Anda di halaman 1dari 4

PEMBAHASAN

Syok kardiogenik adalah sindrom klinik akibat gagal perfusi yang disebabkan oleh
gangguan fungsi jantung; ditandai dengan nadi lemah, penurunan tekanan rerata arteri (MAP)
dan penurunan curah jantung. Syok kardiogenik dapat disebabkan oleh sindrom koroner akut
dan komplikasi mekanik yang ditimbulkannya (seperti ruptur chordae, rupture septum
interventrikular (IVS), dan rupturdinding ventrikel), kelainan katup jantung, dan gagal jantung
yang berat pada gangguan miokard lainnya.

Tanda dan gejala yang didapatkan dari kasus yakni pasien mengalami tidak mau makan
dan gelisah, pasien tampak pucat dan akral dingin, kesadaran apatis, nadi lemah. Hal ini sesuai
dengan anamnesis yang di dapatkan dari keluarga pasien yakni pasien tidak mau makan sejak 3
hari yang lalu, pasien memiliki riwayat hipertensi namun tidak sering minum obat. 3 bulan yang
lalu sebelum masuk RS pasien sering merasa sesak dan lelah saat mencangkul sawah, saat tidur
pasien harus menggunakan 2 bantal.

Pemeriksaan Fisik pada pasien dengan syok kardiogenik dapat ditemukan tanda-tanda
hipoperfusi seperti (perabaan kulit ekstremitas dingin, nadi lemah, hipotensi) terdapat tanda-
tanda peningkatan preload seperti JVP meningkat 5 +2 cmHo2. Pada pemeriksaan fisik di pasien
ditemukan kesadaran menurun menjadi apatis, hipotensi, nadi lemah, napas cepat, akral dingin,
auskultasi jantung S1>S2 dan terdengar gallop.

Menentukan etiologi syok kardiogenik merupakan suatu tantangan yang tidak mudah.
Anamnese dan pemeriksaan klinis dapat memberikan informasi penting dalam menentukan
etiologi syok kardiogenik. Misalnya, jika keluhan utama pasien yang masuk adalah nyeri dada,
maka hal yang dapat diperkirakan adalah adanya infark miokard akut, miokarditis, atau
tamponade perikard. Selanjutnya, jika ditemukan gallop pada pemeriksaan fisik, maka dapat
dipikirkan kemungkinan karena terhambatnya pengisian darah ventrikel selama diastolik. Hal ini
dapat terjadi pada penderita beberapa penyakit tertentu menyebabkan adanya getaran sesaat
ketika diastolik, getaran yang sama ketika bunyi jantung I dan II walaupun lebih halus. Bunyi
jantung menjadi triplet dan menyebabkan efek akustik seperti gallop kuda. Bunyi ini dapat
dihasilkan ketika wal diastolik, pada saat fase pengisian cepat siklus jantung maupun akhir
kontraksi atrium. Adanya gallop pada syok kardiogenik merupakan suatu indikasi untuk segera
dilakukan pemeriksaan echocardiography.

Hipotensi sistemik, merupakan tanda yang terjadi pada hampir semua syok kardiogenik.
Hipotensi terjadi akibat menurunnya volume sekuncup/stroke volume serta menurunnya indeks
kardiak. Turunnya tekanan darah dapat dikompensasi oleh peningkatan resistensi perifer yang
diperantarai oleh pelepasan vasopresor endogen seperti norepinefrin dan angiotensin II. Namun
demikian gabungan dari rendahnya curah jantung dan meningkatnya tahanan perifer dapat
menyebabkan berkurangnya perfusi jaringan. Sehubungan dengan itu, berkurangnya perfusi pada
arteri koroner dapat menyebabkan suatu lingkaran setan iskemik, perburukan disfungsi
miokardium, dan disertai dengan progresivitas hipoperfusi organ serta kematian. Hipotensi dan
peningkatan tahanan perifer yang disertai dengan peningkatan PCWP terjadi jika disfungsi
ventrikel kiri merupakan kelainan jantung primernya. Meningkatnya tekanan pengisian ventrikel
kanan terjadi jika syok akibat kegagalan pada ventrikel kanan, misalnya pada gagal infark luas
ventrikel kanan. Namun pada kenyataannya sebuah penelitian SHOCK trial menunjukkan pada
beberapa pasien post MI, syok malahan disertai oleh vasodilatasi. Hal ini mungkin terjadi
sebagai akibat adanya respon inflamasi sistemik seperti yang terjadi pada sepsis. Respon
inflamasi akut pada infark miokard berkaitan dengan peningkatan konsentrasi sitokin. Aktivasi
sitokin menyebabkan induksi nitrit oksida (NO) sintase dan meningkatkan kadar NO sehingga
menyebabkan vasodilatasi yang tidak tepat dan berkurangnya perfusi koroner dan sistemik.
Sekuens ini mirip dengan yang terjadi pada syok septik yang juga ditandai dengan adanya
vasodilatasi sistemik.

Manifestasi Klinis Syok kardiogenik terlihat tanda-tanda hipoperfusi (curah jantung yang
rendah) yang terlihat dari adanya sinus takikardia, volume urine yang sedikit, serta ekstremitas
dingin. Hipotensi sistemik ( TDS < 90mmHg atau turunnnya TD < 30 mmHg dari TD rata-rata)
belakangan akan muncul dan meyebabkan hipoperfusi jaringan. Gejala-gejala autonomik lain
bisa juga muncul seperti mual, muntah, serta berkeringat. Riwayat penyakit jantung sebelumnya,
riwayat penggunaan kokain, riwayat infark miokard sebelumnya, atau riwayat pembedahan
jantung sebelumnya perlu ditanyakan. Faktor resiko penyakit jantung perlu dinilai pada pasien
yang disangkakan mengalami iskemik miokardial. Evaluasinya antara lain mencakup riwayat
hiperlipidemia, hipertrofi ventrikel kiri, hipertensi, riwayat merokok, serta riwayat keluarga yang
mengalami penyakit jantung koroner premature. Dikatakan syok jika terdapat bukti adanya
hipoperfusi organ yang dapat dideteksi pada pemeriksaan fisik. Adapun karakteristik pasien-
pasien syok kardiogenik antara lain : Kulit berwarna keabu-abuan atau bisa juga sianosis. Suhu
kulit dingin dan bisa muncul gambaran mottled skin pada ekstremitas. Nadi cepat dan
halus/lemah serta dapat juga disertai dengan irama yang tidak teratur jika terdapat aritmia
Distensi vena jugularis dan ronkhi basah di paru biasanya ada namun tidak harus selalu. Edema
perifer juga biasanya bisa dijumpai. Suara jantung terdengar agak jauh, bunyi jantung III dan IV
bisa terdengar Tekanan nadi lemah dan pasien biasanya dalam keadaan takikardia. Tampak pada
pasien tanda-tanda hipoperfusi misalnya perubahan status mental dan penurunan jumlah urine
Murmur sistolik biasanya terdengar pada pasien dengan regurgitasi mitral, murmur biasanya
terdengar di awal sistol Dijumpainya thrill parasternal menandakan adanya defek septum
ventrikel. Diagnosa diferensial yang mungkin dipikirkan pada kasus syok kardiogenik antara lain
Sepsis bacterial, Syok septic, Syok distributive, Syok hemoragik. Infark miokard, Iskemik
miokard, Ruptur miokard, Miokarditis, Edema paru kardiogenik dan Emboli paru.

Pemeriksaan laboratorium meliputi pemeriksaan darah lengkap terutama berguna untuk


mengeksklusikan anemia. Peningkatan jumlah leukosit hitung menandakan kemungkinan adanya
infeksi, sedangkan jumlah platelet yang rendah mungkin disebabkan oleh koagulopati yang
disebabkan oleh sepsis. Pemeriksaan biokimia darah termasuk elektrolit, fungsi ginjal, fungsi
hati, bilirubin, aspartate aminotransferase (AST), alanine aminotransferase (ALT), laktat
dehidrogenase (LDH), dapat dilakukan untuk menilai fungsi organ-organ vital. Pemeriksaan
enzim jantung perlu dilakukan termasuk kreatinin kinase dan subklasnya, troponin, myoglobin,
dan LDH untuk mendiagnosa infark miokard. Kreatinin kinase merupakan pemeriksaan yang
paling spesifik namun dapat menjadi positif palsu pada keadaan myopathy, hipotroidisme, gagal
ginjal, serta injuri pada otot rangka. Nilai myoglobin merupakan pemeriksaan yang sensitif pada
infark miokard, nilainya dapat meningkat 4 kali lipat dalam 2 jam. Nilai LDH dapat meningkat
pada 10 jam pertama setelah onset infark miokard dan mencapai kadar puncak pada 24-48 jam,
selanjutnya kembali ke kadar normal dalam 6-8 hari. Troponin T dan I banyak digunakan dalam
mendiagnosa infark miokard. Jika kadar troponin meningkat namun tidak dijumpai adanya bukti
klinis iskemik jantung, maka harus segera dicari kemungkinan lain dari kerusakan jantung
misalnya miokarditis. Kadar troponin T meningkat dalam beberapa jam setelah onset infark
miokard. Kadar puncak dicapai dalam 14 jam setelah onset, mencapai kadar puncak kembali
pada beberapa hari setelah onset (kadar puncak bifasik) dan tetap akan menunjukkan nilai
abnormal dalam 10 hari. Hal ini menyebabkan kombinasi troponin T dan CK-MB menjadi
parameter diagnostik retrospektif yang amat bermanfaat bagi pasien yang datangnya terlambat
dari onset penyakit. Troponin T juga merupakan suatu indikator prognostik independen sehingga
dapat digunakan sebagai stratifikator resiko pada pasien angina tidak stabil dan infark miokard
gelombang non-Q. pemerksaan analisa gas darah dapat melihat homeostasis asam basa secara
keseluruhan serta tingkat oksigenasi darah di arteri. Peningkatan defisit basa di darah
berhubungan dengan keparahan syok dan sebagai marker dalam pemantauan selama resusitasi
terhadap pasien syok. Pemeriksaan laktat serial bermanfaat sebagai marker hipoperfusi dan
indikator dari prognosis. Meningkatnya kadar laktat pada pasien dengan adanya gejala
hipoperfusi menunjukkan prognosis yang buruk. Meningkatnya kadar laktat selama proses
resusitasi menunjukkan mortalitas yang sangat tinggi. Kadar brain natriuretic peptide (BNP)
berguna sebagai pertanda adanya gagal jantung kongestif dan merupakan suatu indikator
prognostik yang independen. Nilai BNP yang rendah dapat menyingkirkan syok kardiogenik
pada keadaan hipotensi. Namun demikian, nilai BNP yang meningkat tidak serta merta dikatakan
syok kardiogenik. Pemeriksaan saturasi oksigen juga bermanfaat khusunya dapat mendeteksi
defek septum ventrikel.

Anda mungkin juga menyukai