala yang tentunya akan mengganggu rasa nyaman pada pasien itu
sendiri.
Kebutuhan rasa nyaman merupakan suatu keadaan yang membuat seseorang
merasa nyaman, terlindung dari ancaman psikologis, bebas dari rasa sakit terutama
nyeri (Saifullah, 2015). Nyeri adalah suatu sensori subyektif dan pengalaman
emosional yang tidak menyenangkan terkait kerusakan jaringan yang aktual maupun
potensial, atau yang di gambarkan dalam bentuk kerusakan tersebut (Potter & Perry,
2008).
Penilaian nyeri merupakan hal yang penting untuk mengetahui intensitas dan
menentukan terapi yang efektif. Intensitas nyeri sebaiknya harus dinilai sedini
mungkin dan sangat diperlukan komunikasi yang baik dengan pasien. Penilaian
intensitas nyeri dapat menggunakan Visual Analogue Scale (VAS). Skala ini mudah
digunakan bagi pemeriksaan, efisien dan lebih mudah dipahami oleh pasien.
Pasien dalam merespon nyeri yang dialaminya dengan cara berbeda-beda
misalnya berteriak, meringis, menangis dan sebagainya, maka perawat harus peka
terhadap sensasi nyeri yang dialami oleh pasien (Saifullah, 2015). Perawat harus
mempunyai pengetahuan dan keterampilan yang memadai dalam semua aspek
keperawatan mencangkup pemeliharaan suhu tubuh normal, pernafasan yang optimal,
bebas dari cidera, terutama meminimalkan nyeri dan ketidaknyamanan.
Ketika pasien merasakan nyeri, pasien tidak dapat menikmati kehidupan
dengan nyaman, pada kondisi ini perawat sebagai tenaga professional yang paling

1
banyak berinteraksi dengan pasien bertanggung jawab melakukan manajemen nyeri
yang tepat (Mustawan, 2015). Manajemen nyeri yang tidak adekuat dapat
menimbulkan konsekuensi terhadap pasien dan anggota keluarga. Pasien dan keluarga
akan merasakan ketidaknyamanan yang meningkatkan respon stress sehingga
mempengaruhi kondisi psikologi, emosi, dan kualitas hidup (Purwandari, 2014).
Dampak nyeri memerlukan penanganan yang spesifik yaitu dengan cara
pengobatan farmakologi dan nonfarmakologi. Pengobatan farmakologi salah
satunnya adalah obat antiinflamasi nonsteroid (NSAID) yang dapat menghambat
produksi prostaglandin dari jaringan – jaringan yang mengalami inflamasi,
penggunaan obat – obatan tersebut bisa menimbulkan efek samping depresi
pernafasan dan sedasi, mual muntah, konstipasi, adiksi serta menyebabkan gangguan
pada gastrointestinal. Selain itu terapi non farmakologis juga diperlukan untuk
mengurangi nyeri.Salah satunya dengan menggunakan teknik relaksasi. Teknik ini
didasarkan kepada keyakinan bahwa tubuh berespon pada ansietas yang merangsang
pikiran karena nyeri atau kondisi penyakitnya (Tamsuri, 2008).
Dalam penatalaksanaan nyeri, akan lebih efektif jika mengkombinasikan
dengan metode non-farmakologis yang ada. Salah satu jenis kombinasi metode non-
farmakologis yang dapat kita terapkan yaitu dengan pemberian kompres hangat.
Metode ini merupakan metode yang sederhana dan dari beberapa penelitian
mengatakan bahwa metode ini efektif dalam mengurangi nyeri.
Kompres hangat merupakan salah satu penatalaksanaan nyeri dengan
memberikan energi panas melalui konduksi, dimana panas tersebut dapat
menyebabkan vasodilatasi (pelebaran pembuluh darah), meningkatkan relaksasi otot
sehingga meningkatkan sirkulasi dan menambah pemasukan oksigen serta nutrisi ke
jaringan ( Potter & Perry, 2010). Secara anatomis, banyak pembuluh darah arteri dan
arteriol dileher yang menuju ke otak. Pada nyeri kepala yang diderita oleh pasien
hipertensi disebabkan karena suplai darah keotak mengalami penurunan dan
peningkatan spasme pembuluh darah.

2
B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui bagaimana manajemen dan penatalaksanaan serta penanganan
nyeri secara farmakologi dan non farmakologi.
2. Tujuan Khusus
a. Untuk mengetahui nilai skor nyeri sebelum diberikan kompres hangat pada
leher di Ruang Mawar RSUD Ambarawa Kabupaten Semarang
b. Untuk mengetahui nilai skor nyeri setelah diberikan kompres hangat pada
leher di Ruang Mawar RSUD Ambarawa Kabupaten Semarang
c. Untuk mengetahuai adakah penurunan nilai skor sebelum dan sesudah
diberkan relaksasi genggam jari di Ruang Mawar RSUD Ambarawa
Kabupaten Semarang

C. Manfaat
Memberikan inovasi pada praktik keperawatan dalam penggunaan teknik non
farmakologi dengan pemberian kompres hangat pada leher untuk menurunkan nyeri
sebagai langkah penerapan Evidence Based Practice (EBP) dalam asuhan
keperawatan.

3
DAFTAR PUSTAKA

Andarmoyo, S. 2013. Konsep dan proses keperawatan nyeri. Jogjakarta : Ar-Ruzz Media.
Setyawan, Dodi. Kusuma, Bayu. (2014). Pengaruh Pemberian Kompres Hangat Pada
Leher Terhadap Penurunan Intensitas Nyeri Kepala Pada Pasien Hipertensu Di
RSUD Tugurejo Semarang.
Mustawan, Z. K. H. D. (2015). Efektivitas stimulasi kulit dengan kompres hangat dan
kompres dingin terhadap penurunan persepsi nyeri kala I fase aktif persalinan
fisiologis.
Saifullah, A. (2015). Hubungan Tingkat Pengetahuan Perawat dengan Tindakan Perawat
dalam Managemen Nyeri Post Operasi di Bangsal Bedah RSUD DR Suehadi
Prijonegoro Sragen.

Purwandari, D, M, N. Ratna, W. Judha, M. (2014). Pengaruh Pemberian Guided Imagery


Terhadap Nyeri Pada Pasien Post Operasi Fraktur Di RSUD Panembahan Senopati
Bantul

Tamsuri. (2008). Konsep dan Penatalaksanaan Nyeri. Jakarta: EGC.

Anda mungkin juga menyukai