Anda di halaman 1dari 32

PERANAN VITAMIN D

PADA RINITIS ALERGI

Disusun oleh :
Megawati zainal
N 111 17 090

Pembimbing Klinik:
dr. Christin R, Nayowan, Sp. THT-KL
Pendahuluan

Rinitis Alergi adalah penyakit inflamasi yang disebabkan oleh


reaksi alergi pada pasien atopi, yang sebelumnya sudah tersensitisasi
dengan alergen yang sama serta dilepaskannya suatu mediator kimia
ketika terjadi paparan ulang dengan alergen spesifik tersebut.
Prevalensi Rinitis alergi pada dekade terakhir ini cenderung
meningkat mencapai 10-25 % populasi penduduk dunia dan lebih
dari 600 juta orang menderita penyakit ini yang merupakan salah
satu penyebab terbanyak seseorang mengunjungi dokter umum
maupun dokter spesialis telinga hidung tenggorok-bedah kepala
leher.
Anatomi hidung
Kompleks osteomeatal (KOM)
Pleksus Kiesselbach (Little’s
area)
 anastomose a. sfenopalatina. A.
etmoid anterior, a. labialis superior & a.
palatina mayor yg terletak superfisial di
bagian depan septum

Pleksus Woodruff
 anastomose a. sfenopalatina & a.
faringeal posterior yg terletak di
bawah posterior ujung akhir konka
inferior
Mukosilier Hidung
Epitel merupakan:
“ciliated pseudo stratified
columnar epithelium”.
Mengandung sel goblet
serta kelenjar serus dan
mukus
Silia berjumlah 25-100/sel
dan selalu mengadakan
gerakan menyapu (“stroke”)
ke arah belakang (koana)
untuk mendorong selimut
lendir ke nasofaring (1300
gerakan/menit)
MUKOSA

MUKOSA RESPIRATORIUS
– Septum Nasi 2/3 bawah
– Dasar cavum nasi
– Dinding lateral cavum nasi dibawah
Konka Superior
– Nasofaring ½ atas
– Sinus Paranasalis

– Epitel Pseudostratified
Columnar Ciliated (Epitel Torak
berlapis semu bersilia)
– Jar. Ikat sub epitel longgar kaya
kavernosa erektil & sel goblet
– Diatur saraf Otonom
FUNGSI HIDUNG

I. FUNGSI PERNAFASAN

Menyiapkan udara ~ keadaan fisiologis paru


1. Mengatur jumlah udara yang masuk
2. Menyiapkan udara pernafasan
a. Menyaring
– Vibrissae  partikel kasar
– Mucous Blanket ( palut lendir)  partikel halus
b. Melembabkan
- Sel Goblet  palut lendir
c. Memanaskan
- Conchae nasi ( terutama konka inferior), kaya pembuluh darah

3. Desinfeksi
a. Mucous Blanket
b. Enzym Lyzozym
c. Suasana asam (Ph 6,5)
d. S i l i a
e. Sel fagosit, limfosit, histiosit
(sub mucosa)
f. Kelenjar getah bening regional
mucocillary blanked
II. FUNGSI PENGHIDU
mukosa olfaktorius di atap cavum nasi, concha
superior & 1/3 bagian atas septum bekerja sama
dengan fungsi pengecapan

III. FUNGSI RESONANSI SUARA & PROSES BICARA


‒ Bila buntu hidung  bindeng sulit mengucapkan huruf m, n, ng, ny,
(rinolalia oklusa).
‒ Bila hidung terbuka, mis celah bibir (labioshcisis) dan celah langit-langit
(palatoshcisis) sulit mengucapkan huruf b, d, p, k, g, t (rinolalia
aperta).
RINITIS ALERGI

- Definisi

Kelainan pada hidung dengan gejala bersin, rinore, gatal,


tersumbat setelah mukosa terpapar alergen yang diperantarai IgE
(WHO-ARIA 2001).
-EPIDEMIOLOGI

Sekitar 80% kasus rhnitis alergi berkembang mulai usia 20


tahun. Insidensi rinitis alergi pada anak-anak 40% dan
menurun sejalan dengan usia
Etiologi

– Alergen inhalan
– Alergen ingestan
– Alergen injektan
– Alergen kontaktan
Patogenesis
klasifikasi
Manifestasi klinis

Rhinitis ditandai dengan dua atau lebih gejala yang berlangsung


> 1 jam/hari atau untuk >2 minggu9
– Hidung tersumbat
– Hidung meler
– Bersin (termasuk gatal pada hidung)

– mata dapat menunjukkan gejala berupa mata merah, gatal,


conjungtivitis, mata terasa terbakar, dan lakrimasi
PEMERIKSAAN TAMBAHAN

– RADIOLOGI
– CT-SCAN
– MRI

– Histopatologi

– Laboratorium
DIFERENTIAL DIAGNOSIS

– Rinitis vasomotor
– Rinitis Medikamentosa
– Non-Allergic Rhintis With Eosinophilia syndrome (NARES)
– Rhinitis Hipertrofik Kronik
– Rhinitis Hiperplasia Kronik
– Rhintis Atrofik
managemen

– Avoidance
menghindari kontak dengan allergen penyebab dan eliminasi
- Serbuk sari
- Jamur
- Tungau debu rumah
- Alergi hewan
- Alergen serangga
- Asap rokok
Medikamentosa

Antihistamin dibagi dalam dua golongan antihistamin generasi 1 (klasik)


dan generasi 2 (non sedatif). Generasi 1 ini diantaranya adalah
difenhidramin,klorfeniramin, prometasin, siproheptadin sedangkan dapat
diberikan secara topikal adalah azelastin. Generasi 2 loratadin,setirisin,fexofenadin,
desloratadin dan levosetirisin.
Definisi Vitamin D

Vitamin D tergolong vitamin yang mudah larut dalam lemak dan


merupakan prahormon jenis sterol. Di alam, vitamin D banyak di temukan pada
makanan contohnya minyak ikan, hati, kuning telur, dan beberapa makanan hewani
lainnya. Vitamin D terdiri dari dua jenis, yaitu vitamin D2 (ergokalsiferol) dan
vitamin D3 (kholekalsiferol). Ergokalsiferol biasanya terdapat dalam tanaman,
sedangkan kholekalsiferol terdapat pada hewan. Pada tumbuhan, iradiasi
ergosterol menyebabkan terbentuknya ergokalsiferol (vitamin D2). Pada hewan,
iradiasi 7 α-dehidrokolesterol menghasilkan kholekalsiferol (vitamin D3).
Kandungan Vitamin D
Metabolisme Vitamin D
PAPARAN SINAR MATAHARI

Paparan sinar matahari merupakan sumber vitamin D yang paling baik dan
tidak ditemukan kasus intoksikasi vitamin D akibat oleh terpapar sinar matahari
berlebihan. Individu yang tinggal di dekat ekuator yang terpapar dengan sinar
matahari tanpa menggunakan pelindung sejenis sunblock dan tabir surya memiliki
konsentrasi 25(OH)D di atas 30 ng/mL. Dampak kekurangan vitamin D
menyebabkan penurunan efisiensi penyerapan kalsium dan posfor sehingga
meningkatkan level Parathyroid hormone (PTH). Sebagian besar orang dapat
memenuhi kebutuhan vitamin D melalui paparan sinar matahari karena vitamin D
dapat dihasilkan secara endogen, saat sinar ultraviolet B mengenai kulit memicu
terjadinya sintesis vitamin D
Peranan Vitamin D Pada
Rhinitis Alergi
Penelitian oleh Mulligan (2011) dan beberapa peneliti lainnya telah
membuktikan bahwa kadar vitamin D yang rendah dalam darah berhubungandengan
tingginya jumlah sel-sel dendritik dibandingkan dengan kelompok control (kelompok
dengan kadar vitamin D normal atau tinggi melalui suplementas vitamin D).Selsel
dendritik memiliki peran penting langsung pada prosesdiferensiasi sel Th menjadi
subset sel Th1 atau Th2, dimana tanpa vitamin D (pada kondisi kadar vitamin D yang
rendah dalam darah) respon inflamasi akan menjadi kacau dimana subset Th1 akan
menjadi lebih dominan yangmenyebabkan terjadinya proses inflamasi yang kronis dan
seseorang akan menjadilebih sensitif terhadap alergen lewat pembentukan
imunoglobulin-E. Peneliti jugamembuktikan kadar vitamin D yang rendah juga akan
meningkatkan kadar mediatormediator inflamasi (kemokin) seperti IL-2, IL-5,
leukotrien.
Terima kasih
HAPPY BIRTHDAY DOKTER

Anda mungkin juga menyukai