Anda di halaman 1dari 15

REFERAT Februari 2019

“SEPSIS”

OLEH :

NAMA : MEGAWATI ZAINAL

NIM : N 111 17 090

PEMBIMBING KLINIK

dr. Roberty D. Maelisa Sp.B

BAGIAN ILMU BEDAH


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS TADULAKO
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH UNDATA
PALU
2019

1
BAB I
PENDAHULUAN

Sepsis adalah penyebab tersering perawatan pasien di unit perawatan


intensif. Sepsis diderita oleh 18 juta orang di seluruh dunia setiap tahunnya.
Insidens sepsis diperkirakan sekitar 50-95 kasus diantara 100.000 populasi dengan
peningkatan sebesar 9% tiap tahunnya. Syok sepsis merupakan penyebab kematian
tersering di unit pelayanan intensif di Amerika Serikat (AS) dengan kecenderungan
meningkat.1,2 Pertambahan insidens sepsis di AS selama dua dekade menjadikan
sepsis sebagai penyebab kematian ke sepuluh terbanyak. Insidens sepsis lebih
tinggi pada laki-laki ras non Kaukasia dan juga dengan perawatan lama di unit
perawatan intensif juga sering dialami oleh pasien sepsis, berkisar antara 2-3
minggu.3
Sejak tahun 2016 definisi sepsis mengalami perubahan menjadi disfungsi
organ yang mengancam jiwa yang disebabkan oleh kelainan regulasi respon host
terhadap infeksi. Dulu Sepsis dibagi dalam derajat Systemic Inflammatory Response
Syndrome (SIRS), sepsis, sepsis berat, dan syok septik, sekarang Sepsis hanya
dibagi dalam derajat Sepsis dan Syok septik. Disfungsi organ dinyatakan sebagai
perubahan akut pada total skor Sequential Organ Failure Assessment (SOFA) >2
poin sebagai konsekuensi dari infeksi. Nilai SOFA dapat dianggap nol pada pasien
yang tidak diketahui memiliki disfungsi organ. Sementara skor SOFA >2
dihubungkan dengan risiko kematian kurang lebih 10% pada populasi di rumah
sakit umum dengan kecurigaan adanya infeksi.3,4
Sepsis dapat mengenai berbagai kelompok umur, pada dewasa, sepsis
umumnya terdapat pada orang yang mengalami immunocompromised yang
disebabkan karena adanya penyakit kronik maupun infeksi lainnya. Mortalitas
sepsis di negara yang sudah berkembang menurun hingga 9% namun, tingkat
mortalitas pada negara yang sedang berkembang seperti Indonesia masih tinggi
yaitu 50-70% dan apabila terdapat syok septik dan disfungsi organ multiple, angka
mortalitasnya bisa mencapai 80%. 3,4

2
SIRS yang terdapat dalam definisi sepsis terdahulu dianggap tidak bias
dijadikan dasar diagnosis karena respon inflamasi tersebut bisa hanya
menggambarkan respon host yang normal dan adaptif. Bahkan pasien dengan
disfungsi organ ringan kondisinya dapat memburuk lebih jauh, menandakan bahwa
sepsis merupakan suatu kondisi yang serius dan membutuhkan intervensi yang
cepat dan tepat. Dalam definisi terbaru ini, istilah “sepsis berat” telah dihilangkan,
hal ini bertujuan agar sepsis tidak dianggap ringan dan bisa diberi penanganan yang
tepat sesegera mungkin.1,2
Berdasarkan perubahan inilah penting untuk kita dapat memahami
mengenai Sepsis mulai dari definisi terbaru, derajat sepsis, penyebab hingga
penatalaksanaannya.

3
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definis

Dulu Sepsis didefinisikan sebagai suatu sindroma klinik yang terjadi oleh
karena adanya respon tubuh yang berlebihan terhadap rangsangan produk
mikroorganisme. Ditandai dengan demam, takikardia, takipnea, hipotensi dan
disfungsi organ berhubungan dengan gangguan sirkulasi darah.3,4
Berdasarkan Third International Consensus Definitions for Sepsis and
Septic Shock (Sepsis-3) tahun 2016, definisi sepsis dan derajat sepsis mengalami
perubahan. Sepsis didefinisikan sebagai disfungsi organ yang mengancam jiwa
yang disebabkan oleh kelainan regulasi respon host terhadap infeksi. Disfungsi
organ dinyatakan sebagai perubahan akut pada total skor Sequential Organ Failure
Assessment (SOFA) ≥2 poin sebagai konsekuensi dari infeksi. Nilai SOFA dapat
dianggap nol pada pasien yang tidak diketahui memiliki disfungsi organ. Sementara
skor SOFA ≥2 dihubungkan dengan risiko kematian kurang lebih 10% pada
populasi di rumah sakit umum dengan kecurigaan adanya infeksi.3,4,5
Derajat Sepsis lama dikategorikan sebagai berikut:
1. Systemic Inflammatory Response Syndrome (SIRS), Respon tubuh
terhadap inflamasi sistemik mencakup 2 atau lebih keadaan sebagai
berikut:
a) Hyperthermia/hypothermia (>38,3°C; <35,6°C)
b) Takipnea (resp >20/menit)
c) Tachycardia (nadi >100/menit)
d) Leukositosis >12.000/mm atau Leukopenia <4.000/mm
2. Sepsis: Keadaan klinis berkaitan dengan infeksi dengan manifestasi
SIRS.
3. Sepsis Berat: Sepsis yang disertai dengan disfungsi organ, hipoperfusi
atau hipotensi termasuk asidosis laktat, oliguria, dan penurunan
kesadaran.

4
4. Syok septik
Sepsis dengan hipotensi meskipun telah diberikan resusitasi cairan
secara
adekuat atau memerlukan vasopressor untuk mempertahankan tekanan
darah dan perfusi organ.

SIRS yang terdapat dalam definisi sepsis terdahulu dianggap tidak bisa
dijadikan dasar diagnosis karena respon inflamasi tersebut bisa hanya
menggambarkan respon host yang normal dan adaptif. Bahkan pasien dengan
disfungsi organ ringan kondisinya dapat memburuk lebih jauh, menandakan bahwa
sepsis merupakan suatu kondisi yang serius dan membutuhkan intervensi yang
cepat dan tepat. Dalam definisi terbaru ini, istilah “sepsis berat” telah dihilangkan,
hal ini bertujuan agar sepsis tidak dianggap ringan dan bisa diberi penanganan yang
tepat sesegera mungkin.
Selain dengan menggunakan skor SOFA, pasien dengan curiga adanya
infeksi yang diprediksi menjalani perawatan di ICU dalam jangka waktu lama atau
diprediksi meninggal di rumah sakit dapat secara cepat diidentifikasi dengan quick
SOFA (qSOFA), yang terdiri dari:3,4,5
 Terganggunya status kesadaran
 Tekanan darah sistolik <100 mmHg
 Laju pernafasan >22 x/menit
Syok sepsis didefinisikan sebagai kondisi lanjut dari sepsis dimana
abnormalitas metabolisme seluler dan sirkulatorik yang menyertai pasien cukup
berat sehingga dapat meningkatkan mortalitas. Pasien dengan syok sepsis dapat
diidentifikasi berdasarkan adanya sepsis yang disertai hipotensi persisten yang
membutuhkan vasopresor untuk menjaga agar MAP >65 mmHg dan kadar laktat
serum >2 mmol/L (18 mg/dL) walaupun telah diberi resusitasi yang adekuat.

2.2 Epidemiologi
Tiga belas juta orang menderita sepsis tiap tahunnya di dunia, dan sebanyak 4
juta orang diantaranya meninggal. Sepsis merupakan penyebab utama kematian di

5
ICU dan saat ini insidensinya terus meningkat di negara maju. Sepsis berat
merupakan penyebab kematian utama di Amerika Serikat dan merupakan penyebab
kematian tersering pada pasien kritis di non-coronary Intensive Care Unit (ICU).
Di Amerika Serikat, insidensi sepsis berat diestimasi mencapai 300 kasus per
100.000 populasi. Kira – kira setengah dari kasus tersebut terjadi di luar ICU.
Seperempat dari total pasien yang mengalami sepsis berat akan meninggal selama
perawatan. Sedangkan syok septik dihubungkan dengan angka kematian yang
tinggi, mencapai 50%. 3,5

2.3 Etiologi

Organisme penyebab sepsis telah berkembang selama beberapa tahun ini.


Awalnya sepsis dipahami sebagai penyakit yang secara spesifik berhubungan
dengan bakteri gram negatif karena sepsis dianggap sebagai suatu respon terhadap
endotoksin, suatu molekul yang diperkirakan spesifik terhadap bakteri gram
negatif. Pada kenyataannya, beberapa studi original tentang sepsis mengungkapkan
bahwa bakteri gram negatif hanya merupakan salah satu penyebab tersering dari
sepsis.3
Saat ini telah diakui bahwa sepsis dapat diakibatkan oleh semua bakteri,
begitu juga dengan fungi dan virus. Organisme gram positif sebagai salah satu
penyebab sepsis frekuensinya meningkat dengan menyumbang 30% - 50% dari
total kasus. Kondisi ini kemungkinan besar diakibatkan oleh peningkatan
penggunaan prosedur invasif dan peningkatan proporsi infeksi yang didapat dari
rumah sakit.3
Berdasarkan perkiraan sepsis terkini, terdapat kurang lebih 200.000 kasus
sepsis gram positif per tahun, dibandingkan dengan kira-kira 150.000 kasus sepsis
gram negatif di Amerika. Hal ini menunjukkan bahwa angka kejadian sepsis oleh
gram positif telah melampaui gram negatif. 3
Tipe organisme yang menyebabkan sepsis berat merupakan salah satu factor
penting penentu keluaran. Walaupun beberapa studi telah mengungkapkan adanya
peningkatan insidensi organisme gram positif, studi terbaru dari European
Prevalence of Infection in Intensive Care (EPIC II) melaporkan bahwa organisme

6
gram negatif masih mendominasi (62.2% vs. 46.8%). Pola organisme penginfeksi
masih menyerupai studi – studi terdahulu, dengan organisme yang mendominasi
adalah Staphylococcus aureus (20.5%), Pseudomonas species (19.9%),
Enterobacteriacae (terutama E. coli, 16.0%), fungi (19%), dan ada pula
Acinetobacter yang menyumbang 9% dari total infeksi. Organisme yang
dihubungkan dengan kematian di rumah sakit dalam analisis regresi logistic
multivariat adalah Enterococcus, Pseudomonas, dan Acinetobacter species.3
Suatu metaanalisis besar dari 510 studi melaporkan bahwa bakteremia gram
negatif dihubungkan dengan angka kematian yang lebih tinggi dibandingkan gram
positif. Infeksi yang menyebar melalui aliran darah paling umum disebabkan oleh
bakteri koagulase negatif Staphylococcus dan E. coli, namun hubungannya dengan
kematian relatif rendah (berturut – turut 20% and 19%) dibandingkan dengan
Candida (43%) dan Acinetobacter (40%). Pneumonia gram positif oleh karena
Staphylococcus aureus menyumbang angka kematian yanglebih tinggi (41%)
dibandingkan dengan yang disebabkan oleh karena bakteri gram positif yang paling
umum menyebabkan pneumonia yaitu Streptococcus pneumonia (13%), namun
basil gram negatif Pseudomonas aeruginosa, memiliki angka kematian tertinggi
dari semua etiologi pneumonia (77%). Namun, kurang lebih sepertiga pasien
dengan sepsis berat tidak pernah memiliki kultur darah positif.3
Insiden sepsis yang disebabkan bakteri saat ini meningkat, diikuti kasus
sepsis yang disebabkan oleh fungi. Keadaan ini menggambarkan peningkatan kasus
sepsis nosokomial. Penelitian tentang infeksi nosokomial karena fungi menemukan
bahwa terjadi pergeseran patogen penyebab dari yang utamanya Candida albicans
menjadi Recalcitrant torulopsis, glabrata, dan subspecies Krusei.3

2.4 Patofisiologi
Infeksi menyebabkan terjadinya proses kaskade inflamasi yang diawali
dengan adanya gangguan pada host, misalnya oleh karena luka bakar dan infeksi.
Respon inflamasi dimaksudkan untuk melindungi host dari kerusakan jaringan,
namun beberapa mediator inflamasi juga berpotensi membahayakan host. Teori
yang umum dijabarkan adalah bahwa sepsis terjadi ketika respon dari host

7
berlebihan sehingga menimbulkan permasalahan baru pada pasien selain infeksi
yang menyerangnya.3
Respon host dideskripsikan terdiri dari tiga faktor yaitu reaksi humoral,
selular, dan neuroendokrin. Sel – sel inflamatorik seperti neutrofil, monosit,
makrofag, basofil, dan trombosit berinteraksi dengan sel endotel via mediator sel
yang kemudian akan memperkuat respon inflamasi.3
Aliran darah mikrovaskuler dapat juga dipengaruhi oleh aktivasi dari sistem
koagulasi dan komplemen, sehingga menimbulkan iskemia lokal, yang dapat
mengganggu respirasi selular. Hasil akhirnya adalah berupa hipoksia jaringan
global dimana terjadi insufisiensi transpor oksigen sistemik sehingga tidak mampu
memenuhi kebutuhan oksigen tubuh. Hal ini memicu terjadinya penurunan
kontraktilitas miokardium, penurunan resistensi vaskuler sistemik, hipotensi,
asidosis metabolik, dan akhirnya sindroma disfungsi multi organ serta kematian.3

2.5 Kriteria Klinis dan Diagnosis


Tanda-tanda klinis yang dapat menyebabkan dokter untuk
mempertimbangkan sepsis dalam diagnosis diferensial, yaitu demam atau
hipotermia, takikardi yang tidak jelas, takipnea yang tidak jelas, tanda-tanda
vasodilatasi perifer, syok dan perubahan status mental yang tidak dapat dijelaskan.
Pengukuran hemodinamik yang menunjukkan syok septik, yaitu curah jantung
meningkat, dengan resistensi vaskuler sistemik yang rendah. Abnormalitas hitung
darah lengkap, hasil uji laboratorium, faktor pembekuan, dan reaktan fase akut
mungkin mengindikasikan sepsis.4

8
Berikut indikator laboratorium yang dapat digunakan untuk membantu
diagnosis sepsis.4
Tes laboratorium Temuan Keterangan
Hitung sel darah Leukositosis atau Endotoksemia dapat
putih leukopenia menyebabkan early
leukopenia
Hitung platelet Trombositosis atau Nilai tinggi awal
trombositopenia dapat dilihat sebagai
respon fase akut,
jumlah trombosit
yang rendah terlihat
pada DIC
Coagulation cascade Defisiensi Protein C; Kelainan dapat
defisiensi diamati sebelum
antitrombin; level D- timbulnya kegagalan
dimer meningkat; PT organ dan tanpa
(Prothrombin Time) perdarahan yang
dan PTT (Partial jelas.
Thromboplastin
Time) memanjang
Level kreatinin Meningkat Doubling-
menandakan cedera
ginjal akut
Level asam laktat Lactic acid > 4 Mengindikasikan
mmol/L (36 mg/dL) hipoksia jaringan
Level enzim hepar Level alkaline Mengindikasikan
phosphatase, AST, cedera hepatoseluler
ALT, bilirubin akut yang disebabkan
meningkat hipoperfusi
Level serum fosfat Hipofosfatemia Berkorelasi terbalik
dengan tingkat
sitokin proinflamasi
Level C-reactive Meningkat Respons fase akut
protein (CRP)
Level prokalsitonin Meningkat Membedakan SIRS
yang infeksius dari
SIRS yang non-
Tabel 1. Indikator laboratorium untuk sepsis.4

Berdasarkan definisi sepsis terbaru yaitu disfungsi organ yang mengancam


jiwa yang disebabkan oleh kelainan regulasi respon host terhadap infeksi, maka
diperlukan sistem skoring Sequential Organ Failure Assessment (SOFA) untuk

9
mengetahui kegagalan fungsi organ sebagain akibat dari konsekuensi infeksi. Nilai
SOFA dapat dianggap nol pada pasien yang tidak diketahui memiliki disfungsi
organ. Sementara skor SOFA ≥2 dihubungkan dengan risiko kematian kurang lebih
10% pada populasi di rumah sakit umum dengan kecurigaan adanya infeksi.Berikut
sistem skoring SOFA. 3,4

Tabel 2. Sistem skoring Sequential Organ Failure Assessment


(SOFA)

Skor qSOFA ditujukan untuk mengidentifikasi pasien dewasa dengan

curiga infeksi yang memiliki kecenderungan memperoleh outcome yang buruk.

Parameter ini berguna bagi klinisi untuk secara cepat mengidentifikasi disfungsi

organ serta memberikan terapi yang tepat dan sesegera mungkin. Pada pasien yang

dicurigai mengalami infeksi dan dirawat di ICU skor qSOFA tidak terlalu signifikan

10
dalam memprediksi kematian dalam rumah sakit jika dibandingkan dengan skor

SOFA, hal ini mungkin dipengaruhi oleh faktor perancu salah satunya yaitu

penggunaan peralatan untuk menyokong organ (misal ventilasi mekanik,

vasopresor). Namun, pada pasien dengan curiga infeksi yang dirawat di luar ICU,

validitas skor qSOFA untuk memprediksi kematian di rumah sakit lebih tinggi

daripada skor SOFA. Berikut adalah skor qSOFA.3-4

 Terganggunya status kesadaran


 Tekanan darah sistolik <100 mmHg
 Laju pernafasan >22 x/menit

Skor qSOFA menjadi 2 kelompok yaitu kelompok skor qSOFA >2 dan <2.

Pembagian ini didasarkan pada pustaka yang menyatakan bahwa skor qSOFA >2

merupakan salah satu dasar untuk mendiagnosis apakah pasien dengan kecurigaan

infeksi mengalami sepsis atau tidak sehingga diperkirakan skor tersebut dapat

menjadi prediktor mortalitas pada sepsis dan syok sepsis.3,4

2.6 Penatalaksanaan

Tata cara pengelolaan pasien secara terstruktur menurut Surviving Sepsis

Campaign: International Guidelines for Management of Severe Sepsis and Septic

Shock 2012:3,4,5

Terapi yang diarahkan oleh tujuan secara dini (Early goal directed therapy)

Early goal directed therapy berfokus pada optimalisasi pengiriman oksigen

jaringan yang diukur dengan saturasi oksigen vena, pH, atau kadar laktat arteri.

Pendekatan ini telah menunjukkan peningkatan kelangsungan hidup dibandingkan

11
dengan resusitasi cairan dan pemeliharaan tekanan darah yang standar. Tujuan

fisiologis selama 6 jam pertama resusitasi sebagai berikut:3,4,5

1. Tekanan vena sentral (CVP) 8-12mmHg


2. Tekanan arterial rata-rata (MAP) ≥65mmHg
3. Saturasi oksigen vena sentral (SavO2) ≥70%
4. Urine output ≥0,5ml/kg/jam.

Tiga kategori untuk memperbaiki hemodinamik pada sepsis.3,4,5


1. Terapi cairan
Karena syok septik disertai demam, vasodilatasi, dan diffuse capillary
leakage, preload menjadi inadekuat sehingga terapi cairan merupakn
tindakan utama.
2. Terapi vasopressor
Bila cairan tidak dapat mengatasi cardiac output (arterial pressure dan
organ perfusion adekuat). Vasopressor potensial: nor epinephrine,
dopamine, epinephrine, phenylephrine.
3. Terapi inotropik
Bila resusitasi cairan adekuat, kebanyakan pasien syok septik mengalami
hiperdinamik, tetapi kontraktilitas miokardium yang dinilai dari ejection
fraction mengalami gangguan. Kebanyakan pasien mengalami penurunan
cardiac output, sehingga diperlukan inotropic: dobutamine, dopamine, dan
epinephrine.

Terapi Antibiotik

Merupakan modalitas yang sangat penting dalam pengobatan sepsis. Terapi


antibiotik intravena sebaiknya dimulai dalam jam pertama sejak diketahui sepsis
berat, setelah kultur diambil. Terapi inisial berupa satu atau lebih obat yang
memiliki aktivitas melawan patogen bakteri atau jamur dan dapat penetrasi ke
tempat yang diduga sumber sepsis. Oleh karena pada sepsis umumnya disebabkan
oleh gram negatif, penggunaan antibiotik yang dapat mencegah pelepasan

12
endotoksin seperti karbapenem memiliki keuntungan, terutama pada keadaan
dimana terjadi proses inflamasi yang hebat akibat pelepasan endotoksin, misalnya
pada sepsis berat dan gagal multi organ.3,4,5

Pemberian antimikrobial dinilai kembali setelah 48-72 jam berdasarkan data


mikrobiologi dan klinis. Sekali patogen penyebab teridentifikasi, tidak ada bukti
bahwa terapi kombinasi lebih baik daripada monoterapi.3,4,5

13
BAB III
KESIMPULAN
3.1 Kesimpulan

Sepsis didefinisikan sebagai disfungsi organ yang mengancam jiwa yang


disebabkan oleh kelainan regulasi respon host terhadap infeksi. Disfungsi organ
dinyatakan sebagai perubahan akut pada total skor Sequential Organ Failure
Assessment (SOFA) ≥2 poin sebagai konsekuensi dari infeksi. Berdasarkan Third
International Consensus Definitions for Sepsis and Septic Shock (Sepsis-3) tahun
2016 derajat sepsis SIRS dan sepsis berat telah dihilangkan sehingga hanya terdiri
atas Sepsis dan syok sepsis.

Penatalaksanaan sepsis menurut Surviving Sepsis Campaign: International

Guidelines for Management of Severe Sepsis and Septic Shock 2012 yaitu insial

resustasi, Early goal directed therapy, terapi cairan, vasopressor, inotropic dan

pemberian antibiotic sesuai hasil kultur sesegera mungkin.

3.2 Saran

Mengetahui dan memahami definisi sepsis terbaru sangat penting untuk


kelanjutan diagnosis dan penatalaksanaan yang tepat, sehingga pasien dengan
sepsis dapat segera terdeteksi sebelum berlanjut ke syok sepsis, dan dapat
mengurangi angka kematian akibat syok sepsis.

14
DAFTAR PUSTKA

1. Fitch SJ, Gossage JR. Optimal management of septic shock: rapid


recognition and institution of therapy are crucial. Postgraduate Med.
2002;3:50-9.
2. Angus DC, Linde WT, Lidicker J. Epidemiology of severe sepsis in the
United States. Crit Care Med. 2001;20:1303-31.
3. Plevin, Rebecca. 2017. Update in sepsis guidelines: what is really new?.
BMJ Journals.
4. Singer, Mervyn; Deutschman, Clifford S; Seymour, Christopher Warren, et
al. 2016. The Third International Consensus Definitions for Sepsis and
Septic Shock (Sepsis-3). JAMA.
5. Mayr, Florian B. 2014. Epidemiology of severe sepsis. NCBI Journal.
6. Surviving Sepsis Campaign. 2012. Society of Critical Care Medicine
7. Bone et al. 1991. The ACCP-SCCM consensus conference on sepsis and
organ failure. NCBI Journal.

15

Anda mungkin juga menyukai