Anda di halaman 1dari 42

Shofa Aji Setyoko

N 111 16 034

PEMBIMBING :
dr. Abd. Faris, Sp.OG (K)
PENDAHULUAN
• Eklampsia dianggap sebagai komplikasi preeklamsia berat, umumnya
didefinisikan sebagai onset baru dari aktivitas kejang tonik-klonik (grand
mal seizure) yang dapat disertai dengan koma selama kehamilan atau
setelah melahirkan pada wanita yang sebelumnya telah memiliki tanda-
tanda atau gejala preeklampsia.
• Eklampsia sangat erat kaitannya dengan preeklampsia baik ringan maupun
berat karena eklampsia merupakan komplikasi dari preeklampsia.
• Preeklamsia itu sendiri adalah kelainan dari fungsi endotel vaskular dan
vasospasme yang luas yang terjadi setelah kehamilan 20 minggu dan
dapat berlangsung hingga 4-6 minggu masa nifas.
DEFINISI
• Eklampsia merupakan keadaan dimana ditemukan serangan kejang tiba-
tiba yang dapat disusul dengan koma pada wanita hamil, persalinan atau
masa nifas yang menunjukan gejala preeklampsia sebelumnya. Kejang
disini bersifat grand mal dan bukan diakibatkan oleh kelainan neurologis.
• Istilah eklampsia berasal dari bahasa Yunani yang berarti halilintar. Kata-
kata tersebut dipergunakan karena seolah-olah gejala eklampsia timbul
dengan tiba-tiba tanpa didahului tanda-tanda lain.
• Eklampsia dibedakan menjadi eklampsia gravidarum (antepartum),
eklampsia partuirentum (intrapartum), dan eklampsia puerperale
(postpartum), berdasarkan saat timbulnya serangan.
Sesuai dengan batasan dari National Institutes of Health (NIH)
Working Group on Blood Pressure in Pregnancy preeklampsia adalah timbulnya
hipertensi disertai dengan proteinuria pada usia kehamilan lebih dari 20
minggu atau segera setelah persalinan. Saat ini edema pada wanita hamil
dianggap sebagai hal yang biasa dan tidak spesifik dalam diagnosis
preeklampsia.

Hipertensi didefinisikan sebagai peningkatan tekanan darah sistolik ≥


140 mmHg atau tekanan diastolik ≥ 90 mmHg. Proteinuria adalah adanya
protein dalam urin dalam jumlah ≥300 mg/dl dalam urin tampung 24 jam atau
≥ 30 mg/dl dari urin acak tengah yang tidak menunjukkan tanda-tanda infeksi
saluran kencing.
ETIOLOGI
• Primigravida atau nulipara
• Multigravida dengan kondisi klinis:
– Kehamilan ganda dan hidrops fetalis.
– Penyakit vaskuler
– Penyakit-penyakit ginjal.
• Hiperplasentosis Molahidatidosa, kehamilan ganda, hidrops fetalis, bayi besar,
diabetes mellitus.
• Riwayat keluarga pernah pre-eklamsia atau eklamsia.
• Obesitas dan hidramnion.
• Gizi yang kurang dan anemi.
• Kasus-kasus dengan kadar asam urat yang tinggi, defisiensi kalsium, defisiensi
asam lemak tidak jenuh, kurang antioksidans.
GEJALA KLINIS
Preeklampsia dibagi menjadi ringan dan berat.
Penyakit digolongkan berat bila ada satu atau lebih tanda dibawah ini :
• Tekanan sistolik 160 mmHg atau lebih, atau tekanan diastolik 110 mmHg
atau lebih.
• Proteinuria 5 gr atau lebih dalam24 jam; 3+ atau 4+ pada pemetiksaan
kualitatif
• Oliguria, diuresis 400 ml atau kurang dalam 24 jam
• Keluhan serebral, gangguan penglihatan atau nyeri di daerah epigastrium
• Edema paru atau sianosis.
• Pada umumnya serangan kejang didahului dengan memburuknya preeklampsia dan
terjadinya gejala-gejala nyeri kepala di daerah frontal, gangguan penglihatan, mual
keras, nyeri di daerah epigastrium, dan hiperrefleksia.
• Tanpa memandang waktu dari onset kejang, gerakan kejang biasanya dimulai dari
daerah mulut sebagai bentuk kejang di daerah wajah. Lidah penderita dapat tergigit
oleh karena kejang otot-otot rahang.
• Setelah kejang, diafragma menjadi kaku dan pernapasan berhenti. Apabila tidak
ditangani dengan baik, kejang pertama ini akan diikuti dengan kejang-kejang
berikutnya yang bervariasi dari kejang yang ringan sampai kejang yang berkelanjutan
yang disebut status epileptikus. Setelah kejang berhenti, penderita mengalami koma
selama beberapa saat. Lamanya koma setelah kejang eklampsia bervariasi.
FAKTOR RESIKO
• Usia
• Nulipara
• Kehamilan pertama
• Jarak antarkehamilan
• Riwayat preklamsia eklamsia sebelumnya
• Riwayat keluarga penderita eklamsia preeklamsia
• Donor oosit, donor sperma dan donor embri
• Multipara
PATOFISIOLOGI
Genetik
• Bukti yang mendukung berperannya faktor genetik pada kejadian
preeklampsia dan eklampsia adalah peningkatan Human Leukocyte
Antigene (HLA) pada penderita preeklampsia. Beberapa peneliti
melaporkan hubungan antara histokompatibilitas antigen HLA- DR4 dan
proteinuri hipertensi. Diduga ibu-ibu dengan HLA haplotipe A 23/29, B 44
dan DR 7 memiliki resiko lebih tinggi terhadap perkembangan
preeklampsia eklampsia dan intra uterin growth restricted (IUGR) daripada
ibu-ibu tanpa haplotipe tersebut.
Iskemia Plasenta
• Pada kehamilan normal, proliferasi trofoblas akan menginvasi desidua dan
miometrium dalam dua tahap. Pertama, sel-sel trofoblas endovaskuler
menginvasi arteri spiralis yaitu dengan mengganti endotel, merusak
jaringan elastis pada tunika media dan jaringan otot polos dinding arteri
serta mengganti dinding arteri dengan material fibrinoid. Proses ini selesai
pada akhir trimester I dan pada masa ini proses tersebut telah sampai
pada deciduomyometrial junction.
• Pada preeklampsia, proses plasentasi tersebut tidak berjalan sebagaimana
mestinya disebabkan oleh dua hal, yaitu : (1) tidak semua arteri spiralis
mengalami invasi oleh sel-sel trofoblas; (2) pada arteri spiralis yang
mengalami invasi, terjadi tahap pertama invasi sel trofoblas secara normal
tetapi invasi tahap kedua tidak berlangsung sehingga bagian arteri spiralis
yang berada dalam miometrium tetapi mempunyai dinding muskulo-
elastis yang reaktif yang berarti masih terdapat resistensi vaskuler.
Prostasiklin-tromboksan
• Prostasiklin merupakan suatu prostaglandin yang dihasilkan di sel endotel
yang berasal dari asam arakidonat di mana dalam pembuatannya dikatalisis
oleh enzim sikooksigenase. Prostasiklin akan meningkatkan cAMP
intraselular pada sel otot polos dan trombosit dan memiliki efek vasodilator
dan anti agregasi trombosit.
• Tromboksan A2 dihasilkan oleh trombosit, berasal dari asam arakidonat
dengan bantuan enzim siklooksigenase. Tromboksan memiliki efek
vasikonstriktor dan agregasi trombosit prostasiklin dan tromboksan A2
mempunyai efek yang berlawanan dalam mekanisme yang mengatur
interaksi antara trombosit dan dinding pembuluh darah.
• Pada kehamilan normal terjadi kenaikan prostasiklin oleh jaringan ibu,
plasenta dan janin. Sedangkan pada preeklampsia terjadi penurunan
produksi prostasiklin dan kenaikan tromboksan A2 sehingga terjadi
peningkatan rasio tromboksan A2 : prostasiklin.
• Pada preeklampsia terjadi kerusakan sel endotel akan mengakibatkan
menurunnya produksi prostasiklin karena endotel merupakan tempat
pembentuknya prostasiklin dan meningkatnya produksi tromboksan sebagai
kompensasi tubuh terhadap kerusakan endotel tersebut. Preeklampsia
berhubungan dengan adanya vasospasme dan aktivasi sistem koagulasi
hemostasis. Perubahan aktivitas tromboksan memegang peranan sentral
pada proses ini di mana hal ini sangat berhubungan dengan
ketidakseimbangan antara tromboksan dan prostasiklin.
PENATALAKSANAAN
Tujuan Terapi Eklampsia :
• Menghentikan berulangnya serangan kejang
• Menurunkan tensi, dengan vasosporus.
• Menawarkan hasmokonsentrasi dan memperbaiki diveres dengan pemberian glucose
5%-10%.
• Mengusahakan supaya O2 cukup dengan mempertahankan kebebasan jalan nafas.

Penanganan Kejang :
• Beri obat anti konvulsan
• Perlengkapan untuk penanganan kejang (jalan nafas, sedeka, sedotan, masker O2 dan tabung
O2 ).
• Lindungi pasien dari trauma.
• Aspirasi mulut dan tonggorokkan.
• Baringkan pasien pada posisi kiri, trendelenburg untuk mengurangi resiko aspirasi.
• Beri oksigen 4-6 liter / menit.
Penanganan Umum
• Jika tekanan diastolik > 110 mmHg, berikan hipertensi sampai tekanan
diastolik diantara 90-100 mmHg.
• Pasang infuse RL dengan jarum besar (18 gauge atau lebih).
• Ukur keseimbangan cairan jangan sampai terjadi overload.
• Kateterisasi urine untuk mengeluarkan volume dan proteinuri.
• Jika jumlah urine kurang dari 30 ml / jam.
• Infus cairan dipertahankan 1 1/8 ml/jam
• Pantau kemungkinan oedema paru.
• Jangan tinggalkan pasien sendirian. Kejang disertai aspirasi dapat
mengakibatkan kematian ibu dan janin.
• Observasi tanda-tanda vital, refleks dan denyut jantung setiap jam
• Auskultasi paru untuk mencari tanda-tanda oedema paru. Jika ada oedema
paru hentikan pemberian cairan dan berikan diuretik
• Nilai pembekuan darah dengan uji pembekuan beadside
• Pemberian antikejang dengan dosis awal : beri MgSO4 (4 gram) per IV
sebagai larutan 20%, selama 5 menit.
• Dosis pemeliharaan : MgSO4 (50%) 5 gr setiap 4 jam kemudian dilanjutkan
sampai 24 jam pasca persalinan atau kejang terakhir.
• Sebelum pemberian MgSO4 periksa : frekuensi pernafasan minimal 16x
/menit. Refleks Patella (+), urin minimal 30 ml/jam dalam 4 jam terakhir.
• Stop pemberian MgSO4, jika : frekuensi pernafasan < 16x/menit.
• Siapkan antidotum jika terjadi henti nafas, Bantu dengan ventilator. Beri
kalsium glukonas 2 gr (20 ml dalam larutan 10%) IV perlahan lahan sampai
pernafasan mulai lagi.
LAPORAN KASUS
Tanggal Pemeriksaan : 13 November 2017
Jam : 13.00 WITA
Ruangan : Merak RSU Anutapura Palu

IDENTITAS
• Nama : Ny. M Nama suami : Tn. A
• Umur : 20 tahun Umur : 25 Tahun
• Alamat : Jl. Malonda Alamat : Jl. Malonda
• Pekerjaan : IRT Pekerjaan : Wiraswasta
• Agama : Islam Agama : Islam
• Pendidikan : SMA Pendidikan : SMA
ANAMNESIS
P1A0
Menarche : ± 13 tahun
Perkawinan : 1 tahun

– Keluhan Utama :
Keluar darah dari jalan lahir

– Riwayat Penyakit Sekarang :


Pasien masuk IGD Kebidanan diantar oleh keluarganya dengan keluhan keluar
darah dari jalan lahir yang dirasakan sejak kemarin malam, bergumpal (+), warna
merah kecoklatan (+). Keluhan disertai pusing (+), sakit kepala (-), mual (-), muntah (-
). Pasien mengeluh sakit pada bekas luka operasi SC yang masih basah. BAB biasa
dan BAK lancar.
ANAMNESIS
– Riwayat Penyakit Dahulu : Riwayat Menstruasi :
Pasien belum pernah mengalami kejang Menarche : 13 tahun
sebelum hamil ataupun selama masa hamil. Siklus : 28 hari
Sedangkan peningkatan tekanan darah baru Lama haid : 5-6 hari
terjadi pada pasien selama hamil, dan Banyak : 1-2 x ganti
sebelum hamil tidak pernah. Riwayat pembalut
hipertensi (-). Riwayat kejang (-). Riwayat Perkawinan
Menikah 1 kali, usia pernikahan dengan
– Riwayat Penyakit Keluarga : suami sekarang ± 1 tahun.
• riwayat asma (-)
• diabetes melitus (-) Riwayat Kehamilan dan Kelahiran:
• penyakit jantung (-) P1A0
• hipertensi (-) Anak pertama lahir secara sectio
• hepatitis (-) caesarea di RS Samaritan tahun 2017
ANAMNESIS
Riwayat Kontrasepsi (Keluarga Berencana)
(-) Pil KB (-) Suntik KB 3 bulanan (-) IUD
(-) Susuk KB (-) Lain-lain

Riwayat Operasi : Ya, sekitar 18 hari yang lalu operasi


SC di RS Samaritan

Kebiasaan Hidup :
Merokok (-), Alkohol (-), minum obat & jamu (-)
PEMERIKSAAN FISIK
KU : Lemah
Kesadaran : Kompos mentis
BB : 43 Kg
TB : 155 cm
Tek. Darah : 100/70 mmHg
Nadi : 88 x/menit
Respirasi : 20 x/menit
Suhu : 37,0 ºC

Kepala – Leher :
Konjungtiva anemis (+/+), sklera ikterus (-/-), edema palpebra (-/-),
pembesaran KGB (-), pembesaran kelenjar tiroid (-). Mata cekung (-)
PEMERIKSAAN FISIK
Thorax :
I : Pergerakan thoraks simetris, retraksi (-), sikatrik (-)
P : Nyeri tekan (-), massa tumor (-)
P : Sonor pada kedua lapang paru, pekak pada jantung, batas paru-hepar SIC
VII linea mid-clavicula dextra, batas jantung dalam batas normal.
A : Bunyi pernapasan vesikular +/+, rhonki -/-, wheezing -/-. Bunyi jantung I/II
murni reguler

Abdomen :
I : Tampak cembung
A : Peristaltik (+) kesan normal
P : Timpani
P : Nyeri tekan (+) regio suprapubik
Pemeriksaan Luar
STATUS OBSTETRI
Inspeksi : sikatrik (-), tanda radang (-), dinding perut datar, linea nigra (-) striae
gravidarum (-) perdarahan flek-flek (+)
Palpasi : TFU tidak teraba
Inspekulo : vulva uretra dan vagina tidak ada kelainan permukaan portio licin, erosi (-),
massa (-), ostium uteri externa tertutup, fluksus (+)

Pemeriksaan Dalam
Fluksus : (+)
Flour albus : (-)
Vulva uretra vagina : tidak ada kelainan, dinding vagina licin
Portio : lunak, ostium uteri externa tertutup, nyeri tekan (-) penipisan (-)
Corpus uteri : teraba massa (-)
Cavum douglas : tidak menonjol
Adneksa parametrium :
kanan : tidak teraba massa
kiri : tidak teraba massa
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Darah lengkap :
• WBC : 33,2 x 103/mm3
• HGB : 5,6 gr/dL
• HCT : 18,8 %
• PLT : 822 x 103/mm3
• RBC : 2,80 x 106/mm3
• HbSAg : non reaktif
RESUME
• Pasien perempuan 20 tahun dengan P1A0 masuk dengan keluhan keluar
darah dari jalan lahir yang dirasakan sejak kemarin malam, bergumpal (+),
warna merah kecoklatan (+). Keluhan disertai pusing (+), sakit kepala (-),
mual (-), muntah (-). Pasien mengeluh sakit pada bekas luka operasi SC
yang masih basah. BAB biasa dan BAK lancar.
• Berdasarkan pemeriksaan fisik didapatkan TD : 100/70 mmHg, Nadi: 88
x/menit, suhu 37,0 oC dan respirasi 20 x/menit. Pemeriksaan abdomen
ditemukan luka operasi masih basah terdapat nyeri tekan. Pemeriksaan
ginekologi didapatkan masih dalam batas normal dan tidak ditemukan
kelainan.
• Pada pemeriksaan laboratorium didapatkan WBC 33,2 x 103/mm3, HGB 5,6
gr/dL, PLT 822 x 103/mm3, RBC 2,80 x 106/mm3, HbSAg: non reaktif.
DIAGNOSIS
P1A0 Post SC Hari ke 18 + Dehisensi +
Perdarahan Post Partum ec Subinvolusi Uteri +
Anemia
PENATALAKSANAAN
– Pasang O2 2 lpm
– Pasang IVFD RL guyur 2 kolf
– IVFD RL + Adona 1 amp + Asam tranexamat 1 amp +
Vit K 1 amp
– Pasang kateter
– Norelut 3x1
– Drips oxytosin /amp dalam 1 kolf RL 500 cc
– Rencanakan Laparotomi + Kuretase Intrabdominal
Laporan Operasi :
• Pasien dibaringkan dalam posisi supinasi dalam pengaruh anatesi spinal
• Desinfeksi area operasi dan sekitarnya, pasang duk steril
• Insisi abdomen dengan metode pfannanstiel secara lapis demi lapis menembus rongga perut secara tajam dan tumpul, kontrol
perdarahan
• Eksplorasi rongga perut, tampak perlengketan antara peritoneum-omentum-uterus daerah segmen bawah rahim. Dilakukan
pembebasan perlengketan secara tajam dan tumpul menembus rongga perut, tampak pus bercampur darah, kontrol perdarahan
• Bilas rongga perut dengan NaCl 0,9%, kontrol perdarahan
• Eksplorasi daeerah segmen bawah rahim dibebaskan perlengketan secara tajam dan tumpul menembus rongga rahim, dikeluarkan
bekuan darah sekitar 100 cc, tampak perdarahan tidak aktif
• Jepit tepi uterus dengan koher, dilakukan kuretase hingga yakin bersih, bersihkan rongga uterus dengan kassa+betadine, kontrol
perdarahan
• Jahit uterus dengan safyl 1 lapis demi lapis, kontrol perdarahan
• Eksplorasi rongga perut, tampak pus di ovarium kanan dilakukan pembilasan NaCl 0,9%. Kontrol perdarahan
• Eksplorasi rongga perut kembali dilakukan pembilasan NaCl 0,9%, kontrol perdarahan, dipasang drain sebelah kanan
• Jahit peritoneum dengan 4 koher di sisi jahit peritoneum dengan safyl 1, kontrol perdarahan
• Jahit otot dengan benang safyl 1, kontrol perdarahan
• Jahit facia dengan benang safyl 1, jahit lapisan lemak dengan benang safyl 0, kontrol perdarahan
• Jahit kulit dengan benang safyl 3/0
• Bersihkan lapangan operasi, kemudian tutup luka dengan kasa steril dan betadine
• Vagina Toilet
• Pasang tampon gulung intrauterusvagina
• Operasi selesai
PENATALAKSANAAN POST OPERATIF
• IVFD RL 28 TPM
• Inj. Ceftriaxone 1 gr/12 jam/ IV
• Drips. Metronidazole /12 jam/IV
• Inj. Ondansentron 1amp/8 jam/IV
• Inj. Ranitidin 1amp/8 jam/IV
• Inj. Ketorolac 1amp/8 jam /IV
• Inj. Asam traneksamat 1amp/8 jam/IV
• Drips Oxytosin 2 amp dalam RL 500 cc, habiskan dalam 2 kolf
• Cek Hb 2 jam post op. Jika Hb < 8 gr/dl lakukan transfusi 2 WB
• Inj. Gentamisin 1 amp/8jam/IV
• Obs. KU dan TTV, Produksi Urin, balance cairan
FOLLOW UP
A : P1A0 Post SC hari ke 19 + HPP ec Subinvolusi
14 November 2017
Uteri + Endometritis + Adhesiolisis Peritoneum-Omentum-
Uterus + Anemia + Abses Tuba Ovarial Dextra
S : Nyeri luka operasi (+),
P :
Perdarahan Per Vaginam (+) minimal, mual (-),
IVFD RL 28 Tpm
muntah (-), pusing (-), sakit kepala (-), flatus (+),
Inj. Ceftriaxone 1 gr/12 jam/ IV
BAB (-), BAK (+)
Drips. Metronidazole /12 jam/IV
Inj. Ondansentron 1amp/8 jam/IV
O : Keadaan Umum : lemah
Inj. Ranitidin 1amp/8 jam/IV
Konjungtiva : anemis (+/+)
Inj. Ketorolac 1amp/8 jam /IV
TD : 105/85 mmHg
Inj. Asam traneksamat 1amp/8 jam/IV
N : 114x/menit
Inj. Gentamisin 1 amp/8jam/IV
R : 19 x/menit
Inj. Dexamethasone 1 amp/12jam
S : 36,6ºC
Inj. Lasix 1 amp/24jam
ASI (+/+), kontraksi (+), lokia (+)
Dulcolax supp.
Hasil Laboratorium (14-11-2017) :
Obs. KU dan TTV, Produksi Urin, balance cairan
RBC : 2,17 x 106/mm3
Mobilisasi bertahap
HGB : 6,7 g/dl
Diet bubur + ekstra putih telur
WBC : 24,7 x 103/mm3
Transfusi 4 kantong PRC
PLT : 142 x 103/mm3
FOLLOW UP
15 November 2017 A : P1A0 Post SC hari ke 20 + Post
Kuretase Intra Abdominal hari ke 2 + Adhesiolisis
S : Nyeri luka operasi Peritoneum-Omentum-Uterus + Anemia + Abses
(+), Perdarahan Per Vaginam (+) minimal, Tuba Ovarial Dextra
mual (-), muntah (-), pusing (-), sakit kepala
(-), BAB (+), BAK (+) P :
IVFD RL 28 Tpm + Farbion 1 amp
O : Keadaan Umum : lemah Inj. Ceftriaxone 1 gr/12 jam/ IV
Konjungtiva : anemis (+/+) Metronidazole 3x500mg
TD : 140/100 mmHg Inj. Gentamisin 1 amp/8jam/IV
N : 84 x/menit Meloxicam 2x7,5mg
R : 20 x/menit Channa 3x1 caps
S : 36,6ºC Ondasentron 1amp/12jam/IV
ASI (+/+), kontraksi (+), lokia (+) Metilergotamin 3x1 tab
Dulcolax supp II
Mobilisasi bertahap
Diet bubur + ekstra putih telur
Transfusi 2 kantong PRC
FOLLOW UP
16 November 2017 A : P1A0 Post SC hari ke 21 + Post
Kuretase Intra Abdominal hari ke 3 +
S : Nyeri luka operasi Adhesiolisis Peritoneum-Omentum-Uterus +
(+), Perdarahan Per Vaginam (+) minimal, Anemia + Abses Tuba Ovarial Dextra
mual (-), muntah (-), pusing (-), sakit kepala
(-), BAB (+), BAK (+) P :
Cefixime 2x100mg
O : Keadaan Umum : lemah Metronidazole 3x500mg
Konjungtiva : anemis (-/-) Meloxicam 2x7,5mg
TD : 140/100 mmHg Channa 3x1 caps
N : 84 x/menit Metilergotamin 3x1 tab
R : 20 x/menit Dulcolax supp II
S : 36,6ºC Mobilisasi bertahap
ASI (+/+), kontraksi (+), lokia (+) Diet bubur + ekstra putih telur
Aff kateter
17 November 2017
FOLLOW UP
S : Kejang sejak subuh sebanyak 5x,
A : P1A0 Post SC hari ke 22 + Post Kuretase Intra
demam (+), nyeri luka operasi (+), Perdarahan Per Vaginam
(+) minimal, mual (-), muntah (-), pusing (-), sakit kepala (-), Abdominal hari ke 4 + Adhesiolisis Peritoneum-Omentum-
BAB (+), BAK (+) Uterus + Anemia + Abses Tuba Ovarial Dextra
O : Keadaan Umum : lemah, GCS : E3M4V3.
pasien dipindah ke ICU P :
Konjungtiva : anemis (+/+) IVFD RL + phenitoin drips
TD : 106/79 mmHg Inj. Ceftriaxone 1 gr/12jam/IV
N : 87 x/menit Inj. Gentamisin /8jam/IV
R : 20 x/menit Drips Metronidazole 1amp/8jam/IV
S : 38,7ºC Inj. Asam tranexamat 1amp/8jam/IV
ASI (+/+), kontraksi (+), lokia (+) Inj. Ketorolac 1 amp/8jam/IV
Hasil Laboratorium (17-11-2017) : Inj. Ranitidin 1 amp/8jam/IV
RBC : 5,05 x 106/mm3
Drips piracetam 1amp/8jam/IV
HGB : 14,8 g/dl
Obs kejang, TTV
WBC : 34,1 x 103/mm3
PLT : 338 x 103/mm3
Ureum : 13 mg/dl Advice Neurologi (General Seizure) :
Kreatinin : 0,45 mg/dl Phenitoin 2 amp dalam NaCl 0,9% 100cc/12jam
Kalium : 3,24 mmol/L
Natrium : 138 mmol/L
Clorida : 90 mmol/L
Kalsium : 1,08 mmol/L
FOLLOW UP
18 November 2017
A : P1A0 Post SC hari ke 23 + Post
S : Kejang (-), demam (-), nyeri Kuretase Intra Abdominal hari ke 5 +
luka operasi (+), Perdarahan Per Vaginam (+) Eklamsia Post Partum
minimal, mual (-), muntah (-), pusing (-), sakit
kepala (-), BAB (+), BAK (+) P :
IVFD RL 20 tpm
O : Keadaan Umum : lemah Inj. Ceftriaxone 1 gr/12jam/IV
Konjungtiva : anemis (-/-) Inj. Gentamisin /8jam/IV
TD : 116/74 mmHg Drips Metronidazole 1amp/8jam/IV
N : 73 x/menit Drips paracetamol/8jam/kp
R : 20 x/menit Piracetam 2x800mg
S : 37,0ºC Meloxicam 2x7,5mg
ASI (+/+), kontraksi (+), lokia (+) Diazepam 2x5mg
Hasil Laboratorium (17-11-2017) : Channa 3x1
RBC : 4,20 x 106/mm3 Neurodex 2x1
HGB : 12,4 g/dl Obs kejang, TTV
WBC : 17,5 x 103/mm3
PLT : 414 x 103/mm3
FOLLOW UP
19 November 2017
A : P1A0 Post SC hari ke 24 + Post
S : Kejang (-), demam (-), nyeri
Kuretase Intra Abdominal hari ke 6 +
luka operasi (+), Perdarahan Per Vaginam (+)
Eklamsia Post Partum
minimal, mual (-), muntah (-), pusing (-), sakit
kepala (-), BAB (+), BAK (+)
P :
Aff infus
O : Keadaan Umum : lemah
Cefixime 2x100mg
Konjungtiva : anemis (-/-)
Metronidazole 3x500mg
TD : 120/90 mmHg
Piracetam 2x800mg
N : 82 x/menit
Diazepam 2x5mg
R : 18 x/menit
Neurodex 2x1
S : 36,8ºC
ASI (+/+), kontraksi (+), lokia (+)
PEMBAHASAN
• Eklampsia, yang dianggap sebagai komplikasi preeklamsia berat, umumnya
didefinisikan sebagai onset baru dari aktivitas kejang tonik-klonik (grand mal
seizure) yang dapat disertai dengan koma selama kehamilan atau setelah
melahirkan pada wanita yang sebelumnya telah memiliki tanda-tanda atau
gejala preeklampsia.
• Eklampsia sangat erat kaitannya dengan preeklampsia baik ringan maupun
berat karena eklampsia merupakan komplikasi dari preeklampsia.
Preeklamsia itu sendiri adalah kelainan dari fungsi endotel vaskular dan
vasospasme yang luas yang terjadi setelah kehamilan 20 minggu dan dapat
berlangsung hingga 4-6 minggu masa nifas.
• Eklampsia merupakan keadaan dimana ditemukan serangan kejang tiba- tiba yang
dapat disusul dengan koma pada wanita hamil, persalinan atau masa nifas yang
menunjukan gejala preeklampsia sebelumnya. Kejang disini bersifat grand mal dan
bukan diakibatkan oleh kelainan neurologis. Eklampsia dibedakan menjadi
eklampsia gravidarum (antepartum), eklampsia partuirentum (intrapartum), dan
eklampsia puerperale (postpartum), berdasarkan saat timbulnya serangan.
• Pada kasus yang jarang, eklampsia terjadi pada usia kehamilan kurang dari 20
minggu. Sektar 75% kejang eklampsia terjadi sebelum melahirkan, 50% saat 48 jam
pertama setelah melahirkan, tetapi kejang juga dapat timbul setelah 6 minggu
postpartum.
• Hipertensi didefinisikan sebagai peningkatan tekanan darah sistolik ≥ 140 mmHg
atau tekanan diastolik ≥ 90 mmHg. Proteinuria adalah adanya protein dalam urin
dalam jumlah ≥300 mg/dl dalam urin tampung 24 jam atau ≥ 30 mg/dl dari urin
acak tengah yang tidak menunjukkan tanda-tanda infeksi saluran kencing
• Patofisiologi kejang eklamptik belum diketahui secara pasti. Kejang
eklamptik dapat disebabkan oleh hipoksia karena vasokonstriksi lokal otak,
dan fokus perdarahan di korteks otak. Kejang juga sebagai manifestasi
tekanan pada pusat motorik di daerah lobus frontalis.
• Koma yang dijumpai pada kasus eklampsia dapat disebabkan oleh
kerusakan dua organ vital :
1) Kerusakan hepar yang berat : gangguan metabolisme-asidosis, tidak
mampu mendetoksikasi toksis material.
2) Kerusakan serebral : edema serebri, perdarahan dan nekrosis disekitar
perdarahan, hernia batang otak.
• Pasien sebelumnya melakukan persalinan di RS lain dengan cara dilakukan
operasi sectio caesarea atas indikasi persalinan kala II lama. Tidak ada
permasalahan selama atepartum maupun post SC dan pasien diijinkan
untuk pulang dan tidak ada kelainan maupun muncul kejang. Pasien
masuk ke rumah sakit karena mengalami perdarahan dan direncakan
untuk tindakan kuretase. Saat pasien sedang dalam masa perawatan post
kuretase, tiba-tiba pasien mengalami kejang > 5 x dengan durasinya ± 5-10
menit. Tidak ada riwayat kejang sebelumnya, baik ketika hamil ataupun
sebelum hamil atau riwayat penyakit terdahulunya.
• Dalam penanganan kejang, pasien dikonsul ke bagian Saraf dan diberikan
terapi diazepam injeksi untuk penanganan kejangnya. Dan pasien juga
dibawa ke ICU karena kondisinya yang semakin memburuk setelah kejang.
Magnesium sulfat merupakan obat pilihan untuk mencegah dan
mengatasi kejang pada preeklampsia dan eklampsia. Alternatif lain adalah
Diazepam, dengan risiko terjadinya depresi neonatal.
DAFTAR PUSTAKA
• Prawirohardjo, Sarwono. 2010. Ilmu Kebidanan. Jakarta: PT Bina Pustaka.Lindheimer MD., Taler SJ, Cunningham
FG. Hipertension in pregnancy. In: Journal of the American Society of Hypertension. 2008
• Angsar MD,dkk. Pedoman Pengelolaan Hipertensi Dalam Kehamilan Di Indonesia edisi kedua. Himpunan Kedokteran
Fetomaternal POGI. 2005
• Amiruddin R, dkk. Issu Mutakhir tentang Komplikasi Kehamilan (preeklampsia dan eklampsia). Bagian Epidemiologi
Fakultas Kesehatan Masyarakat UNHAS. 2007
• Cunningham, F.G.et al. Hipertensive Disorder in Pregnancy. In: Williams Obstetrics-22nd Edition. USA: Mc Graw Hill co.
2005
• Prasetiyo I. Eklampsia. [online]. [cited: November 2012]. Available from:
http://rsud.patikab.go.id/?page=download&file=EKLAMPSIA.doc&id=13
• Tierney, M.L., McPhee, S.J., Papadakis, M.A. Current Medical Diagnosis & Treatment-45th Edition.. USA: Mc Graw Hill
co.2006
• Rambulangi J, Ong T. Preeklampsia dan Eklampsia. In: Rangkuman Protap Obgyn Unhas.
• Galan, H. et al. Obstetrics Normal and Problem Pregnancies. USA: Elsevier. 2007
• JNPK-KR. Buku Acuan Pelatihan Klinik Pelayanan Obstetri Emergensi Dasar. Jakarta. 2008
• Pokharel SM, Chattopadhyay SK. HELLP Syndrome – a pregnancy disorder with poor diagnosis. 2008
• Witlin AG, Sibai BM. Diagnosis and Management of Women with HELLP syndrome. 2010
• Greer IA, Walters B, Nelson C. Maternal Medicine. London: Elsevier. 2007
TERIMA KASIH

Anda mungkin juga menyukai