Anda di halaman 1dari 37

BAB I

PENDAHULUAN

Gagal ginjal kronik (GGK) menggambarkan suatu keadaan ginjal yang abnormal
baik secar struktural ataupun fungsional yang terjadi secara progresif dan menahun.
Umumnya bersifat irreversibel. Sering kali berakhir dengan penyakit ginjal terminal
yang menyebabkan penderita harus menjalani hemodialisis atau bahkan transplantasi
ginjal. Penyakit ini sering terjadi sering kali tanpa disadari dan bahkan dapat timbul
bersamaan dengan berbagai kondisi (penyakit kardiovaskuler dan diabetes).

Di Amerika Serikat, kejadian dan prevalensi gagal ginjal meningkat, dan jumlah orang
dengan gagal ginjal yang dirawat dengan dialisis dan transplantasi diproyeksikan meningkat
dari 340.000 di tahun 1999 dan 651.000 dalam tahun 2010 (Cinar,2009). Data menunjukkan
bahwa setiap tahun 200.000 orang Amerika menjalani hemodialisis karena gangguan ginjal
kronis artinya 1140 dalam satu juta orang Amerika adalah pasien dialisis (Shafipour, 2010). Di
negara Malaysia dengan populasi 18 juta, diperkirakan terdapat 1800 kasus baru gagal ginjal
pertahunnya (Suwitra, 2009 dalam Neliya, 2012)

Di Indonesia berdasarkan data yang didapatkan berdasarkan serum dan kreatinin


diperkirakan pasien dengan GGK ialah sekitar 2000 per juta penduduk.GGK atau sering
disebut juga penyakit ginjal kronik memiliki pravelensi yang sama baik pria maupun
wanita dan sangat jarang ditemukan pada anak-anak kecuali dengan kelainan genetik.

Terdapat perubahan paradigma dalam pengolahan GGK karena adanya data-data


epidemiologi yang menunjukkan bahwa pasien dengan gangguan fungsi ginjal ringan
sampai sedang lebih banyak daripada mereka yang dengan stadium lanjut, sehingga
upaya penatalaksanaan lebih ditekankan kearah diagnosis dini dan upaya preventif.
Selain itu ditemukan juga bukti –bukti bahwa intervensi atau pengobatan pada stadium
dini dapat mengubah prognosa dari penyakit tersebut.

GGK sering berhubungan dengan anemia. Anemia pada GGK muncul ketika
klirens kreatinin turun kira-kira 40 ml/mnt / 1,73 M2 dari permukaaan tubuh. Anemia
akan menjadi lebih berat lagi apabila fungsi ginjal menjadi lebih buruk lagi

1
BAB II

LAPORAN KASUS

2
I. IDENTIFIKASI PASIEN

MR : 087104

Nama Lengkap : Tn. S

Jenis Kelamin : Laki-laki

Tempat Tanggal lahir : 10/01/1968

Umur : 45th

Status Perkawinan : Menikah

Agama : Islam

Pekerjaan : Wiraswatsa

Alamat : Kedamaian

MRS : 25/10/2018 pukul 01:20 WIB

II. ANAMNESIS
Diambil dari : Alloanamnesis dan autoanamnesis
Keluhan utama : Sesak nafas dirasakan sejak ± 4 hari SMRS.
Keluhan tambahan : Badan lemas, mual, muntah, pusing, nafsu makan berkurang,
nyeri pinggang kanan dan kiri bawah jika di tekan dan kaki membengkak.
III. RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG
Os datang ke IGD RSPBA dengan keluhan sesak nafas. Sesak dirasakan sejak ± 4
hari SMRS, dan keluhan tersebut dirasakan semakin memberat sejak ± 1 hari
SMRS. Os mengatakan sejak ± 1 minggu SMRS, os badan sering terasa lemas,
nafsu makan berkurang dan berat badan os turun. Lemas dirasakan di seluruh badan
walaupun sedang tidak beraktifitas. Os juga merasa pinggang bagian bawah terasa
sakit bila di tekan dan kaki membengkak. Terkadang os sering merasa pusing, mual,

3
dan muntah. BAB dan BAK normal. Os mengaku sebelumnya tidak pernah
megalami sesak.

IV. RIWAYAT KEBIASAAN

 Riwayat berolahraga dan memiliki aktivitas fisik yang minimum


 Riwayat minum obat rutin disangkal
 Riwayat merokok disangkal
 Riwayat minum alkohol disangkal
 Riwayat makan sehari 3x teratur

V. RIWAYAT PENYAKIT DAHULU


. 2 tahun yang lalu os pernah masuk RS dikarenakan badan sangat lemas, lemas
dirasakan hampir setiap hari walaupun sedang tidak beraktifitas. Os juga mengeluh
mual, muntah, tidak nafsu makan, pinggang bagian bawah sakit dan kaki juga dirasakan
bengkak. Lalu keluarga os membawa os berobat ke RSPBA oleh dokter os didiagnosa
dengan batu ginjal dan 1 tahun yang lalu os menjalani operasi batu ginjal sebelah kanan.
Sejak 1 tahun yang lalu keluhan sering dirasakan hilang timbul. 3 minggu yang lalu
os kembali mengalami keluhan serupa yaitu badan lemas, mual, muntah, tidak nafsu
makan, dan nyeri pinggang bagian bawah. Keluhan disertai pusing dan os mengaku
kencing berdarah. 2 minggu yang lalu os menjalani operasi batu ginjal sebelah kiri.
Kemudian setelah operasi batu ginjal ± 4 hari SMRS, os mengeluh sesak nafas dan
keluhan tersebut dirasakan semakin memberat sejak ± 1 hari SMRS. Os mengatakan
sejak ± 1 minggu SMRS, os badan sering terasa lemas, nafsu makan berkurang dan
berat badan os turun. Lemas dirasakan di seluruh badan walaupun sedang tidak
beraktifitas. Os juga merasa pinggang bagian bawah terasa sakit bila di tekan dan kaki
membengkak. Terkadang os sering merasa pusing, mual, dan muntah. BAB normal dan
BAK sudah normal. Os mengaku sebelumnya tidak pernah megalami sesak. Karena
keluhan semakin memberat maka pada tanggal 25 Oktober 2018 os datang ke IGD
RSPBA, dan os dirawat di bangsal penyakit dalam RSPBA untuk di tangani lebih lanjut.

4
Dispepsia Malaria Batu ginjal/saluran kemih

Cacar air Disentri (hernia)

Difteri Hepatitis Penyakit prostat

Batuk rejan Tifus abdomen Wasir

Campak Hipotensi Diabetes

Influenza Sifilis Alergi

Tonsilitis Gonore Tumor

DBD Hipertensi Penyakit Jantung Koroner

Demam rematik akut Ulkus ventrikulus Asma Bronkhial

Pneumonia Ulkus duodeni Gagal Ginjal Kronik

Pleuritis Gastritis HIV

Tuberkulosis Batu empedu Thypoid

VI. Riwayat Penyakit Keluarga

Hubungan Diagnosa Keadaan Kesehatan Penyebab Meninggal

Kakek - - -

Nenek - - -

Ayah HT - -

Ibu - - -

Suami - - -

Anak-anak - - -

5
VII. RIWAYAT SOSIAL EKONOMI
Os adalah seorang wiraswasta,aktifitas keseharian os kebanyakan dalam
posisi duduk. Os mengaku jarang meluangkan waktu untuk olahraga , dan
Os tinggal di rumah bersama istri dan kedua anaknya.
VIII. RIWAYAT GIZI

Os mengaku sejak dahulu tidak mengontrol makanannya, suka makan asin


dan makan yang manis- manis.

Frekuensi/ hari : 3 kali sehari

Jumlah/ hari : sedang

Variasi/ hari : variatif

Nafsu makan : menurun

IX. RIWAYAT PENGOBATAN


Os tidak meminum obat rutin
X. RIWAYAT ALERGI
Os tidak memiliki alergi terhadap makanan, cuaca lingkungan maupun obat-
obatan

II. ANAMNESIS SISTEM

Kulit

Kulit kering Turgor menurun Keringat malam

Kuku pucat (+) Kuning/ikterus Ptekie

Lain-lain

Kepala

Trauma Sakit kepala

6
Sinkop Nyeri sinus

Mata

Perdarahan Konjungtiva anemis

Sekret Cekung

Ikterik Gangguan penglihatan

Telinga

Nyeri Tinitus

Sekret Gangguan pendengaran

Kehilangan pendengaran

Hidung

Trauma Gejala penyumbatan

Nyeri Gangguan penciuman

Sekret Pilek

Epistaksis

Mulut

Mukosa mulut kering Lidah kotor

7
Gusi Gangguan pengecapan

Stomatitis

Tenggorokan

Nyeri tenggorokan Perubahan suara

Leher

Benjolan kanan Nyeri leher

Dada (Jantung/Paru)

Nyeri dada Sesak nafas

Berdebar Batuk darah

Ortopnoe Batuk

Abdomen (Lambung/Usus)

Rasa kembung Perut membesar

Mual Wasir

Muntah BAB cair

Muntah darah Tinja berdarah

Sukar menelan Tinja berlendir

8
Nyeriepigastrium Tinja berwarna hitam

Saluran kemih/ Alamat kelamin

Disuria Kencing nanah

Stranguri Kolik

Poliuri Oliguria

Polaksuria Anuria

Hematuria Retensi urin

Kencing batu Kencing menetes

Ngompol Penyakit prostat

Saraf dan Otot

Anestesi Sukar menggigit

Parastesi (kedua tungkai) Ataksia

Otot lemah Hipo/ hiper-esthesia

Kejang Pingsan

Afasia Kedutan (tiek)

Amnesia Pusing (vertigo)

Lain-lain Gangguan bicara (disartri)

Ekstremitas

9
Bengkak Deformitas

Nyeri sendi Sianosis

Ptekie

III. PEMERIKSAAN FISIK

Pemeriksaan Umum

Keadaan umum : tampak sakit sedang

Kesadaran : CM

Tekanan darah : 110/70 mmHg

Nadi : 100 x/menit, reguler, isi, tegangan cukup

Suhu : 36,7ºc

Pernapasan : 34 x/menit

Berat Badan : 67 kg

Tinggi badan (cm) : 170 cm

Keadaan gizi :Ideal

IMT : 23,1

Sianosis :-

Edema umum : ekstremitas

Mobilitas (aktif/pasif) : pasif

Aspek Kejiwaan

Tingkah laku : wajar/gelisah/tenang/hipoaktif/hiperaktif

10
Alam perasaan :Biasa/sedih/gembira/cemas/takut/marah

Proses pikir : wajar/cepat/gangguan waham/fobia/obsesi

Status generalisata

Kulit

Warna : sawo matang Efloresensi :-

Jaringan parut :- Pigmentasi :-

Pertumbuhan rambut : sedikit Pembuluh darah:-

Suhu raba :- Lembab/kering: -

Keringat umum :normal Turgor :-

Kepala

Ekspresi wajah :+ Simetris muka :+

Rambut :distribusi normal

Mata

Eksolftalmus : - Enoftalmus :-

Cekung : - Lensa : normal

Kornea : jernih/keruh Pupil : refleks cahaya +/+

Konjungtiva : anemis +/+ Visus : 6/6

Sklera :anikterik Gerakan mata : normal

Palpebra : normal Tekanan bola mata :-

COA : sedang/sedang Nistagmus :-

Telinga

11
Tuli : - Selaput pendengaran :-

Lubang : - Penyumbatan :-

Serumen : + - Perdarahan :-

Hidung

Trauma :-

Nyeri :-

Sekret :-

Pernafasan cuping hidung :-

Mulut

Bibir :kering Tonsil :-

Langit-langit :- Bau nafas :-

Trismus :- Lidah :-

Faring :-

Leher

Tekanan vena jugularis : JVP 5-2 mmHg

Kelenjar tiroid : tidak tampak pembesaran

Kelenjar limfe : tidak tampak pembesaran

Kelenjar getah bening

12
Submandibula :tidak ada pembesaran

Leher : tidak ada pembesaran

Supraklavikula :tidak ada pembesaran

Ketiak : tidak ada pembesaran

Lipat paha : tidak ada pembesaran

Thorax

Bentuk : normal

Sela iga :tidak melebar

Jantung

Inspeksi : ictus cordis tidak tampak

Palpasi : ictus cordis teraba di ICS 5 linea midklavikula sinistra

Perkusi

Jantung atas : ICS 2 lineaparasternal sinistra

Jantung kiri : ICS 5lineamidclavicula sinistra

Jantung kanan : ICS 4 linea sternalis dekstra


Auskultasi : BJ I-II regular, bising (-)
Kesan :normal

Paru

Depan Dextra Sinistra

Inspeksi:Simetris, retraksi dinding Inspeksi:Simetris, retraksi dinding


dada (-) dada (-)

13
Palpasi:Stem fremitus kanan = kiri Palpasi:Stem fremitus kanan = kiri

Perkusi:Sonor di kedua lapangan Perkusi:Sonor di kedua lapangan


paru paru

Auskultasi: suara dasar vesikuler, Auskultasi: suara dasar vesikuler,


suara tambahan : wheezing (-), suara tambahan : wheezing (-),
ronchi(-) ronchi(-)

Belakang Inspeksi:Simetris, retraksi dinding Inspeksi:Simetris, retraksi dinding


dada (-) dada (-)
Palpasi:Stem fremitus kanan = kiri Palpasi:Stem fremitus kanan = kiri

Perkusi:Sonor di kedua lapangan Perkusi:Sonor di kedua lapangan


paru paru

Auskultasi: suara dasar vesikuler, Auskultasi: suara dasar vesikuler,


suara tambahan : wheezing (-), suara tambahan : wheezing (-),
ronchi(-) ronchi(-)

Abdomen

Inspeksi : datar
Auskultasi : BU (+) 6kali/menit

Perkusi : Timpani, Pekak alih (-), Pekak sisi (-)

Palpasi : Supel, NT (-) epigastrium,Hepar : tidak teraba, Lien :


tidak teraba, Tes undulasi (-)

Ekstremitas

Superior Inferior

Akral dingin (-/-) (-/-)

Edema (+/+) (+/+)

14
Sianosis (-/-) (-/-)

Pucat (+/+) (+/+)

XI. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Laboratorium : 25 Oktober 2018

HEMATOLOGI
PEMERIKSAAN HASIL NORMAL
Lk: 14-18 gr%
Hemoglobin 8,7
Wn: 12-16 gr%
Leukosit 22.000 4500-10.700 ul
Hitung jenis leukosit
 Basofil 0 0-1 %
 Eosinofil 0 1-3%
 Batang 2 2-6 %
 Segmen 78 50-70 %
 Limposit 14 20-40 %
 Monosit 6 2-8 %
Lk: 4.6- 6.2 ul
Eritrosit 3,5
Wn: 4.2- 5,4 ul
Lk: 50-54 %
Hematokrit 28
Wn: 38-47 %
Trombosit 220.000 159.000-400.000 ul
MCV 82 80-96 fl
MCH 25 27-31 pg
MCHC 31 32-36 g/dl

KIMIA DARAH
PEMERIKSAAN HASIL NORMAL
Urea 245 10-50 mg/dl

15
Creatinin 11,2 Lk: 0,6-1,1 mg/dl
Wn: 0,5-0,9
mg/dl

Natrium 98 135-145

Kalium 4,0 3,5-5,5

Chloride 79 96-106

IMUNOLOGI
PEMERIKSAAN HASIL NORMAL
Anti HCV Non reaktif (-) Negative
HBsAg Non reaktif (-) Negative
Anti HIV Non reaktif (-) Negative

EKG 25 Oktober 2018

16
Normal sinus rhytm, Axis normal

XII. Resume
Os datang ke IGD RSPBA dengan keluhan sesak nafas. Sesak dirasakan sejak ± 4
hari SMRS, dan keluhan tersebut dirasakan semakin memberat sejak ± 1 hari
SMRS. Os mengatakan sejak ± 1 minggu SMRS, os badan sering terasa lemas,
nafsu makan berkurang dan berat badan os turun. Lemas dirasakan di seluruh badan
walaupun sedang tidak beraktifitas. Os juga merasa pinggang bagian bawah terasa
sakit bila di tekan dan kaki membengkak. Terkadang os sering merasa pusing, mual,

17
dan muntah. BAB dan BAK normal. Os mengaku sebelumnya tidak pernah
megalami sesak.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan mobilitas pasif, konjuntiva anemis
(+/+), bibir kering, edema ekstremitas superior dan inferior (+/+). Tekanan darah
110/70 mmHg, RR 34 kali/menit, nadi 100 kali/menit, suhu 36,7 ºc.

Pemeriksaan laboratorium didapatkan HB 8,7 gr%, leukosit 22.000 ul, eritrosit


3,5 ul, HT 28 %, MCH 25 pg, MCHC 31 g/dl, urea 245 mg/dl, kreatinin 11,2 mg/dl,
natrium 98, pemeriksaan imunologi anti HCV, HBsAg, Anti HIV hasil negative,
pada EKG didapatkan normal sinus rhytm , axis normal.

Daftar masalah

Anamnesis :

 Badan lemas
 Ekstremitas bengkak
 Berat badan menurun
 BAK berdarah
 Mual
 Muntah
 Nyeri pinggang bagian bawah

Pemeriksaan fisik :

 TD : 110/70 mmHg
 Edema ekstremitas superior inferior
 konjungtiva anemis
 bibir kering
 mobilitas pasif

18
Pemeriksaan Lab

 HB 8,7 gr%
 Leukosit 22.000 ul
 Eritrosit 3,5 ul
 HT 28 %
 MCH 25 pg
 MCHC 31 g/dl
 Urea 245 mg/dl
 Kreatinin 11,2 mg/dl
 Natrium 98

XIII. DIAGNOSIS KERJA

Dyspnue ec CKD

XIV. DIAGNOSIS BANDING

- Nefrolitiasis

- CHF

XVII. PENATALAKSANAAN

Non Farmakologis

 Tirah baring dan kurangi aktivitas yang tidak perlu

Farmakologis
 IVFD makro RL X gtt/mnt
 Ranitidin 50mg 2x1
 Ondancentron 4mg 3x1
 Sucralfat 3×2C
 Ciprofloxacin 2x1
 Asam mefenamat 3x1

19
 Furosemid 3x1
 Harnal 1x1
 Bicnat 1x1
 CaCO3 3x1

XVIII. RENCANA PEMERIKSAAN

- Darah Lengkap
- EKG

XIX. PROGNOSIS

Quo ad vitam : dubia ad malam


Quo ad functionam : dubia ad malam
Quo ad Sanactionam : dubia ad malam

FOLLOW UP

Kamis, 26 Oktober 2018

S Sesak nafas, badan sangat lemas, mual (+), muntah (+), pusing, nafsu makan
berkurang, kedua kaki dan tangan bengkak.

O Keadaan umum: Tampak sakit sedang


Kesadaran : CM
Tekanan darah : 110/70 mmHg
Nadi : 100 x/m
Suhu : 36,7OC
Pernapasan : 34 x/m
Kepala:Normal
Leher: JVP (5-2) cm H2O, pembesaran KGB –

20
thorak: Inpeksi: bentuk normal, simetris kedua dada
Paru : Normal
Jantung:Normal
Abdomen:Palpasi : Nyeri tekan di region lumbal dextra sinistra
Extremitas: Extremitas superior : edema bilateral
Extremitas inferor : edema bilateral
Pemeriksaan Penunjang :

 HB 8,7 gr%
 Leukosit 22.000 ul
 Eritrosit 3,5 ul
 HT 28 %
 MCH 25 pg
 MCHC 31 g/dl
 Urea 245 mg/dl
 Kreatinin 11,2 mg/dl
 Natrium 98

A Dyspneu ec CKD

P - IVFD makro RL X gtt/mnt


- Ranitidin 50mg 2x1
- Ondancentron 4mg 3x1
- Sucralfat 3×2C
- Ciprofloxacin 2x1
- Asam mefenamat 3x1
- Furosemid 3x1 (jika TD > 100)
- Harnal 1x1
Jumat , 27 Oktober 2018

S Sesak nafas, badan sangat lemas, kedua kaki dan tangan bengkak.

O Keadaan umum: Tampak sakit sedang

21
Keadaan umum : CM
Tekanan darah : 120/80 mmHg
Nadi : 88 x/m
Suhu : 36,5OC
Pernapasan : 32 x/m
Kepala:Normal
Leher: JVP (5-2) cm H2O, pembesaran KGB –
Thorak: Inpeksi: bentuk normal, simetris kedua dada
Paru : Normal
Jantung:Normal
Abdomen: Palpasi : Nyeri tekan di region lumbal dextra sinistra
Extremitas: Extremitas superior : edema bilateral
Extremitas inferor : edema bilateral
Pemeriksaan Penunjang :

 HB 8,7 gr%
 Leukosit 22.000 ul
 Eritrosit 3,5 ul
 HT 28 %
 MCH 25 pg
 MCHC 31 g/dl
 Urea 245 mg/dl
 Kreatinin 11,2 mg/dl
 Natrium 98

A Dyspnue ec CKD

P - IVFD makro RL X gtt/mnt


- Ranitidin 50mg 2x1
- Ondancentron 4mg 3x1
- Sucralfat 3×2C

22
- Ciprofloxacin 2x1
- Asam mefenamat 3x1
- Furosemid 3x1 (jika TD > 100)
- Harnal 1x1
- Bicnat 1x1
- CaCO3 3x1
- Pasang kateter
- Rencana HD cito tanggal 26 Oktober 2018
Sabtu , 28 Oktober 2018

S Sesak berkurang, lemas berkurang, bengkak di kaki dan tangan sudah berkurang

O Keadaan umum: tampak sakit ringan


Kesadaran : CM
Tekanan darah : 120/70 mmHg
Nadi : 82 x/m
Suhu : 36,6OC
Pernapasan : 28 x/m
Kepala:Normal
Leher: JVP (5-2) cm H2O, pembesaran KGB –
thorak: Inpeksi: bentuk normal, simetris kedua dada
Paru : Normal
Jantung:Normal
Abdomen: Palpasi : Nyeri tekan di region lumbal dextra sinistra
Extremitas: Extremitas superior : edema bilateral
Extremitas inferor : edema bilateral
Pemeriksaan Penunjang :

 HB 8,7 gr%
 Leukosit 22.000 ul
 Eritrosit 3,5 ul
 HT 28 %

23
 MCH 25 pg
 MCHC 31 g/dl
 Urea 245 mg/dl
 Kreatinin 11,2 mg/dl
 Natrium 98

A Dyspnue ec CKD

P - BLPL tanggal 29 Oktober 2018


- IVFD makro RL X gtt/mnt
- Ranitidin 50mg 2x1
- Ondancentron 4mg 3x1
- Sucralfat 3×2C
- Ciprofloxacin 2x1
- Asam mefenamat 3x1
- Furosemid 1-0-0
- Harnal 1x1
- Bicnat 1x1
- CaCO3 3x1
- Up kateter

24
ANALISIS KASUS

1. DIAGNOSIS CHRONIC KIDNEY DISEASE (CKD)


TEORI
Penyakit Ginjal Kronik (PGK) merupakan suatu proses patofisiologi dengan
etiologi yang beragam, mengakibatkan penurunan fungsi ginjal yang progresif, dan
pada umumnya berakhir dengan keadaan klinis yang ditandai dengan penurunan
fungsi ginjal yang irreversible, pada suatu derajat yang memerlukan terapi pengganti
ginjal yang tetap, berupa dialisis atau transplantasi ginjal.
Uremia adalah suatu sindrom klinik dan laboratorik yang terjadi pada semua
organ, akibat penurunan fungsi ginjal pada penyakit ginjal kronik, penyajian dan
Tanda dan gejala uremia berbeda dari pasien yang satu dengan pasien yang lain,
tergantung paling tidak sebagian pada besarnya penurunan massa ginjal yang masih
berfungsi dan kecepatan hilangnya fungsi ginjal.
Menurut National Kidney Foundation kriteria penyakit ginjal kronik adalah:
1. Kerusakan ginjal ≥3 bulan, berupa kelainan struktural atau fungsional
dari ginjal, dengan atau tanpa berkurangnya laju filtrasi glomerulus (LFG), dengan
manifestasi berupa kelainan patologi atau kelainan laboratorik pada darah, urin, atau
kelainan pada pemeriksaan radiologi.
2. LGF <60 ml/menit per 1,73 m2 luas permukaan tubuh selama >3 bulan,
dengan atau tanpa kerusakan ginjal.
Klasifikasi Penyakit Ginjal Kronik atas dasar derajat penyakit :

Menurut diagnosis etiologi, penyakit ginjal kronik dapat di golongkan menjadi


penyakit ginjal diabetes, penyakit ginjal non diabetes, dan penyakit pada
transplantasi

25
Gambaran klinis pasien penyakit ginjal kronik meliputi:
a. Sesuai dengan penyakit yang mendasari seperti diabetes mellitus, infeksi traktus
urinarius, batu traktus urinarius, hipertensi, hiperurikemi, Lupus Eritomatosus
Sistemik (LES),dll.
b. Sindrom uremia yang terdiri dari lemah, letargi, anoreksia, mual,muntah,
nokturia, kelebihan volume cairan (volume overload), neuropati perifer, pruritus,
uremic frost, perikarditis, kejang-kejang sampai koma.
c. Gejala komplikasinya antara lain hipertensi, anemia, osteodistrofi renal, payah
jantung, asidosis metabolik, gangguan keseimbangan elektrolit (sodium, kalium,
khlorida).
Gambaran laboratorium penyakit ginjal kronik meliputi:
a. Sesuai dengan penyakit yang mendasarinya
b. Penurunan fungsi ginjal berupa peningkatan kadar ureum dan kreatinin serum,
dan penurunan LFG yang dihitung mempergunakan rumus Kockcroft-Gault.
Kadar kreatinin serum saja tidak bisa dipergunakan untuk memperkirakan fungsi
ginjal.
c. Kelainan biokimiawi darah meliputi penurunan kadar hemoglobin, peningkatan
kadar asam urat, hiper atau hipokalemia, hiponatremia, hiper atau hipokloremia,
hiperfosfatemia, hipokalemia, asidosis metabolik
d. Kelainan urinalisis meliputi proteinuria, hematuri, leukosuria.
Pathogenesis gagal ginjal kronik
Penyakit ginjal kronik pada awalnya tergantung pada penyakit yang
mendasarinya, tapi dalam perkembangan selanjutnya proses yang terjadi kurang
lebih sama. Pengurangan massa ginjal menyebabkan hipertrofi sisa nefron secara
struktural dan fungsional sebagai upaya kompensasi. Hipertrofi “kompensatori”
ini akibat hiperfiltrasi adaptif yang diperantarai oleh penambahan tekanan kapiler
dan aliran glomerulus. Proses adaptasi ini berlangsung singkat akhirnya diikuti
oleh proses maladaptasi berupa sklerosis nefron yang masih tersisa. Proses ini
akhirnya diikuti dengan penurunan fungsi nefron yang progresif walaupun
penyakit dasarnya sudah tidak aktif lagi. Adanya peningkatan aktivitas aksis
renin-angiotensinaldosteron intrarenal ikut memberikan konstribusi terhadap

26
terjadinya hiperfiltrasi, sklerosis dan progesifitas tersebut. Aktivitas jangka
panjang aksis renin-angiotensinaldosteron, sebagian diperantarai oleh growth
factor seperti transforming growthfactor ß. Beberapa hal yang juga dianggap
berperan terhadap terjadinya progresifitas penyakit ginjal kronik adalah
albuminuria, hipertensi, hiperglikemia, dislipidemia.
Terdapat variabilitas interindividual untuk terjadinya sklerosis dan fibrosis
glomerulus maupun tubulointerstitial. Pada stadium yang paling dini penyakit
ginjal kronik terjadi kehilangan daya cadang ginjal (renal reserve), pada keadaan
mana basal LFG masih normal atau malah meningkat. Kemudian secara perlahan
tapi pasti akan terjadi penurunan fungsi nefron yang progresif, yang ditandai
dengan peningkatan kadar urea dan kreatinin
serum. Sampai pada LFG sebesar 60%, pasien masih belum merasakan keluhan
(asimtomatik), tapi sudah terjadi peningkatan kadar urea dan kreatinin serum.
Sampai pada LFG sebesar 30%, mulai terjadi keluhan pada pasien seperti
nokturia, badan lemah, mual, nafsu makan kurang dan penurunan berat badan.
Sampai pada LFG di bawah 30%, pasien memperlihatkan gejala dan tanda uremia
yang nyata seperti anemia, peningkatan tekanan darah, gangguan metabolisme
fosfor dan kalsium, pruritus, mual, muntah dan lain sebagainya. Pasien juga
mudah terkena infeksi seperti infeksi saluran kemih, infeksi saluran napas,
maupun infeksi saluran cerna. Juga akan terjadi gangguan keseimbangan air
seperti hipo atau hipervolemia, gangguan keseimbangan elektrolit antara lain
natrium dan kalium. Pada LFG dibawah 15% akan terjadi gejala dan komplikasi
yang lebih serius, dan pasien sudah memerlukan terapi pengganti ginjal (renal
replacement therapy) antara lain dialisis atau transplantasi ginjal. Pada keadaan
ini pasien dikatakan sampai pada stadium gagal ginjal.
Fungsi renal menurun, produk akhir metabolisme protein(yang normalnya
diekresikan kedalam urin) tertimbun dalam darah, terjadi uremia dan
mempengarui sistem tubuh. Semakin banyak timbunan produk sampah, maka
setiap gejala semakin meningkat. Sehingga menyebabkan:
- Gangguan kliren renal. Banyak masalah pada ginjal sebagai akibat dari
penurunan jumlah glumerulus yang berfungsi, yang menyebabkan

27
penurunan klirens subtsansi darah yang seharusnya dibersihkan oleh
ginjal.
- Penurunan laju filtrasi gomerulus (GFR) ,dapat dideteksi dengan
mendapatkan urin 24 jam untuk pemeriksaaan kliren kreatitin.
Menurunnya filtasi glumelurus (akibat tidak berfungsinya glumeluri)
klirens kreatinin akan menurun dan kadar kreatinin serum akan
meningkat selain itu,kadar nitrogen urea darah (BUN) biasanya
meningkat. Kreatinin serum merupakan indikator paling sensitif dari
fungsi renal karena substansi ini diproduksi secara konstan oleh tubuh.
BUN tidak hanya dipengarui oleh penyakit renal tetapi juga oleh
masukan protein dalam diet, katabolisme (jaringan dan luka RBC) dan
medikasi seperti steroid.
- Retensi cairan dan natrium, Ginjal juga tidak mampu untuk
mengosentrasikan atau mengencerkan urin secara normal pada penyakit
ginjal tahap akhir, respon ginjal yang sesuai terhadap perubahan
masukan cairan dan elektrolit sehari- hari, tidak terjadi pasien sering
menahan natrium dan cairan,meningkatkan resiko terjadinya edema,
gagal jantung kongesti, dan hipertensi. Hipertensi juga dapat terjadi
akibat aktivasi aksis renin angiotensin dan kerjasama keduanya
meningkatkan sekresi aldosteron.pasien lain mempunyai kecenderungan
untuk kehilangan garam, mencetuskan resiko hipotensi dan hipovolemia.
Episode muntah dan diare menyebabkan penipisan air dan natrium,yang
semakin memperburuk status uremik.
- Asidosis, Dengan berkembangnya peyakit renal, terjadi asidosis
metabolik seiring ketidakmampuan ginjal mengesekresikan muatan asam
(H+) yang berlebihan. Sekresi asam terutama, akibat ketidakmampuan
tubulus ginjal untuk mensekresi amonia (NH3) dan mengabsorpsi
natrium bikarbonat (HCO3).Penuruna sekresi fosfat dan asam organik
lain juga terjadi.
- Anemia, anemia terjadi karena akibat hormon eritropoetin yang tidak
adekuat, memendeknya usia sel darah merah,defisiensi nutrisi dan

28
kecenderungan untuk mengalami perdarahan akibat status uremik pasien,
terutama dari saluran gastrointestinal. Eritropoetin, suatu subtansi normal
yang diproduksi oleh ginjal menstimulasi sum-sum tulang untuk
menghasilkan sel darah merah. Pada gagal ginjal,produksi eritropoetin
menurun dan anemia berat terjadi ,disertai keletihan, agina dan nafas
sesak.
- Ketidakseimbangan kalsium dan fosfat, abnormalitas utama yang lain
pada gagal ginjal kronis adalah gangguan metabolisme kalsium dan
fosfat tubuh memiliki hubungan saling timbal balik, jika salah satunya
meningkat yang lain menurun. Dengan menurunnya filtrasi malalui
glumelurus ginjal terdapat peningkatan kadar fosfat serum dan
sebaliknya penurunan kadar serum menyebabkan sekresi parathormon
dari kelenjar paratoid.Namun demikian pada gagal ginjal , tubuh tidak
berespon secara normal terhadap peningkatan sekresi parathormon,dan
akibatnya,kalsium di tulang menurun,menyebabkan perubahan pada
tulang dan penyakit tulang, selain itu metabolik aktif vitamin D
(1,25dihidrokolekalsiferol) yang secara normal dibuat di ginjal menurun
seiring dengan berkembangnya ginjal.
- Penyakit tulang uremik, Sering disebut osteodistrofirenal, terjadi dari
perubahan komplek kalsium,fosfat dan keseimbangan parathormon.Laju
penurunan fungsi ginjal kronis berkaitan dengan gangguan yang
mendasari,ekresi protein dan urin, dan adanya hipertensi. Pasien yang
mengekresikan secarasignifikan sejumlah protein atau mengalami
peningkatan tekanan darah cenderung akan cepat memburuk dari pada
mereka yang tidak mengalimi kondisi ini.
KASUS
Pada pasien ini, os telah mengalami gagal ginjal. Dengan gejala lemas pada
seluruh badan walaupun sedang tidak beraktifitas, bengkak pada kedua kaki
dan tangan, nyeri kepala berdenyut, mual, nafsu makan menurun, berat badan
meurun.
LFG = (140-umur)×berat badan (kg)/ (72×serum creatinin)

29
(140-45)×67/ (72×11,2 )=
6.365/806,4= 7,8

Dari LFG didapatkan kadar LFG menurun yaitu 7,8 yang termasuk grade 5
pada penyakit ginjal dan termasuk kategori gagal ginjal, dimana LFG <15.
Pada hasil laboratorium didapatkan kadar ureum tinggi yaitu : 245 dan kadar
kreatinin tinggi yaitu : 11,2
2. ANEMIA PADA GGK
TEORI
Pasien GGK biasanya mengalami anemia. Penyebab utamanya adalah defisiensi
produksi eritropoietin (EPO) yang dapat meningkatkan risiko kematian, uremia
penghambat eritropoiesis, pemendekan umur eritrosit, gangguan homeostasis zat
besi. Antagonis EPO yaitu sitokin proinflamasi bekerja dengan menghambat sel-sel
progenitor eritroid dan menghambat metabolisme besi. Resistensi EPO disebabkan
oleh peradangan maupun neocytolysis. Beberapa mekanisme patofisiologi
mendasari kondisi ini, termasuk terbatasnya ketersediaan besi untuk eritropoiesis,
gangguan proliferasi sel prekursor eritroid, penurunan EPO dan reseptor EPO, dan
terganggunya sinyal transduksi EPO. Penyebab lain anemia pada pasien GGK
adalah infeksi dan defisiensi besi mutlak. Kehilangan darah adalah penyebab umum
dari anemia pada GGK. Hemolisis, kekurangan vitamin B12 atau asam folat,
hiperparatiroidisme, hemoglobinopati dan keganasan, terapi angiotensin-converting-
enzyme (ACE) inhibitor yang kompleks dapat menekan eritropoiesis.Pasien GGK
mengalami defisiensi zat besi yang ditunjukkan dengan ketidakseimbangan
pelepasan zat besi dari penyimpanannya sehingga tidak dapat memenuhi kebutuhan
untuk eritropoiesis yang sering disebut juga reticuloendothelial cell iron blockade.
Reticuloendothelial cell iron blockade dan gangguan keseimbangan absorbsi zat besi
dapat disebabkan oleh kelebihan hepsidin.Hepsidin merupakan hormon utama untuk
meningkatkan homeostasis sistemik zat besi yang diproduksi di liver dan disekresi
ke sirkulasi darah. Hepsidin mengikat dan menyebabkan pembongkaran ferroportin
pada enterosit duodenum, retikuloendotelial makrofag, dan hepatosit untuk

30
menghambat zat besi yang masuk ke dalam plasma. Peningkatan kadar hepsidin
pada pasien GGK dapat menyebabkan defisiensi zat besi dan anemia.

KASUS
Pada kasus didapatkan konjungtiva anemis +/+ dan gejala klinis lemas hinga tidak
dapat beraktifitas, hasil pemeriksaan lab Hb : 8,7 gr%.

3. SESAK PADA GGK


TEORI
Penyakit gagal ginjal kronis (CKD) akan menyebabkan komplikasi berupa sesak
nafas, hal ini terjadi akibat ketidak mampuan ginjal untuk mencuci darah dan cairan
tubuh yang harusnya dikeluarkan melalui ginjal akan menumpuk pada tubuh.
Kondisi ini akan menyebabkan paru-paru menjadi "banjir" akibat penumpukan
cairan tersebut. Karena "banjir" maka paru-paru tidak dapat dengan baik mengambil
oksigen dari udara yang di hirup. Pengambilan cairan paru dengan metode punksi
pleura maupun dengan water seal drainage memang dapat mengatasi kebanjiran
pada paru tersebut, namun ketika pulang, penumpukan cairan akan terjadi kembali
sehingga paru pun akan banjir kembali karena sumber masalahnya memang karena
ketidak mampuan membuang cairan oleh ginjal. Kondisi lainnya adalah gagal ginjal
akan membuat kemampuan pembersihan kreatinin berkurang, sehingga terjadinya
peningkatan kreatinin didalam darah, kondisi ini akan menyebabkan gangguan
kemampuan darah dalam menghantarkan oksigen dengan baik. Selain itu pada gagal
ginjal kronis maka produksi eritropoietin akan menurun sehingga akan membuat
produksi darah di sumsum tulang juga ikut menurun sehingga terjadinya anemia.
Kondisi gangguan pada darah ini akan menyebabkan tubuh kekurang oksigen,
sehingga tubuh akan mengkompensasi dengan cara bernafas cepat seperi halnya
orang sesak.
KASUS
Pada kasus os mengeluh sesak nafas, di dapatkan pasien bernafas cepat dengan
respiration rate 34 x/menit

31
4. PENATALAKSANAAN
TEORI
Prinsip terapi pada GGK:
1.terapi spesifik terhadap penyakit dasarnya
2. pencegahan dan terapi terhadap kondisi komorbid
3. memperlambat perburukan fungsi ginjal
4. Pencegahan dan terapi terhadap penyakit kardiovaskular
5.pencegahan dan terapi komplikasi
6. terapi pengganti ginjal berupa dialisis atau transplantasi ginjal
Penatalaksanaan pada GGK :
1. kontrol tekanan darah
pada orang dengan GGK , harus mengontrol tekanan darah sistolik < 140 mmHg
dan tekanan diastolik < 90 mmHg
2. pada orang dengan GGK dan Diabetes atau proteinuria 1 gr/24 jam , di haruskan
untuk menjaga tekanan darah sistolik 130 mmHg
3. Optimalisai dan pertahankan keseimbangan cairan dan garam.
Biasanya diusahakan hingga tekanan vena jugularis sedikit meningkat dan terdapat
edema betis ringan. Pada beberapa pasien,furosemid dosis besar (2500-
1000mg/hari) atau deuretik loop (bumetamid,asam etakrinat) diperlukan untuk
mencegah kelebihan cairan,sementara pasien lain mungkin memerlukan suplemen
natrium klorida atau natrium bikarbonat.pengawasan dilakukan melalui berat badan,
urin dan pencatatan keseimbanan cairan (masukan melebihi keluaran sekitar 500ml).
3. Diet tinggi kalori dan rendah protein
Diet rendah protein (20-40g/hri) dan tinggi kalori menghilangkan anoreksia dan
nausea dari uremia, menyebabkan penurunan ureum dan perbaikan gejala.hindari
masukan berlebih dari kalium dan garam.
5. Kontrol ketidakseimbangan elektrolit
Yang sering ditemukan adalah hiperkalemia dan asidosis berat untuk mencegah
hiperkalemia dihindari masukan kalium yang besar (batasi hingga 60 mol/hari)
deuretik hemat kalium, obat – obat yang berhubungan dengan ekresi

32
kalium(misalnya,penghambat ACE dan obat antiinflamsinonosteroid) asidosis berat,
atau kekurangan garam yang menyebabkan pelepasan kalium dari sel dan ikut dalam
kaliuresis. Deteksi melalui kadar kalium plasma dan EKG. Gejala – gejala asidosis
baru jelas bila bikarbonat plasma kurang dari 15mol/liter biasanya terjadi pada
pasien yang sangat kekurangan garam dan dapat diperbaiki spontan dengan
dehidrasi. Namun perbaikan yang cepat dapat berbahaya.
6. Mencegah dan tatalaksana penyakit tulang ginjal
Hiperfosfatemia dikontrol dengan obat yang mengikat fosfat seperti aliminium
hidroksida (300-1800mg) atau kalsium karbonat (500 – 300mg) pada setiap makan.
Namun hati – hati pada toksititas obat tersebut.diberikan suplemen vitanin D dan
dilakukan paratidektomi atas indikasi.
7. Deteksi dini dan terapi infeksi
Pasien uremia harus diterapi sebagai pasien imunosupresif dan diterapi lebih ketat.
8. Modifikasi terapi obat dengan fungsi ginjal
Banyak obat- obatan yang harus diturunkan dosisnya karena metaboliknya toksik
dan dikeluarkan oleh ginjal misalnya digoksin aminoglikosid, analgesik
opiat,amfoteresin dan alopurinol juga obat-obatan yang meningkatkan katabolisme
dan ureum darah misalnya tetrasiklin, kortikosteroid, dan sitostatik.
9. Deteksi dan terapi komplikasi
Awasi dengan ketat kemungkinan ensefalopati uremia, perikarditis neuropati perifer,
hiperkalemia yang meningkat, kelebihan cairan yang meningkat, infeksi yang
mengancam jiwa, kegagalan untuk bertahan, sehingga diperlukan dialisis.
10. Persiapkan dialisis dan program transplantasi
Segera dipersiapkan setelah gagal ginjal kronik diteteksi. Lakukan dialisis biasanya
adalah gagal ginjal dengan gejala klinis yang jelas meski telah dilakukan terapi
konservatif, atau terjadi komplikasi.

KASUS
1. Ranitidine
Ranitidine atau ranitidin adalah obat untuk mengurangi jumlah asam
lambung dalam perut. Fungsinya untuk mengatasi dan mencegah rasa panas

33
perut (heartburn), maag, dan sakit perut yang disebabkan oleh tukak
lambung. Ranitidin juga digunakan untuk mengobati dan mencegah berbagai
penyakit perut dan kerongkongan yang disebabkan oleh terlalu banyak asam
lambung, misalnya erosive esophagitis dan refluks asam
lambung(gastroesophageal reflux disease, GERD). Ranitidine termasuk ke
dalam golongan obat H2 histamine blocker. Ranitidine diberikan pada pasien
GGK untuk mengurangi sekresi asam lambung yang diekskresikan
melalui ginjal 70% untuk dosis intravena.
2. Ondancentron
Digunakan untuk mencegah serta mengobati mual dan muntah.
3. Sucralfat
Sukralfat adalah obat untuk mengobati dan mencegah tukak lambung serta
ulkus duodenum. Sukralfat juga dapat digunakan untuk mengatasi
peradangan pada lambung (gastritis) dan mencegah perdarahan saluran
cerna. Obat ini bekerja dengan membentuk lapisan pada bagian yang luka
dan melindunginya dari asam lambung yang dapat memperlambat
penyembuhan.
4. Ciprofloxacin
Ciprofloxacin adalah antibiotik yang digunakan untuk menangani berbagai
jenis infeksi akibat bakteri, misalnya infeksi saluran kemih, infeksi pada
saluran pencernaan, infeksi pada mata, dan infeksi menular seksual. Jenis
obat ini bekerja dengan cara membunuh atau mencegah perkembangan
bakteri yang menjadi penyebab infeksi. Karena ditujukan untuk infeksi
bakteri, maka ciprofloxacin tidak akan efektif untuk mengobati infeksi virus,
seperti flu atau pilek.
5. Asam mefenamat
Asam mefenamat adalah salah satu jenis obat yang masuk dalam golongan
Obat anti-inflamasi non-steroid (OAINS) atau dalam bahasa inggrisnya non
steroidal anti-inflammatory Drugs (NSAIDs). Obat ini digunakan untuk
menghilangkan rasa sakit yang ringan hingga sedang.
6. Bicnat

34
Digunakan untuk mengendalikan asidosis metabolik yang sering terjadi pada
pasien gagal ginjal .
7. Furosemide
Obat golongan loop diuretik yang digunakan untuk membuang cairan
berlebih di dalam tubuh. Diuretik digunakan untuk membuang cairan atau
garam berlebih di dalam tubuh melalui urine , meredakan pembengkakan
yang disebabkan gagal ginjal.
8. Harnal
Ditujukan untuk mengobati gangguan pada saluran kemih bawah
9. CaCO3
Digunakan sebagai pengikat fosfat untuk mengatasi kelebihan fosfat dalam
darah atau hiperfosfatemia yang terjadi akibat kelainan fungsi ginjal berat.

35
BAB III

KESIMPULAN

Gagal ginjal kronik adalah kerusakan ginjal yang terjadi selama lebih dari3
bulan, berdasarkan kelainan patologis atau petanda kerusakan ginjal
sepertiproteinuria.Jika tidak ada tanda kerusakan ginjal diagnosis penyakit ginjal
kronikditegakkan jika nilai laju filtrasi glomerulus kurang dari 60 ml/menit/1,73m².

Di Amerika Serikat, kejadian dan prevalensi gagal ginjal meningkat, dan jumlah orang
dengan gagal ginjal yang dirawat dengan dialisis dan transplantasi diproyeksikan meningkat
dari 340.000 di tahun 1999 dan 651.000 dalam tahun 2010. Di Indonesia berdasarkan data
yang didapatkan berdasarkan serum dan kreatinin diperkirakan pasien dengan GGK
ialah sekitar 2000 per juta penduduk

Tujuan dari terapi konservatif adalah mencegah memburuknya faal ginjal secara
progresif, meringankan keluhan-keluhan akibat akumulasi toksin azotemia,
memperbaiki metabolisme secara optimal dan memelihara keseimbangan cairan dan
elektrolit.

36
DAFTAR PUSTAKA

1. Ketut Suwitra. Penyakit Ginjal Kronik. Aru WS, Bambang S, Idrus A, Marcellus
SK, Siti S, editor. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Ed. 4 Jilid I. Jakarta:
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2007. hlm 570-3.
2. Editorial. Gagal Ginjal Kronik. Diunduh dari: http://emedicine.
medscape.com/article/238798-overview, 25Mei 2013.
3. Editorial. KDOQI Clinical Practice Guidelines for Chronic Kidney Disease:
Evaluation, Classification, and Stratification. Diunduh
dari:http://www.kidney.org/professionals/kdoqi/guidelines_ckd/toc.htm GGK,
25Mei 2013.
4. Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia. Hipertensi. Azis R,
Sidartawam S, Anna YZ, Ika PW, Nafriadi, Arif M, editor. Panduan Pelayanan
Medik. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2006. hlm 168-70.
5. Murray L, Ian W, Tom T, Chee KC. Chronic Renal failure in Ofxord Handbook
of Clinical Medicine. Ed. 7th. New York: Oxford University; 2007. 294-97.
6. Editorial. Obat Hemopoetic. MIMS Indonesia Petunjuk Konsultasi. Ed. 8.
Jakarta: CMP Medica Asia Pte Ltd; 2008. Hlm. 114.

37

Anda mungkin juga menyukai