PENDAHULUAN
1.2 Tujuan
1.2.1 Tujuan umum
Dapat memberikan asuhan keperawatan imobilisasi.
1.2.2 Tujuan khusus
1. Dapat mengetahui definisi imobilisasi.
2. Dapat mengetahui etiologi imobilisasi
3. Dapat menjelaskan jenis – jenis imobilisasi
4. Dapat menjelaskan efek imobilisasi
5. Dapat menjelaskan hambatan imobilisasi
6. Dapat menjelaskan komplikasi imobilisasi
1
7. Dapat menjelaskan penalalaksanaan imobilisasi
8. Dapat menjelaskan pemeriksaan penunjang imobilisasi
9. Dapat memberikan asuhan keperawatan pada pasien imobilisasi
2
BAB II
KONSEP DASAR
2.2 Etiologi
Berbagai perubahan terjadi pada system musculoskeletal, meliputi tulang
keropos (osteoporosis), pembesaran sendi, pengerasan tendon, keterbatasan
gerak, penipisan discus intervertebralis, dan kelemahan otot, terjadi pada
proses penuaan.
Pada lansia, struktur kolagen kurang mampu menyerap energi. Kartilago
sendi mengalami degenerasi didaerah yang menyangga tubuh dan
menyembuh lebih lama. Hal tersebut mengakibatkan terjadinya osteoarthritis.
Begitu juga masa otot dan kekuatannya juga berkurang.
Istirahat di tempat tidur lama dan inaktivitas menurunkan aktivitas
metabolisme umum. Hal ini mengakibatkan penurunan kapasitas fungsional
sistem tubuh yang multipel, dengan manifestasi klinis sindrom imobilisasi.
Konsekuensi metaboliknya tidak tergantung penyebab untuk apa imobilisasi
diresepkan. Hal ini bisa disebabkan oleh:
3
1. Cedera tulang: penyakit reumatik seperti pengapuran tulang atau patah
tulang (fraktur) tentu akan menghambat pergerakan.
2. Penyakit saraf: adanya stroke, penyakit parkinson, paralisis, dan gangguan
saraf tapi juga menimbulkan gangguan pergerakan dan mengakibatkan
imobilisasi.
3. Penyakit jantung dan pernapasan akan menimbulkan kelelahan dan sesak
napas ketika beraktivitas. Akibatnya pasien dengan gangguan pada organ –
organ tersebut akan mengurangi mobilisasinya. Ia cenderung lebih banyak
duduk dan berbaring.
4. Gips ortopedik dan bidai.
5. Penyakit kritis yang memerlukan istirahat.
6. Menetap lama pada posisi gravitasi berkurang, seperti saat duduk atau
berbaring.
7. Keadaan tanpa bobot diruang hampa, yaitu pergerakan tidak dibatasi,
namun tanpa melawan gaya gravitasi
4
Terdapat 3 alasan dari immobilisasi umum yaitu :
1. Pembatasan Gerak yang sifatnya terapeutik pada :
Injury pada tungkai dan lengan
Pembedahan
2. Pembatasan yang tidak dapat dihindari karena ketidakmampuan primer
Paralisis
3. Pembatasan secara otomatis sampai dengan gaya hidup.
Tingkat immobilisasi Bervariasi :
Immobilisasi secara komplit : pada pasien yang tidak sadar
Immobilisasi secara parsial : pada pasien fraktur kaki.
Pembatasan aktifitas karena alasan kesehatan : klien sesak napas pada
decom tidak boleh jalan atau naik tangga.
Bedrest :
Bedrest klien istirahat ditempat tidur kecuali ia pergi kekamar mandi
Bedrest total klien tidak boleh bergerak dari tempat tidur dan tidak
boleh pergi kekamar mandi atau duduk dikursi.
Keuntungan bedrest :
Mengurangi kebutuhan sel tubuh terhadap O2.
Menyalurkan sumber energi untuk proses penyembuhan
Mengurangi nyeri
5
Keadaan ketika seseorang mengalami pembatasan secara emosional karena
adanya perubahan secara tiba-tiba dalam menyesuaikan diri. Contohnya
keadaan stres berat dapat disebabkan karena bedah amputasi ketika
seseorang mengalami kehilangan bagian anggota tubuh atau kehilangan
sesuatu yang paling dicintai.
4. Imobilisasi Sosial
Keadaan individu yang mengalami hambatan dalam melakukan interaksi
sosial karena keadaan penyakitnya sehingga dapat mempengaruhi
perannya dalam kehidupan sosial.
6
3. Sistem Kardiovaskular
Ada tiga efek yang dapat terjadi pada sistem kardio vaskuler:
Hypotensi ortostatik
Peningkatan kerja jantung
Trombus formation
Gangguan distribusi volume darah
4. Sistem Respiratory
Basal metabolisme rate menurun karena adanya penurunan kebutuhan
energi dalam sel → kebutuhan sel akan oksigen menurun → produksi
CO2, berkurang → penurunan kebutuhan O2 dan CO2 menyebabkan
respirasi menjadi lambat dan dalam. Expansi dada terbatas karena adanya
distensi abdomen akibat akumulasi feses, gas dan cairan atau karena
penggunaan alat yang membatasi gerak seperti body cast, brace, tight
bindes.
5. Sistem Gastro intestinal
Immobilisasi yang lama dapat menyebabkan balance nitrogen yang
negatif yang disebabkan oleh peningkatan aktivitas katabolisme →
penurunan kontribusi energi → ingesti nutrisi menurun → nafsu makan
menurun. Penurunan aktivitas → efek gravitational pada pergerakan
feses → fases menjadi keras → sulit untuk dikeluarkan → konstipasi.
6. Sistem Renal
Struktur dalam sistem perkemihan dirancang untuk posisi tegak lurus
sehingga bila terjadi perubahan posisi kontraksi peristaltik ureter akan
memberikan tahanan terhadap kandung kemih → urine menjadi statis →
merangsang pembentukan batu → batu dalam saluran kemih. Batu dalam
saluran kemih → urine statis → media untuk pertumbuhan mikro
organisme → infeksi saluran kemih.
7. Sistem Integumentary
Akibat immobilisasi dapat menyebabkan aliran darah menurun terutama
pada daerah yang tertekan (sacrum, occiput, trokanter dan ankle) →
distribusi O2 dan nutrisi menurun → ischemia jaringan → nekritic
jaringan → ulcer (decubitus).
7
8. Sistem Neurosensory
Menurut hasil penelitian efek immobilisasi terhadap sistem neurosensory
tidak begitu terlihat.Dua hal yang dapat terjadi : loss of innervation dan
sensory and perceptual deprivation.(Wong, 2012).
2.4.2 Efek terhadap Keluarga
1. Penurunan status finansial (sumber keuangan keluarga berkurang).
2. Fokus keluarga terhadap anak sakit, sehingga sibling merasa disia-siakan.
3. Coping individu dan keluarga tidak efektif sehingga tidak dapat
menanggulangi krisis keluarga yang terjadi.
4. Orang tua selalu merasa bersalah atas sakit anaknya.
2.4.3 Efek Psikologis Imobilisasi
Aktivitas fisik merupakan bagian integral dari kehidupan sehari-hari dan
penting untuk pertumbuhan dan perkembangan fisik. Aktivitas ini
membantu pasien mengatasi bermacam-macam perasaan dan impuls serta
memberikan mekanisme yang memungkinkan mereka mengendalikan
ketegangan dari dalam. Pasien berespons terhadapa ansietas dengan
meningkatkan aktivitas. Apabila kekuatan ini tidak ada, mereka akan
kehilangan masukan yang penting dan tempat untuk mengekspresikan
perasaan fantasinya. Keadaan seperti ini sering kali menimbulkan perasaan
terisolasi dan bosan. Reaksi pasien terhadap imobilisasi :
1. Tingkat kecemasan lebih tinggi
2. Depresi
3. Merasa terisolasi
4. Protes aktif, marah dan agresif. Atau bahkan menjadi pendiam, pasif dan
submisif
5. Monotomy dapat mengakibatkan :
Respons intelektual dan psikomotor menjadi lamban
Keterampilan komunikasi menurun
Fantastis meningkat
Halusinasi
Disorentasi
8
Ketergantungan
6. Perilaku yang tidak biasa (mencari perhatian orang lain dengan kembali
ke perilaku perkembangan awal : ingin disuapi, mengompol, dan
komunikasi seperti bayi. Pada anak sebaiknya dibiarkan melampiaskan
rasa amarah, tetapi tidak boleh melewati batas keamanan dari harga diri
mereka dan tidak merusak integritas orang lain. Contohnya, memberikan
benda untuk diserang, bukan orang atau barang-barang berharga, adalah
tindakan yang cukup aman dan terapeutik. Apabila anak tidak dapat
mengekspresikan rasa marah, agresi sering kali ditampilkan tidak tepat
melalui perilaku regresif dan menangis berlebihan atau temperamentum.
(Wong, 2012)
9
dengan menyeret kaki, pada saat berjalan badan mengayun ke
samping).
Tremor yang diindikasi oleh pergerakan.
Melambatnya pergerakan.
Pergerakan kakai tak terkoordinasi.
Keterbatasan ROM (rentang gerak).
3. Hambatan Mobilitas: Berkursi Roda
Definisi : keterbatasan pengoperasian kursi roda secara mandiri pada
lingkungan tertentu.
Batasan karakteristik :
Hambatan kemampuan untuk mengoperasikan kursi roda manual atau
listrik pada tanjakan atau turunan.
Hambatan kemampuan untuk menjalankan kursi roda manual atau
listrik pada permukaan rata atau yang tidak rata.
Hambatan kemampuan untuk mengoperasikan kursi roda trotoar
(pinggir jalan).
4. Hambatan Kemampuan Berpindah
Definisi : keterbatasan pergerakan mandiri di antara dua permukaan yang
dekat.
Batasan Karakteristik :
Hambatan dari tempat tidur ke kursi dan kursi ke tempat tidur.
Hambatan dari kursi ke mobil atau mobil ke kursi.
Hambatan dari kursi ke lantai atau lantai ke kursi.
Hambatan dari berdiri ke lantai atau lantai ke berdiri.
5. Hambatan Berjalan
Definisi : keterbatasan pergerakan mandiri dalam lingkungan dengan
berjalan kaki.
Batasan Karakteristik :
Hambatan menaiki tangga.
Hambatan mennetukan arah.
Hambatan berjalan pada area yang menurun atau menanjak.
Hambatan berjalan permukaan yang tidak rata.
10
Tingkat mobilitas untuk diagnosis hambatan mobilitas di atas adalah :
Tingkat 0 Mandiri penuh
Tingkat 1 Membutuhkan penggunaan peralatan/ alat bantu
Tingkat 2 Membutuhkan pertolongan dari orang lain untuk
bantuan, pengawasan atau pengajaran
Tingkat 3 Membutuhkan bantuan dari orang lain da peralatan/
alat bantu
Tingkat 4 Ketergantungan : tidak dapat beraktivitas
(Judith, NIC/NOC,2007)
2.6 Komplikasi
Imobilisasi dapat menimbulkan berbagai masalah sebagai berikut:
Infeksi saluran kemih, atrofi otot karena disused/ disuse sindrome, konstipasi,
infeksi paru, gangguan aliran darah, dan dekubitus.
2.7 Penatalaksanaan
1. Lakukan perubahan posisi (ROM), yang sering membantu untuk
mencegah edema dependen dan merangsang sirkulasi, fungsi pernapasan,
motilitas gastrointestinal dan sensasi neurologi.
2. Tingkatkan metabolisme dengan aktivitas dalam batas kemampuan pasien.
3. Diet TKTP, rangsang nafsu makan dengan makanan kecil yang disukai
pasien dan hidrasi yang adekuat.
4. Perhatikan kebutuhan eliminasi dan toileting membantu mengurangi rasa
malu dan membantu BAK/BAB.
5. Konsultasikan dengan ahli terapi fisik jika pasien yang tidak mampu/ takut
bergerak yang membutuhkan latihan dan gerakan pasif.
6. Jika memungkinkan bawa pasien untuk berjalan-jalan keluar ruangan
dengan kursi roda. Untuk meningkatkan stimulus lingkungan dan
memberikan kontak sosial dengan orang lain.
7. Atur jadwal kunjungan orang terdekat untuk memberikan dukungan.
(Wong, 2012).
11
2.8 Pemeriksaan Penunjang
1. Sinar –X tulang menggambarkan kepadatan tulang, tekstur, dan perubahan
hubungan tulang.
2. CT scan (Computed Tomography) menunjukkan rincian bidang tertentu
tulang yang terkena dan dapat memperlihatkan tumor jaringan lunak atau
cidera ligament atau tendon. Digunakan untuk mengidentifikasi lokasi dan
panjangnya patah tulang didaerah yang sulit dievaluasi.
3. MRI (Magnetik Resonance Imaging) adalah tehnik pencitraan khusus,
noninvasive, yang menggunakan medan magnet, gelombang radio, dan
computer untuk memperlihatkan abnormalitas (mis: tumor atau
penyempitan jalur jaringan lunak melalui tulang.
4. Pemeriksaan Laboratorium: Hb ↓pada trauma, Ca↓ pada imobilisasi lama,
Alkali Fospat ↑, kreatinin dan SGOT ↑ pada kerusakan otot.
12
Keterbatasan gerak yang dialami pasien yang berlebihan dapat
menimbulkan gangguan rasa nyaman pada saat beraktivitas atau bekerja.
Rasa gelisah juga dapat mengganggu.
5. Kebiasaan sehari-hari
Klien tidak bisa menjalankan aktivitas sehari-hari dengan penuh.
6. Pola Kehidupan
1) Aktifitas/istirahat : kelemahan, ketrbatsan gerak.
2) Tingkat aktifitas sehari-hari
a. Aktifitas apa saja yang sering klien kerjakan sehari-hari
b. Apakah klien dapat memenuhi aktifitas sehari-sehari secara bebas
seperti (makan, minum, berpakaian, mandi, eliminasi,
ambulasi,menggunakan kursi roda, pindah dari kasur ke kursi, keluar
masuk kamar mandi dan keluar masuk kendaraan, berkomunikasi)
3) Kaji ketidakmampuan klien dalam mengerjakan aktifitas sehari-hari:
a. Apakah klien ketergantungan secara parsial ataukah secaratotal
b. Apakah kebuthan sehari-hari dipenuhi oleh keluarga, teman,atau
perawat atau langsung menggunakan peralatan yang dikhusukan
untuk memenuhi kebutuhan klien
4) Toleransi aktifitas
a. Kaji berapa banyak dan berapa tipe aktifitas yang membuat klien
merasa capek
b. Apakah klien pernah merasakan pusing-pusing, napas tersengal-
sengal, tanda-tanda peningkatan frekuensi pernapasan, atau
permasalahanlain ketika melaksanakan aktifitas ringan ataupun
berat.
5) Latihan (exercise)
a. Latihan apa saja yang klien sering lakukan untuk menjaga fitalitas
tubuh?
b. Berapa lama dan berapa klien melaksanakan latihan tersebut
c. Kaji apakah klien yakin dengan latihan tersebut dapat
menambahkesehatan klien? Dan suruh klien menjelaskan.
Sirkulasi : edema atau kematian sel perifer.
13
Eliminasi : perubahan pola BAK/BAB (tidak bisa secara mandiri)
Makanan/cairan : Peningkatan berat, mual,muntah anoreksi.
Pernapasan : Peningkatan frekuensi dan kedalaman pernapasan.
Nyeri/Kenyamanan : nyeri pada area yang fiksasi.
7. Pemeriksaan fisik.
1) Mengkaji skelet tubuh
Adanya deformitas dan kesejajaran. Pertumbuhan tulang yang abnormal
akibat tumor tulang. Pemendekan ekstremitas, amputasi dan bagian
tubuh yang tidak dalam kesejajaran anatomis. Angulasi abnormal pada
tulang panjang atau gerakan pada titik selain sendi biasanya
menandakan adanya patah tulang.
2) Mengkaji tulang belakang
a. Skoliosis (deviasi kurvatura lateral tulang belakang)
b. Kifosis (kenaikan kurvatura tulang belakang bagian dada)
c. Lordosis (membebek, kurvatura tulang belakang bagian pinggang
berlebihan)
3) Mengkaji system persendian
Luas gerakan dievaluasi baik aktif maupun pasif, deformitas, stabilitas,
dan adanya benjolan, adanya kekakuan sendi
4) Mengkaji system otot
Kemampuan mengubah posisi, kekuatan otot dan koordinasi, dan
ukuran masing-masing otot. Lingkar ekstremitas untuk mementau
adanya edema atau atropfi, nyeri otot.
5) Mengkaji cara berjalan
Adanya gerakan yang tidak teratur dianggap tidak normal. Bila salah
satu ekstremitas lebih pendek dari yang lain. Berbagai kondisi
neurologist yang berhubungan dengan caraberjalan abnormal (misalnya
cara berjalan spastic hemiparesis – stroke, cara berjalan selangkah-
selangkah – penyakit lower motor neuron, cara berjalan bergetar –
penyakit Parkinson).
6) Mengkaji kulit dan sirkulasi perifer
Palpasi kulit dapat menunjukkan adanya suhu yang lebih panas atau
14
lebih dingin dari lainnya dan adanya edema. Sirkulasi perifer dievaluasi
dengan mengkaji denyut perifer, warna, suhu dan waktu pengisian
kapiler.
7) Mengkaji fungsional klien
15
mengubah letak tubuh. latihan untuk memperkuat
anggota tubuh
Ajarkan pada klien/ keluarga
tentang cara penggunaan
kursi roda
Latihan Keseimbangan
Ajarkan pada klien &
keluarga untuk dapat
mengatur posisi secara
mandiri dan menjaga
keseimbangan selama latihan
ataupun dalam aktivitas
sehari hari.
Perbaikan Posisi Tubuh yang
Benar
Ajarkan pada klien/ keluarga
untuk mem perhatikan postur
tubuh yg benar untuk
menghindari kelelahan,
keram & cedera.
Kolaborasi ke ahli terapi fisik
untuk program latihan.
2. Risiko Cedera Setelah dilakukan Identifikasi faktor yang
asuhan keperawatan memengaruhi kebutuhan
selama ...x 24 jam keamanan, misalnya defisik
klien menunjukkan: sensori & motorik.
Dapat Persiapkan lingkungan yang
mempersiapkan memungkin risiko jatuh
lingkungan yang (lantai licin, karpet sobek).
aman (misalnya Berikan materi pendidikan
penempatkan yang berhubungan dengan
pegangan tangan strategi dan tindakan untuk
16
di kamr mandi). mencegah cedera.
Mengidentifikasi Bantu pasien dengan
risiko yang ambulasi, sesuai kebutuhan.
meningkatkan Sediakan alat bantu berjalan
kerentanan (tongkat dan walker).
terhadap cedera.
Menghindari
cedera fisik.
3. Self Care Setelah dilakukan Kaji kemampuan untuk
Defisit asuhan keperawatan berjalan dan menggunakan
selama ...x 24 jam alat bantu secara mandiri dan
klien menunjukkan: aman.
Klien mampu Ajarkan pasien dan keluarga
untuk melakukan tentang teknik pemindaan
aktivitas perawtan dan ambulasi.berikan
fisik dan pribadi informasi perawtan diri
paling dasar. kepada keluarga/ orang tua
Klien yang penting tentang
menunjukkan lingkungan rumah yang aman
perawtan diri tanpa untuk pasien.
adanya bantuan Kolaborasikan dengan terapi
atau fisik dan okupasi sebagai
ketergantungan sumber dalam perencanaan
alat bantu. aktivitas perawtan pasien
Klien mampu serta mendapatkan peralatan
membersihkan diri yang diperlukan.
secara mandiri. - Anjurkan pasien untuk
menggunakan pakaian yang
mudah dibuka.
17
selama ...x 24 jam Tentukan apa dan berapa
klien menunjukkan: banyak aktivitas yang
Peningkatan daya dibutuhkan untuk
tahan tingkat energi membentuk ketahanan.
mampu untuk Ajarkan pengaturan aktivitas
beraktivitas. dan teknik pengelolaan
Peningkatan waktu untuk mencegah
mobilitas: kelelahan.
kemampuan untuk Konsultasikan dengan tenaga
bergerak sesuai fisioterapi tentang cara-cara
dengan tujuan yang meningkatkan mobilitas.
diinginkan.
Tingkkat kesadaran
individu,
berorientasi dan
perhatian terhadap
lingkungan.
Menunjukkan
tingkat nyeri.
2.9.3 IMPLEMENTASI
Implementasi dapat dilakukan sesuai dengan intervensi yang sudah
dipaparkan sebelumnya.
2.9.4 EVALUASI
Hasil yang diharapkan saat evaluasi adalah:
1. Mobilisasi pada pasien dapat kembali normal.
2. Pasien idak mengalami cedera saat melakukan mobilisasi awal.
3. Pasien dapat menunjukkan/ melakukan perawatan secara aktual dan
mandiri.
4. Tidak terjadi sindrom disuses pada pasien.
18
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
1. Immobilisasi atau tirah baring adalah keadaan dimana seseorang tidak
dapat bergerak secara aktif atau bebas karena kondisi yang mengganggu
pergerakan (aktivitas ). Misalnya mengalami trauma tulang belakang,
cedera otak berat disertai fraktur pada ekstremitas, dan sebagainya.
Imobilisasi secara fisik, merupakan pembatasan untuk bergerak secara
fisik dengan tujuan mencegah terjadinya gangguan komplikasi
pergerakan.
2. Jenis Imobilisasi
Imobilisasi fisik
Imobilisasi intelektual
Imobilisasi emosional
Imobilisasi social
3. Penyebab Immobilisasi
Gangguan sendi dan tulang.
Penyakit Saraf
Penyakit Jantung atau Pernafasan
Gangguan Penglihatan.
Masa Penyembuhan
3.2 Saran
Berdasarkan hasil pembahasan materi di atas diharapkan dapat menjadi
bahan masukan yang bermanfaat bagi mahasiswa untuk dapat diaplikasikan
dalam tindakan pelayanan keperawatan dan juga karena keterbatasan
referensi yang mendukung, untuk itu diharapkan kritik dan saran guna untuk
kesempurnaan makalah ini.
19
DAFTAR PUSTAKA
20