Anda di halaman 1dari 20

Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa

RSD Undata Palu


Fakultas Kedokteran UniversitasTadulako

TUTORIAL KLINIK

DISUSUN OLEH:

KELOMPOK 3
Hasna N 111 17 007
Maulidia Nikmatul Hikmah N 111 17 038
Muh Mukram N 111 17 059
Ni Komang Suryani Dewi N 111 17 060
Bonita RatnaSari N 111 16 117
Elfira Magda N 111 17 066

PEMBIMBING:

dr. Dewi Suryani Angjaya, Sp.KJ

DIBUAT DALAM RANGKA TUGAS KEPANITERAAN KLINIK


BAGIAN ILMU KEDOKTERAN JIWA
RSD UNDATA PALU
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS TADULAKO
PALU
2017
BAB I
PENDAHULUAN

TUTORIAL 1

IDENTITAS PASIEN
Nama : NY. Nani oktavia
Umur : 40 tahun/ 13-10-1978
Jenis kelamin : perempuan
Agama : Islam
Status perkawinan : Sudah Menikah
Pendidikan : S2 Pendidikan
Pekerjaan : PNS
Alamat : Jl. Juanda n0 11 A Palu
Tanggal Pemeriksaan : 05 Desember 2017

I. RIWAYAT PENYAKIT
A. Keluhan utama
Sering panik
B. Riwayat gangguan sekarang
Pasien perempuan berumur 40 tahun datang ke poliklinik jiwa rsud undata
palu dengan keluhan utama sering panik yang di alami sejak ± 5 bulan yang lalu.
keluhan tersebut dirasakan secara tiba-tiba dengan gejala yang dirasa jantung
berdebar-debar dan biasa berlangsung selama 20 menit. Selain itu ia juga kadang
sulit tidur, mudah lelah, sulit berkonsentrasi, kadang-kadang merasa malas, nyeri
ulu hati, cemas, berkeringat, mudah tersinggung.
Pasien juga mengeluh sering merasa sedih biasanya pada waktu sendiri yang
muncul secara spontan dan kemudian tiba-tiba menangis. Ia mengatasinya dengan
cara mendekatkan diri kepada tuhan dengan cara sholat dan berdoa, kadang juga
ia memberikan motivasi ke dirinya sendiri bahwa dia tidak boleh seperti ini dan
harus menerima. Rasa sedih awalnya dirasakan muncul pada sesaat setelah nenek
kandungnya meninggal dunia, dimana dia merasa belum siap menerima kondisi
tersebut dan kemudian omnya yang merawat keponakannya juga meninggal
dunia, semenjak kejadian itu dia banyak beban karena dia merasa bahwa
keponakannya menjadi tanggung jawabnya. Selain itu dia merasa banyak beban
dalam pekerjaannya dan kadang – kadang merasa marah, gelisah dan mudah
tersinggung apabila ada pekerjaan yang terbengkalai dan mengaku kalau minum
obat secara tidak teratur. Hendaya/disfungsi :
- Hendaya sosial (-)
- Hendaya pekerjaan (+)
- Hendaya dalam pengggunaan waktu senggang (+)
a) Faktor stressor psikososial pada pasien ini adalah saat nenek kandungnya
meninggal dunia yang kemudian disusul dengan omnya yang meninggal
dunia.
C. Riwayat gangguan sebelumnya
a) Riwayat penyakit terdahulu:
Kejang (-), penyakit infeksi (-), diabetes melitus (-), hipertensi(-).
b) Riwayat penggunaan zat psikoaktif:
 Napza (-)
 Merokok (-)
 Alkohol (-)
 Obat-obatan lainnya (-)
c) Riwayat gangguan sebelumnya:
 Riwayat psikiatri sebelumnya : pasien belum pernah mengalami gejala
serupa.
D. Riwayat kehdupan pribadi
a) Riwayat prenatal :
Pasien lahir pada tanggal 13 oktober tahun 1978 dan lahir secara
normal.
b) Riwayat masa kanak awal (1-3 tahun)
Pasien diasuh oleh ibunya sejak lahir.
c) Riwayat masa kanak akhir dan remaja awal (4-11 tahun)
Pada saat pasien masuk sekolah ia mengaku memiliki banyak teman
yang bermain. Pasien sering bermain bersama teman-temannya.
d) Riwayat masa remaja akhir (12-18 tahun)
Pada usia 12 tahun (smp kelas 1), ibu kandung pasien meninggal dunia
yang kemudian dia di rawat oleh nenek kandunnya. Dan selain itu beberapa
saat setelah ibunya meninggal ayah kandunnya menikah kembali
e) Riwayat masa dewasa
Pasien sudah menikah.
E. Riwayat kehidupan keluarga
Pasien sudah menikah dan memiliki satu orang anak. Selain itu pasien juga
memiliki tanggung jawab untuk membiyai kehidupan anggota keluarga lainnya
(keponakannya yang yatim piatu). Pasien merupakan pns yang bekerja di kantor
gubernur
F. Situasi hidup sekarang
Pasien koperatif saat dilakukan anamnesis dan sekarng pasien merasa lebih
tenang dan sudah jarang menangis sendiri. Pasien menegaku bahwa ia kadang-
kadang masih malas dan kurang istirahat.
G. Persepsi pasien tentang diri dan kehidupannya
Pasien sadar bahwa dirinya sakit dan butuh pengobatan. Pasien juga tau apa
penyebab dan kadang-kadang memberikan motivasi sendiri untuk menerima
kenyataan tersebut.

II. PEMERIKSAAN STATUS MENTAL


A. Deskripsi umum
1. Penampilan : pasien seorang wanita tampak bepenampilan sesuai dengan
umur, memakai baju kemeja berwarna biru dongker dan memakai jilbab,cukup
rapi, dan perawatan diri baik.
2. Kesadaran : compos mentis
3. Perilaku dan aktivitas psikomotor : tenang saat pemeriksaan dan wawancara
4. Pembicaraan : lancar, intonasi jelas dan sesuai dengan pertanyaan
5. Sikap terhadap pemeriksa : kooperratif atau menjawab sesuai apa yang
ditanyakan
B. Keadaan afektif, perasaan dan empati:
1. Afek : appropriate
2. Mood : disforia
3. Keserasian : serasi
4. Empati : dapat diraba-rasakan
C. Fungsi intelektual (kognitif)
1. Taraf pendidikan, pengetahuan umum dan kecerdasan :sesuai
2. Daya konsentrasi : baik
3. Orientasi :
- Waktu : baik
- Tempat : baik
- Orang : baik
4. Daya ingat:
- Segera : baik
- Jangka pendek : baik
- Jangka panjang : baik
5. Pikiran abstrak : baik
6. Bakat kreatif : tidak ada
7. Kemampuan menolong diri sendiri : baik
D. Gangguan persepsi
1. Halusinasi : tidak ada
2. Ilusi : tidak ada
3. Depersonalisasi : tidak ada
4. Derealisasi : tidak ada
E. Proses berpikir
1. Arus pikiran:
a. Produktivitas : cukup
b. Kontiniuitas : relevan
c. Hendaya berbahasa : tidak ada
2. Isi pikiran :
a. Preokupasi : ada ( adanya pikiran yang berpusat pada kematian
neneknya bahwa dia belum siap menerima )
b. Gangguan isi pikiran: tidak ada
F. Pengendalian impuls baik selama pemeriksaan
G. Daya nilai
1. Norma sosial : tidak terganggu
2. Uji daya nilai : tidakterganggu
3. Penilaian realitas : tidak terganggu
H. Tilikan (insight)
Derajat V: pengakuan bahwa pasien sakit dan bahwa gejala atau kegagalan
penyesuaian sosial disebabkan oleh perasaan atau gangguan dari pasien sendiri
yang tidak rasional tanpa menerapkan pengetahuan ini pada pengalaman masa
depan
I. Taraf dapat dipercaya : dapat dipercaya.

III. PEMERIKSAAN DIAGNOSIS LEBIH LANJUT


Pemeriksaan fisik:
Status internus: t : 140/80 mmhg, n : 86 x/menit, p : 20 x/menit, s : 36,5°c.
Konjungtiva tidak pucat, sclera tidak ikterus, jantung dan paru dalam batas normal,
fungsi motorik dan sensorik keempat ektremitas dalam batas normal.
Status neurologis: pemeriksaan kaku kuduk (-), reflex patologis (-), refles
fisiologis (+), gcs ; e4m6v5, fungsi kortikal luhur dalam batas normal, pupil bundar
isokor, reflex cahaya (+)/(+)
IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG
tidak ada
V. IKHTISAR PENEMUAN BERMAKNA (KATA KUNCI)
 Pasien sering menangis secara tiba-tiba tampa sebab
 Pasien sulit tidut
 Pasien mudah lelah dan kadang-kadang malas bekerja
 Pasien kadang-kadang sulit berkonsentrasi dalam pekerjaannya
 Pasien sering gelisah apabila ada pekerjaan yang terbengkalai
 Pasien sering merasa takut apabila mendengar ada orang yang meninggal
 Sakit sudah sejak 5 bulan yang lalu
 Pasien tidak teratur dalam meminum obatnya
 Dalam mengatasi kesedihannya pasien mendekatkan diri kepada tuhan dengan
cara sholat dan berdoa.
 banyak beban karena rasa tanggung jawab terhadap keponakannya
 neneknya meninnggal dunia yang kemudian disusul oleh omnya
Pada pemeriksaan status mental dan fisik, ditemukan:
 menunjukkan mood disforia
 Sikap terhadap pemeriksa : kooperratif atau menjawab sesuai apa yang
ditanyakan
 isi pikiran Preokupasi : ada ( adanya pikiran yang berpusat pada kematian
neneknya bahwa dia belum siap menerima )
 Tilikan (insight)
Derajat V: pengakuan bahwa pasien sakit dan bahwa gejala atau kegagalan
penyesuaian sosial disebabkan oleh perasaan atau gangguan dari pasien sendiri
yang tidak rasional tanpa menerapkan pengetahuan ini pada pengalaman masa
depan
VI. EVALUASI MULTIAKSIAL : (SESUAI PPDGJ-III)
A. Aksis I
 Berdasarkan autoanamnesis didapatkan ada gejala klinik bermakna dan
menimbulkan penderitaan (distress) berupa sedih, sulit tidur,malas dan mudah
lelah,gelisah dan sulit berkonsentrasi, dimana hal tersebut dapat menimbulkan
disabilitas berupa terganggunya melakukan pekerjaan harian pasien sehingga
dapat disimpulkan bahwa pasien mengalami gangguan jiwa.
 Pasien mengalami hendaya pekerjaan, preokupasi, tidak adanya kesulitan dalam
menilai realita,sehingga pasien didiagnosa sebagai gangguan jiwa non
psikotik.
 Pada riwayat penyakit sebelumnya dan pemeriksaan status interna tidak
ditemukan adanya kelainan yang mengindikasi gangguan medis umum yang
menimbulkan gangguan fungsi otak seperti gangguan kognitif dan sensorik,
sehingga diagnosa gangguan mental dapat disingkirkan dan didiagnosa
gangguan jiwa non psikotik non organik.
 Berdasarkan DSM IV dari deskripsi kasus diatas onset waktu lebih dari 2
minggu, terdapat hendaya pekerjaan, preokupasi, mood depresif, berkurangnya
konsentrasi, mudah lelah dan terdapat kesedihan yang berkepanjangan sehingga
dapat disimpulkan bahwa pasien mengalami gangguan depresif berat.
B. Aksis II
Tidak ada
C. Aksis III
Tidak ada
D. Aksis IV
Masalah berkaitan dengan rasa kehilangan orang yang dicintai yaitu
meninggalnya nenek kandunnya yang tidak lama kemudian disusul oleh
meninggalnya omnya. Selain itu dipengaruhi juga dengan lingkungan pekerjaan
yakni keinginan untuk menyelesaikan pekerjaan dengan cepat, namun kadang
mudah lelah dan mulai gelisah apabila pekerjaan tersebut tidak selesai sesuai
denagn planningnya..
E. Aksis V
Gaf scale 80 – 71: Gejala sementara dan dapat diatasi, disabilitas ringan dalam
sosial, pekerjaan, sekolah dll.
VII. DAFTAR PROBLEM :
A. Organobiologik
Tidak ada
B. Psikologis
1. mudah menangis tanpa sebab
2. gelisah
3. sulit tidur dan mudah lelah
4. sulit berkonsentrasi
5. kadang-kadang malas dan mudah tersinggung
C. Sosial / lingkungan
Masalah berkaitan dengan rasa kehilangan orang yang dicintai yaitu
meninggalnya nenek kandunnya yang tidak lama kemudian disusul oleh
meninggalnya omnya. Selain itu dipengaruhi juga dengan lingkungan pekerjaan
yakni keinginan untuk menyelesaikan pekerjaan dengan cepat, namun kadang
mudah lelah dan mulai gelisah apabila pekerjaan tersebut tidak selesai sesuai
denagn planningnya..
VIII. PROGNOSIS
a. Kemungkinan prognosis baik dilihat dari umur pasien yang masih muda, tidak
ada keluarga sebelumnya yang mengalami (genetik), dilihat dari stressornya dan
respon dari keluarga atau dukungan dari keluarga.
b. Kemungkinan prognosis buruk depresi berat karena ditemukan adanya gejala
cemas pada pasien.

IX. RENCANA TERAPI :


A. Perencanaan Terapi Farmakologis
Kalsetin 10mg
Alprazolam 0,5 mg
Mfla. Pulv. Da in caps dtd no. XX
1-0-1
B. Perencanaan Terapi Supportif
a) Psikoterapi
 Pasien dimotivasi untuk tetap patuh untuk mengkonsumsi obat secara
rutin meskipun tidak diawasi.
 Pasien dapat menjalanicognitive-behavioral therapy.
 Edukasi tentang cara beradaptasi dengan stressnya.
b) Sosioterapi
 Edukasi kepada keluarga dan pasien mengenai gejala dan keadaan afektif
yang berbeda-beda agar keluarga dapat lebih siap menghadapi perubahan
yang akan terjadi dan memenuhi kebutuhan pasien.
 Keluarga harus mendukung pasien dalam proses pengobatan baik secara
psikologis maupun finansial seperti rutin mengajak berkomunikasi dengan
pasien sehingga pasien merasa diperhatikan dan tidak ditinggalkan begitu
saja.
X. FOLLOW UP:
Memantau keadaan umum pasien dan perkembangan penyakit serta menilai
efektifitas pengobatan yang diberikan dan kemungkinan munculnya efek samping
obat yang diberikan.

XI. PEMBAHASAN TINJAUAN PUSTAKA:


Learning Objective
1. Neurotransmiter apa saja yang berperan pada kasus?
Jawab : neurotransmiter adalah senyawa organik endogenus membawa sinyal di
antara neuron. Neurotransmiter terbungkus oleh vesikel sinapsis, sebelum dilepaskan
bertepatan dengan datangnya potensial aksi. Adapun neurotransmiter yang berperan
yaitu:
a. dopamin
Berbagai penelitian menunjukkan dopamin juga makin mendekatkan pada
kesimpulan bahwa neurotransmiter jenis ini mempengaruhi proses pengingatan.
Melalui mekanisme kompensasi yang di munculkan oleh dopamin, maka hubungan
zat kimia ini dalam proses belajar dan ingatan dapat terlihat jelas. Dopamin di
produksi pada inti-inti sel yang terletak dekat dengan sistem aktivasi retikuler.
Dopamin di bentuk dari asam amino tirosin, yang berfungsi membantu otak
mengatasi depresi, meningkatkan ingatan dan meningkatkan kewaspadaan mental.
Walaupun dopamin di produksi oleh otak, individu tetap membutuhkan asupan
tirosin yang cukup guna memproduksi dopamin
b. Serotonin (5ht)
Kelainan serotonin (5ht) berimplikasi terhadap beberapa jenis gangguan jiwa yang
mencakup ansietas, depresi, psikosis, migren, gangguan fungsi seksual, tidur,
kognitif, dan gangguan makan. Banyak tindakan dalam perawatan gangguan jiwa
adalah dengan jalan mempengaruhi sistem serotonin tersebut. Fungsi utama dari
serotonin (5ht) adalah dalam pengaturan tidur, persepsi nyeri, mengatur status
mood dan temperatur tubuh serta berperan dalam perilaku aggresi atau marah dan
libido
c. Norepinephrine
Norepinephrine memiliki konsentrasi tinggi di dalam locus ceruleus serta dalam
konsentrasi sekunder dalam hippocampus, amygdala, dan kortex cerebral. Selain
itu ditemukan juga dalam konsentrasi tinggi di saraf simpatis. Norepinephrine
dipindahkan dari celah synaptic dan kembali ke penyimpanan melalui proses
reuptake aktif. Fungsi utama adalah mengatur fungsi kesiagaan, pusat perhatian ,
paranoid dan orientasi; mengatur “fight-flight”dan proses pembelajaran dan
memory.
Adapun neurotransmiter yang berperan berdasarkan dari keluhan pasien yaitu:

serotonin dopamine norepinefrin

• Sulit tidur • Sulit • Pasien merasa


• Panik (jantung berkonsentarasi terbebani dengan
berdebar-debar) • Timbul rasa malas pakerjaannya
• Pasien sering • Mudah lelah
gelisah
• Mudah marah

2. Etiologi dan faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi pada kasus ini?
Jawab :
a. Faktor biologis
Data yang dilaporkan paling konsisten dengan hipotesis bahwa gangguan depresi
berat berhubungan dengan disregulasi heterogen pada amin biogenik (
norepinefrin dan serotonin ). Penurunan serotonin dapat mencetuskan depresi, dan
pada beberapa pasien yang bunuh diri memiliki konsentrasi metabolik serotonin di
dalam cairan serebrospinal yang rendah serta konsentrasi tempat ambilan
serotonin yang rendah di trombosit. Faktor neurokimia lain seperti adenilate
cyclase, phsphotidyl inositol, dan regulasi kalsium mungkin juga memiliki
relevansi penyebab. Penelitian anak pra pubertas dengan gangguan depresif berat
dan remaja-remaja dengan gangguan mood telah menemukan kelainan biologis.
Anak pra pubertas dalam suatu episode gangguan depresif berat mensekresikan
hormon pertumbuhan yang secara bermakna lebih banyak selama tidur
dibandingkan dengan anak normal dan anak dengan gangguan mental nondepresi.
b. Faktor genetika
Data genetik menyatakan bahwa sanak saudara derajat pertama dari pasien
gangguan depresi berat kemungkinan 1,5 – 2,5 kali lebih besar daripada sanak
saudara derajat pertama kontrol. Memiliki satu orang tua yang terdepresi
kemungkinan meningkatkan resiko dua kali untuk keturunan, memiliki kedua
orang tua terdepresi kemungkinan meningkatkan resiko empat kali bagi keturunan
untuk terkena gangguan depresi sebelum usia 18 tahun.
c. Faktor psikososial
Peristiwa kehidupan dan stess lingkungan, suatu pengalaman klinis yang telah
lama direplikasikan adalah bahwa peristiwa kehidupan yang menyebabkan stress
lebih sering mendahului episode pertama gangguan mood daripada episode
selanjutnya. Hubungan tersebut telah dilaporkan untuk gangguan depresi berat.
Data yang paling mendukung menyatakan bahwa peristiwa kehidupan paling
berhubungan dengan perkembangan depresi selanjutnya adalah kehilangan orang
tua sebelum usia 13 tahun. Stressor lingkungan yang paling berhubungan dengan
onset suatu episode depresi adalah kehilangan pasangan. Bebeapa artikel teoritik
mempermasalakan hubungan antara fungsi keluarga dan onset serta perjalanan
gangguan depresi berat. Selain itu, derajat psikopatologi di dalam keluarga
mungkin mempergaruhi kecepatan pemulihan, berkurangnya gejala, dan
penyesuaian pasien pasca pemulihan.
3. Efek apa saja yang dapat ditimbulkan apabila pasien tidak teratur dalam
minum obat?
Jawab : obat psikotropik adalah obat yang bekerja secara selektive pada sistem saraf
pusat (ssp) dan mempunyai efek utama terhadap aktivitas mental dan perilaku,
digunakan untuk terapi gangguan psikiatrik yang berpengaruh terhadap taraf
kualitashidup pasien.
kegagalan terapi obat anti-depresi pada umumnya disebabkan :
 Kepatuhan pasien menggunakan obat (compliance), yang dapat hilang oleh
karena adanya efek samping, perlu diberikan edukasi dan informasi.
 Pengaturan dosis obat belum adekuat
 Tidak cukup lama mempertahankan pada dois optimal
 Dalam menilai efek terpengaruh oleh pesepsi pasien yang tendensi negatif,
sehingga penilaian jadi bias.

Gejala putus obat/ withdrawal syndrome adalah gejala yang timbul ketika
seseorang menggunakan jangka panjang dan tiba-tiba menghentikan obatnya.
Gejala putus obat ini terjadi jika pemakaian obat dihentikan atau jika efek obat
dihalangi oleh suatu antagonis. Pecandu yang mengalami gejala putus obat akan
merasakan sakit dan dapat menunjukkan banyak gejala, seperti sakit kepala, diare atau
gemetar (tremor). Gejala putus obat dapat merupakan masalah yang seirus dan bahkan
bisa berakibat fatal. Obat tidak hanya mempunyai efek yang baik atau untuk terapi
akan tetapi obat juga akan menimbulkan efek samping atas
penggunaan obat tersebut. Efek samping obat ini bisa ringan (pusing, mual atau gatal)
dan bisa sangat berbahaya, merusak organ hati (hepatotoksik), merusak ginjal
(neprotoksik) atau berpotensi menimbulkan sel kancer (carcinogenic). Dokter akan
memilihkan obat dengan efek samping minimal yang aman bagi pasiennya.

4. Patofisiologi terjadinya gejala-gejala tersebut pada kasus ini?


Jawab : penyebab gangguan jiwa senantiasa dipikirkan dari sisi organobiologik,
sosiokultural dan psikoedukatif. Dari sisi biologik dikatakan adanya gangguan pada
neurotransmiter norefinefrin, serotonin dan dopamin. Ketidakseimbangan kimiawi
otak yang bertugas menjadi penerus komunikasi antar serabut saraf membuat tubuh
menerima komunikasi secara salah dalam pikiran, perasaan dan perilaku. Karena itu
pada terapi farmakologik maka terapinya adalah memperbaiki kerja neurotransmitter
norefinefrin, serotonine dan dopamin.
Mereka dengan rasa percaya diri rendah, senantiasa melihat dirinya dan dunia
luar dengan penilaian pesimistik. Jika mereka mengalami stres besar, mereka
cenderung akan mengalami gangguan depresif. Menurut freud, kehilangan obyek
cinta, seperti orang yang dicintai, pekerjaan tempatnya berdedikasi, hubungan relasi,
harta, sakit terminal, sakit kronis dan krisis dalam keluarga merupakan pemicu
episode gangguan depresif. Seringkali kombinasi faktor biologik, psikologik dan
lingkungan merupakan campuran yang membuat gangguan depresif muncul.
Gejala gejala gangguan depresif berbeda-beda dari satu orang ke orang
lainnya, dipengaruhi juga oleh beratnya gejala. Gangguan depresif mempengaruhi
pola pikir, perasaan dan perilaku seseorang serta kesehatan fisiknya. Gangguan
depresif tidak mempunyai simptom fisik yang sama dan pasti pada satu orang dan
bervariasi dari satu orang ke orang lain. Keluhan yang banyak ditampilkan adalah
sakit, nyeri bagian atau seluruh tubuh, keluhan pada sistem pencernaan. Kebanyakan
gejala dikarenakan mereka mengalami stres yang besar, kekuatiran dan kecemasan
terkait dengan gangguan depresifnya. Simptom dapat digolongkan dalam kelompok
terkait perubahan dalam cara pikir, perasaan dan perilaku.
• perubahan cara berpikir – terganggunya konsentrasi dan pengambilan keputusan
Membuat seseorang sulit mempertahankan memori jangka pendek, dan terkesan
sebagai sering lupa. Pikiran negatif sering menghinggapi pikiran mereka. Mereka
menjadi pesimis, percaya diri rendah, dihinggapi perasaan bersalah yang besar, dan
mengkritik diri sendiri. Beberapa orang merusak diri sendiri sampai melakukan
tindakan bunuh diri atau membunuh orang lain.
• perubahan perasaan – merasa sedih, murung, tanpa sebab jelas. Beberapa orang
merasa tak lagi dapat menikmati apa-apa yang dulu disenanginya, dan tak dapat
merasakan kesenangan apapun. Motivasi menurun dan menjadi tak peduli dengan
apapun. Perasaan seperti berada dibawah titik nadir, merasa lelah sepanjang waktu
tanpa bekerja sekalipun. Perasaan mudah tersinggung, mudah marah. Pada keadaan
ekstrim khas dengan perasaan tidak berdaya dan putus asa.
• perubahan perilaku – ini merupakan cerminan dari emosi negatif. Mereka menjadi
apatis. Menjadi sulit bergaul atau bertemu dengan orang, sehingga menarik diri dari
pergaulan. Nafsu makan berubah drastis, lebih banyak makan atau sulit
membangkitkan keinginan untuk makan. Seringkali juga sering menangis berlebihan
tanpa sebab jelas. Sering mengeluh tentang semua hal, marah dan mengamuk. Minat
seks sering menurun sampai hilang, tak lagi mengurus diri, termasuk mengurus hal
dasar seperti mandi, meninggalkan tanggung jawab dan kewajiban baik pekerjaan
maupun pribadi. Beberapa orang tak dapat tidur, beberapa tidur terus.
• perubahan kesehatan fisik – dengan emosi negatif seseorang merasa dirinya tidak
sehat fisik selama gangguan depresif. Kelelahan kronis menyebabkan ia lebih
senang berada di tempat tidur tak melakukan apapun, mungkin tidur banyak atau
tidak dapat tidur. Mereka terbaring atau gelisah bangun ditengah malam dan
menatap langit-langit. Keluhan sakit dibanyak bagian tubuh merupakan tanda khas
dari gangguan depresif. Gelisah dan tak dapat diam, mondar-mandir sering
menyertai. Gejala tersebut berjalan demikian lama, mulai dari beberapa minggu
sampai beberapa tahun, dimana perasaan, pikiran dan perilaku berjalan demikian
sepanjang waktu setiap hari.
Sumber : phrmaceutal care untuk penderita gangguan depresi, 2007
5. Bagaimana psikodinamik pada pasien ini?
Jawab : adapun perjalanan kehidupan pasien ini yaitu:

1-10 tahun 11-18 tahun 18-40 tahun


(fase oral,anal (fase laten) (fase genital)
dan phalik)
•ibu kandungnya •nenek yang merawatnya
• masih meninggal dunia
tinggal meninggal dunia
•ayah kandungnya •omnya meninggal dunia
dengan •banyak beban pekerjaan
menikah lagi
kedua •merasa bahwa
•tinggal dengan
orang tua nenek kandungnya keponakannya
merupakan tanggung
jawabnya.

Berdasarkan dari keterangan diatas dapat dilihat bahwa pasien sudah merasa
kehilangan objek dicintai pada fase laten dimana pada fase tersebut yang berperan
penting adalah kasih sayang dari ayah maupun ibu kandunnya. Sedangkan pada umur
40 tahun dia merasakan kembali kehilangan objek yang dicintai, dimana hal itu dapat
mengakibatkan terbangkitnya mekanisme pertahanan untuk mengatasi penderitaan
akibat kehilangan objek yang dicintai. Berdasarkan dari yang dikemukakan oleh
sigmund freud terdapat 4 hal yang dapat memicu terjadinya depresi yaitu :
d. Gangguan hubungan ibu – anak selama fase oral (10-18 bulan) menjadi faktro
untuk rentang terhadap episode depresi berulang
e. Depresi dapat dihubungkan dengan cinta yang nyata maupun fantasi kehilangan
objek
f. Introjeksi merupakan terbangkitnya mekanisme pertahanan untuk mengatasi
penderitaan akibat kehilangan objek cinta
g. Kehilangan objek cinta, diperlihatkan dalam bentuk campuran antara benci dan
cinta, serta perasaan marah yang diarahkan pada diri sendiri
6. Jelaskan bagaimana defens mekanisme?
Jawab : mekanisme pertahanan ego tersebut adalah sebagai berikut:
a. Pengalihan (displacement) ialah bentuk pertahanan diri yang meredakan
kecemasan dengan melampiaskan kecemasannya pada objek-objek lain yang tidak
mengancam kenyamanannya. Mekanisme ini biasanya dilakukan saat individu
tidak berani mengungkapkan kekesalan hatinya pada orang yang telah
membuatnya kesal karena beberapa hal, maka ia akan melampiaskan
kekesalannya pada benda atau orang yang dianggap tidak mengancam dirinya.
Misalnya ketika seorang anak dimarahi oleh ibunya, karena tidak berani melawan
ibunya dia kemudian memukul adiknya untuk melampiaskan kecemasannya.
b. Reaksi formasi (reaction formasi) ialah bentuk pertahanan diri yang berupaya
melakukan sesuatu yang bertolak-belakang apabila apa yang akan dilakukannya
itu menimbulkan kecemasan padadirinya. Mekanisme ini biasanya ditandai
dengan adanya sikap baik yang berlebihan pada orang yang dibenci atau ditakuti
agar si pelaku tidak merasa terancam. Misalkan seorang murid yang sangat benci
pada gurunya, namun guru itu sangat berpengaruh pada nilainya, maka ia akan
bersikap hormat secara berlebihan pada guru tersebut.
c. Proyeksi ialah bentuk pertahanan diri dengan cara menghadapi kecemasan yang
mengganggu dengan memutar-balikkan fakta seolah-olah yang bersalah adalah
orang lain, bukan dirinya. Misalnya ketika seorang murid yang mendapatkan nilai
buruk, ia mengatakan bahwa gurunya terlalu sentimen pada dirinya.
d. Denial ialah bentuk pertahanan diri yang menyangkal adanya ancaman eksternal
atau kejadian traumatis yang telah dialami. Individu yang melakukan mekanisme
ini biasanya tidak mau menerima kenyataan menyakitkan yang ia alami dan lebih
memilih mengkhayalkan hal-hal yang dirasa dapat meredakan kecemasannya.
Misalnya ketika seorang ibu yang tidak mau merubah tatanan kamar anaknya
yang sudah meninggal karena berharap anaknya bisa kembali lagi suatu hari nanti.
e. Regresi ialah bentuk pertahan diri yang berupaya mendapatkan kembali rasa
nyaman setelah ia merasa cemas karena kehilangan rasa nyaman itu dengan
melakukan kembali kebiasaan lama yang sudah tidak dilakukannya agar rasa
nyaman itu bisa kembali ia dapatkan. Misalkan seorang anak kecil yang sudah
bisa makan sendri kemudian memiliki seorang adik, karena merasa ibunya lebih
mempedulikan adiknya dia pun selalu minta disuapi ketika makan untuk menarik
perhatian ibunya.
f. Rasionalisasi ialah bentuk pertahanan diri dengan membuat-buat alasan untuk
memanipulasi fakta agar tindakan yang dilakukan itu masuk akal dan dapat
diterima. Kita membenarkan sebuah pikiran atau tindakan yang mengancam
dengan membujuk diri kita sendiri bahwa ada penjelasan yang rasional untuk
pikiran atau tindakan tersebut. Misalnya, ketika seorang anak diajak temannya
untuk bertanding bulu tangkis, dia menolak dengan alasan sedang tidak enak
badan, padahal sebenarnya dia takut kalah.
g. Represi (repression) ialah bentuk pertahanan diri yang berupaya membuang
impuls-impuls atau ingatan masa lalu yang tak diterima dan menimbulkan
kecemasan dalam kehidupan individu. Represi merupakan tindakan melupakan
secara tak sadar keberadaan sesuatu yang mengganggu kenyamanan individu.
Misalnyaketika seseorang mengalami kecelakaan dan mengalami trauma, untuk
meredakan kecemasan dari rasa trauma tersebut ia berusaha membuang ingatan-
ingatan tersebut ke alam tidak sadar, sehingga ia akan lupa dengan kejadian itu
dan bisa menjalani hidup tanpa rasa cemas lagi.
7. Apakah pasien ini dalam keadaan berkabung?
jawab : terdapat beberapa teori mengenai respon berduka terhadap kehilangan. Teori
yang dikemukan kubler-ross, 1969 mengenai tahapan berduka akibat kehilangan
berorientasi pada perilaku dan menyangkut lima tahap, yaitu sebagai berikut:

a. Fase penyangkalan (denial)


Reaksi pertama individu yang mengalami kehilangan adalah syok, tidak percaya,
atau mengingkari kenyataan bahwa kehilangan benar-benar terjadi. Sebagai
contoh, orang atau keluarga dari orang yang menerima diagnosis terminal akan
terus berupaya mencari informasi tambahan. Reaksi fisik yang terjadi pada tahap
ini adalah letih, lemah, pucat, mual, diare, gangguan pernapasan, detak jantung
cepat, menangis, gelisah, dan sering kali individu tidak tahu harus berbuat apa.
Reaksi ini dapat berlangsung beberapa menit hingga beberapa tahun.
b. Fase marah (anger)
Pada fase ini individu menolak kehilangan. Kemarahan yang timbul sering
diproyeksikan kepada orang lain atau dirinya sendiri. Orang yang mengalami
kehilangan juga tidak jarang menunjukkan perilaku agresif, berbicara kasar,
menyerang orang lain, menolak pengobatan, bahkan menuduh dokter atau perawat
tidak kompeten. Respon fisik yang sering terjadi, antara lain muka merah, deyut
nadi cepat, gelisah, susah tidur, tangan menggepal, dan seterusnya.
c. Fase tawar menawar (bargaining)
Pada fase ini terjadi penundaan kesadaran atas kenyataan terjadinya kehilangan
dan dapat mencoba untuk membuat kesepakatan secara halus atau terang-terangan
seolah kehilangan tersebut dapat dicegah. Individu mungkin berupaya untuk
melakukan tawar-menawar dengan memohon kemurahan tuhan.
d. Fase depresi (depression)
Pada fase ini pasien sering menunjukkan sikap menarik diri, kadang-kadang
bersikap sangat penurut, tidak mau berbicara menyatakan keputusasaan, rasa tidak
berharga, bahkan bisa muncul keinginan bunuh diri. Gejala fisik yang
ditunjukkan, antara lain, menolak makan, susah tidur, letih, turunnya dorongan
libido, dan lain-lain.
e. Fase penerimaan (acceptance) pada fase ini berkaitan dengan reorganisasi
perasaan kehilangan, pikiran yang selalu berpusat pada objek yang hilang mulai
berkurang atau hilang. Individu telah menerima kenyataan kehilangan yang
dialaminya dan mulai memandang kedepan. Gambaran tentang objek yang hilang
akan mulai dilepaskan secara bertahap. Perhatiannya akan beralih pada objek yang
baru. Apabila individu dapat memulai tahap tersebut dan menerima dengan
perasaan damai, maka dia dapat mengakhiri proses berduka serta dapat mengatasi
perasaan kehilangan secara tuntas. Kegagalan untuk masuk ke tahap penerimaan
akan mempengaruhi kemampuan individu tersebut dalam mengatasi perasaan
kehilangan selanjutnya.
pada pasien ini telah mengalami rasa berkabung dari pernyataan pasien yang
pertama kali saat mendengar neneknya meninggal merasa kehilangan karena
kedekatannya dan perasaan sudah seperti orangtuanya, namun pada saat pemeriksaan
pasien sudah pada tahap fase penerimaan di mana pasien sudah menyadari bahwa dia
sudah harus menerima hal tersebut.
8. Apa differensial diagnosis pada kasus?
Jawab :dalam menegakkan suatu gangguan depresi, diagnosis lain perlu dipikirkan,
seperti adanya gangguan organik, intoksikasi atau ketergantungan zat dan abstinensia,
distimia, siklotimia, gangguan kepribadian, berkabung dan gangguan penyesuaian.
Perubahan intrinsik yang berhubungan dengan epilepsy lobus temporalis dapat
menyerupai gangguan depresi, khususnya jika focus epileptic adalah sisi kanan.
Berkabung merupakan suatu respon normal yang hebat, dan menyakitkan karena
kehilangan, tetapi responsif terhadap dukungan dan empati dapat membuat berangsur
mereda / sembuh seiring berjalanya waktu. Berdasarkan dari gejala-gejala yang
ditunjukkan, adapun differensial diagnosis yaitu :
a. Gangguan depresi berat, hal itu dapat dilihat dari gejala yang deikeluhkan pasien
seperti mudah menangis, kurang konsentrasi, susah tidur, mudah lelah dan
kadang-kadang timbul adanya rasa malas, dimana berdsarkan dari pasien keluhan
tersebut muncul setelah nenek kandunnya meninggal dunia.
b. Gangguan panik
Karena pasien menunjukkan adanya gejala panik atau cemas yang secara tiba-tiba
dan berlangsung selama kurang lebih 20 menit yang sudah dia rasakan sudah
hampir tiga bulan dengan gejala jantung yang berdebar-debar,
c. Gangguan campuran anxietas dan depresi
Karena pasien menunjukkan adanya gejala anxietas dan depresi secara bersamaan.
Dimana pasien kadang-kadang menunjukkan gejala gelisah, kemudian
menunjukkan cemas dan sedih secara bergantian.

Berdasarkan dari gejala-gejala yang ditujunkkan pasien diagnosisnya yaitu gangguan


depresi berat, dimana berdasarkan dari diagnosis menurut DSM IV yaitu:
Lima atau lebih gejala di bawah telah ada selama periode waktu 2 minggu dan
menunjukkan perubahan fungsi sebelumnya; setidaknya satu gejalanya adalah mood
menurun atau (2) kehilangan minat atau kesenangan . Catatan: jangan memasukkan gejala
yang jelas-jelas disebabkan kondisi medis umum, atau waham atau halusinasi yang tidak
kongruen-mood
a. Mood menurun hampir sepanjang hari, hampir setiap hari, seperti yang ditunjukkan
baik melalui laporan subjektif (cth., perasaan sedih atau kosong) atau pengamatan
orang lain (cth., tampak bersedih). Catatan: pada anak dan remaja, bisa berupa mood
iritabel.
b. menurunnya minat atau kesenangan yang nyata pada semua, atau hampir semua
aktivitas hampir sepanjang hari, hampir setiap hari (seperti yang ditunjukkan laporan
subjektif atau pengamatan orang lain)
c. Penurunan berat badan yang bermakna walaupun tidak diet atau berat badan
bertambah (cth, perubahan lebih dari 5% berat badan dalam sebulan), atau menurun
maupun meningkatnya nafsu makan hampir setiap hari catatan: pada anak,
pertimbangkan adanya kegagalan mencapai berat badan yang diharapkan.
d. insomnia atau hipersomnia hampir setiap hari
e. Agitasi atau retardasi psikomotor hampir setiap hari (dapat diamati orang lain, tidak
hanya perasaan subjektif adanya kegelisahan atau menjadi lebih lamban)
f. Lelah atau hilang energi hampir setiap hari (7) perasaan tidak berarti atau rasa
bersalah yang tidak sesuai atau berlebihan (yang dapat menyerupai waham) hampir
setiap hari (tidak hanya menyalahkan diri atau rasa bersalah karena sakit)
g. Menurunnya kemampuan berpikir atau berkonsentrasi atau keragu-raguan hampir
setiap hari (baik laporan subjektif atau diamati orang lain)
h. Pikiran berulang mengenai kematian (bukan hanya rasa takut mati), gagasan bunuh
diri berulang tanpa suatu rencana yang spesifik, atau upaya bunuh diri atau suatu
rencana spesifik untuk melakukan bunuh diri.
Berdasarkan dari penjelasan diatas dapat dilihat bahwa gejala pasien sudah memenuhi
kriteria diagnosis depresi berat berdsarka DSM IV. Pasien tidak didiagnosis gangguan
panik walaupu pasien memiliki keluhan adanya panik yang dirasakan karena dari
keluhannya belum memenuhi dari diagnosis gangguan panik berdasarkan DSM IV yaitu :
Suatu periode tertentu adanya rasa takut atau ketidaknyamanan yang intens, dengan tiba-
tiba timbul 4 atau lebih gejala berikut dan mencapai puncaknya dalam 10 menit :
1. Palpitasi, jantung berdebar kuat, atau denyut jantung meningkat.
2. Berkeringat.
3. Gemetar
4. Rasa nafas sesak atau tercekik
5. Rasa tersedak
6. Nyeri dada atau perasaan tidak nyaman
7. Mual atau gangguan perut
8. Perasaan pusing, tidak stabil, kepala rasa ringan, atau pingsang.
9. Derealisasi (perasaan tidak nyata) atau depersonalisasi (bukan merasa diri sendiri).
10. Rasa takut kehilangan kendali atau menjadi gila
11. Rasa takut mati.
12. Parestesia (mati rasa atau sensasi geli)
13. Menggigil atau rona merah di wajah
Selain itu pasien tidak didiagnosis dengan gangguan depresi anxietas campuran karen
kriteria depresi dari keluhan pasien lebih dominan dan kriterianya sudah memenuhi
gangguan depresi berat.
adapun diagnosis berdasarkan multiaksial yaitu :

DAFTAR PUSTAKA

Elvira Sd, Hadisukanto G, 2010, Buku Ajar Psikiatri, Badan Penrbit FKUI: Jakarta
Guyton And Hall,2012 . Fisiologi Kedokteran EGC ; Jakarta
Kaplan Dan Sadock. 2010. Buku Ajar Psikiatri Klinis. Ed 2. Egc:Jakarta
Kubler-Ross, E. (2009). On Death And Dying. Oxon: Routledge.
Permatasari, E. B. 2016. Mekanisme Pertahanan Ego Tokoh Utama(Teori
Psikoanalisis Sigmund Freud). Jurnal Universitas Surabaya. Viewed 06
Desember 2017. From(File:///C:/Users/Acer/Downloads/17768-21815-1-
Pb.Pdf).
Rusdi Maslim. 2014. Panduan Praktis Pengguanaan Klinis Obat Psikotropik
(Physcotopik Medication)
Subu, Arsyad. 2008. Anatomi Otak Dan Neurophysio-Psychology Dan Gangguan
Jiwa. Yogyakarta : Nuha Medika

Anda mungkin juga menyukai