Anda di halaman 1dari 2

Mekanisme Keracunan Kadmium

Kadmium merupakan salah satu jenis logam berat yang berbahaya karena elemen ini
beresiko tinggi terhadap pembuluh darah. Apabila Kadmium masuk ke dalam tubuh maka
sebagian besar akan terkumpul di dalam ginjal, hati dan sebagian yang dikeluarkan lewat saluran
pencernaan. Kadmium dapat mempengaruhi otot polos pembuluh darah secara langsung maupun
tidak langsung lewat ginjal, sebagai akibatnya terjadi kenaikan tekanan darah. Senyawa ini bisa
mengakibatkan penyakit liver dan gangguan ginjal serta tulang (Anonim, 2010).
Senyawa yang mengandung Kadmium juga mengakibatkan kanker. Dalam industri
pertambangan logam Pb dan Zn, proses pemurniannya akan selalu diperoleh hasil samping
Kadmium, yang terbuang ke alam lingkungan. Kadmium masuk kedalam tubuh manusia terjadi
melalui makanan dan minuman yang terkontaminasi. Untuk mengukur asupan Kadmium
kedalam tubuh manusia perlu dilakukan pengukuran kadar Kadmium dalam makanan yang
dimakan atau kandungan Kadmium dalam feses (Kuntjoro, 2011).
Sekitar 5% dari diet Kadmium, diabsorpsi dalam tubuh. Sebagian besar Cd masuk
melalui saluran pencernaan, tetapi keluar lagi melalui feses sekitar 3-4 minggu kemudian dan
sebagian kecil dikeluarkan melalui urin. Kadmium dalam tubuh terakumulasi dalam ginjal dan
hati terutama terikat sebagai metalothionein. Metalotionein mengandung asam amino sistein,
dimana Cd terikat dengan gugus sulfhidril (-SH) dalam enzim karboksil sisteinil, histidil,
hidroksil dan fosfatil dari protein dan purin (Anita, 2011).
Kemungkian besar pengaruh toksisitas Cd disebabkan oleh interaksi antara Cd dan
protein tersebut, sehingga menimbulkan hambatan terhadap aktivitas kerja enzim. Kadmium
lebih beracun bila terhisap melalui saluran pernafasan daripada saluran pencernaan. Kasus
keracunan akut Kadmium kebanyakan dari menghisap debu dan asap Kadmium, terutama
Kadmium oksida (CdO) (Chandra, 2011).
Dalam beberapa jam setelah menghisap, korban akan mengeluh gangguan saluran nafas,
nausea, muntah, kepala pusing dan sakit pinggang. Kematian disebabkan karena terjadinya
edema paru-paru. Apabila pasien tetap bertahan, akan terjadi emfisema atau gangguan paru-paru
yang jelas terlihat (Astried, 2009).
Keracunan kronis terjadi bila memakan atau inhalasi dosis kecil Cd dalam waktu yang
lama. Gejala akan terjadi setelah selang waktu beberapa lama dan kronik. Kadmium pada
keadaan ini menyebabkan nefrotoksisitas, yaitu gejala proteinuria, glikosuria, dan aminoasidiuria
disertai dengan penurunan laju filtrasi glumerolus ginjal. Kasus keracunan Cd kronis juga
menyebabkan gangguan kardiovaskuler dan hipertensi (Grant, 2009).
Hal tersebut terjadi karena tingginya afinitas jaringan ginjal terhadap Kadmium. Gejala
hipertensi ini tidak selalu dijumpai pada kasus keracunan Cd. Kadmium dapat menyebabkan
osteomalasea karena terjadinya gangguan daya keseimbangan kandungan kalsium dan fosfat
dalam ginjal (Balk, 2007).

DAFTAR PUSTAKA
Anita, Rimadanti, 2011, Keracunan Kadmium, Universitas Sumatera Utara, Medan.
Anonim, 2010, Keracunan Logam Berat, Badan Pengawas Obat dan Makanan Indonesia,
Jakarta.
Astried, Widayanti, 2009, Paparan Logam Berat Terhadap Tubuh Manusia, Universitas
Indonesia, Jakarta.
Balk, Gratill, 2007, Cadmium Intoxication, McGrawhill, New York.
Chandra, Tony, 2011, Efek Logam Berat Pada Sistem Organ Tubuh Manusia, Universitas
Sumatera Utara, Medan.
Grant, Toller, 2009, The Three Heavy Metal that Affect Human, Sauthern Press, California.
Kuntjoro, Wahyu, 2011, Efek Pemaparan Logam Berat Pada Manusia, Universitas Indonesia,
Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai