Lapkas CKD Ilma
Lapkas CKD Ilma
PENDAHULUAN
Gagal ginjal kronik (GGK) menggambarkan suatu keadaan ginjal yang abnormal
baik secar struktural ataupun fungsional yang terjadi secara progresif dan menahun.
Umumnya bersifat irreversibel. Sering kali berakhir dengan penyakit ginjal terminal
yang menyebabkan penderita harus menjalani hemodialisis atau bahkan transplantasi
ginjal. Penyakit ini sering terjadi sering kali tanpa disadari dan bahkan dapat timbul
bersamaan dengan berbagai kondisi (penyakit kardiovaskuler dan diabetes).
Di Amerika Serikat, kejadian dan prevalensi gagal ginjal meningkat, dan jumlah orang
dengan gagal ginjal yang dirawat dengan dialisis dan transplantasi diproyeksikan meningkat
dari 340.000 di tahun 1999 dan 651.000 dalam tahun 2010 (Cinar,2009). Data menunjukkan
bahwa setiap tahun 200.000 orang Amerika menjalani hemodialisis karena gangguan ginjal
kronis artinya 1140 dalam satu juta orang Amerika adalah pasien dialisis (Shafipour, 2010). Di
negara Malaysia dengan populasi 18 juta, diperkirakan terdapat 1800 kasus baru gagal ginjal
pertahunnya (Suwitra, 2009 dalam Neliya, 2012)
GGK sering berhubungan dengan anemia. Anemia pada GGK muncul ketika
klirens kreatinin turun kira-kira 40 ml/mnt / 1,73 M2 dari permukaaan tubuh. Anemia
akan menjadi lebih berat lagi apabila fungsi ginjal menjadi lebih buruk lagi
1
BAB II
LAPORAN KASUS
2
I. IDENTIFIKASI PASIEN
MR : 087104
Umur : 45th
Agama : Islam
Pekerjaan : Wiraswatsa
Alamat : Kedamaian
II. ANAMNESIS
Diambil dari : Alloanamnesis dan autoanamnesis
Keluhan utama : Sesak nafas dirasakan sejak ± 4 hari SMRS.
Keluhan tambahan : Badan lemas, mual, muntah, pusing, nafsu makan berkurang,
nyeri pinggang kanan dan kiri bawah jika di tekan dan kaki membengkak.
III. RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG
Os datang ke IGD RSPBA dengan keluhan sesak nafas. Sesak dirasakan sejak ± 4
hari SMRS, dan keluhan tersebut dirasakan semakin memberat sejak ± 1 hari
SMRS. Os mengatakan sejak ± 1 minggu SMRS, os badan sering terasa lemas,
nafsu makan berkurang dan berat badan os turun. Lemas dirasakan di seluruh badan
walaupun sedang tidak beraktifitas. Os juga merasa pinggang bagian bawah terasa
sakit bila di tekan dan kaki membengkak. Terkadang os sering merasa pusing, mual,
3
dan muntah. BAB dan BAK normal. Os mengaku sebelumnya tidak pernah
megalami sesak.
4
Dispepsia Malaria Batu ginjal/saluran kemih
Kakek - - -
Nenek - - -
Ayah HT - -
Ibu - - -
Suami - - -
Anak-anak - - -
5
VII. RIWAYAT SOSIAL EKONOMI
Os adalah seorang wiraswasta,aktifitas keseharian os kebanyakan dalam
posisi duduk. Os mengaku jarang meluangkan waktu untuk olahraga , dan
Os tinggal di rumah bersama istri dan kedua anaknya.
VIII. RIWAYAT GIZI
Kulit
Lain-lain
Kepala
6
Sinkop Nyeri sinus
Mata
Sekret Cekung
Telinga
Nyeri Tinitus
Kehilangan pendengaran
Hidung
Sekret Pilek
Epistaksis
Mulut
7
Gusi Gangguan pengecapan
Stomatitis
Tenggorokan
Leher
Dada (Jantung/Paru)
Ortopnoe Batuk
Abdomen (Lambung/Usus)
Mual Wasir
8
Nyeriepigastrium Tinja berwarna hitam
Stranguri Kolik
Poliuri Oliguria
Polaksuria Anuria
Kejang Pingsan
Ekstremitas
9
Bengkak Deformitas
Ptekie
Pemeriksaan Umum
Kesadaran : CM
Suhu : 36,7ºc
Pernapasan : 34 x/menit
Berat Badan : 67 kg
IMT : 23,1
Sianosis :-
Aspek Kejiwaan
10
Alam perasaan :Biasa/sedih/gembira/cemas/takut/marah
Status generalisata
Kulit
Kepala
Mata
Eksolftalmus : - Enoftalmus :-
Telinga
11
Tuli : - Selaput pendengaran :-
Lubang : - Penyumbatan :-
Serumen : + - Perdarahan :-
Hidung
Trauma :-
Nyeri :-
Sekret :-
Mulut
Trismus :- Lidah :-
Faring :-
Leher
12
Submandibula :tidak ada pembesaran
Thorax
Bentuk : normal
Jantung
Perkusi
Paru
13
Palpasi:Stem fremitus kanan = kiri Palpasi:Stem fremitus kanan = kiri
Abdomen
Inspeksi : datar
Auskultasi : BU (+) 6kali/menit
Ekstremitas
Superior Inferior
14
Sianosis (-/-) (-/-)
HEMATOLOGI
PEMERIKSAAN HASIL NORMAL
Lk: 14-18 gr%
Hemoglobin 8,7
Wn: 12-16 gr%
Leukosit 22.000 4500-10.700 ul
Hitung jenis leukosit
Basofil 0 0-1 %
Eosinofil 0 1-3%
Batang 2 2-6 %
Segmen 78 50-70 %
Limposit 14 20-40 %
Monosit 6 2-8 %
Lk: 4.6- 6.2 ul
Eritrosit 3,5
Wn: 4.2- 5,4 ul
Lk: 50-54 %
Hematokrit 28
Wn: 38-47 %
Trombosit 220.000 159.000-400.000 ul
MCV 82 80-96 fl
MCH 25 27-31 pg
MCHC 31 32-36 g/dl
KIMIA DARAH
PEMERIKSAAN HASIL NORMAL
Urea 245 10-50 mg/dl
15
Creatinin 11,2 Lk: 0,6-1,1 mg/dl
Wn: 0,5-0,9
mg/dl
Natrium 98 135-145
Chloride 79 96-106
IMUNOLOGI
PEMERIKSAAN HASIL NORMAL
Anti HCV Non reaktif (-) Negative
HBsAg Non reaktif (-) Negative
Anti HIV Non reaktif (-) Negative
16
Normal sinus rhytm, Axis normal
XII. Resume
Os datang ke IGD RSPBA dengan keluhan sesak nafas. Sesak dirasakan sejak ± 4
hari SMRS, dan keluhan tersebut dirasakan semakin memberat sejak ± 1 hari
SMRS. Os mengatakan sejak ± 1 minggu SMRS, os badan sering terasa lemas,
nafsu makan berkurang dan berat badan os turun. Lemas dirasakan di seluruh badan
walaupun sedang tidak beraktifitas. Os juga merasa pinggang bagian bawah terasa
sakit bila di tekan dan kaki membengkak. Terkadang os sering merasa pusing, mual,
17
dan muntah. BAB dan BAK normal. Os mengaku sebelumnya tidak pernah
megalami sesak.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan mobilitas pasif, konjuntiva anemis
(+/+), bibir kering, edema ekstremitas superior dan inferior (+/+). Tekanan darah
110/70 mmHg, RR 34 kali/menit, nadi 100 kali/menit, suhu 36,7 ºc.
Daftar masalah
Anamnesis :
Badan lemas
Ekstremitas bengkak
Berat badan menurun
BAK berdarah
Mual
Muntah
Nyeri pinggang bagian bawah
Pemeriksaan fisik :
TD : 110/70 mmHg
Edema ekstremitas superior inferior
konjungtiva anemis
bibir kering
mobilitas pasif
18
Pemeriksaan Lab
HB 8,7 gr%
Leukosit 22.000 ul
Eritrosit 3,5 ul
HT 28 %
MCH 25 pg
MCHC 31 g/dl
Urea 245 mg/dl
Kreatinin 11,2 mg/dl
Natrium 98
Dyspnue ec CKD
- Nefrolitiasis
- CHF
XVII. PENATALAKSANAAN
Non Farmakologis
Farmakologis
IVFD makro RL X gtt/mnt
Ranitidin 50mg 2x1
Ondancentron 4mg 3x1
Sucralfat 3×2C
Ciprofloxacin 2x1
Asam mefenamat 3x1
19
Furosemid 3x1
Harnal 1x1
Bicnat 1x1
CaCO3 3x1
- Darah Lengkap
- EKG
XIX. PROGNOSIS
FOLLOW UP
S Sesak nafas, badan sangat lemas, mual (+), muntah (+), pusing, nafsu makan
berkurang, kedua kaki dan tangan bengkak.
20
thorak: Inpeksi: bentuk normal, simetris kedua dada
Paru : Normal
Jantung:Normal
Abdomen:Palpasi : Nyeri tekan di region lumbal dextra sinistra
Extremitas: Extremitas superior : edema bilateral
Extremitas inferor : edema bilateral
Pemeriksaan Penunjang :
HB 8,7 gr%
Leukosit 22.000 ul
Eritrosit 3,5 ul
HT 28 %
MCH 25 pg
MCHC 31 g/dl
Urea 245 mg/dl
Kreatinin 11,2 mg/dl
Natrium 98
A Dyspneu ec CKD
S Sesak nafas, badan sangat lemas, kedua kaki dan tangan bengkak.
21
Keadaan umum : CM
Tekanan darah : 120/80 mmHg
Nadi : 88 x/m
Suhu : 36,5OC
Pernapasan : 32 x/m
Kepala:Normal
Leher: JVP (5-2) cm H2O, pembesaran KGB –
Thorak: Inpeksi: bentuk normal, simetris kedua dada
Paru : Normal
Jantung:Normal
Abdomen: Palpasi : Nyeri tekan di region lumbal dextra sinistra
Extremitas: Extremitas superior : edema bilateral
Extremitas inferor : edema bilateral
Pemeriksaan Penunjang :
HB 8,7 gr%
Leukosit 22.000 ul
Eritrosit 3,5 ul
HT 28 %
MCH 25 pg
MCHC 31 g/dl
Urea 245 mg/dl
Kreatinin 11,2 mg/dl
Natrium 98
A Dyspnue ec CKD
22
- Ciprofloxacin 2x1
- Asam mefenamat 3x1
- Furosemid 3x1 (jika TD > 100)
- Harnal 1x1
- Bicnat 1x1
- CaCO3 3x1
- Pasang kateter
- Rencana HD cito tanggal 26 Oktober 2018
Sabtu , 28 Oktober 2018
S Sesak berkurang, lemas berkurang, bengkak di kaki dan tangan sudah berkurang
HB 8,7 gr%
Leukosit 22.000 ul
Eritrosit 3,5 ul
HT 28 %
23
MCH 25 pg
MCHC 31 g/dl
Urea 245 mg/dl
Kreatinin 11,2 mg/dl
Natrium 98
A Dyspnue ec CKD
24
ANALISIS KASUS
25
Gambaran klinis pasien penyakit ginjal kronik meliputi:
a. Sesuai dengan penyakit yang mendasari seperti diabetes mellitus, infeksi traktus
urinarius, batu traktus urinarius, hipertensi, hiperurikemi, Lupus Eritomatosus
Sistemik (LES),dll.
b. Sindrom uremia yang terdiri dari lemah, letargi, anoreksia, mual,muntah,
nokturia, kelebihan volume cairan (volume overload), neuropati perifer, pruritus,
uremic frost, perikarditis, kejang-kejang sampai koma.
c. Gejala komplikasinya antara lain hipertensi, anemia, osteodistrofi renal, payah
jantung, asidosis metabolik, gangguan keseimbangan elektrolit (sodium, kalium,
khlorida).
Gambaran laboratorium penyakit ginjal kronik meliputi:
a. Sesuai dengan penyakit yang mendasarinya
b. Penurunan fungsi ginjal berupa peningkatan kadar ureum dan kreatinin serum,
dan penurunan LFG yang dihitung mempergunakan rumus Kockcroft-Gault.
Kadar kreatinin serum saja tidak bisa dipergunakan untuk memperkirakan fungsi
ginjal.
c. Kelainan biokimiawi darah meliputi penurunan kadar hemoglobin, peningkatan
kadar asam urat, hiper atau hipokalemia, hiponatremia, hiper atau hipokloremia,
hiperfosfatemia, hipokalemia, asidosis metabolik
d. Kelainan urinalisis meliputi proteinuria, hematuri, leukosuria.
Pathogenesis gagal ginjal kronik
Penyakit ginjal kronik pada awalnya tergantung pada penyakit yang
mendasarinya, tapi dalam perkembangan selanjutnya proses yang terjadi kurang
lebih sama. Pengurangan massa ginjal menyebabkan hipertrofi sisa nefron secara
struktural dan fungsional sebagai upaya kompensasi. Hipertrofi “kompensatori”
ini akibat hiperfiltrasi adaptif yang diperantarai oleh penambahan tekanan kapiler
dan aliran glomerulus. Proses adaptasi ini berlangsung singkat akhirnya diikuti
oleh proses maladaptasi berupa sklerosis nefron yang masih tersisa. Proses ini
akhirnya diikuti dengan penurunan fungsi nefron yang progresif walaupun
penyakit dasarnya sudah tidak aktif lagi. Adanya peningkatan aktivitas aksis
renin-angiotensinaldosteron intrarenal ikut memberikan konstribusi terhadap
26
terjadinya hiperfiltrasi, sklerosis dan progesifitas tersebut. Aktivitas jangka
panjang aksis renin-angiotensinaldosteron, sebagian diperantarai oleh growth
factor seperti transforming growthfactor ß. Beberapa hal yang juga dianggap
berperan terhadap terjadinya progresifitas penyakit ginjal kronik adalah
albuminuria, hipertensi, hiperglikemia, dislipidemia.
Terdapat variabilitas interindividual untuk terjadinya sklerosis dan fibrosis
glomerulus maupun tubulointerstitial. Pada stadium yang paling dini penyakit
ginjal kronik terjadi kehilangan daya cadang ginjal (renal reserve), pada keadaan
mana basal LFG masih normal atau malah meningkat. Kemudian secara perlahan
tapi pasti akan terjadi penurunan fungsi nefron yang progresif, yang ditandai
dengan peningkatan kadar urea dan kreatinin
serum. Sampai pada LFG sebesar 60%, pasien masih belum merasakan keluhan
(asimtomatik), tapi sudah terjadi peningkatan kadar urea dan kreatinin serum.
Sampai pada LFG sebesar 30%, mulai terjadi keluhan pada pasien seperti
nokturia, badan lemah, mual, nafsu makan kurang dan penurunan berat badan.
Sampai pada LFG di bawah 30%, pasien memperlihatkan gejala dan tanda uremia
yang nyata seperti anemia, peningkatan tekanan darah, gangguan metabolisme
fosfor dan kalsium, pruritus, mual, muntah dan lain sebagainya. Pasien juga
mudah terkena infeksi seperti infeksi saluran kemih, infeksi saluran napas,
maupun infeksi saluran cerna. Juga akan terjadi gangguan keseimbangan air
seperti hipo atau hipervolemia, gangguan keseimbangan elektrolit antara lain
natrium dan kalium. Pada LFG dibawah 15% akan terjadi gejala dan komplikasi
yang lebih serius, dan pasien sudah memerlukan terapi pengganti ginjal (renal
replacement therapy) antara lain dialisis atau transplantasi ginjal. Pada keadaan
ini pasien dikatakan sampai pada stadium gagal ginjal.
Fungsi renal menurun, produk akhir metabolisme protein(yang normalnya
diekresikan kedalam urin) tertimbun dalam darah, terjadi uremia dan
mempengarui sistem tubuh. Semakin banyak timbunan produk sampah, maka
setiap gejala semakin meningkat. Sehingga menyebabkan:
- Gangguan kliren renal. Banyak masalah pada ginjal sebagai akibat dari
penurunan jumlah glumerulus yang berfungsi, yang menyebabkan
27
penurunan klirens subtsansi darah yang seharusnya dibersihkan oleh
ginjal.
- Penurunan laju filtrasi gomerulus (GFR) ,dapat dideteksi dengan
mendapatkan urin 24 jam untuk pemeriksaaan kliren kreatitin.
Menurunnya filtasi glumelurus (akibat tidak berfungsinya glumeluri)
klirens kreatinin akan menurun dan kadar kreatinin serum akan
meningkat selain itu,kadar nitrogen urea darah (BUN) biasanya
meningkat. Kreatinin serum merupakan indikator paling sensitif dari
fungsi renal karena substansi ini diproduksi secara konstan oleh tubuh.
BUN tidak hanya dipengarui oleh penyakit renal tetapi juga oleh
masukan protein dalam diet, katabolisme (jaringan dan luka RBC) dan
medikasi seperti steroid.
- Retensi cairan dan natrium, Ginjal juga tidak mampu untuk
mengosentrasikan atau mengencerkan urin secara normal pada penyakit
ginjal tahap akhir, respon ginjal yang sesuai terhadap perubahan
masukan cairan dan elektrolit sehari- hari, tidak terjadi pasien sering
menahan natrium dan cairan,meningkatkan resiko terjadinya edema,
gagal jantung kongesti, dan hipertensi. Hipertensi juga dapat terjadi
akibat aktivasi aksis renin angiotensin dan kerjasama keduanya
meningkatkan sekresi aldosteron.pasien lain mempunyai kecenderungan
untuk kehilangan garam, mencetuskan resiko hipotensi dan hipovolemia.
Episode muntah dan diare menyebabkan penipisan air dan natrium,yang
semakin memperburuk status uremik.
- Asidosis, Dengan berkembangnya peyakit renal, terjadi asidosis
metabolik seiring ketidakmampuan ginjal mengesekresikan muatan asam
(H+) yang berlebihan. Sekresi asam terutama, akibat ketidakmampuan
tubulus ginjal untuk mensekresi amonia (NH3) dan mengabsorpsi
natrium bikarbonat (HCO3).Penuruna sekresi fosfat dan asam organik
lain juga terjadi.
- Anemia, anemia terjadi karena akibat hormon eritropoetin yang tidak
adekuat, memendeknya usia sel darah merah,defisiensi nutrisi dan
28
kecenderungan untuk mengalami perdarahan akibat status uremik pasien,
terutama dari saluran gastrointestinal. Eritropoetin, suatu subtansi normal
yang diproduksi oleh ginjal menstimulasi sum-sum tulang untuk
menghasilkan sel darah merah. Pada gagal ginjal,produksi eritropoetin
menurun dan anemia berat terjadi ,disertai keletihan, agina dan nafas
sesak.
- Ketidakseimbangan kalsium dan fosfat, abnormalitas utama yang lain
pada gagal ginjal kronis adalah gangguan metabolisme kalsium dan
fosfat tubuh memiliki hubungan saling timbal balik, jika salah satunya
meningkat yang lain menurun. Dengan menurunnya filtrasi malalui
glumelurus ginjal terdapat peningkatan kadar fosfat serum dan
sebaliknya penurunan kadar serum menyebabkan sekresi parathormon
dari kelenjar paratoid.Namun demikian pada gagal ginjal , tubuh tidak
berespon secara normal terhadap peningkatan sekresi parathormon,dan
akibatnya,kalsium di tulang menurun,menyebabkan perubahan pada
tulang dan penyakit tulang, selain itu metabolik aktif vitamin D
(1,25dihidrokolekalsiferol) yang secara normal dibuat di ginjal menurun
seiring dengan berkembangnya ginjal.
- Penyakit tulang uremik, Sering disebut osteodistrofirenal, terjadi dari
perubahan komplek kalsium,fosfat dan keseimbangan parathormon.Laju
penurunan fungsi ginjal kronis berkaitan dengan gangguan yang
mendasari,ekresi protein dan urin, dan adanya hipertensi. Pasien yang
mengekresikan secarasignifikan sejumlah protein atau mengalami
peningkatan tekanan darah cenderung akan cepat memburuk dari pada
mereka yang tidak mengalimi kondisi ini.
KASUS
Pada pasien ini, os telah mengalami gagal ginjal. Dengan gejala lemas pada
seluruh badan walaupun sedang tidak beraktifitas, bengkak pada kedua kaki
dan tangan, nyeri kepala berdenyut, mual, nafsu makan menurun, berat badan
meurun.
LFG = (140-umur)×berat badan (kg)/ (72×serum creatinin)
29
(140-45)×67/ (72×11,2 )=
6.365/806,4= 7,8
Dari LFG didapatkan kadar LFG menurun yaitu 7,8 yang termasuk grade 5
pada penyakit ginjal dan termasuk kategori gagal ginjal, dimana LFG <15.
Pada hasil laboratorium didapatkan kadar ureum tinggi yaitu : 245 dan kadar
kreatinin tinggi yaitu : 11,2
2. ANEMIA PADA GGK
TEORI
Pasien GGK biasanya mengalami anemia. Penyebab utamanya adalah defisiensi
produksi eritropoietin (EPO) yang dapat meningkatkan risiko kematian, uremia
penghambat eritropoiesis, pemendekan umur eritrosit, gangguan homeostasis zat
besi. Antagonis EPO yaitu sitokin proinflamasi bekerja dengan menghambat sel-sel
progenitor eritroid dan menghambat metabolisme besi. Resistensi EPO disebabkan
oleh peradangan maupun neocytolysis. Beberapa mekanisme patofisiologi
mendasari kondisi ini, termasuk terbatasnya ketersediaan besi untuk eritropoiesis,
gangguan proliferasi sel prekursor eritroid, penurunan EPO dan reseptor EPO, dan
terganggunya sinyal transduksi EPO. Penyebab lain anemia pada pasien GGK
adalah infeksi dan defisiensi besi mutlak. Kehilangan darah adalah penyebab umum
dari anemia pada GGK. Hemolisis, kekurangan vitamin B12 atau asam folat,
hiperparatiroidisme, hemoglobinopati dan keganasan, terapi angiotensin-converting-
enzyme (ACE) inhibitor yang kompleks dapat menekan eritropoiesis.Pasien GGK
mengalami defisiensi zat besi yang ditunjukkan dengan ketidakseimbangan
pelepasan zat besi dari penyimpanannya sehingga tidak dapat memenuhi kebutuhan
untuk eritropoiesis yang sering disebut juga reticuloendothelial cell iron blockade.
Reticuloendothelial cell iron blockade dan gangguan keseimbangan absorbsi zat besi
dapat disebabkan oleh kelebihan hepsidin.Hepsidin merupakan hormon utama untuk
meningkatkan homeostasis sistemik zat besi yang diproduksi di liver dan disekresi
ke sirkulasi darah. Hepsidin mengikat dan menyebabkan pembongkaran ferroportin
pada enterosit duodenum, retikuloendotelial makrofag, dan hepatosit untuk
30
menghambat zat besi yang masuk ke dalam plasma. Peningkatan kadar hepsidin
pada pasien GGK dapat menyebabkan defisiensi zat besi dan anemia.
KASUS
Pada kasus didapatkan konjungtiva anemis +/+ dan gejala klinis lemas hinga tidak
dapat beraktifitas, hasil pemeriksaan lab Hb : 8,7 gr%.
31
4. PENATALAKSANAAN
TEORI
Prinsip terapi pada GGK:
1.terapi spesifik terhadap penyakit dasarnya
2. pencegahan dan terapi terhadap kondisi komorbid
3. memperlambat perburukan fungsi ginjal
4. Pencegahan dan terapi terhadap penyakit kardiovaskular
5.pencegahan dan terapi komplikasi
6. terapi pengganti ginjal berupa dialisis atau transplantasi ginjal
Penatalaksanaan pada GGK :
1. kontrol tekanan darah
pada orang dengan GGK , harus mengontrol tekanan darah sistolik < 140 mmHg
dan tekanan diastolik < 90 mmHg
2. pada orang dengan GGK dan Diabetes atau proteinuria 1 gr/24 jam , di haruskan
untuk menjaga tekanan darah sistolik 130 mmHg
3. Optimalisai dan pertahankan keseimbangan cairan dan garam.
Biasanya diusahakan hingga tekanan vena jugularis sedikit meningkat dan terdapat
edema betis ringan. Pada beberapa pasien,furosemid dosis besar (2500-
1000mg/hari) atau deuretik loop (bumetamid,asam etakrinat) diperlukan untuk
mencegah kelebihan cairan,sementara pasien lain mungkin memerlukan suplemen
natrium klorida atau natrium bikarbonat.pengawasan dilakukan melalui berat badan,
urin dan pencatatan keseimbanan cairan (masukan melebihi keluaran sekitar 500ml).
3. Diet tinggi kalori dan rendah protein
Diet rendah protein (20-40g/hri) dan tinggi kalori menghilangkan anoreksia dan
nausea dari uremia, menyebabkan penurunan ureum dan perbaikan gejala.hindari
masukan berlebih dari kalium dan garam.
5. Kontrol ketidakseimbangan elektrolit
Yang sering ditemukan adalah hiperkalemia dan asidosis berat untuk mencegah
hiperkalemia dihindari masukan kalium yang besar (batasi hingga 60 mol/hari)
deuretik hemat kalium, obat – obat yang berhubungan dengan ekresi
32
kalium(misalnya,penghambat ACE dan obat antiinflamsinonosteroid) asidosis berat,
atau kekurangan garam yang menyebabkan pelepasan kalium dari sel dan ikut dalam
kaliuresis. Deteksi melalui kadar kalium plasma dan EKG. Gejala – gejala asidosis
baru jelas bila bikarbonat plasma kurang dari 15mol/liter biasanya terjadi pada
pasien yang sangat kekurangan garam dan dapat diperbaiki spontan dengan
dehidrasi. Namun perbaikan yang cepat dapat berbahaya.
6. Mencegah dan tatalaksana penyakit tulang ginjal
Hiperfosfatemia dikontrol dengan obat yang mengikat fosfat seperti aliminium
hidroksida (300-1800mg) atau kalsium karbonat (500 – 300mg) pada setiap makan.
Namun hati – hati pada toksititas obat tersebut.diberikan suplemen vitanin D dan
dilakukan paratidektomi atas indikasi.
7. Deteksi dini dan terapi infeksi
Pasien uremia harus diterapi sebagai pasien imunosupresif dan diterapi lebih ketat.
8. Modifikasi terapi obat dengan fungsi ginjal
Banyak obat- obatan yang harus diturunkan dosisnya karena metaboliknya toksik
dan dikeluarkan oleh ginjal misalnya digoksin aminoglikosid, analgesik
opiat,amfoteresin dan alopurinol juga obat-obatan yang meningkatkan katabolisme
dan ureum darah misalnya tetrasiklin, kortikosteroid, dan sitostatik.
9. Deteksi dan terapi komplikasi
Awasi dengan ketat kemungkinan ensefalopati uremia, perikarditis neuropati perifer,
hiperkalemia yang meningkat, kelebihan cairan yang meningkat, infeksi yang
mengancam jiwa, kegagalan untuk bertahan, sehingga diperlukan dialisis.
10. Persiapkan dialisis dan program transplantasi
Segera dipersiapkan setelah gagal ginjal kronik diteteksi. Lakukan dialisis biasanya
adalah gagal ginjal dengan gejala klinis yang jelas meski telah dilakukan terapi
konservatif, atau terjadi komplikasi.
KASUS
1. Ranitidine
Ranitidine atau ranitidin adalah obat untuk mengurangi jumlah asam
lambung dalam perut. Fungsinya untuk mengatasi dan mencegah rasa panas
33
perut (heartburn), maag, dan sakit perut yang disebabkan oleh tukak
lambung. Ranitidin juga digunakan untuk mengobati dan mencegah berbagai
penyakit perut dan kerongkongan yang disebabkan oleh terlalu banyak asam
lambung, misalnya erosive esophagitis dan refluks asam
lambung(gastroesophageal reflux disease, GERD). Ranitidine termasuk ke
dalam golongan obat H2 histamine blocker. Ranitidine diberikan pada pasien
GGK untuk mengurangi sekresi asam lambung yang diekskresikan
melalui ginjal 70% untuk dosis intravena.
2. Ondancentron
Digunakan untuk mencegah serta mengobati mual dan muntah.
3. Sucralfat
Sukralfat adalah obat untuk mengobati dan mencegah tukak lambung serta
ulkus duodenum. Sukralfat juga dapat digunakan untuk mengatasi
peradangan pada lambung (gastritis) dan mencegah perdarahan saluran
cerna. Obat ini bekerja dengan membentuk lapisan pada bagian yang luka
dan melindunginya dari asam lambung yang dapat memperlambat
penyembuhan.
4. Ciprofloxacin
Ciprofloxacin adalah antibiotik yang digunakan untuk menangani berbagai
jenis infeksi akibat bakteri, misalnya infeksi saluran kemih, infeksi pada
saluran pencernaan, infeksi pada mata, dan infeksi menular seksual. Jenis
obat ini bekerja dengan cara membunuh atau mencegah perkembangan
bakteri yang menjadi penyebab infeksi. Karena ditujukan untuk infeksi
bakteri, maka ciprofloxacin tidak akan efektif untuk mengobati infeksi virus,
seperti flu atau pilek.
5. Asam mefenamat
Asam mefenamat adalah salah satu jenis obat yang masuk dalam golongan
Obat anti-inflamasi non-steroid (OAINS) atau dalam bahasa inggrisnya non
steroidal anti-inflammatory Drugs (NSAIDs). Obat ini digunakan untuk
menghilangkan rasa sakit yang ringan hingga sedang.
6. Bicnat
34
Digunakan untuk mengendalikan asidosis metabolik yang sering terjadi pada
pasien gagal ginjal .
7. Furosemide
Obat golongan loop diuretik yang digunakan untuk membuang cairan
berlebih di dalam tubuh. Diuretik digunakan untuk membuang cairan atau
garam berlebih di dalam tubuh melalui urine , meredakan pembengkakan
yang disebabkan gagal ginjal.
8. Harnal
Ditujukan untuk mengobati gangguan pada saluran kemih bawah
9. CaCO3
Digunakan sebagai pengikat fosfat untuk mengatasi kelebihan fosfat dalam
darah atau hiperfosfatemia yang terjadi akibat kelainan fungsi ginjal berat.
35
BAB III
KESIMPULAN
Gagal ginjal kronik adalah kerusakan ginjal yang terjadi selama lebih dari3
bulan, berdasarkan kelainan patologis atau petanda kerusakan ginjal
sepertiproteinuria.Jika tidak ada tanda kerusakan ginjal diagnosis penyakit ginjal
kronikditegakkan jika nilai laju filtrasi glomerulus kurang dari 60 ml/menit/1,73m².
Di Amerika Serikat, kejadian dan prevalensi gagal ginjal meningkat, dan jumlah orang
dengan gagal ginjal yang dirawat dengan dialisis dan transplantasi diproyeksikan meningkat
dari 340.000 di tahun 1999 dan 651.000 dalam tahun 2010. Di Indonesia berdasarkan data
yang didapatkan berdasarkan serum dan kreatinin diperkirakan pasien dengan GGK
ialah sekitar 2000 per juta penduduk
Tujuan dari terapi konservatif adalah mencegah memburuknya faal ginjal secara
progresif, meringankan keluhan-keluhan akibat akumulasi toksin azotemia,
memperbaiki metabolisme secara optimal dan memelihara keseimbangan cairan dan
elektrolit.
36
DAFTAR PUSTAKA
1. Ketut Suwitra. Penyakit Ginjal Kronik. Aru WS, Bambang S, Idrus A, Marcellus
SK, Siti S, editor. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Ed. 4 Jilid I. Jakarta:
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2007. hlm 570-3.
2. Editorial. Gagal Ginjal Kronik. Diunduh dari: http://emedicine.
medscape.com/article/238798-overview, 25Mei 2013.
3. Editorial. KDOQI Clinical Practice Guidelines for Chronic Kidney Disease:
Evaluation, Classification, and Stratification. Diunduh
dari:http://www.kidney.org/professionals/kdoqi/guidelines_ckd/toc.htm GGK,
25Mei 2013.
4. Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia. Hipertensi. Azis R,
Sidartawam S, Anna YZ, Ika PW, Nafriadi, Arif M, editor. Panduan Pelayanan
Medik. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2006. hlm 168-70.
5. Murray L, Ian W, Tom T, Chee KC. Chronic Renal failure in Ofxord Handbook
of Clinical Medicine. Ed. 7th. New York: Oxford University; 2007. 294-97.
6. Editorial. Obat Hemopoetic. MIMS Indonesia Petunjuk Konsultasi. Ed. 8.
Jakarta: CMP Medica Asia Pte Ltd; 2008. Hlm. 114.
37