Anda di halaman 1dari 20

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Berbagai perubahan terjadi pada system musculoskeletal, meliputi tulang
keropos (osteoporosis), pembesaran sendi, pengerasan tendon, keterbatasan
gerak, penipisan discus intervertebralis, dan kelemahan otot, terjadi pada
proses penuaan. Pada lansia, struktur kolagen kurang mampu menyerap
energi. Kartilago sendi mengalami degenerasi didaerah yang menyangga
tubuh dan menyembuh lebih lama. Hal tersebut mengakibatkan terjadinya
osteoarthritis. Begitu juga masa otot dan kekuatannya juga berkurang.
Gangguaan pada sistem musculoskeletal bisa terjadi bukan hanya ada
orang dewasa atau pada lansia namun bisa juga terjadi pada anak – anak
bahkan pada bayi yang baru lahir misalnya CDH (Congenital Dislocation Of
the Hip), selain itu gangguan pada tulang belakang seperti Scoliosis juga bisa
diderita pada anak dan jika kondisi ini terus berlanjut maka akan
mengakibatkan immobilisasi pada penderita. Penanganan pada pasien anak-
anak dengan gangguan sistem muskoluskeletal harus ditangani secara
komprehensip, berdasarkan alasan tersebut maka penulis tertarik untuk
melihat lebih dalam terkait penanganan dengan pendekatan pada asuhan
kemperawatan secara komprehensif.

1.2 Tujuan
1.2.1 Tujuan umum
Dapat memberikan asuhan keperawatan imobilisasi.
1.2.2 Tujuan khusus
1. Dapat mengetahui definisi imobilisasi.
2. Dapat mengetahui etiologi imobilisasi
3. Dapat menjelaskan jenis – jenis imobilisasi
4. Dapat menjelaskan efek imobilisasi
5. Dapat menjelaskan hambatan imobilisasi
6. Dapat menjelaskan komplikasi imobilisasi

1
7. Dapat menjelaskan penalalaksanaan imobilisasi
8. Dapat menjelaskan pemeriksaan penunjang imobilisasi
9. Dapat memberikan asuhan keperawatan pada pasien imobilisasi

2
BAB II
KONSEP DASAR

2.1 Definisi Imobilisasi


Imobilitas dapat didefinisikan sebagai ketidakmampuan untuk bergerak
secara bebas. Pembatasan gerak dapat dilakuk’an untuk alasan fisik,
emosional, intelektual, atau sosial (Keperawatan Ortopedik & Trauma : 120).
Dalam istilah diagnosa keperawatan, imobilitas digambarkan sebagai
“hambatan mobilitas fisik” dan didefinisikan sebagai “keteratasan gerakan
fisik pada tubuh, satu ektremitas atau lebih, yang independen atau terarah”.
Faktor yang berhubungan dengan imobilitas meliputi : keengganan untuk
bergerak, penurunan kekuatan, kontrol, dan/ massa otot, serta faktor yang
berhubungan dengan pembatasan gerak yang diharuskan, termasuk karena
protokol mekanis dan medis (NANDA, 2011, hlm.117).
Imobilisasi adalah terapi utama untuk cedera jaringan lunak, tulang
panjang, ligamen, vertebra, dan sendi (Wong, 2012).

2.2 Etiologi
Berbagai perubahan terjadi pada system musculoskeletal, meliputi tulang
keropos (osteoporosis), pembesaran sendi, pengerasan tendon, keterbatasan
gerak, penipisan discus intervertebralis, dan kelemahan otot, terjadi pada
proses penuaan.
Pada lansia, struktur kolagen kurang mampu menyerap energi. Kartilago
sendi mengalami degenerasi didaerah yang menyangga tubuh dan
menyembuh lebih lama. Hal tersebut mengakibatkan terjadinya osteoarthritis.
Begitu juga masa otot dan kekuatannya juga berkurang.
Istirahat di tempat tidur lama dan inaktivitas menurunkan aktivitas
metabolisme umum. Hal ini mengakibatkan penurunan kapasitas fungsional
sistem tubuh yang multipel, dengan manifestasi klinis sindrom imobilisasi.
Konsekuensi metaboliknya tidak tergantung penyebab untuk apa imobilisasi
diresepkan. Hal ini bisa disebabkan oleh:

3
1. Cedera tulang: penyakit reumatik seperti pengapuran tulang atau patah
tulang (fraktur) tentu akan menghambat pergerakan.
2. Penyakit saraf: adanya stroke, penyakit parkinson, paralisis, dan gangguan
saraf tapi juga menimbulkan gangguan pergerakan dan mengakibatkan
imobilisasi.
3. Penyakit jantung dan pernapasan akan menimbulkan kelelahan dan sesak
napas ketika beraktivitas. Akibatnya pasien dengan gangguan pada organ –
organ tersebut akan mengurangi mobilisasinya. Ia cenderung lebih banyak
duduk dan berbaring.
4. Gips ortopedik dan bidai.
5. Penyakit kritis yang memerlukan istirahat.
6. Menetap lama pada posisi gravitasi berkurang, seperti saat duduk atau
berbaring.
7. Keadaan tanpa bobot diruang hampa, yaitu pergerakan tidak dibatasi,
namun tanpa melawan gaya gravitasi

Biasanya alasan immobilisasi pada anak atau pembatasan aktivitas pada


anak tanpa disability adalah sakit atau injury. Bed rest atau penggunaan alat
restraining mekanik (pemasangan traksi, gips, bidai) merupakan tindakan
yang paling sering dilakukan untuk penyembuhan dan pemulihan. Saat anak
sakit mereka cenderung diam dan aktivitasnya berkurang. Anak terpaksa
tidak active karena keterbatasan fisik/teraphy akan memberikan efek terhadap
keterbatasan gerak.
Alasan yang paling banyak untuk terjadinya immobilisasi pada anak antara
lain:
1. Congenital defect (spina bifida)
2. Degenerative disorder (muskular dystropi)
3. Infeksi/injury pada sistem integumen (luka bakar)
4. Gangguan sistem muskuloskeletal (fraktur/osteomielitis) : fraktur
suprakondiler humeri, fraktur femur, dll.
5. Gangguan neurologic sistem (spinal cord injury, polyneuritis, head injury)
Therapi (traksi, spinal fussion)

4
Terdapat 3 alasan dari immobilisasi umum yaitu :
1. Pembatasan Gerak yang sifatnya terapeutik pada :
 Injury pada tungkai dan lengan
 Pembedahan
2. Pembatasan yang tidak dapat dihindari karena ketidakmampuan primer 
Paralisis
3. Pembatasan secara otomatis sampai dengan gaya hidup.
Tingkat immobilisasi  Bervariasi :
Immobilisasi secara komplit : pada pasien yang tidak sadar
Immobilisasi secara parsial : pada pasien fraktur kaki.
Pembatasan aktifitas karena alasan kesehatan : klien sesak napas pada
decom tidak boleh jalan atau naik tangga.
Bedrest :
Bedrest  klien istirahat ditempat tidur kecuali ia pergi kekamar mandi
Bedrest total  klien tidak boleh bergerak dari tempat tidur dan tidak
boleh pergi kekamar mandi atau duduk dikursi.
Keuntungan bedrest :
 Mengurangi kebutuhan sel tubuh terhadap O2.
 Menyalurkan sumber energi untuk proses penyembuhan
 Mengurangi nyeri

2.3 Jenis Imobilisasi


1. Imobilisasi Fisik
Pembatasan untuk bergerak secara fisik dengan tujuan mencegah
terjadinya gangguan komplikasi pergerakan, seperti pada pasien dengan
hemiplegia yang tidak mampu mempertahankan tekanan didaerah paralisis
sehingga tidak dapat mengubah posisi tubuhnya untuk mengurangi
tekanan.
2. Imobilisasi Intelektual
Keadaan ketika seseorang mengalami keterbatasan daya pikir, seperti pada
pasien yang mengalami kerusakan otak akibat suatu penyakit.
3. Imobilisasi Emosional

5
Keadaan ketika seseorang mengalami pembatasan secara emosional karena
adanya perubahan secara tiba-tiba dalam menyesuaikan diri. Contohnya
keadaan stres berat dapat disebabkan karena bedah amputasi ketika
seseorang mengalami kehilangan bagian anggota tubuh atau kehilangan
sesuatu yang paling dicintai.
4. Imobilisasi Sosial
Keadaan individu yang mengalami hambatan dalam melakukan interaksi
sosial karena keadaan penyakitnya sehingga dapat mempengaruhi
perannya dalam kehidupan sosial.

2.4 Efek Imobilisasi meliputi :


2.4.1 Efek Fisiologis Imobilisasi
1. Sistem Muskular
Otot yang tidak aktif akan mengalami kehilangan kekuatan 3% per hari,
dan dalam hal ini tanpa defisit neuromuskular primer kadang-kadang
memerlukan beberapa minggu/bulan untuk dapat berfungsi kembali.
Streching dapat terjadi seperti kehilangan tonus otot atau seperti exessive
strain (wirst drop/foot drop) dapat terjadi karena kerusakan
jaringan/atropi otot. Pada atropi otot yang general → penurunan kekuatan
otot dan kekakuan pada persendian. Kekakuan sendi dan perlekatan sendi
serta otot.
2. Sistem Skeletal
Kondisi skeletal sehari-hari akan dipertahankan antara aktivitas formasi
tulang (Osteoblastic activity) dan resporsi tulang (osteoclastic actinity).
Bila stressing pada tulang berkurang, aktivitas osteobalas menurun, akan
dilanjutkan dengan destruksi tulang, calsium tulang akan berkurang,
sedangkan serum nirogen dan phospor meningkat → deminralisasi tulang
(osteopenia) → fraktur patologis dan peningkatan kalsium darah. Atrofi
dan kelemahan otot rangka. Pada anak yang tidak dapat bergerak, seperti
anak dengan penurunan kesadaran, pergerakan menjadi terbatas →
kontrkator persendian. Kontraktor paling sering di hip, lutut, bahu,
paintar, kaki.

6
3. Sistem Kardiovaskular
Ada tiga efek yang dapat terjadi pada sistem kardio vaskuler:
 Hypotensi ortostatik
 Peningkatan kerja jantung
 Trombus formation
 Gangguan distribusi volume darah
4. Sistem Respiratory
Basal metabolisme rate menurun karena adanya penurunan kebutuhan
energi dalam sel → kebutuhan sel akan oksigen menurun → produksi
CO2, berkurang → penurunan kebutuhan O2 dan CO2 menyebabkan
respirasi menjadi lambat dan dalam. Expansi dada terbatas karena adanya
distensi abdomen akibat akumulasi feses, gas dan cairan atau karena
penggunaan alat yang membatasi gerak seperti body cast, brace, tight
bindes.
5. Sistem Gastro intestinal
Immobilisasi yang lama dapat menyebabkan balance nitrogen yang
negatif yang disebabkan oleh peningkatan aktivitas katabolisme →
penurunan kontribusi energi → ingesti nutrisi menurun → nafsu makan
menurun. Penurunan aktivitas → efek gravitational pada pergerakan
feses → fases menjadi keras → sulit untuk dikeluarkan → konstipasi.
6. Sistem Renal
Struktur dalam sistem perkemihan dirancang untuk posisi tegak lurus
sehingga bila terjadi perubahan posisi kontraksi peristaltik ureter akan
memberikan tahanan terhadap kandung kemih → urine menjadi statis →
merangsang pembentukan batu → batu dalam saluran kemih. Batu dalam
saluran kemih → urine statis → media untuk pertumbuhan mikro
organisme → infeksi saluran kemih.
7. Sistem Integumentary
Akibat immobilisasi dapat menyebabkan aliran darah menurun terutama
pada daerah yang tertekan (sacrum, occiput, trokanter dan ankle) →
distribusi O2 dan nutrisi menurun → ischemia jaringan → nekritic
jaringan → ulcer (decubitus).

7
8. Sistem Neurosensory
Menurut hasil penelitian efek immobilisasi terhadap sistem neurosensory
tidak begitu terlihat.Dua hal yang dapat terjadi : loss of innervation dan
sensory and perceptual deprivation.(Wong, 2012).
2.4.2 Efek terhadap Keluarga
1. Penurunan status finansial (sumber keuangan keluarga berkurang).
2. Fokus keluarga terhadap anak sakit, sehingga sibling merasa disia-siakan.
3. Coping individu dan keluarga tidak efektif sehingga tidak dapat
menanggulangi krisis keluarga yang terjadi.
4. Orang tua selalu merasa bersalah atas sakit anaknya.
2.4.3 Efek Psikologis Imobilisasi
Aktivitas fisik merupakan bagian integral dari kehidupan sehari-hari dan
penting untuk pertumbuhan dan perkembangan fisik. Aktivitas ini
membantu pasien mengatasi bermacam-macam perasaan dan impuls serta
memberikan mekanisme yang memungkinkan mereka mengendalikan
ketegangan dari dalam. Pasien berespons terhadapa ansietas dengan
meningkatkan aktivitas. Apabila kekuatan ini tidak ada, mereka akan
kehilangan masukan yang penting dan tempat untuk mengekspresikan
perasaan fantasinya. Keadaan seperti ini sering kali menimbulkan perasaan
terisolasi dan bosan. Reaksi pasien terhadap imobilisasi :
1. Tingkat kecemasan lebih tinggi
2. Depresi
3. Merasa terisolasi
4. Protes aktif, marah dan agresif. Atau bahkan menjadi pendiam, pasif dan
submisif
5. Monotomy dapat mengakibatkan :
 Respons intelektual dan psikomotor menjadi lamban
 Keterampilan komunikasi menurun
 Fantastis meningkat
 Halusinasi
 Disorentasi

8
 Ketergantungan
6. Perilaku yang tidak biasa (mencari perhatian orang lain dengan kembali
ke perilaku perkembangan awal : ingin disuapi, mengompol, dan
komunikasi seperti bayi. Pada anak sebaiknya dibiarkan melampiaskan
rasa amarah, tetapi tidak boleh melewati batas keamanan dari harga diri
mereka dan tidak merusak integritas orang lain. Contohnya, memberikan
benda untuk diserang, bukan orang atau barang-barang berharga, adalah
tindakan yang cukup aman dan terapeutik. Apabila anak tidak dapat
mengekspresikan rasa marah, agresi sering kali ditampilkan tidak tepat
melalui perilaku regresif dan menangis berlebihan atau temperamentum.
(Wong, 2012)

2.5 Hambatan Mobilitas


1. Hambatan Mobilitas: di Tempat Tidur
Definisi : keterbatasan kebebasan bergerak di atas tempat tidur dari satu
posisi ke posisi yang lain.
Batasan karakteristik :
 Bergerak dari telentang ke duduk selonjor atau dari duduk selonjor ke
telentang.
 Bergerak dari telentang ke tengkurap atau tengkurap ke telentang.
 Bergerak dari telentang ke duduk atau duduk ke telentang.
 Berbalik dari sisi ke sisi.
 “Bergerak cepat” atau reposisi diri di tempat tidur.
2. Hambatan Mobilitas: Fisik
Definisi : suatu keterbatasan dalam kemandirian, pergerakan fisik yang
bermanfaat dari tubuh atau satu ektremitas atau lebih.
Batasan karakteristik :
Objektif :
 Penurunan waktu reaksi.
 Kesulitan bergerak.
 Perubahan cara berjalan (misalnya, penurunan aktivitas dan kecepatan
berjalan, kesulitan untuk memulai berjalan, langkah kecil, berjalan

9
dengan menyeret kaki, pada saat berjalan badan mengayun ke
samping).
 Tremor yang diindikasi oleh pergerakan.
 Melambatnya pergerakan.
 Pergerakan kakai tak terkoordinasi.
 Keterbatasan ROM (rentang gerak).
3. Hambatan Mobilitas: Berkursi Roda
Definisi : keterbatasan pengoperasian kursi roda secara mandiri pada
lingkungan tertentu.
Batasan karakteristik :
 Hambatan kemampuan untuk mengoperasikan kursi roda manual atau
listrik pada tanjakan atau turunan.
 Hambatan kemampuan untuk menjalankan kursi roda manual atau
listrik pada permukaan rata atau yang tidak rata.
 Hambatan kemampuan untuk mengoperasikan kursi roda trotoar
(pinggir jalan).
4. Hambatan Kemampuan Berpindah
Definisi : keterbatasan pergerakan mandiri di antara dua permukaan yang
dekat.
Batasan Karakteristik :
 Hambatan dari tempat tidur ke kursi dan kursi ke tempat tidur.
 Hambatan dari kursi ke mobil atau mobil ke kursi.
 Hambatan dari kursi ke lantai atau lantai ke kursi.
 Hambatan dari berdiri ke lantai atau lantai ke berdiri.
5. Hambatan Berjalan
Definisi : keterbatasan pergerakan mandiri dalam lingkungan dengan
berjalan kaki.
Batasan Karakteristik :
 Hambatan menaiki tangga.
 Hambatan mennetukan arah.
 Hambatan berjalan pada area yang menurun atau menanjak.
 Hambatan berjalan permukaan yang tidak rata.

10
Tingkat mobilitas untuk diagnosis hambatan mobilitas di atas adalah :
Tingkat 0 Mandiri penuh
Tingkat 1 Membutuhkan penggunaan peralatan/ alat bantu
Tingkat 2 Membutuhkan pertolongan dari orang lain untuk
bantuan, pengawasan atau pengajaran
Tingkat 3 Membutuhkan bantuan dari orang lain da peralatan/
alat bantu
Tingkat 4 Ketergantungan : tidak dapat beraktivitas
(Judith, NIC/NOC,2007)

2.6 Komplikasi
Imobilisasi dapat menimbulkan berbagai masalah sebagai berikut:
Infeksi saluran kemih, atrofi otot karena disused/ disuse sindrome, konstipasi,
infeksi paru, gangguan aliran darah, dan dekubitus.

2.7 Penatalaksanaan
1. Lakukan perubahan posisi (ROM), yang sering membantu untuk
mencegah edema dependen dan merangsang sirkulasi, fungsi pernapasan,
motilitas gastrointestinal dan sensasi neurologi.
2. Tingkatkan metabolisme dengan aktivitas dalam batas kemampuan pasien.
3. Diet TKTP, rangsang nafsu makan dengan makanan kecil yang disukai
pasien dan hidrasi yang adekuat.
4. Perhatikan kebutuhan eliminasi dan toileting membantu mengurangi rasa
malu dan membantu BAK/BAB.
5. Konsultasikan dengan ahli terapi fisik jika pasien yang tidak mampu/ takut
bergerak yang membutuhkan latihan dan gerakan pasif.
6. Jika memungkinkan bawa pasien untuk berjalan-jalan keluar ruangan
dengan kursi roda. Untuk meningkatkan stimulus lingkungan dan
memberikan kontak sosial dengan orang lain.
7. Atur jadwal kunjungan orang terdekat untuk memberikan dukungan.
(Wong, 2012).

11
2.8 Pemeriksaan Penunjang
1. Sinar –X tulang menggambarkan kepadatan tulang, tekstur, dan perubahan
hubungan tulang.
2. CT scan (Computed Tomography) menunjukkan rincian bidang tertentu
tulang yang terkena dan dapat memperlihatkan tumor jaringan lunak atau
cidera ligament atau tendon. Digunakan untuk mengidentifikasi lokasi dan
panjangnya patah tulang didaerah yang sulit dievaluasi.
3. MRI (Magnetik Resonance Imaging) adalah tehnik pencitraan khusus,
noninvasive, yang menggunakan medan magnet, gelombang radio, dan
computer untuk memperlihatkan abnormalitas (mis: tumor atau
penyempitan jalur jaringan lunak melalui tulang.
4. Pemeriksaan Laboratorium: Hb ↓pada trauma, Ca↓ pada imobilisasi lama,
Alkali Fospat ↑, kreatinin dan SGOT ↑ pada kerusakan otot.

2.9 ASUHAN KEPERAWATAN


2.9.1 Pengkajian
1. Biodata
Cantumkan biodata klien secara lengkap yang mencakup
Nama : Tn/Ny/An
Umur : dapat terjadi pada semua orang di semua umur; sering
terjadi pada anak-anak dan lansia.
Jenis kelamin: dapat terjadi pada pria dan wanita.
Pekerjaan : beresiko tinggi pada pekerjaan yang over mobilisasi dan
mengangkat beban berat.
2. Keluhan utama
Biasanya klien datang ke tempat pelayanan kesehatan dengan keluhan
adanya sedikit/ terjadi keterbatasan gerak.
3. Riwayat penyakit sekarang
Apakah pasien terjadi cedera, fraktur, dislokasi dan dilakukan
pemasangan restrain, bed rest atau penggunaan alat restraining mekanik
(pemasangan traksi, gips, bidai).
4. Riwayat psikososial

12
Keterbatasan gerak yang dialami pasien yang berlebihan dapat
menimbulkan gangguan rasa nyaman pada saat beraktivitas atau bekerja.
Rasa gelisah juga dapat mengganggu.
5. Kebiasaan sehari-hari
Klien tidak bisa menjalankan aktivitas sehari-hari dengan penuh.
6. Pola Kehidupan
1) Aktifitas/istirahat : kelemahan, ketrbatsan gerak.
2) Tingkat aktifitas sehari-hari
a. Aktifitas apa saja yang sering klien kerjakan sehari-hari
b. Apakah klien dapat memenuhi aktifitas sehari-sehari secara bebas
seperti (makan, minum, berpakaian, mandi, eliminasi,
ambulasi,menggunakan kursi roda, pindah dari kasur ke kursi, keluar
masuk kamar mandi dan keluar masuk kendaraan, berkomunikasi)
3) Kaji ketidakmampuan klien dalam mengerjakan aktifitas sehari-hari:
a. Apakah klien ketergantungan secara parsial ataukah secaratotal
b. Apakah kebuthan sehari-hari dipenuhi oleh keluarga, teman,atau
perawat atau langsung menggunakan peralatan yang dikhusukan
untuk memenuhi kebutuhan klien
4) Toleransi aktifitas
a. Kaji berapa banyak dan berapa tipe aktifitas yang membuat klien
merasa capek
b. Apakah klien pernah merasakan pusing-pusing, napas tersengal-
sengal, tanda-tanda peningkatan frekuensi pernapasan, atau
permasalahanlain ketika melaksanakan aktifitas ringan ataupun
berat.
5) Latihan (exercise)
a. Latihan apa saja yang klien sering lakukan untuk menjaga fitalitas
tubuh?
b. Berapa lama dan berapa klien melaksanakan latihan tersebut
c. Kaji apakah klien yakin dengan latihan tersebut dapat
menambahkesehatan klien? Dan suruh klien menjelaskan.
 Sirkulasi : edema atau kematian sel perifer.

13
 Eliminasi : perubahan pola BAK/BAB (tidak bisa secara mandiri)
 Makanan/cairan : Peningkatan berat, mual,muntah anoreksi.
 Pernapasan : Peningkatan frekuensi dan kedalaman pernapasan.
 Nyeri/Kenyamanan : nyeri pada area yang fiksasi.
7. Pemeriksaan fisik.
1) Mengkaji skelet tubuh
Adanya deformitas dan kesejajaran. Pertumbuhan tulang yang abnormal
akibat tumor tulang. Pemendekan ekstremitas, amputasi dan bagian
tubuh yang tidak dalam kesejajaran anatomis. Angulasi abnormal pada
tulang panjang atau gerakan pada titik selain sendi biasanya
menandakan adanya patah tulang.
2) Mengkaji tulang belakang
a. Skoliosis (deviasi kurvatura lateral tulang belakang)
b. Kifosis (kenaikan kurvatura tulang belakang bagian dada)
c. Lordosis (membebek, kurvatura tulang belakang bagian pinggang
berlebihan)
3) Mengkaji system persendian
Luas gerakan dievaluasi baik aktif maupun pasif, deformitas, stabilitas,
dan adanya benjolan, adanya kekakuan sendi
4) Mengkaji system otot
Kemampuan mengubah posisi, kekuatan otot dan koordinasi, dan
ukuran masing-masing otot. Lingkar ekstremitas untuk mementau
adanya edema atau atropfi, nyeri otot.
5) Mengkaji cara berjalan
Adanya gerakan yang tidak teratur dianggap tidak normal. Bila salah
satu ekstremitas lebih pendek dari yang lain. Berbagai kondisi
neurologist yang berhubungan dengan caraberjalan abnormal (misalnya
cara berjalan spastic hemiparesis – stroke, cara berjalan selangkah-
selangkah – penyakit lower motor neuron, cara berjalan bergetar –
penyakit Parkinson).
6) Mengkaji kulit dan sirkulasi perifer
Palpasi kulit dapat menunjukkan adanya suhu yang lebih panas atau

14
lebih dingin dari lainnya dan adanya edema. Sirkulasi perifer dievaluasi
dengan mengkaji denyut perifer, warna, suhu dan waktu pengisian
kapiler.
7) Mengkaji fungsional klien

2.9.2 Diagnosa Keperawatan, Tujuan Keperawatan Dan Rencana Tindakan

No. Diagnosa Tujuan Keperawatan Rencana Tindakan


Keperawatan (NOC) (NIC)
(NANDA)
1. Gangguan Setelah dilakukan Latihan Kekuatan
Mobilisasi asuhan keperawatan  Ajarkan dan berikan
Fisik selama ...x 24 jam dorongan pada klien untuk
klien menunjukkan: melakukan program latihan
 Joint Movement : secara rutin
Active Latihan untuk ambulasi
 Increase Mobility  Ajarkan teknik Ambulasi &
Level perpindahan yang aman
 Self care : ADLs kepada klien dan keluarga.
 Ambulasi: berjalan:  Sediakan alat bantu untuk
mampu berjalan dari klien seperti kruk, kursi roda,
satu tempat ke dan walker
tempat lain.  Beri penguatan positif untuk
 Ambulasi: kursi berlatih mandiri dalam
roda: mampu batasan yang aman.
berjalan dari satu Latihan mobilisasi dengan kursi
tempat ke tempat roda
lain dengan  Ajarkan pada klien &
menggunakan kursi keluarga tentang cara
roda. pemakaian kursi roda & cara
Pelaksanaan berpindah dari kursi roda ke
berpindah (transfer tempat tidur atau sebaliknya.
performance): mampu  Dorong klien melakukan

15
mengubah letak tubuh. latihan untuk memperkuat
anggota tubuh
 Ajarkan pada klien/ keluarga
tentang cara penggunaan
kursi roda
Latihan Keseimbangan
 Ajarkan pada klien &
keluarga untuk dapat
mengatur posisi secara
mandiri dan menjaga
keseimbangan selama latihan
ataupun dalam aktivitas
sehari hari.
Perbaikan Posisi Tubuh yang
Benar
 Ajarkan pada klien/ keluarga
untuk mem perhatikan postur
tubuh yg benar untuk
menghindari kelelahan,
keram & cedera.
 Kolaborasi ke ahli terapi fisik
untuk program latihan.
2. Risiko Cedera Setelah dilakukan  Identifikasi faktor yang
asuhan keperawatan memengaruhi kebutuhan
selama ...x 24 jam keamanan, misalnya defisik
klien menunjukkan: sensori & motorik.
 Dapat  Persiapkan lingkungan yang
mempersiapkan memungkin risiko jatuh
lingkungan yang (lantai licin, karpet sobek).
aman (misalnya  Berikan materi pendidikan
penempatkan yang berhubungan dengan
pegangan tangan strategi dan tindakan untuk

16
di kamr mandi). mencegah cedera.
 Mengidentifikasi  Bantu pasien dengan
risiko yang ambulasi, sesuai kebutuhan.
meningkatkan  Sediakan alat bantu berjalan
kerentanan (tongkat dan walker).
terhadap cedera.
 Menghindari
cedera fisik.
3. Self Care Setelah dilakukan  Kaji kemampuan untuk
Defisit asuhan keperawatan berjalan dan menggunakan
selama ...x 24 jam alat bantu secara mandiri dan
klien menunjukkan: aman.
 Klien mampu  Ajarkan pasien dan keluarga
untuk melakukan tentang teknik pemindaan
aktivitas perawtan dan ambulasi.berikan
fisik dan pribadi informasi perawtan diri
paling dasar. kepada keluarga/ orang tua
 Klien yang penting tentang
menunjukkan lingkungan rumah yang aman
perawtan diri tanpa untuk pasien.
adanya bantuan  Kolaborasikan dengan terapi
atau fisik dan okupasi sebagai
ketergantungan sumber dalam perencanaan
alat bantu. aktivitas perawtan pasien
 Klien mampu serta mendapatkan peralatan
membersihkan diri yang diperlukan.
secara mandiri.  - Anjurkan pasien untuk
menggunakan pakaian yang
mudah dibuka.

4. Risiko Disuse Setelah dilakukan  Pantau asupan nutrisi untuk


Sindrom asuhan keperawatan memastikan sumber energi.

17
selama ...x 24 jam  Tentukan apa dan berapa
klien menunjukkan: banyak aktivitas yang
 Peningkatan daya dibutuhkan untuk
tahan tingkat energi membentuk ketahanan.
mampu untuk  Ajarkan pengaturan aktivitas
beraktivitas. dan teknik pengelolaan
 Peningkatan waktu untuk mencegah
mobilitas: kelelahan.
kemampuan untuk  Konsultasikan dengan tenaga
bergerak sesuai fisioterapi tentang cara-cara
dengan tujuan yang meningkatkan mobilitas.
diinginkan.
 Tingkkat kesadaran
individu,
berorientasi dan
perhatian terhadap
lingkungan.
 Menunjukkan
tingkat nyeri.

2.9.3 IMPLEMENTASI
Implementasi dapat dilakukan sesuai dengan intervensi yang sudah
dipaparkan sebelumnya.

2.9.4 EVALUASI
Hasil yang diharapkan saat evaluasi adalah:
1. Mobilisasi pada pasien dapat kembali normal.
2. Pasien idak mengalami cedera saat melakukan mobilisasi awal.
3. Pasien dapat menunjukkan/ melakukan perawatan secara aktual dan
mandiri.
4. Tidak terjadi sindrom disuses pada pasien.

18
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
1. Immobilisasi atau tirah baring adalah keadaan dimana seseorang tidak
dapat bergerak secara aktif atau bebas karena kondisi yang mengganggu
pergerakan (aktivitas ). Misalnya mengalami trauma tulang belakang,
cedera otak berat disertai fraktur pada ekstremitas, dan sebagainya.
Imobilisasi secara fisik, merupakan pembatasan untuk bergerak secara
fisik dengan tujuan mencegah terjadinya gangguan komplikasi
pergerakan.
2. Jenis Imobilisasi
 Imobilisasi fisik
 Imobilisasi intelektual
 Imobilisasi emosional
 Imobilisasi social
3. Penyebab Immobilisasi
 Gangguan sendi dan tulang.
 Penyakit Saraf
 Penyakit Jantung atau Pernafasan
 Gangguan Penglihatan.
 Masa Penyembuhan

3.2 Saran
Berdasarkan hasil pembahasan materi di atas diharapkan dapat menjadi
bahan masukan yang bermanfaat bagi mahasiswa untuk dapat diaplikasikan
dalam tindakan pelayanan keperawatan dan juga karena keterbatasan
referensi yang mendukung, untuk itu diharapkan kritik dan saran guna untuk
kesempurnaan makalah ini.

19
DAFTAR PUSTAKA

Doenges, Marilynn E.Rencana Asuhan Keperawatan.2000.Jakarta : EGC.


Dorland.1998.Kamus Saku Kedokteran. Jakarta : EGC.
Editor : Kneale, Julia dan Peter Davis.2011.Keperawatan Ortopedik & Trauma
Edisi 2. Jakarta : EGC.
Lukman dan Nurna Ningsih.2012. Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan
Gangguan Sistem Muskuloskeletal. Jakarta : Salemba Medika.
Potter dan Perry.2006.Fundamental Keperawatan Edisi 4 Volume 2. Jakarta :
EGC.
Price, Slyvia A. Dan Lorraine M. Wilson.2006.Patofisiologi Edisi 6 Volume 2.
Jakarta : EGC.
Tucker, Susan Martin, dkk.2008.Standart Perawatan Pasien Edisi 7 Volume 2.
Jakarta : EGC.
Smeltzer, Suzanne C. 2002.Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner &
Suddarth Edisi 8 Volume 3.Jakarta : EGC.
Suratun, dkk.2008.Seri Asuhan Keperawatan Klien Gangguan Sistem
Muskuloskeletal. Jakarta : EGC.
Wilkinson, Judith M.2007.Buku Saku Diagnosa Keperawatan Edisi 7. Jakarta :
EGC.
.2005.Nursing Diagnose Handbook. Prentice Hall : Person.

20

Anda mungkin juga menyukai

  • Dkacang Ijo
    Dkacang Ijo
    Dokumen2 halaman
    Dkacang Ijo
    Sulvian ayu
    Belum ada peringkat
  • Daun Sirih
    Daun Sirih
    Dokumen1 halaman
    Daun Sirih
    Sulvian ayu
    Belum ada peringkat
  • Daun Sirih
    Daun Sirih
    Dokumen1 halaman
    Daun Sirih
    Sulvian ayu
    Belum ada peringkat
  • Daftar Absensi Mahasiswa Ukm Tari 2018
    Daftar Absensi Mahasiswa Ukm Tari 2018
    Dokumen1 halaman
    Daftar Absensi Mahasiswa Ukm Tari 2018
    Sulvian Ayu Vita Arvianti
    Belum ada peringkat
  • Dasar Kesehatan Lingkungan
    Dasar Kesehatan Lingkungan
    Dokumen27 halaman
    Dasar Kesehatan Lingkungan
    Yolanda
    Belum ada peringkat
  • Dasar Kesehatan Lingkungan
    Dasar Kesehatan Lingkungan
    Dokumen27 halaman
    Dasar Kesehatan Lingkungan
    Yolanda
    Belum ada peringkat
  • Wa0009
    Wa0009
    Dokumen1 halaman
    Wa0009
    Sulvian ayu
    Belum ada peringkat
  • Dkacang Ijo
    Dkacang Ijo
    Dokumen2 halaman
    Dkacang Ijo
    Sulvian ayu
    Belum ada peringkat
  • Definisi VSD
    Definisi VSD
    Dokumen5 halaman
    Definisi VSD
    Siti Rahmayani
    100% (1)
  • Wa0001
    Wa0001
    Dokumen4 halaman
    Wa0001
    Sulvian ayu
    Belum ada peringkat
  • Wa0032
    Wa0032
    Dokumen29 halaman
    Wa0032
    Sulvian ayu
    Belum ada peringkat
  • Wa0009
    Wa0009
    Dokumen1 halaman
    Wa0009
    Sulvian ayu
    Belum ada peringkat
  • Wa0032
    Wa0032
    Dokumen29 halaman
    Wa0032
    Sulvian ayu
    Belum ada peringkat
  • Dkacang Ijo
    Dkacang Ijo
    Dokumen2 halaman
    Dkacang Ijo
    Sulvian ayu
    Belum ada peringkat
  • Wa0008
    Wa0008
    Dokumen7 halaman
    Wa0008
    Sulvian ayu
    Belum ada peringkat
  • Wa0005
    Wa0005
    Dokumen2 halaman
    Wa0005
    Sulvian ayu
    Belum ada peringkat
  • Wa0001
    Wa0001
    Dokumen4 halaman
    Wa0001
    Sulvian ayu
    Belum ada peringkat
  • Wa0000
    Wa0000
    Dokumen1 halaman
    Wa0000
    Sulvian ayu
    Belum ada peringkat
  • LP PK
    LP PK
    Dokumen14 halaman
    LP PK
    Dilla Nurlita Maulidza
    Belum ada peringkat
  • Wa0005
    Wa0005
    Dokumen2 halaman
    Wa0005
    Sulvian ayu
    Belum ada peringkat
  • Terapi Aktivitas Kelompok
    Terapi Aktivitas Kelompok
    Dokumen14 halaman
    Terapi Aktivitas Kelompok
    Ummu Khansa
    Belum ada peringkat
  • Laporan Pendahuluan Tetanus
    Laporan Pendahuluan Tetanus
    Dokumen20 halaman
    Laporan Pendahuluan Tetanus
    Sulvian ayu
    Belum ada peringkat
  • Askep Anak Tetanus
    Askep Anak Tetanus
    Dokumen15 halaman
    Askep Anak Tetanus
    latifahabdurahmah
    Belum ada peringkat
  • Gangguan Imobilitas
    Gangguan Imobilitas
    Dokumen20 halaman
    Gangguan Imobilitas
    Sulvian ayu
    Belum ada peringkat
  • LP PK
    LP PK
    Dokumen14 halaman
    LP PK
    Dilla Nurlita Maulidza
    Belum ada peringkat
  • Laporan Pendahuluan Tetanus
    Laporan Pendahuluan Tetanus
    Dokumen20 halaman
    Laporan Pendahuluan Tetanus
    Sulvian ayu
    Belum ada peringkat
  • Wa0000
    Wa0000
    Dokumen1 halaman
    Wa0000
    Sulvian ayu
    Belum ada peringkat
  • LP Tetanus
    LP Tetanus
    Dokumen24 halaman
    LP Tetanus
    apri
    Belum ada peringkat
  • Terapi Aktivitas Kelompok
    Terapi Aktivitas Kelompok
    Dokumen14 halaman
    Terapi Aktivitas Kelompok
    Ummu Khansa
    Belum ada peringkat