Anda di halaman 1dari 52

NAMA : MUTAMMIMA RIZQIYANI

NPM : 1102014173

1. Memahami dan Menjelaskan tentang Penghantaran Fisiologis Nyeri

Jaras spesifik Nyeri

 Traktus spinotalamikus Lateralis


o Axon dari neiron orde pertama (ganglion spinalis) memasuki ujung cornu
posterius substantia grissea medulla spinalis dan segera bercabang menjadi
serabut yang naik dan yang turun.
o Sesudah memasuiki satu atau dua segmen medulla spinalis membentuk tractus
posterolateral (lissaueri) , serabut ini segera bersinapsis dengan neuron orde
kedua yang terletak pada kelompok sel substantia gelatinosa cornu posterius.
o Axon dari neuron orde kedua berjalan menyilang garis tengah pada comissura
anterior substantia grissea dam substantia alba kemudian naik keatas pada sisi
kontra lateral sebagai anterius. Sewaktu berjalan keatas, serabut saraf baru
terus bertambah sesuai dengan banyaknya segmen medulla spinalis, demikian
rupa sehingga pada bagian atas cervical terdapat :
 Serabut sraf yang datang dari sacral terletak posterolateral
 Serabut saraf yang datang dari cervical terletak anteromedial (serebut saraf
yang menghantarkan rasa sakit terletak didepan yang menghantarkan
sensasi suhu)
o Pada Medulla oblongata tractus tersebut terletak pada dataran lateral antara
nucleus olivarius inferius dengan nucleus tractus spinalis N.Trigeminus. disini
ia bergabung dengan
 Tractus spinothalamicus anterius
 Tractus spinotectalis

Yang kemudian gabungan dari ketiganya disebut lemniscus spinalis

o Pada pons kemudian naik keatas dibagian belakang pons


o Pada mesencephalon kemudian lemniscus medialis berjalan pada tegmentum ,
lateralis dari lemniscus medialis
o Pada diencephalon serabut saraf dari tractus spinothalamicus lateralis akan
bersinapsis dengan neuron orde ketiga yaitu nucleus posterolateral dari keolompok
ventral thalamus (bagian dari nucleus lateralis thalamus), dimana disini akan terjadi
penilaian kasar sensasi sakit dan suhu dan reaksi emosi mulai timbul.
o Axon dari neuron orde ketiga jalan memasuki crus posterior capsula interna dan
corona radiata untuk berakhi pada gyrus postcentralis (brodmann 3 2 1) . dari sini
informasi rasa sakit dan suhu akan diteruskan ke area motorik dan area asosiasi di
cortex lobus parietalis.
o Cortex cerevri gyrus psotcentralis berfungsi untuk menafsirkan suhu dan sakit
sehingga akan muncul kesadaran terkait sensasi tersbut.
o Pembagian secara fisiologis
Sewaktu memasuki medulla spinalis , sinyal rasa nyeri melewati dua jalur ke otak
yaitu:

 Traktus neospinotalamikus
 Traktus neospinotalamisu bergfungsi utnuk menyalurkan nyeri secara cepat.
Terutama terdiri atas serabut A-Delta yang tyerutama dilalui oleh rasa nyeri
mekanik dan nyeri suhu akut. Serabut perifer jalur ini berakhir pada lamina I
kornu dorsalis. Dan dari sini akan merangsang neuron orde dua dari tractus
neospinotalamicus. Neuron ini akan mengirimkan sinyal ke serabut panjang
yang terletak di dekat sisi lain medulla spinalis dalam komisura anterior dan
selanjutnya berbelok naik ke otak dalam kolumna anterolateralis.
 Hanya sebagian kecil saja serabut neopinotalamikus berakhir di daerah
retikularis batang otak, sisaya melewati batang otak dan langsung berakir di
kompleks ventrobasal thalami.
 Nyeri cepat dapat dilokalisasi dengan mudah di dalam tubuh
 Neurotransmiter A delta umumnya adalah glutamate

 Traktus paleospinotalamikus
 Jalur ini befungsi untuk menjalarkan nyeri lambat-kronik , sebagian serabutnya
adalah tipe C, sebagian kecil A-delta. Dalam jaras ini, serabut-serabut perifer
berakhri pada lamina II dan II kornu dorsalis yang secara bersama-sama disebut
substansi gelatinosa, serabut C terletak lebih lateral dari A-delta. Setelah itu
akan berlanjut ke lamina V dan neuron-neuronnya merangsang akson-akson
panjang (yang juga menjadi penghantar nyeri cepat) yang mula-mula melewati
komisura anterior ke sisi berlawanan dari medulla spinalis ,kemudian naik ke
otak melalui jaras anterolateral
 Neotransmiter nya adalah glutamat dan Substansi P, substansi P bersifat lebih
lambat dari Glutamat yang memungkinkan glutamat untuk sampai terlebih
dahulu. Yang menjelaskan suatu fenomena rasa sakit “ganda”
 Jaras paleospinotalamikus berakhir kebanyakan di
o Nucleus retikularis medula, pons dan mesensefalon
o Area tektal mesensefalon sampai kolukulus usperior dan inferior
o Daerah periakuaduktus substansia grisea yang mengelilingi aquaductus
sylvii
 Kemampuan lokalisasi rasa nyeri pada jalur lambat sangatlah buruk dan
kebanyakan hanya dapat dilokalisasi di bagian tubuh yang luas

WRAP UP SKENARIO 3 BLOK SARAF DAN PERILAKU 2


 Formasio retikularis berfungsi untuk menimbulkan persepsio nyeri yang
disadari

Mekanisme penghantaran nyeri

Rasa nyeri merupakan suatu mekanisme perlindungan, yang dicetuskan oleh suatu
kerusakan jaringan, yang akan memnyebabkan individu untuk bereaksi memindahkan
stimulus nyeri.

Rasa nyeri dapat dibagi atas

 Rasa nyeri cepat


o Rasa nyeri tertusuk, tajam, akut, dan tersetrum
 Rasa nyeri lambat
o Rasa nyeri terbakar lambat, pegal, berdenyut, mual dan kronik. Rasa
nyeri ini umumnya dikaitkan dengan kerusakan jaringan.

Reseptor nyeri

Reseptor nyeri merupakan ujung saraf bebas, terdapat tiga jenis stimulasi yang
dapat merangsanganya yaitu rangsang mekanis, suhu dan kimiawi. Pada umumnya rasa
nyeri cepat diakibatkan mekanik dan suhu, sedangkan rasa lambat diakibatkan stimulan
kimia

Reseptor nyeri memiliki sedikit sekali kemampuan untuk beradaptasi , dan bahkan
pada beberapa keadaan dapat terjadi peningkatan intesitas rasa nyeri yang disebut
hiperalgesia . intensitas rasa nyeri juga berhubungan erat dengan derajat kerusakan
jaringan. Ada beberapa stimulus terkait kerusakan jaringan (bukan secara langsung,
dapat timbul sebagai adanya kerusakan jaringan) yang dapat menyebabkan nyeri

 Bradikinin dari jaringan rusak yang memnyebabkan pelepasan enzim proteolitik


dan menyerang langsung ujung saraf dengan membuat saraf lebih permeabel
terhadap ion-ion
 Asam laktat yang terakumulasi sebagai akibat dari iskemia

Apapun bentuknya, pada nantinya hal tersebut akan menyebabkan perubahan


permeabilitas neurong sehingga dapat terjadi suatu potensial aksi dengan perpindahan
ion-ion yang timbul.

Intensitas Nyeri
 gambaran tentang seberapa parah nyeri dirasakan oleh individu, pengukuran
intensitas nyeri sangat subjektif dan individual dan kemungkinan nyeri dalam

WRAP UP SKENARIO 3 BLOK SARAF DAN PERILAKU 3


intensitas yang sama dirasakan sangat berbeda oleh dua orang yang berbeda
oleh dua orang yang berbeda. Pengukuran nyeri dengan pendekatan objektif
yang paling mungkin adalah menggunakan respon fisiologik tubuh terhadap
nyeri itu sendiri. Namun, pengukuran dengan metode ini juga tidak dapat
memberikan gambaran pasti tentang nyeri itu sendiri (Sherwood, 2004).
Menurut smeltzer, S.C bare B.G (2002) adalah sebagai berikut :

1) skala intensitas nyeri deskritif

2) Skala identitas nyeri numerik

3) Skala analog visual

4) Skala nyeri menurut bourbanis

Keterangan
 0 : Tidak nyeri
 1-3 : Nyeri ringan (secara obyektif pasien dapat berkomunikasi dengan baik).
 4-6 : Nyeri sedang (secara obyektif pasien mendesis, menyeringai, dapat
menunjukkan lokasi nyeri, dapat mendeskripsikannya, dapat mengikuti
perintah dengan baik).
 7-9 : Nyeri berat (secara obyektif pasien terkadang tidak dapat mengikuti
perintah tapi masih respon terhadap tindakan, dapat menunjukkan lokasi
nyeri, tidak dapat mendeskripsikannya, tidak dapat diatasi dengan alih posisi
nafas panjang dan distraksi).

WRAP UP SKENARIO 3 BLOK SARAF DAN PERILAKU 4


 10 : Nyeri sangat berat (pasien sudah tidak mampu lagi berkomunikasi,
memukul).

Skala deskritif merupakan alat pengukuran tingkat keparahan nyeri yang


lebih obyektif. Skala pendeskripsi verbal (Verbal Descriptor Scale, VDS)
merupakan sebuah garis yang terdiri dari tiga sampai lima kata pendeskripsi
yang tersusun dengan jarak yang sama di sepanjang garis. Pendeskripsi ini
diurutkan dari “tidak terasa nyeri” sampai “nyeri yang tidak tertahankan”.
Kinisi menunjukkan pasien skala tersebut dan meminta pasien untuk memilih
intensitas nyeri terbaru yang ia rasakan. Klinisi juga menanyakan seberapa
jauh nyeri terasa paling menyakitkan dan seberapa jauh nyeri terasa paling
tidak menyakitkan. Alat VDS ini memungkinkan pasien memilih sebuah
kategori untuk mendeskripsikan nyeri. (Price, 2006)
Skala penilaian numerik (Numerical rating scales, NRS) lebih digunakan
sebagai pengganti alat pendeskripsi kata. Dalam hal ini, pasien menilai nyeri
dengan menggunakan skala 0-10. Skala paling efektif digunakan saat mengkaji
intensitas nyeri sebelum dan setelah intervensi terapeutik. Apabila digunakan
skala untuk menilai nyeri, maka direkomendasikan patokan 10 cm.
Skala analog visual (Visual analog scale, VAS) tidak melebel subdivisi.
VAS adalah suatu garis lurus, yang mewakili intensitas nyeri yang terus
menerus dan pendeskripsi verbal pada setiap ujungnya. Skala ini memberi
klien kebebasan penuh untuk mengidentifikasi keparahan nyeri. VAS dapat
merupakan pengukuran keparahan nyeri yang lebih sensitif karena klien dapat
mengidentifikasi setiap titik pada rangkaian dari pada dipaksa memilih satu
kata atau satu angka.
Faktor yang mempengaruhi nyeri: usia, jenis kelamin, budaya, makna nyeri,
perhatian, ansietas, pengalaman masa lalu, pola adaptasi, support keluarga dan
social.

2. Memahami dan Menjelaskan Nyeri Kepala


2.1. Definisi
Nyeri kepala adalah rasa sakit atau tidak nyaman antara orbita dengan kepala yang
berasal dari struktur sensitif terhadap rasa sakit (Kenneth, 2004). Struktur cranium yang
peka nyeri kepala adalah semua jaringan ekstrakranium, termasuk kulit kepala, otot, arteri,
dan periosteum tengkorak; sinus kranialis; sinus vena intrakranium dan vena-vena
cabangnya; bagian dari dura di dasar otak dan arteri di dalam dura; dan nervus kranialis
trigeminus, fasialis, vagus, dan glosofaringeus serta nrvus cervicalis ( C2 dan C3).
Apabila nyeri kepala melibatkan struktur-struktur di daerah infratentorium, nyeri tersebut
dari daerah oksipitalis kepala dan leher oleh akar saraf cervical atas. Nyeri supratentorium
dirasakan di bagian anterior kepala (daerah oksipital, temporalis, dan parietalis) dan
terutama diperantai oleh nervus trigeminus.

WRAP UP SKENARIO 3 BLOK SARAF DAN PERILAKU 5


2.2. Epidemiologi
Prevalensi migren adalah 18,2% diantaranya wanita dan 6,5% pria, dengan 23% rumah
tangga memiliki paling sedikit 1 anggotanya yang mengidap migren. Sebelum usia 12
tahun migren lebih sering terjadi pada anak laki-laki, namun setelah pubertas migren sering
dijumpai pada perempuan dengan rasio 2:1.
Faktor resiko terjadinya sakit kepala adalah gaya hidup, kondisi penyakit, jenis
kelamin, umur, pemberian histamin atau nitrogliserin sublingual dan faktor genetik.
Prevalensi sakit kepala di USA menunjukkan 1 dari 6 orang (16,54%) atau 45 juta orang
menderita sakit kepala kronik dan 20 juta dari 45 juta tersebut merupakan wanita. 75 %
dari jumlah di atas adalah tipe tension headache yang berdampak pada menurunnya
konsentrasi belajar dan bekerja sebanyak 62,7 %. Menurut IHS, migren sering terjadi pada
pria dengan usia 12 tahun sedangkan pada wanita, migren sering terjadi pada usia besar
dari 12 tahun. IHS juga mengemukakan cluster headaache 80 – 90 % terjadi pada pria dan
prevalensi sakit kepala akan meningkat setelah umur 15 tahun.

2.3. Etiologi
Sebagian besar nyeri kepala terjadi karena tegangan (kontraksi otot) dapat disebabkan
oleh:

 Stress emosional, kelelahan, menstruasi, rangsangan dari lingkungan (bunyi


berisik, kerumunan banyak orang, cahaya yang terang).
 Keadaan lain yang dapat menjadi penyebab: glaukoma, inflamasi pada mata atau
mukosa nasal atau sinus paranasal, penyakit pada kulit kepala, gigi, arteri
ekstrakranial, pemakaian obat-obat vasodilator (nitrat, alkohol dan histamin),
penyakit sistemik, hipertensi, peningkatan tekanan intracranial, trauma/tumor
kepala, perdarahan, abses atau aneurisma intrakranial.
Nyeri kepala dapat dibagi kepada tiga kelompok berdasarkan onsetnya yaitu :

 Nyeri kepala akut ini biasanya disebabkan oleh subarachnoid haemorrhage,


penyakit-penyakit serebrovaskular, meningitis atau encephalitis dan juga ocular
disease. Selain itu, nyeri kepala ini juga bisa timbul disebabkan kejang, lumbar
punksi dan karena hipertensi ensefalopati.
 Bagi nyeri kepala subakut, nyerinya biasa timbul karena giant cell arteritis,
massa intrakranial, neuralgia trigeminal, neuralgia glossofaringeal dan hipertensi.
 Nyeri kronik timbul karena migren, nyeri kepala klaster, nyeri kepala tipetegang,
cervical spine disease, sinusitis dan dental disease.
Dalam buku Disease of the Nervous System , dinyatakan bahwa nyeri kepala juga
disebabkan oleh penyakit pada tulang kranium, neuritis dan neuralgia, irritasi
meningeal, lesi di intracranial, trauma dan penurunan tekanan intracranial.
Sakit kepala bisa disebabkan oleh kelainan: (1) vaskular, (2) jaringan saraf, (3) gigi -
geligi, (4) orbita, (5) hidung dan (6) sinus paranasal, (7) jaringan lunak dikepala, kulit,
jaringan subkutan, otot, dan periosteum kepala. Selain kelainan yang telah disebutkan

WRAP UP SKENARIO 3 BLOK SARAF DAN PERILAKU 6


diatas, sakit kepala dapat disebabkan oleh stress dan perubahanlokasi (cuaca, tekanan,
dll.).

a. Intrakranial
1. Inflamasi
- Meningismus
- Meningitis
- Ensefalitis
- Poliomielitis
- Malaria
- Abses Serebral
- ArtritisKrania

2. Non-Inflamasi
- Migrain
- Nyeri Kepala Kluster
- Gegar Otak
- Perdarahan Ekstra Dural
- Perdarahan Subdural
- Perdarahan Subarakhnoid
- Stroke
- Neoplasma
- Hipertensi Benigna Intrakranial

2.4. Klasifikasi
Berdasarkan klassifikasi Internasional Nyeri Kepala Edisi 2 dari Internasional Headache
Society (IHS) :

A. Primary headache disorders :


1. Migraine
2. Tension-type headache
3. Cluster headache and other trigeminal autonomic cephalalgias
4. Other primary headaches

B. Secondary headache disorders:


1. Headache attributed to head and/or neck trauma
2. Headache attributed to cranial or cervical vascular disorder
3. Headache attributed to non-vascular intracranial disorder
4. Headache attributed to a substance or its withdrawal
5. Headache attributed to infection
6. Headache attributed to disorder of homeoeostasis

WRAP UP SKENARIO 3 BLOK SARAF DAN PERILAKU 7


7. Headache or facial pain attributed to disorder of cranium, neck, eyes, ears, nose,
sinuses, teeth,mouth, or other facial or cranial structures.
8. Headache attributed to psychiatric disorder
9. Cranial Neuralgias and facial pains
10. Cranial neuralgias and central causes of facial pain

Other headache, cranial neuralgia central, or primary facial pain

A. Nyeri kepala primer


Nyeri kepala primer merupakan nyeri kepala dimana tidak dijumpai kelainan patologis
pada organ, dan nyeri kepala terjadi murni karena faktor intrinsic

Pembagian nyeri kepala primer adalah migren, nyeri kepala kluster, nyeri kepala tipe
tension, serta nyeri kepala akibat sebab yang lain, seperti setelah berolahraga, hypnic
headache dan lain-lain.

a. Migraine
Migraine adalah headache primer yang sering menyebabkan disabilitas.
Menurut WHO, migraine adalah penyakit ke-19 yang menyebabkan
disabilitas. Migraine dibagi menjadi 2 subtipe yaitu:
o Migraine tanpa aura
Nama lain : common migraine/hemicrania simplex
Kriteria diagnosis :
 Minimal 5 serangan
 Serangan headache berlangsung 4-72 jam (tidak diterapi atau
gagal diterapi)
 Headache dengan minimal 2 karakteristik berikut .
1. Lokasi unilateral,
2. Kualitas pulsating,
3. Intensitas moderate atau severe,
4. Memberat dengan atau menyebabkan menghindari aktivitas
fisik (e.g. berjalan, naik tangga)
 Selama headache minimal ada 1 tanda berikut.
1. Nausea dan/atau vomiting,
2. Photophobia dan phonophobia
 Tidak masuk kategori lain.

o Migraine dengan aura


Nama lain : opthalmoplegic migraine/ classic migraine/
hemiparesthetic migrain/ hemiplegic atau aphasic migraine/
migraine accompagnee/ complicated migraine

WRAP UP SKENARIO 3 BLOK SARAF DAN PERILAKU 8


Deskripsi : kelainan rekuren yang termanifestasi berupa serangan
gejala neurologis fokal reversible yang biasanya muncul gradual 5-
20 menit dan berlangsung <60 menit.
kriteria diagnosis :
1. Minimal 2 serangan
2. Migraine aura memenuhi kriteria :
1. Aura berupa 1 dari berikut (bukan kelemahan otot)
 Gejala visual yang fully reversible bentuk positif
(kerlip cahaya. bintik, garis) atau bentuk negative (loss
of vision)
 Gejala sensoris yang fully reversible bentuk positif
(rasa tertusuk jarum) atau bentuk negative (kebas)
 Gangguan bicara disfasik yang fully reversible
2. Minimal 2 dari berikut
 Gejala visual homonym dan/atau gejala sensoris
unilateral
 Minimal 2 gejala aura muncul gradual >5menit
 Berlangsung > 5 menit dan <60 menit
 Tidak masuk kategori lain

Sub sub type :


 Typical aura dengan migraine headache
 Typical aura dengan non-migrain headache
 Typical aura tanpa headache
 Familial hemiplegic migraine (FHM)
 Hemiplgic migraine sporadic
 Migraine tipe basilar

b. Tension-type headache (TTH)


Nama lain : tension headache, muscle contraction headache,
psychomyogenic headache, stress headache, ordinary headache, essential
headache, idiopathic headache, psychogenic headache
Kriteria diagnosis :
 Minimal 10 episode terjadi dengan frekuensi tergantung sub sub-tipe
masing-masing dan memenuhi criteria B-D
 Headache berlangsung dari 30 menit sampai 7 hari
 Headache dengan 2 ciri berikut :
1. Lokasi bilateral
2. Kualitasnya pressing/thinghting (non-pulsating)

WRAP UP SKENARIO 3 BLOK SARAF DAN PERILAKU 9


3. Intensitas tergantung sub-subtipe
4. Tidak diperparah oleh aktivitas fisik rutin seperti jalan atau naik
tangga
 Ada 2 ciri berikut
1. Tidak ada nausea atau vomiting (bisa ada anorexia)
2. Tidak >1 photophobia atau phonophobia

Ada 2 sub-subtipe yaitu yang diperberat dengan manual palpasi


pericranial & yang tidak. Berikut ini klasifikasi dari TTH. Setiap macam
ini harus memenuhi criteria diagnosis TTH diatas dulu kecuali
keterangan yang disampaikan di bawahnya.
 Infrequent episodic tension-type headache
1. Setiap episode terjadi < 1 hari/bulan rata-rata (<12 hari/tahun)
2. Intensitas moderat sampai severe
 Frequent episodic tension-type headache
1. Setiap episode terjadi >1 tapi <15 hari/bulan selama minimal 3
bulan (>12 dan <180 hari/tahun)
2. Intensitas mild sampai moderate
 Chronic tension-type headache
1. Setiap episode terjadi >15 hari/bulan selama minimal 3 bulan
(>180 hari/tahun)
2. Intensitas mild sampai moderat
3. Berlangsung dalam beberapa jam atau bisa berlanjut
 Probable tension-type headache
1. Memenuhi criteria tension type headache tapi kurang salah satu
ciri wajibnya

c. Cluster headache and other trigeminal autonomic cephalalgia


Nama lain: hemicranias continua, cilliary neuralgia, erythro-melalgia of
the head, erythroprosopalgia of Bing, hemicranias angioparalitica,
hemicranias neuralgiformis chronica, histaminic cephalalgia, Harton’s
headache, Harris-Harton’s headache, petrosal neuralgia (of Gardner),
migranous neuralgia (of Harris).
Kriteria diagnosis
 Headache berlangsung minimal 5 serangan memenuhi criteria B-D
 Nyeri orbital, supraorbital dan atau temporal yang severe atau very
severe berlangsung 15-180 menit tanpa terapi
 Ada minimal 1 tanda berikut:
1. Injeksi konjungtiva ipsilateral dan atau lakrimasi
2. Kongesti nasal ipsilateral dan atau rhinorrhea
3. Edema kelopak mata ipsilateral
4. Keringat facial & dahi ipsilateral

WRAP UP SKENARIO 3 BLOK SARAF DAN PERILAKU 10


5. Miosis dan atau ptosis ipsilateral
6. Rasa restlessness atau agitasi
 Serangan berfrekuensi dari 1 perhari sampai 8 kali/hari
Disebut episodic kalau minimal periode antara 2 headache
berlangsung dalam 7-365 hari dan ada periode remisi bebas nyeri
antara serangan >1 bulan. Kalau rekurensi >1 tahun tanpa periode
remisi atau periode remisi <1 bulan maka disebut kronis.

d. Other primary headache


 Primary stabbing headache
 Primary cough headache
 Primary exertional headache
 Primary headache associated with sexual activity (preorgasmic &
orgasmic headache)
 Hypnic headache
 Primary thunderclap headache
 Hemicranias continua
 New daily persistent headache (NDPH)

B. Nyeri kepala sekunder


Pada nyeri kepala sekunder dijumpai kelainan pada organ.

Nyeri kepala sekunder dibagi berdasarkan penyebabnya, seperti nyeri kepala akibat trauma
kepala, penyakit vaskular, infeksi susunan saraf pusat, tumor dan gangguan metabolik.

Sub sub tipenya :

A. Headache karena trauma kepala dan leher (post traumatic headache akut & kronis,
whiplash injury, traumatic intracranial hematom, post craniotomy)
B. Headache karena kelainan vascular cranial atau cervical (iskemik stroke/TIA,
nontraumatic intracranial hemorrhage, malformasi vascular unruptur, arteritis,
nyeri arteri carotis/vertebral, thrombosis vena)
C. Headache karena kelainan intracranial non vascular (tekanan CSF tinggi/rendah,
inflamasi non infeksi, neoplasma intracranial, injeksi intratechal, epileptic seizure,
chiari malformation)
D. Headache karena substansi atau withdrawalnya (acute substance use, medication
overuse, advers event dari medikasi kronis, withdrawal substansi)
E. Headache karena infeksi (infeksi intracranial, infeksi sistemik, HIV/AIDS, post
infeksi)
F. Headache karena gangguan homoeostasis (hipoksia, hipercapnea, dialysis,
hipertensi arteri, hipotiroid, puasa, cardiac cephalalgia)

WRAP UP SKENARIO 3 BLOK SARAF DAN PERILAKU 11


G. Headache atau nyeri facial karena kelainan cranium, leher, mata, telinga, sinus,
hidung, gigi, mulut atau struktur cranial lainnya (disorser tulang cranial, mata,
telinga. Rhinosinus, gigi rahang, TMJ)
H. Headache karena kelainan psikiatrik (somatisasi, psikotik)

Klasifikasi Nyeri

Nyeri dapat diklasifikasikan berdasarkan beberapa kriteria antara lain :

 Klasifikasi nyeri berdasarkan waktu, dibagi menjadi nyeri akut dan nyeri
kronis
1. Nyeri Akut adalah Nyeri yang terjadi secara tiba-tiba dan terjadinya
singkat contoh nyeri trauma
2. Nyeri Kronis adalah nyeri yang terjadi atau dialami sudah lama contoh
kanker
 Klasifikasi nyeri berdasarkan Tempat terjadinya nyeri
1. Nyeri Somatik adalah Nyeri yang dirasakan hanya pada tempat
terjadinya kerusakan atau gangguan, bersifat tajam, mudah dilihat dan
mudah ditangani, contoh Nyeri karena tertusuk
2. Nyeri Visceral adalah nyeri yang terkait kerusakan organ dalam, contoh
nyeri karena trauma di hati atau paru-paru.
3. Nyeri Reperred : nyeri yang dirasakan jauh dari lokasi nyeri, contoh
nyeri angina.
 Klasifikasi Nyeri Berdasarkan Persepsi Nyeri
1. Nyeri Nosiseptis adalah Nyeri yang kerusakan jaringannya jelas
2. Nyeri neuropatik adalah nyeri yang kerusakan jaringan tidak jelas.

2.5. Patofisiologi
Nyeri adalah sensasi subjektif, rasa yang tidak nyaman biasanya berkaitan dengan
kerusakan jaringan aktual atau potensial (Corwin J.E. ). Ketika suatu jaringan mengalami
cedera, atau kerusakan mengakibatkan dilepasnya bahan – bahan yang dapat menstimulus
reseptor nyeri seperti serotonin, histamin, ion kalium, bradikinin, prostaglandin, dan
substansi P yang akan mengakibatkan respon nyeri (Kozier dkk). Nyeri juga dapat
disebabkan stimulus mekanik seperti pembengkakan jaringan yang menekan pada reseptor
nyeri. (Taylor C. dkk).

Nyeri kepala dipengaruhi oleh nukleus trigeminoservikalis yang merupakan nosiseptif


yang penting untuk kepala, tenggorokan dan leher bagian atas. Semua aferen nosiseptif
dari saraf trigeminus, fasial, glosofaringeus, vagus, dan saraf dari C1 – 3 beramifikasi pada

WRAP UP SKENARIO 3 BLOK SARAF DAN PERILAKU 12


grey matter area ini. Nukleus trigeminoservikalis terdiri dari tiga bagian yaitu pars oralis
yang berhubungan dengan transmisi sensasi taktil diskriminatif dari regio orofasial, pars
interpolaris yang berhubungan dengan transmisi sensasi taktil diskriminatif seperti sakit
gigi, pars kaudalis yang berhubungan dengan transmisi nosiseptif dan suhu.

Terdapat overlapping dari proses ramifikasi pada nukleus ini seperti aferen dari C2
selain beramifikasi ke C2, juga beramifikasi ke C1 dan C3. Selain itu, aferen C3 juga akan
beramifikasi ke C1 dan C2. Hal ini lah yang menyebabkan terjadinya nyeri alih dari pada
kepala dan leher bagian atas. Nyeri alih biasanya terdapat pada oksipital dan regio fronto
orbital dari kepala dan yang jarang adalah daerah yang dipersarafi oleh nervus maksiliaris
dan mandibularis. Ini disebabkan oleh aferen saraf tersebut tidak atau hanya sedikit yang
meluas ke arah kaudal. Lain halnya dengan saraf oftalmikus dari trigeminus. Aferen saraf
ini meluas ke pars kaudal.

Saraf trigeminus terdiri dari 3 yaitu V1, V2, dan V3. V1 , oftalmikus, menginervasi
daerah orbita dan mata, sinus frontalis, duramater dari fossa kranial dan falx cerebri serta
pembuluh darah yang berhubungan dengan bagian duramater ini. V2, maksilaris,
menginervasi daerah hidung, sinus paranasal, gigi bagian atas, dan duramater bagian fossa
kranial medial. V3, mandibularis, menginervasi daerah duramater bagian fossa cranial
medial, rahang bawah dan gigi, telinga, sendi temporomandibular dan otot menguyah.

Selain saraf trigeminus terdapat saraf kranial VII, IX, X yang innervasi meatus
auditorius eksterna dan membran timfani. Saraf kranial IX menginnervasi rongga telinga
tengah, selain itu saraf kranial IX dan X innervasi faring dan laring.

Servikalis yang terlibat dalam sakit kepala adalah C1, C2, dan C3. Ramus dorsalis
dari C1 menginnervasi otot suboccipital triangle - obliquus superior, obliquus inferior dan
rectus capitis posterior major dan minor. Ramus dorsalis dari C2 memiliki cabang lateral
yang masuk ke otot leher superfisial posterior, longissimus capitis dan splenius sedangkan
cabang besarnya bagian medial menjadi greater occipital nerve. Saraf ini mengelilingi
pinggiran bagian bawah dari obliquus inferior, dan balik ke bagian atas serta ke bagian
belakang melalui semispinalis capitis, yang mana saraf ini di suplai dan masuk ke kulit
kepala melalui lengkungan yang dikelilingi oleh superior nuchal line dan the aponeurosis
of trapezius. Melalui oksiput, saraf ini akan bergabung dengan saraf lesser occipital yang
mana merupakan cabang dari pleksus servikalis dan mencapai kulit kepala melalui
pinggiran posterior dari sternokleidomastoid. Ramus dorsalis dari C3 memberi cabang
lateral ke longissimus capitis dan splenius. Ramus ini membentuk 2 cabang medial. Cabang
superfisial medial adalah nervus oksipitalis ketiga yang mengelilingi sendi C2-3
zygapophysial bagian lateral dan posterior.

WRAP UP SKENARIO 3 BLOK SARAF DAN PERILAKU 13


Daerah sensitif terhadap nyeri kepala dapat dibagi menjadi 2 bagian yaitu intrakranial
dan ekstrakranial. Intrakranial yaitu sinus venosus, vena korteks serebrum, arteri basal,
duramater bagian anterior, dan fossa tengah serta fossa posterior. Ektrakranial yaitu
pembuluh darah dan otot dari kulit kepala, bagian dari orbita, membran mukosa dari rongga
nasal dan paranasal, telinga tengah dan luar, gigi, dan gusi. Sedangkan daerah yang tidak
sensitif terhadap nyeri adalah parenkim otak, ventrikular ependima, dan pleksus koroideus.

Beberapa mekanisme umum yang tampaknya bertanggung jawab memicu nyeri


kepala adalah sebagai berikut (Lance, 2000) : (1) peregangan atau pergeseran pembuluh
darah; intrakranium atau ekstrakranium, (2) traksi pembuluh darah, (3) kontraksi otot
kepala dan leher ( kerja berlebihan otot), (3) peregangan periosteum (nyeri lokal), (4)
degenerasi spina servikalis atas disertai kompresi pada akar nervus servikalis (misalnya,
arteritis vertebra servikalis), defisiensi enkefalin (peptida otak mirip- opiat, bahan aktif
pada endorfin).

WRAP UP SKENARIO 3 BLOK SARAF DAN PERILAKU 14


2.6. Manifestasi

Membedakan Nyeri Kepala

Jenis atau Penyebab Ciri Khas Pemeriksaan


Diagnostik

Ketegangan otot Sakit kepala sering, nyeri hilang timbul, Pemeriksaan untuk
tidak terlalu berat dan dirasakan di menyingkirkan penyakit
kepala bagian depan dan belakang atau fisik serta penilaian
kekakuan menyeluruh. factor psikis dan
kepribadian.

Migraine Nyeri dimulai di dalam di sekitar mata Jika diagnosisnya masih


atau pelipis, menyebar ke satu atau meragukan dan sakit
kedua sisi kepala, biasanya mengenai kepala baru terjadi,
seluruh kepala, berdenyut dan disertai dilakukan CT Scan atau
dengan hilangnya nafsu makan, mual MRI atau diberikan obat
dan muntah. migraine untuk melihat
efeknya.

Nyeri kepala cluster Serangannya singkat (1jam), dirasakan Obat migraine diberikan
disatu sisi kepala, serangan terjadi secara untuk melihat efeknya
periodic, menyerang pria yang disertai (sumatriptan,

WRAP UP SKENARIO 3 BLOK SARAF DAN PERILAKU 15


dengan pembengkakan mata, hidung metisergid/obat
meler dan mata berari pada sisi yang vasokonstriktor,
sama dengan nyeri. kortikosteroid,
indometasin) atau
menghirup O2.

Hipertensi Nyerinya berdenyut dan dirasakan Analisa kimia darah dan


dikepala bagian belakang atau dipuncak pemeriksaan ginajl.
kepala.

Kelainan mata Nyeri dirasakan di kepala bagian depan Pemeriksaan mata


(iritis, glaucoma) atau di dalam dan di seluruh mata,
bersifat sedang sampai berat dan
seringkali memburuk jika mata dalam
keadaan lelah.

Kelainan sinus Nyeri bersifat akut atau subakut, Rontgen sinus


dirasakan di kepala bagian depan,
bersifat tumpul atau berat, biasanya
memburuk di pagi hari, membaik di
siang hari dan memburuk dalam keadaan
dingin atau lembab.

Tumor otak Nyeri hilang timbul, ringan sampai berat, MRI atau CT Scan
dirasakan di satu titik atau diseluruh
kepala. Kelemahan di salah satu sisi
tubuh semakin meningkat, kejang,
gangguan penglihatan, kemampuan
berbicara hilang, muntah dan perubahan
mental.

Infeksi otak Nyeri hilang timbul, ringan sampai berat, MRI atau CT Scan
dirasakan disatu titik atau diseluruh
kepala. Sebelumnya penderita pernah
mengalami infeksi telinga, sinus atau
paru-paru, penyakit jantung rematik atau
jantung bawaan.

Meningitis Nyeri baru dirasakan, menetap, berat dan Pemeriksaan darah,


dirasakan di seluruh kepala serta pungsi lumbal.
menjalar ke leher. Sakit disertai demam,
muntah dan sebelumnya mengalami

WRAP UP SKENARIO 3 BLOK SARAF DAN PERILAKU 16


nyeri tenggorokan atau infeksi
pernafasan dan leher ditekuk.

Hematoma subdural Nyeri hilang timbul atau terus-menerus, MRI atau CT Scan
ringan sampai berat, bisa dirasakan di
satu titik atau diseluruh kepala, menjalar
ke leher. Biasanya sebelumnya telah
terjadi cedera pada penderita yang
disertai penurunan kesadaran.

Perdarahan Nyeri baru dirasakan, menyebar, hebat MRI atau CT Scan, jika
subarachnoid dan menetap, kadang dirasakan di dalam hasilnya (-) maka
dan di sekitar mata, kelopak mata turun. dilakukan pungsi
lumbal.

Sifilis, tuberculosis, Nyeri bersifat tumpul sampai berat dan


criptococcus, dirasakan diseluruh kepala atau di
kanker, puncak kepala, menderita demam meski
tidak terlalu tinggi dan terdapat riwayat Pungsi lumbal
sifilis, tuberculosis, kriptokosis,
sarkoidosis atau kanker pada pasien.

Tipe Tanda dan Gejala


Migrain tanpa aura ( migrain biasa)
Durasi 4 sampai 72 jam apabila  Gejala prodromal yang meliputi rasa lelah,
tidak diobati nausea, vomitus, dan ketidakseimbangan
cairan yang mendahului serangan sakit
kepala.
 Sensitive terhadap cahaya dan bunyi
berisik.
 Nyeri tipe sakit kepala (rasa pegal atau
nyeri berdenyut yang bias unilateral atau
bilateral).
Migrain dengan aura (klasik)
Biasanya terjadi pada kepribadian  Gejala prodromal yang meliputi gangguan
kompulsif. penglihatan seperti penampakan garis zig
zag dan cahaya yang terang, gangguan
sensorik (kesemutan pada wajah, bibir
serta tangan), gangguan motorik.
 Sakit kepala yang periodik dan rekuren.
Migrain hemiplegik dan oftalmoplegik
Biasanya terjadi pada dewasa muda  Nyeri unilateral

WRAP UP SKENARIO 3 BLOK SARAF DAN PERILAKU 17


 Kelumpuhan otot ekstraokuler (N. cranial
III) dan psitosis.
 Migrain hemiplegic terdapat gangguan
neurologi (hemiparesis, hemiplagia) yang
dapat bertahan meskipun sakit kepala
sudah mereda.
Migrain arteri basilaris
Terjadi pada wanita muda periode  Gejala prodromal yang meliputi gangguan
haid penglihatan parsial dengan keluhan
vertigo, ataksia, tinnitus, kesemutan jari-
jari tangan serta kaki.
 Nyeri kepala yang berupa nyeri berdenyut
di daerah oksipital dn vomitus.

2.7. Diagnosis dan Diagnosis Banding


Amanmesis
Pertanyaan umum pada anamnesa keluhan nyeri kepala:
1. Apakah nyeri kepala itu merupakan nyeri kepala “biasa”?
Istilah “biasa” disini berarti nyeri kepala yang terjadi kadang-kadang tanpa
sebab yang jelas dan lazim diderita banyak orang. Namun kemungkinan
adanya gangguan biokimiawi dibalik nyeri tersebut juga tidak dapat
disingkirkan.
2. Apakah pasien pernah mengalami gangguan cedera kepala yang terjadi
segera, beberapa minggu bahkan beberapa bulan sebelum timbulnya nyeri
kepala untuk pertama kali?
Nyeri kepala semacam ini bisa merupakan suatu gejala sisa setelah
seseorang mengalami kontusio cerebri atau perdarahan subdural.
3. Apakah disertai gejala demam?
Jika ya, penyebabnya harus dipikirkan. Pada penyakit-penyakit infeksi
tertentu, terutama demam tifoid dan infeksi yang disebabkan oleh arbovirus,
nyeri kepala dapat dirasakan sangat hebat sehingga menutupi keluhan
demamnya.
4. Bagaimana pasien menjelaskan nyeri kepala (lokasi, frekuensi, waktu,
durasi, kualitas, faktor pemicu, faktor pereda)?
5. Apakah nyeri kepala timbul tersendiri atau disertai kelainan lain (mual,
muntah, pusing, fotofobia, penglihatan kabur)?
(Price, 2006)

Pertanyaan diagnostik spesifik:


1. Apakah nyeri kepala menggangu kehidupan anda?
2. Apakah ada perubahan pola nyeri kepala selama 6 bulan terakhir?
3. Seberapa sering anda mengalami nyeri kepala tipe apapun?
4. Seberapa sering anda menggunakan obat untuk mengatasi nyeri kepala?

WRAP UP SKENARIO 3 BLOK SARAF DAN PERILAKU 18


1. Tension Type Headache (TTH)
Anamnesis
Tension Type Headache harus memenuhi syarat yaitu sekurang-kurangnya dua dari
ciri berikut ini :
(1) adanya sensasi tertekan/terjepit
(2) intensitas ringan sampai sedang
(3) lokasi bilateral
(4) tidak diperburuk aktivitas
Selain itu, tidak dijumpai mual muntah, tidak ada salah satu dari fotofobia dan
fonofobia.

PF dan PP
Pemeriksaan Penunjang Tension Type Headache (TTH) Tidak ada uji spesifik
untuk mendiagnosis TTH dan pada saat dilakukan pemeriksaa neurologik tidak ditemukan
kelainan apapun. TTH biasanya tidak memerlukan pemeriksaan darah, rontgen, CT scan
kepala maupun MRI.

2. Migren
Anamnesis
Migren dengan aura 3 dr 4 kriteria berikut:
(1) migren dengan satu atau lebih aura reversibel yang mengindikasikan disfungsi
serebral korteks dan atau tanpa disfungsi batang otak
(2) paling tidak ada satu aura yang terbentuk berangsur ± angsur lebih dari 4 menit
(3) aura tidak bertahan lebih dari 60 menit
(4) sakit kepala mengikuti aura dalam interval bebas waktu tidak mencapai 60
menit.

Migren tanpa aura sedikit lima kali serangan nyeri kepala seumur hidup yang memenuhi
kriteria berikut :
(a) berlangsung 4 - 72 jam dan paling sedikit memenuhi dua dari syarat berikut:
(1) unilateral
(2) sensasi berdenyut
(3) intensitas sedang berat
(4) diperburuk oleh aktifitas
(5) bisa terjadi mual muntah, fotofobia dan fonofobia.

PF dan PP
Pemeriksaan Penunjang Migren Pemeriksaan untuk menyingkirkan penyakit lain (
jika ada indikasi) adalah pencitraan ( CT scan dan MRI) dan punksi lumbal.

3. Sakit Kepala Cluster


Anamnesis
Diagnosis nyeri kepala klaster menggunakan kriteria oleh IHS adalah sebagai
berikut : (IHS,2005)
a. Paling sedikit 5 kali serangan dengan kriteria seperti di bawah

WRAP UP SKENARIO 3 BLOK SARAF DAN PERILAKU 19


b. Berat atau sangat berat unilateral orbital, supraorbital, dan atau nyeri
temporal selama 15 – 180 menit bila tidak di tatalaksana.
c. Sakit kepala disertai satu dari kriteria dibawah ini :
1. Injeksi konjungtiva ipsilateral dan atau lakriimasi
2. Kongesti nasal ipsilateral dan atau rhinorrhea
3. Edema ipsilateral kelopak mata
4. berkeringat pada bagian depan dan wajah ipsilateral
5. Ipsilateral miosis dan atau ptosis
6. Sensasi agitasi
d. Serangan mempunyai frekuensi dari 1 kali setiap hari berbeda hingga 8 kali
pada hari yang sama
e. Tidak berhubungan dengan kelainan yang lain

DIAGNOSIS BANDING

Gejala Migrain Tension headache Cluster


Riwayat keluarga + - -
Jenis kelamin Perempuan Tak berbeda Pria
Usia Remaja – dewasa dewasa 20 – 40 tahun
Lokasi sakit Unilateral Bilateral Unilateral
Saat timbul Pagi Sore Malam
Nyeri berdenyut ++ - -
Intensitas nyeri Sedang – berat Ringan – sedang Sangat hebat
Lama serangan 4 jam – 3 hari beberapa hari 15 menit – 3 jam
Pengaruh aktifitas Makin parah Tak berpengaruh Tak berpengaruh
fisik
Nyeri hilang timbul + - -
Enek / muntah + - -
Fotofobia + - -
Fonofobia + - -
Mata merem/merah - - +++
Hidung keluar air - - +++
Leher kaku - ++ -
Kelumpuhan badan + - -

2.8. Tatalaksana
Sasaran penatalaksanaan tergantung lama dan intensitas nyeri, gejala penyerta, derajat
disabilitas serta respon awal dari pengobatan dan mungkin pula ditemukan penyakit lain
seperti epilepsi, ansietas, stroke, infark miokard. Karena itu harus hati-hati memberikan
obat. Bila ada gejala mual/muntah, obat diberikan rektal, nasal, subkutan atau intra vena.

WRAP UP SKENARIO 3 BLOK SARAF DAN PERILAKU 20


Tatalaksana pengobatan migren dapat dibagi kepada 4 kategori
a. Langkah umum
b. Terapi abortif
c. Langkah menghilangkan rasa nyeri
d. Terapi preventif

A. Langkah Umum
Perlu menghindari pencetus nyeri, seperti perubahan pola tidur, makanan,
stres dan rutinitas sehari-hari, cahaya terang, kelap kelip, perubahan cuaca,
berada ditempat yang tinggi seperti gunung atau di pesawat udara.

B. Terapi Abortif
Pada serangan ringan sampai sedang atau serangan berat. Analgesik ringan
aspirin (drug of choice). Bila tidak respon terhadap NSAIDs, dipakai obat
spesifik. seperti: Triptans (naratriptans, rizatriptan, sumatriptan,
zolmitriptan), Dihydro ergotamin (DHE), obat kombinasi (aspirin dengan
asetaminophen dan kafein), obat golongan ergotamin.

Tabel obat spesifik


Jenis obat
1. Ergotamin Dosis : 1-2 mg oral/jam, maksimal 3 dosis sehari, gunakan
dosis efektif terkecil.
Suppos : 1 mg, dosis maks, 2-3/ hr dan 12/bulan
Kontra indikasi : pengguna triptans, hamil, menyusui,
hipertensi, sepsis, coronary, cerebral, peripheral vascular
disease.
Adverse react: Increased incidence of migraines, daily
headaches, tachycardia,arterial spasm, numbness and
tingling, vomiting, diarrhea, dizziness, abdominal cramps.
2. Caffeine Dosis: 2 tablet (100 mg caffeine/1mg ergot) pada saat
plus onset, kemudian 1 tab tiap 30 menit, dapat naik sampai 6
Ergotamine tab.(jangan lebih
10 tab/minggu nya).
Suppos (2 mg ergot/100 mg caff).

3. Dihydroerg Dosis: 1 mg IM, SC Max initial dose: 0.5 to 1.0 mg; dapat
otamine diulang tiap jam sampai dosis max 3 mg IM atau 2 mg IV
(DHE) per hari, dan 6 mg per minggu.
Intranasal: 0.5-mg spray pada tiap nostril, dosis maksimal
4 spray (2 mg) per hari.
Triptans
1. Sumatriptan Dosis: 6 mg SC, dapat diulang dalam 1 jam, dosis
maksimal 12 mg/hr. 25 -100 mg oral /2 jam, dosis maks:
200 mg/hari
Max initial dose: 100 mg.

WRAP UP SKENARIO 3 BLOK SARAF DAN PERILAKU 21


Intranasal: 5 -10 mg (1-2 spray) pada satu nostril; dapat
diulang sesudah 2 jam, dosis maksimal 40 mg/hari.
Kontraindikasi : Ergotamine, hemiplegic atau basilar
migraine, hamil, gangguan fungsi hepar, CAD, MAOI
Adverse react : vomiting, vertigo, headache, chest
pressure and heaviness.
2. Naratriptan Dosis: 1.0 - 2.5 mg ooral/4 jam, dosis max 5 mg per hari.
Kontra indikasi : Ergot-type medications, kontrasepsi oral,
merokok, CAD.
Adverse react : Dizziness, nausea, fatigue.
3. Rizatriptan Dosis: 5 - 20 mg oral/2jam, dosis maks 30 mg per hari.
Kontra indikasi : Ergot-type medications, other triptans,
propranolol, cimetidine, CAD
Adverse react : Tachycardia, throat tightness.
4. Zolmitriptan Dosis: 2.5-5.0 mg oral/2 jam, dosis maks 10 mg per hari.
Kontra indikasi: Ergot-type medications, other triptans,
CAD.
(Gunawan, 2007)

C. Langkah Menghilangkan Rasa Nyeri


Terapi abortif mungkin belum mengatasi nyeri secara komplit,
dibutuhkan analgesik NSAIDs. Obat OTCs yang direkomendasikan FDA
ialah kombinasi aspirin 250 mg, acetaminophen 250 mg dan caffein 65 mg.
Ketoralac tromethamin “non narcotic, non habituating” dapat dipakai, efek
sampingnya minim, dosis 60 mg i.m.
Analgesik narkotik, antiemetik, pheno-tyhiazines, dan kompres
dingin bisa mengurangi nyeri. Analgesik narkotik (codein, meperidine HCL
, methadone HCL) diberikan parenteral, efektif menghilangkan nyeri. Anti
emetik diberikan parenteral atau suppositoria (phenergan, chlopromazine
dan prochlorperazine) mempunyai efek sedatif dan anti mual. Transnasal
butorphanol tartrate diberikan parenteral. Pemberian nasal efektif karena
sifat mukosa hidung lebih cepat mengabsorbsi. (Price, 2006)

D. Terapi preventif
Prinsip umum terapi preventif :
 *Mengurangi frekuensi berat dan lamanya serangan.
 *Meningkatkan respon pasien terhadap pengobatan.
 *Meningkatkan aktivitas sehari-hari, serta pengurangan disabilitas.

Formula Prevensi Migren.


 *Pemakaian obat: dosis rendah yang efektif dinaikkan pelan-pelan
sampai dosis efektif. Efek klinik tercapai setelah 2-3 bulan.
 *Pendidikan terhadap penderita: teratur memakai obat, perlu diskusi
rasional tentang pengobatan, efek samping.

WRAP UP SKENARIO 3 BLOK SARAF DAN PERILAKU 22


 *Evaluasi : “Headache diary” merupakan suatu gold standart evaluasi
serangan, frekuensi, lama, beratnya serangan, disabilitas dan respon
obat.
 *Kondisi penyakit lain : pedulikan kelainan yang sedang diderita seperti
stroke, infark myocard, epilepsi dan ansietas, penderita hamil (efek
teratogenik), hati-hati interaksi obat-obat.

Tabel Obat profilaksis Migren


Jenis Obat Dosis Efek Samping Kontraindikasi
β-blokers
Atenolol 50-150mg/hr Fatigue, bronchospasm, Pasien asma, DM,
Metaprolol 100-200 bradikardi, hipotensi, peny.
Nadolol mg/hr depresi, congestive vaskuler perifer, heart
Propanolol 20-160 mg/hr heart failure, impotensi, block, ibu hamil.
40-240 mg/hr gangguan tidur.
Calcium channel
blockers
Flunarizine 5-10 mg/hr Fatigue, depresi, ibu hamil, hipertensi,
Verapamil 240-320 bradikardi, hipotensi, aritmia.
mg/hr konstipasi, nausea,
edema.
Serotonin receptor
antagonists
Methysergide
2 mg (max Retroperitoneal,cardiac hipertensi, kehamilan,
8mg/hr) and tromboflebitis.
pulmonary fibrosis
Pizotyline 0.5 mg (max Weight gain, Fatigue.
(pizotifen) 3-6 mg/hr)
Tricyclic
analgesics 10-150 mg Mulut kering, kelainan liver, ginjal,
Amitriptiline 10-150 mg konstipasi, weight gain, paru, jantung,
Nortriptiline drowsiness, glaukoma, hipertensi.
reduced seizure
threshold,
cardiovascular effects.
Anti-epileptik
Divalproex 500-1500 Nausea, tremor, weight
Sodium mg/d gain,
valproate 500-1500 alopecia, increased
Valproic acid mg/d liver enzyme levels.
500-1500
mg/d

WRAP UP SKENARIO 3 BLOK SARAF DAN PERILAKU 23


Gabapentin 900-1800 Dizzines, fatique,
mg/hr (max ataxia, nausea, tremor.
2400)
(Kenneth, 2004)
Tatalaksana Nyeri Kepala Tension
Terapi Non-farmakologi
 *Melakukan latihan peregangan leher atau otot bahu sedikitnya 20
sampai 30 menit.
 *Perubahan posisi tidur.
 *Pernafasan dengan diafragma atau metode relaksasi otot yang lain.
 *Penyesuaian lingkungan kerja maupun rumah.
 *Pencahayaan yang tepat untuk membaca, bekerja, menggunakan
komputer, atau saat menonton televisi.
 *Hindari eksposur terus-menerus pada suara keras dan bising.
 *Hindari suhu rendah pada saat tidur pada malam hari.

(Price, 2006)
Terapi farmakologi
*Menggunakan analgesik atau analgesik plus ajuvan sesuai tingkat nyeri.
Seperti obat-obat OTC: aspirin, acetaminophen, ibuprofen atau naproxen
sodium. Produk kombinasi dengan kafein dapat meningkatkan efek analgesik.
*Untuk sakit kepala kronis, perlu assesment yang lebih teliti mengenai
penyebabnya, misalnya karena anxietas atau depresi.
*Pilihan obatnya adalah antidepresan, seperti amitriptilin atau antidepresan
lainnya. Hindari penggunaan analgesik secara kronis  memicu rebound
headache.
(Kowalak, 2011)
Tatalaksana Cluster headache
Sasaran terapi : menghilangkan nyeri (terapi abortif), mencegah serangan
(profilaksis).
Strategi terapi : menggunakan obat NSAID, vasokonstriktor cerebral.
*Obat terapi abortif: oksigen, ergotamin, sumatriptan (dosis sama dengan dosis
migren).
*Obat terapi profilaksis: verapamil, litium, ergotamin, metisergid,
kortikosteroid, topiramat.

2.9. Komplikasi
Komplikasi TTH adalah rebound headache yaitu nyeri kepala yang disebabkan oleh
penggunaan obat - obatan analgesia seperti aspirin, asetaminofen, dllyang berlebihan.
Tension type headache episodik dapat berkembang menjadi tipe kronik, dan depresi akibat
gejalanya dapat terjadi sebagai suatu komplikasi pada pasien. Komplikasi Migren adalah
rebound headache, nyeri kepala yang disebabkan oleh penggunaan obat-obatan analgesia
seperti aspirin, asetaminofen, dll yang berlebihan.

WRAP UP SKENARIO 3 BLOK SARAF DAN PERILAKU 24


2.10. Pencegahan
Terapi Perilaku merupakan pencegahan yang baik pada pasien, mengingat ini
adalah suatu kelainan psikogenik, diharapkan,d engan adanya suatu terapi psikologis,
pasien dapat mengenali jika sakit kepalanya mulai timbul dan mulai melakukan perubahan-
perubahan sikap agar sakit kepalanya mereda.
2.11. Prognosis
Prognosis nyeri kepala bergantung pada jenis sakit kepalanya sedangkan indikasi
merujuk keadaan :
1. Sakit kepala yang tiba-tiba dan timbul kekakuan di leher,
2. Sakit kepala dengan demam dan kehilangan kesadaran,
3. Sakit kepala setelah terkena trauma mekanik pada kepala,
4. Sakit kepala disertai sakit pada bagian mata dan telinga,
5. Sakit kepala yang menetap pada pasien yang sebelumnya tidak pernah mengalami
serangan,
6. Sakit kepala yang rekuren pada anak.
Kelainan tipe episodik jauh lebih mudah ditangani daripada tipe kronik.

3. Memahami dan Menjelaskan Nyeri Somatoform


3.1.Definisi
Gangguan somatoform adalah suatu kelompok gangguan yang memiliki gejala fisik
(sebagai contohnya, nyeri, mual, dan pusing) di mana tidak dapat ditemukan penjelasan
medis yang adekuat. Gejala dan keluhan somatik adalah cukup serius untuk menyebabkan
penderitaan emosional yang bermakna pada pasien atau gangguan pada kemampuan pasien
untuk berfungsi di dalam peranan sosial atau pekerjaan. Suatu diagnosis gangguan
somatoform mencerminkan penilaian klinisi bahwa faktor psikologis adalah suatu
penyumbang besar untuk onset, keparahan, dan durasi gejala. Gangguan somatoform
adalah tidak disebabkan oleh pura-pura yang disadari atau gangguan buatan.

Gambaran yang penting dari gangguan somatoform adalah adanya gejala fisik, dimana
tidak ada kelainan organik atau mekanisme fisiologik. Dan untuk hal tersebut terdapat bukti
positif atau perkiraan yang kuat bahwa gejala tersebut terkait dengan adanya faktor
psikologis atau konflik. Karena gejala tak spesifik dari beberapa sistem organ dapat terjadi
pada penderita anxietas maupun penderita somatoform disorder, diagnosis anxietas sering
disalah diagnosiskan menjadi somatoform disorder, begitu pula sebaliknya. Adanya
somatoform disorder, tidak menyebabkan diagnosis anxietas menjadi hilang.

Pada DSM-IV ada 4 kategori penting dari somatoform disorder, yaitu hipokhondriasis,
gangguan somatisasi, gangguan konversi dan gangguan nyeri somatoform (Iskandar Y,
2009).
Pada gangguan ini sering kali terlihat adanya perilaku mencari perhatian (histrionik),
terutama pada pasien yang kesal karena tidak berhasil membujuk dokternya untuk

WRAP UP SKENARIO 3 BLOK SARAF DAN PERILAKU 25


menerima bahwa keluhannya memang penyakit fisik dan bahwa perlu adanya pemeriksaan
fisik yang lebih lanjut.

3.2. Etiologi

Gangguan Somatisasi : Substitusi instiktual yang direpresi, pengajaran parental, kondisi


rumah tidak stabil, penyiksaan fisik, penurunan metabolisme lobus frontalis dan hemisfer
nondominan, genetika, regulasi abnormal sitokin.

Gangguan Konversi : Represi konflik intrapsikis bawah sadar dan konversi kecemasan ke
dalam suatu gejala psikis, hipometabolisme hemisfer dominan, hipermetabolisme hemisfer
nondominan, gangguan komunikasi hemisferik.

Hipokondriasis : Mis-interpretasi gejala-gejala tubuh, model belajar sosial, varian


gangguan depresif dan kecemasan, harapan agresif dan permusuhan terhadap orang lain.

Gangguan Dismorfik Tubuh : Melibatkan metabolisme serotonin, pengaruh kulturaldan


sosial.

Gangguan Nyeri : Ekspresi simbolik intrapsikis melalui tubuh (aleksitimia), perilaku sakit,
manipulasi untuk mendapat keuntungan hubungan interpersonal, melibatkan serotonin,
defisiensi endorfin.Terdapat faktor psikososial berupa konflik psikologis di bawah sadar
yang mempunyai tujuan tertentu. Pada beberapa kasus ditemukan faktor genetik dalam
transmisi gangguan ini. Selain itu, dihubungkan pula dengan adanya penurunan
metabolism (hipometabolisme) suatu zat tertentu di lobus frontalis dan hemisfer non
dominan.

Secara garis besar, faktor-faktor penyebab dikelompokkan sebagai berikut (Nevid


dkk, 2005) :
a. Faktor-faktor Biologis
Faktor ini berhubungan dengan kemungkinan pengaruh genetis (biasanya pada
gangguan somatisasi).
b. Faktor Lingkungan Sosial
Sosialisasi terhadap wanita pada peran yang lebih bergantung, seperti “peran
sakit” yang dapat diekspresikan dalam bentuk gangguan somatoform.
c. Faktor Perilaku
Pada faktor perilaku ini, penyebab ganda yang terlibat adalah:
i. Terbebas dari tanggung jawab yang biasa atau lari atau menghindar dari
situasi yang tidak nyaman atau menyebabkan kecemasan (keuntungan
sekunder).
ii. Adanya perhatian untuk menampilkan “peran sakit”
iii. Perilaku kompulsif yang diasosiasikan dengan hipokondriasis atau gangguan
dismorfik tubuh dapat secara sebagian membebaskan kecemasan yang

WRAP UP SKENARIO 3 BLOK SARAF DAN PERILAKU 26


diasosiasikan dengan keterpakuan pada kekhawatiran akan kesehatan atau
kerusakan fisik yang dipersepsikan.

d. Faktor Emosi dan Kognitif


Pada faktor penyebab yang berhubungan dengan emosi dan kognitif, penyebab
ganda yang terlibat adalah sebagai berikut:
i. Salah interpretasi dari perubahan tubuh atau simtom fisik sebagai tanda dari
adanya penyakit serius (hipokondriasis).
ii. Dalam teori Freudian tradisional, energi psikis yang terpotong dari
impulsimpuls yang tidak dapat diterima dikonversikan ke dalam simtom fisik
(gangguan konversi).
iii. Menyalahkan kinerja buruk dari kesehatan yang menurun mungkin merupakan
suatu strategi self-handicaping (hipokondriasis).

3.3.Klasifikasi

Gangguan Somatoform berdasarkan PPDGJ III dibagi menjadi :


 gangguan somatisasi
 gangguan somatoform tak terperinci
 gangguan hipokondrias
 disfungsi otonomik somatoform
 gangguan nyeri somatoform menetap
 gangguan somatoform lainnya
 gangguan somatoform yang tidak tergolongkan

DSM-IV, ada tujuh kelompok, lima sama dengan klasifikasi awal dari PPDGJ ditambah
dengan gangguan konversi, dan gangguan dismorfik tubuh.
Pada bagian psikiatri, gangguan yang sering ditemukan di klinik adalah gangguan
somatisasi dan hipokondriasis.

Gangguan Somatisasi
Definisi
Gangguan somatisasi (somatization disorder) dicirikan dengan keluhan somatik
yang beragam dan berulang yang bermula sebelum usia 30 tahun (namun biasanya
pada usia remaja), bertahan paling tidak selama beberapa tahun, dan berakibat antara
menuntut perhatian medis atau mengalami hendaya yang berarti dalam memenuhi
peran sosial atau pekerjaan.
Keluhan-keluhan yang diutarakan biasanya mencakup sistim-sistim organ yang
berbeda seperti nyeri yang samar dan tidak dapat didefinisikan, problem
menstruasi/seksual, orgasme terhambat, penyakit-penyakit neurologik,
gastrointestinal, genitourinaria, kardiopulmonar, pergantian status kesadaran yang
sulit ditandai dan lain sebagainya. Jarang dalam setahun berlalu tanpa munculnya
beberapa keluhan fisik yang mengawali kunjungan ke dokter. Orang dengan gangguan
somatisasi adalah orang yang sangat sering memanfaatkan pelayanan medis. Keluhan-
keluhannya tidak dapat dijelaskan oleh penyebab fisik atau melebihi apa yang dapat

WRAP UP SKENARIO 3 BLOK SARAF DAN PERILAKU 27


diharapkan dari suatu masalah fisik yang diketahui. Keluhan tersebut juga tampak
meragukan atau dibesar-besarkan, dan orang itu sering kali menerima perawatan medis
dari sejumlah dokter, terkadang pada saat yang sama.

Etiologi
Belum diketahui. Teori yang ada yaitu teori belajar, terjadi karena individu belajar
untuk mensomatisasikan dirinya untuk mengekspresikan keinginan dan kebutuhan
akan perhatian dari keluarga dan orang lain

Epidemiologi
- Wanita : pria = 10 :1, bermula pada masa remaja atau dewasa muda
- Rasio tertinggi usia 20- 30 tahun
- Pasien dengan riwayat keluarga pernah menderita gangguan somatoform (berisiko 10-
20 kali lebih besar dibanding yang tidak ada riwayat)

Gangguan Somatoform Tak Terinci


Etiologi
Tidak diketahui

Epidemiologi
Bervariasi, di USA 10%-12% terjadi pada usia dewasa dan 20 % menyerang wanita.

Gangguan Hipokondrik
Definisi
Hipokondriasis adalah keterpakuan (preokupasi) pada ketakutan menderita, atau
keyakinan bahwa seseorang memiliki penyakit medis yang serius, meski tidak ada
dasar medis untuk keluhan yang dapat ditemukan. Berbeda dengan gangguan
somatisasi dimana pasien biasanya meminta pengobatan terhadap penyakitnya yang
seringkali menyebabkan terjadinya penyalahgunaan obat, maka pada gangguan
hipokondrik pasien malah takut untuk makan obat karena dikira dapat menambah
keparahan dari sakitnya.
Ciri utama dari hipokondriasis adalah fokus atau ketakutan bahwa simptom fisik
yang dialami seseorang merupakan akibat dari suatu penyakit serius yang
mendasarinya, seperti kanker atau masalah jantung. Rasa takut tetap ada meskipun
telah diyakinkan secara medis bahwa ketakutan itu tidak berdasar. Gangguan ini paling
sering muncul antara usia 20 dan 30 tahun, meski dapat terjadi di usia berapapun.
Orang dengan hipokondriasis tidak secara sadar berpura-pura akan simptom
fisiknya. Mereka umumnya mengalami ketidaknyamanan fisik, seringkali melibatkan
sistem pencernaan atau campuran antara rasa sakit dan nyeri. Berbeda dengan
gangguan konversi yang biasanya ditemukan sikap ketidakpedulian terhadap simptom
yang muncul, orang dengan hipokondriasis sangat peduli, bahkan benar-benar terlalu
peduli pada simptom dan hal-hal yang mungkin mewakili apa yang ia takutkan.
Pada gangguan ini, orang menjadi sangat sensitif terhadap perubahan ringan
dalam sensasi fisik, seperti sedikit perubahan dalam detak jantung dan sedikit sakit
serta nyeri. Padahal kecemasan akan simptom fisik dapat menimbulkan sensasi fisik
itu sendiri, misalnya keringat berlebihan dan pusing, bahkan pingsan. Mereka

WRAP UP SKENARIO 3 BLOK SARAF DAN PERILAKU 28


memiliki lebih lanjut kekhawatiran akan kesehatan, lebih banyak simptom psikiatrik,
dan mempersepsikan kesehatan yang lebih buruk daripada orang lain. Sebagian besar
juga memiliki gangguan psikologis lain, terutama depresi mayor dan gangguan
kecemasan.

Etiologi
Masih belum jelas

Epidemiologi
Biasanya terjadi pada usia dewasa, rasio antara wanita dan pria sama

Gangguan Nyeri Somatoform Menetap


Definisi
Gangguan nyeri ditandai oleh gejala nyeri yang semata-mata berhubungan dengan
faktor psikologis atau secara bermakna dieksaserbasi oleh faktor psikologis. Pasien
sering wanita yang merasa mengalami nyeri yang penyebabnya tidak dapat ditemukan.
Munculnya secara tiba-tiba, biasanya setelah suatu stres dan dapat hilang dalam
beberapa hari atau berlangsung bertahun-tahun. Biasanya disertai penyakit organik
yang walaupun demikian tidak dapat menerangkan secara adekuat keparahan nyerinya
(Tomb, 2004).
Individu yang merasakan nyeri akibat gangguan fisik, menunjukkan lokasi rasa
nyeri yang dialaminya dengan lebih spesifik, lebih detail dalam memberikan gambaran
sensoris dari rasa nyeri yang dialaminya, dan menjelaskan situasi dimana rasa nyeri
yang dirasakan menjadi lebih sakit atau lebih berkurang (Adler et al., dalam Davidson,
Neale, Kring, 2004). Sedangkan pada nyeri somatoform, pasien malah bertindak
sebaliknya.

Etiologi
Tidak diketahui

Epidemiologi

Terjadi pada semua tingkatan usia, di USA 10-15% pasien datang dengan keluhan
nyeri punggung.

Gangguan Konvensi

Definisi
Adalah suatu tipe gangguan somatoform yang ditandai oleh kehilangan atau
kendala dalam fungsi fisik, namun tidak ada penyebab organis yang jelas. Gangguan
ini dinamakan konversi karena adanya keyakinan psikodinamika bahwa gangguan
tersebut mencerminkan penyaluran, atau konversi, dari energi seksual atau agresif
yang direpresikan ke simptom fisik. Simptom-simptom itu tidak dibuat secara sengaja
atau yang disebut malingering. Simptom fisik biasanya muncul tiba-tiba dalam situasi
yang penuh tekanan. Tangan seorang tentara dapat menjadi “lumpuh” saat
pertempuran yang hebat, misalnya.

WRAP UP SKENARIO 3 BLOK SARAF DAN PERILAKU 29


Dinamakan gangguan konversi karena adanya keyakinan psikodinamika
bahwa gangguan tersebut mencerminkan penyaluran, atau konversi, dari energi
seksual atau agresif yang direpresikan ke simptom fisik. Gangguan ini sebelumnya
disebut neurosis histerikal atau histeria dan memainkan peranan penting dalam
perkembangan psikoanalisis Freud.
Menurut DSM, simptom konversi menyerupai kondisi neurologis atau medis
umum yang melibatkan masalah dengan fungsi motorik (gerakan) yang volunter atau
fungsi sensoris. Beberapa pola simptom yang klasik melibatkan kelumpuhan, epilepsi,
masalah dalam koordinasi, kebutaan, dan tunnel vision (hanya bisa melihat apa yang
berada tepat di depan mata), kehilangan indra pendengaran atau penciuman, atau
kehilangan rasa pada anggota badan (anastesi).
Simptom-simptom tubuh yang ditemukan dalam gangguan konversi sering kali
tidak sesuai dengan kondisi medis yang mengacu. Misalnya konversi epilepsi, tidak
seperti pasien epilepsi yang sebenarnya, dapat mempertahankan kontrol pembuangan
saat kambuh; konversi kebutaan, orang yang penglihatannya seharusnya mengalami
hendaya dapat berjalan ke kantor dokter tanpa membentur mebel; orang yang menjadi
“tidak mampu” berdiri atau berjalan di lain pihak dapat melakukan gerakan kaki
lainnya secara normal.
Etiologi
- Teori psikoanalisis, (1895/1982), Breuer dan freud: disebabkan ketika seseorang
mengalami peristiwa yang menimbulkan peningkatan emosi yang besar, namun
afeknya tidak dapat diekspresikan dan ingatan tentang peristiwa tersebut dihilangkan
dari kesadaran.
- Teori behavioral, Ullman & Krasner (dalam Davidson, Neale, Kring, 2004), terjadi
karena individu mengadopsi simptom untuk mencapai suatu tujuan. Individu berusaha
untuk berperilaku sesuai dengan pandangan mereka mengenai bagaimana seseorang
dengan penyakit yang mempengaruhi kemampuan motorik atau sensorik, akan
bereaksi.

Epidemiologi
Terjadi pada 11-500 per 100.000 penduduk. Biasanya terjadi pada usia anak-anak
(akhir) hingga dewasa (awal). Jarang terjadi sebelum usia 10 tahun dan setelah 35
tahun

Gangguan Dismorfik Tubuh

Definisi
Gangguan dismorfik tubuh (body dismorphic disorder) ditandai oleh kepercayaan
palsu atau persepsi yang berlebihan bahwa suatu bagian tubuh mengalami cacat. Orang
dengan gangguan ini terpaku pada kerusakan fisik yang dibayangkan atau dibesar-
besarkan dalam hal penampilan mereka. Mereka dapat menghabiskan waktu berjam-
jam untuk memeriksakan diri di depan cermin dan mengambil tindakan yang ekstrem
untuk mencoba memperbaiki kerusakan yang dipersepsikan, seperti menjalani operasi
plastik yang tidak dibutuhkan, menarik diri secara sosial atau bahkan diam di rumah
saja, sampai pada pikiran-pikiran untuk bunuh diri. Orang dengan gangguan dismorfik
tubuh sering menunjukkan pola berdandan atau mencuci, atau menata rambut secara

WRAP UP SKENARIO 3 BLOK SARAF DAN PERILAKU 30


kompulsif, dalam rangka mengoreksi kerusakan yang dipersepsikan. Contoh lain,
seseorang merasa wajahnya seperti piringan, terlalu rata, sehingga tidak mau difoto.
Mereka dapat melakukan apa saja untuk memperbaiki keadaan yang “rusak” tersebut.
Pada gangguan dismorfik tubuh, individu diliputi dengan bayangan mengenai
kekurangan dalam penampilan fisik mereka. Membuatnya bisa berlama-lama berkaca
di depan cermin memandang bentuk tubuh yang dianggapnya kurang, sering pasien
mendatangi spesialis bedah dan kecantikan.

Etiologi
Tidak Diketahui

Epidemiologi
Muncul kebanyakan pada wanita, biasanya dimulai pada akhir masa remaja, dan
biasanya berkaitan dengan depresi, fobia sosial, gangguan kepribadian (Phillips &
McElroy, 2000; Veale et al.,1996 dalam Davidson, Neale, Kring, 2004).

3.4. Manifestasi
Manifestasi klinis gangguan ini adalah adanya keluhan-keluhan gejala fisik yang
berulang disertai permintaan pemeriksaan medik, meskipun sudah berkali-kali terbukti
hasilnya negatif dan juga telah dijelaskan dokternya bahwa tidak ada kelainan yang
mendasari keluhannya (Kapita Selekta, 2001). Beberapa orang biasanya mengeluhkan
masalah dalam bernafas atau menelan, atau ada yang “menekan di dalam tenggorokan”.
Masalah-masalah seperti ini dapat merefleksikan aktivitas yang berlebihan dari cabang
simpatis sistem saraf otonomik, yang dapat dihubungkan dengan kecemasan. Kadang
kala, sejumlah simtom muncul dalam bentuk yang lebih tidak biasa, seperti “kelumpuhan”
pada tangan atau kaki yang tidak konsisten dengan kerja sistem saraf. Dalam kasus-kasus
lain, juga dapat ditemukan manifestasi di mana seseorang berfokus pada keyakinan bahwa
mereka menderita penyakit yang serius, namun tidak ada bukti abnormalitas fisik yang
dapat ditemukan (Nevid, dkk, 2005).

Pada gangguan ini sering kali terlihat adanya perilaku mencari perhatian (histrionik),
terutama pada pasien yang kesal karena tidak berhasil membujuk dokternya untuk
menerima bahwa keluhannya memang penyakit fisik dan bahwa perlu adanya pemeriksaan
fisik yang lebih lanjut (PPDGJ III, 1993). Dalam kasus-kasus lain, orang berfokus pada
keyakinan bahwa mereka menderita penyakit serius, namun tidak ada bukti abnormalitas
fisik yang dapat ditemukan.

Gambaran keluhan gejala somatoform :

Neuropsikiatri:

WRAP UP SKENARIO 3 BLOK SARAF DAN PERILAKU 31


−“kedua bagian dari otak saya tidak dapat berfungsi dengan baik” ;

−“ saya tidak dapat menyebutkan benda di sekitar rumah ketika ditanya”

Kardiopulmonal:

−“ jantung saya terasa berdebar debar…. Saya kira saya akan mati”

Gastrointestinal:

−“saya pernah dirawat karena sakit maag dan kandung empedu dan belum ada dokter yang
dapat menyembuhkannya”

Genitourinaria:

−“saya mengalami kesulitan dalam mengontrol BAK, sudah dilakukan pemeriksaan namun
tidak di temukan apa-apa”

Musculoskeletal

−“saya telah belajar untuk hidup dalam kelemahan dan kelelahan sepanjang waktu”

Sensoris:

−“ pandangan saya kabur seperti berkabut, tetapi dokter mengatakan

kacamata tidak akan membantu”

Beberapa tipe utama dari gangguan somatoform adalah gangguan konversi,


hipokondriasis, gangguan dismorfik tubuh, dan gangguan somatisasi.

Gangguan somatisasi
1. Adanya beberapa keluhan fisik (multiple symptom) yang berulang, dimana ketika
diperiksa secara fisik/medis, tidak ditemukan adanya kelainan tetapi ia tetap kontinyu
memeriksakan diri. Gangguan tidak muncul karena penggunaan obat. Keluhan yang
umumnya, misalnya sakit kepala, sakit perut, sakit dada, mestruasi tidak teratur, dll
2. Pasien menunjukkan keluhan dengan cara histrionik, berlebihan, seakan
tersiksa/merana.
3. Berulang memeriksa diri ke dokter, kadang menggunakan berbagai obat, dirawat di RS
bahkan dilakukan operasi.
4. Sering ditemukan masalah perilaku atau hubungan personal seperti kesulitan dalam
pernikahan.

WRAP UP SKENARIO 3 BLOK SARAF DAN PERILAKU 32


Gangguan konversi
1. Kondisi dimana panca indera atau otot-otot tidak berfungsi walaupun secara fisiologis,
pada sistem saraf atau organ-organ tubuh tersebut tidak terdapat gangguan/kelainan.
2. Secara fisiologis, orang normal dapat mengalami sebagian atau kelumpuhan total pada
tangan, lengan, atau gangguan koordinasi, kulit rasanya gatal atau seperti ditusuk-
tusuk, ketidak pekaan terhadap nyeri atau hilangnya kemampuan untuk merasakan
sensasi (anastesi), kelumpuhan, kebutaan, tidak dapat mendengar, tidak dapat membau,
suara hanya berbisik, dll.
3. Biasanya muncul tiba-tiba dalam keadaan stres, adanya usaha individu untuk
menghindari beberapa aktivitas atau tanggungjawab.
4. Konsep Freud : energi dari insting yang di repres berbalik menyerang dan menghambat
fungsi saluran sensorimotor.
5. Kecemasan dan konflik psikologik diyakini diubah dalam bentuk simptom fisik.

Hipokondriasis
1. Meyakini/ketakutan atau pikiran yang berlebihan dan menetap bahwa dirinya memiliki
suatu penyakit fisik yang serius
2. Adanya reaksi fisik yang berlebihan terhadap sensasi fisik/tubuh (salah interpretasi
terhadap gejala fisik yang dialaminya), misalnya otot kaku, pusing/sakit kepala,
berdebar-debar, kelelahan.
3. Melakukan banyak tes lab, menggunakan banyak obat, memeriksakan diri ke banyak
dokter atau RS
4. Keyakinan ini terus berlanjut, tidak mau menerima nasehat atau penjelasan dokter,
walaupun hasil pemeriksaan medis tidak menunjukkan adanya penyakit dan sudah
diyakinkan.
5. Keyakinan ini menyebabkan adanya distress atau hambatan dalam fungsi sosial,
pekerjaan atau aspek penting lainnya.

Gangguan dimorfik tubuh


1. Keyakinan akan adanya masalah dengan penampilan atau melebih-lebihkan
kekurangan dalam hal penampilan (misalnya : keriput di wajah, bentuk atau ukuran
tubuh)
2. Keyakinan/perhatian berlebihan ini meyebabkan stress, menghabiskan banyak waktu,
menjadi mal-adaptive atau menimbulkan hambatan dalam fungsi sosial, pekerjaan atau
aspek penting lainnya (menghindar/tidak mau bertemu orang lain, keluar sekolah atau
pekerjaan), juga menyebabkan dirinya sering harus konsultasi untuk operasi plastik
3. Bagian tubuh yang diperhatikan sering bervariasi, kadang dipengaruhi budaya.

WRAP UP SKENARIO 3 BLOK SARAF DAN PERILAKU 33


Gangguan nyeri
1. Gangguan dimana individu mengeluhkan adanya rasa nyeri yang sangat dan
berkepanjangan, namun tidak dapat dijelaskan secara medis (bahkan setelah
pemeriksaan yang intensif)
2. Rasa nyeri ini bersifat subyektif, tidak dapat dijelaskan, bersifat kronis, muncul di satu
atau beberapa bagian tubuh.
3. Rasa nyeri ini menyebabkan stress atau hambatan dalam fungsi sosial, pekerjaan dan
aspek penting lainnya.
4. Faktor-faktor psikologis sering memainkan peranan penting dalam memunculkan,
memperburuk rasa nyeri.
3.5. Diagnosis dan Diagnosis banding
Kriteria diagnosis menurut DSM-IV
Kriteria diagnostik untuk Gangguan Somatisasi
A. Riwayat banyak keluhan fisik yang dimulai sebelum usia 30 tahun yang terjadi selama
periode beberapa tahun dan membutuhkan terapi, yang menyebabkan gangguan
bermakna dalam fungsi sosial, pekerjaan, atau fungsi penting lain.
B. Tiap kriteria berikut ini harus ditemukan, dengan gejala individual yang terjadi pada
sembarang waktu selama perjalanan gangguan:
1. Empat gejala nyeri: riwayat nyeri yang berhubungan dengan sekurangnya empat
tempat atau fungsi yang berlainan (misalnya kepala, perut, punggung, sendi,
anggota gerak, dada, rektum, selama menstruasi, selama hubungan seksual, atau
selama miksi).
2. Dua gejala gastrointestinal: riwayat sekurangnya dua gejala gastrointestinal
selain nyeri (misalnya mual, kembung, muntah selain dari selama kehamilan,
diare, atau intoleransi terhadap beberapa jenis makanan)
3. Satu gejala seksual: riwayat sekurangnya satu gejala seksual atau reproduktif
selain dari nyeri (misalnya indiferensi seksual, disfungsi erektil atau ejakulasi,
menstruasi tidak teratur, perdarahan menstruasi berlebihan, muntah sepanjang
kehamilan).
4. Satu gejala pseudoneurologis: riwayat sekurangnya satu gejala atau defisit yang
mengarahkan pada kondisi neurologis yang tidak terbatas pada nyeri (gejala
konversi seperti gangguan koordinasi atau keseimbangan, paralisis atau
kelemahan setempat, sulit menelan atau benjolan di tenggorokan, afonia, retensi
urin, halusinasi, hilangnya sensasi atau nyeri, pandangan ganda, kebutaan,
ketulian, kejang;gejala disosiatif seperti amnesia; atau hilangnya kesadaran selain
pingsan).

C. Salah satu (1) atau (2):


1. Setelah penelitian yang diperlukan, tiap gejala dalam kriteria B tidak dapat
dijelaskan sepenuhnya oleh sebuah kondisi medis umum yangdikenal atau efek
langsung dan suatu zat (misalnya efek cedera, medikasi, obat, atau alkohol).
2. Jika terdapat kondisi medis umum, keluhan fisik atau gangguan sosial atau
pekerjaan yang ditimbulkannya adalah melebihi apa yangdiperkirakan dan
riwayat penyakit, pemeriksaan fisik, atau temuan laboratorium.

WRAP UP SKENARIO 3 BLOK SARAF DAN PERILAKU 34


D. Gejala tidak ditimbulkan secara sengaja atau dibuat-buat (seperti gangguan buatan
atau pura-pura).

secara klinis atau gangguan dalam fungsi sosial, pekerjaan, atau fungsi penting Kriteria
diagnostik untuk Gangguan Konversi
A. Satu atau lebih gejala atau defisit yang mengenai fungsi motorik volunter atau sensorik
yang mengarahkan pada kondisi neurologis atau kondisi medis lain.
B. Faktor psikologis dipertimbangkan berhubungan dengan gejala atau defisit karena
awal atau eksaserbasi gejala atau defisit adalah didahului oleh konflik atau stresor lain.
C. Gejala atau defisit tidak ditimbulkkan secara sengaja atau dibuat-buat (seperti pada
gangguan buatan atau berpura-pura).
D. Gejala atau defisit tidak dapat, setelah penelitian yang diperlukan, dijelaskan
sepenuhnya oleh kondisi medis umum, atau oleh efek langsung suatu zat, atau sebagai
perilaku atau pengalaman yang diterima secara kultural.
E. Gejala atau defisit menyebabkan penderitaan yang bermakna lain atau memerlukan
pemeriksaan medis.
F. Gejala atau defisit tidak terbatas pada nyeri atau disfungsi seksual, tidak terjadi
semata-mata selama perjalanan gangguan somatisasi, dan tidak dapat diterangkan
dengan lebih baik oleh gangguan mental lain.
Sebutkan tipe gejala atau defisit:
Dengan gejata atau defisit motorik
Dengan gejala atau defisit sensorik
Dengan kejang atau konvulsi
Dengan gambaran campuran

Kriteria Diagnostik untuk Hipokondriasis


A. Preokupasi dengan ketakutan menderita, atau ide bahwa ia menderita, suatu penyakit
serius didasarkan pada interpretasi keliru orang tersebut terhadap gejala-gejala tubuh.
B. Perokupasi menetap walaupun telah dilakukan pemeriksaan medis yang tepat dan
penentraman.
C. Keyakinan dalam kriteria A tidak memiliki intensitas waham (seperti gangguan
delusional, tipe somatik) dan tidak terbatas pada kekhawatiran tentang penampilan
(seperti pada gangguan dismorfik tubuh).
D. Preokupasi menyebabkan penderitaan yang bermakna secara kilnis atau gangguan
dalam fungsi sosial, pekerjaan, atau fungsi penting lain.
E. Lama gangguan sekurangnya 6 bulan.
F. Preokupasi tidak dapat diterangkan lebih baik oleh gangguan kecemasan umum,
gangguan obsesif-kompulsif, gangguan panik, gangguan depresif berat, cemas
perpisahan, atau gangguan somatoform lain.

Sebutkan jika:
Dengan tilikan buruk: jika untuk sebagian besar waktu selama episode berakhir,
orang tidak menyadari bahwa kekhawatirannya tentang menderita penyakit serius
adalah berlebihan atau tidak beralasan.

WRAP UP SKENARIO 3 BLOK SARAF DAN PERILAKU 35


Kriteria Diagnostik untuk Gangguan Dismorfik Tubuh
A. Preokupasi dengan bayangan cacat dalam penampilan. Jika ditemukan sedikit anomali
tubuh, kekhawatiran orang tersebut adalah berlebihan dengan nyata.
B. Preokupasi menyebabkan penderitaan yang bermakna secara klinis atau gangguan
dalam fungsi sosial, pekerjaan, atau fungsi penting lainnya.
C. Preokupasi tidak dapat diterangkan lebih baik oleh gangguan mental lain (misalnya,
ketidakpuasan dengan bentuk dan ukuran tubuh pada anorexia nervosa).

Kriteria Diagnostik untuk Gangguan Nyeri


A. Nyeri pada satu atau lebih tempat anatomis merupakan pusat gambaran klinis dan
cukup parah untuk memerlukan perhatian klinis.
B. Nyeri menyebabkan penderitaan yang bermakna secara klinis atau gangguan dalam
fungsi sosial, pekerjaan, atau fungsi penting lain.
C. Faktor psikologis dianggap memiliki peranan penting dalam onset, kemarahan,
eksaserbasi atau bertahannnya nyeri.
D. Gejala atau defisit tidak ditimbulkan secara sengaja atau dibuat-buat (seperti pada
gangguan buatan atau berpura-pura).
E. Nyeri tidak dapat diterangkan lebih baik oleh gangguan mood, kecemasan, atau
gangguan psikotik dan tidak memenuhi kriteria dispareunia.

Tuliskan seperti berikut:


Gangguan nyeri berhubungan dengan faktor psikologis: faktor psikologis
dianggap memiliki peranan besar dalam onset, keparahan, eksaserbasi, dan
bertahannya nyeri. Sebutkan jika:
Akut: durasi kurang dari 6 bulan
Kronis: durasi 6 bulan atau lebih
Gangguan nyeri berhubungan baik dengan faktor psikologls maupun kondisi medis
umum
Sebutkan jika:
Akut: durasi kurang dari 6 bulan
Kronis: durasi 6 bulan atau lebih
Catatan: yang berikut ini tidak dianggap merupakan gangguan mental dan dimasukkan
untuk mempermudah diagnosis banding.

Kriteria Diagnostik untuk Gangguan Somatoform yang Tidak Digolongkan


A. Satu atau lebih keluhan fisik (misalnya kelelahan, hilangnya nafsu makan, keluhan
gastrointestinal atau saluran kemih).
B. Salah satu (1) atau (2)
1. Setelah pemeriksaan yang tepat, gejala tidak dapat dijelaskan sepenuhnya oleh
kondisi medis umum yang diketahui atau oleh efek langsung dan suatu zat
(misalnya efek cedera, medikasi, obat, atau alkohol).
2. Jika terdapat kondisi medis umum yang berhubungan, keluhan fisik atau
gangguan sosial atau pekerjaan yang ditimbulkannya adalah melebihi apa yang
diperkirakan menurut riwayat penyakit, pemeriksaan fisik, atau temuan
laboratonium.

WRAP UP SKENARIO 3 BLOK SARAF DAN PERILAKU 36


C. Gejala menyebabkan penderitaan yang bermakna secara klinis atau gangguan dalam
fungsi sosial, pekerjaan, atau fungsi penting lainnya.
D. Durasi gangguan sekurangnya enam bulan.
E. Gangguan tidak dapat diterangkan lebih baik oleh gangguan mental lain (misalnya
gangguan somatoform, disfungsi seksual, gangguan mood, gangguan kecemasan,
gangguan tidur, atau gangguan psikotik).
F. Gejala tidak ditimbulkan dengan sengaja atau dibuat-buat (seperti pada gangguan
buatan atau berpura-pura).

Kriteria Diagnostik Faktor Psikologis yang Mempengaruhi Kondisi Medis


A. Adanya suatu kondisi medis umum (dikodekan dalam Aksis III).
B. Faktor psikologis yang mempengaruhi kondisi medis umum dengan salah satu cara
berikut:
1. Faktor yang mempengaruhi perjalanan kondisi medis umum ditunjukkan oleh
hubungan erat antara faktor psikologis dan perkembangan atau eksaserbasi dan,
atau keterlambatan penyembuhandan, kondisi medis umum.
2. Faktor yang mengganggu pengobatan kondisi medis umum.
3. Faktor yang membuat risiko kesehatan tambahan bagi individu.
4. Respons fisiologis yang berhubungan dengan stres menyebabkan atau
mengeksaserbasi gejala-gejala kondisi medis umum.
Pilihlah nama bendasarkan sifat faktor psikologis (bila terdapat lebih dan satu faktor,
nyatakan yang paling menonjol).

Gangguan mental mempengaruhi kondisi medis (seperti gangguan depresif berat


memperlambat pemulihan dan infark miokardium). Gejala psikologis mempengaruhi
kondisi medis (misalnya gejala depresif memperlambat pemulihan dan pembedahan;
kecemasan mengeksaserbasi asma). Sifat kepribadian atau gaya menghadapi masalah
mempengaruhi kondisi medis (misalnya penyangkalan psikologis terhadap
pembedahan pada seorang pasien kanker, perilaku bermusuhan dan tertekan
menyebabkan penyakit kandiovaskular).
Perilaku kesehatan mal-adaptif mempengaruhi kondisi medis (misalnya
tidak olahraga, seks yang tidak aman, makan berlebihan). Respon fisiologis yang
berhubungan dengan stres mempengaruhi kondisi medis umum (misalnya eksaserbasi
ulkus, hipertensi, aritmia, atau tension headache yang berhubungan dengan stres).

Diagnosis menurut PPDGJ :


Gangguan Somatoform
 Ciri utama gangguan ini adalah adanya keluhan-keluhan gejala fisik yang berulang-
ulang disertai permintaan pemeriksaan medik, meskipun sudah berkali-kali terbukti
hasilnya negatif dan sudah dijelaskan dokternya bahwa tidak ditemukan keluhan yang
menjadi dasar keluhannya. Penderita juga menyangkal dan menolak untuk membahas
kemungkinan kaitan antara keluhan fisiknya dengan problem atau konflik dalam
kehidupan yang dialaminya bahkan meskipun didapatkan gejala-gejala anxietas dan
depresi.

WRAP UP SKENARIO 3 BLOK SARAF DAN PERILAKU 37


 Tidak adanya saling pengertian antara dokter dan pasien mengenai kemungkinan
penyebab keluhan-keluhannya yang menimbulkan frustasi dan kekecewaan pada
kedua belah pihak
Gangguan Somatisasi
Pedoman diagnostik
Diagnosis pasti memerlukan semua hal berikut :
 Adanya banyak keluhan-keluhan fisik yang bermacam-macam yang tidak dapat
dijelaskan atas dasar kelainan fisik yang sudah berlangsung sedikitnya 2 tahun
 Tidak mau menerima nasehat atau penjelasan dari beberapa dokter bahwa tidak ada
kelainan fisik yang dapat menjelaskan keluhannya
 Terdapat disabilitas dalam fungsinya di masyarakat dan keluarga yang berkaitan
dengan sifat keluhan-keluhannya dan dampak dari perilakunya

Gangguan Somatoform Tak Terinci


Pedoman diagnostik
 Keluhan-keluhan fisik bersifat multipel, bervariasi dan menetap, akan tetapi gambaran
klinis yang khas dan lengkap dari gangguan somatisasi tidak terpenuhi
 Kemungkinan ada ataupun tidaknya faktor penyebab psikologis belum jelas, akan
tetapi tidak boleh ada penyebab fisik dan keluhan-keluhannya

Gangguan Hipokondrik
Pedoman diagnostik
Untuk diagnostik pasti, kedua hal ini harus ada :
 Keyakinan yang menetap adanya sekurang0kurangnya satu penyakit fisik yang serius
yang dilandasi keluhan-keluhannya, meskipun pemeriksaan yang berulang-ulang tidak
menunjang adanya alasan fisik yang memadai, ataupun adanya preokupasi yang
menetap kemungkinan deformitas atau perubahan bentuk penampakan fisik
 Tidak mau menerima nasehat atau dukungan penjelasan dari beberapa dokter bahwa
tidak ditemukan penyakit atau abnormalitas fisik yang melandasi keluhannya.

Gangguan Otonomik Somatoform


Pedoman diagnostik
Diagnosis pasti memerlukan semua hal berikut :
 Adanya gejala-gejala bangkitan otonomik seperti palpitasi, berkeringat, tremor, muka
panas/flushing, yang menetap dan mengganggu
 Gejala subjektif tambahan mengacu pada sistem atau organ tertentu (gejala tidak khas)
 Preokupasi dengan dan penderitaan (distress) mengenai kemungkinan adanya
gangguan yang serius (sering tidak begitu khas) dari sistem atau organ tertentu, yang
tidak terpengaruh oleh hasil pemeriksaan berulang, maupun penjelasan dari dokter

WRAP UP SKENARIO 3 BLOK SARAF DAN PERILAKU 38


 Tidak terbukti adanya gangguan yang cukup berarti pada struktur/fungsi dari sistem
atau organ yang dimaksud.

Karakter kelima : F45.30 = jantung dan sistem kardiovaskuler


F45.31 = saluran pencernaan bagian atas
F45.32 = saluran pencernaan bagian bawah
F45.33 = sistem pernafasan
F45.34 = sistem genito-urinaria
F45.35 = sistem atau organ lainnya

Gangguan Nyeri Somatoform Menetap


Pedoman diagnostik
 Keluhan utama adalah nyeri hebat, menyiksa, menetap, yang tidak dapat dijelaskan
sepenuhnya atas dasar proses fisiologik maupun adanya gangguan fisik
 Nyeri timbul dalam hubungan dengan adanya konflik emosional atau problem
psikososial yang cukup jelas untuk dapat dijadikan alasan dalam mempengaruhi
terjadinya gangguan tersebut
 Dampaknya adalah meningkatnya perhatian dan dukungan, baik personal maupun
medis, untuk yang bersangkutan.

Gangguan Somatoform Lainnya


Pedoman diagnostik
 Pada gangguan ini keluhan-keluhannya tidak sistem saraf otonom dan terbatas secara
spesifik pada bagian tubuh atau sistem tertentu
 Tidak ada kaitannya dengan kerusakan jaringan

Diagnosis Banding Gangguan Somatofom


a. Gangguan Somatisasi
Klinisi harus selalu menyingkirkan kondisi medis non-psikiatrik yang dapat
menjelaskan gejala pasien. Gangguan medis tersebut adalah sklerosis multiple,
miastenia gravis, lupus eritematosus sistemik kronis. Selain itu juga harus dibedakan
dari gangguan depresi berat, gangguan kecemasan (anxietas), gangguan hipokondrik
dan skizofrenia dengan gangguan waham somatik.
b. Hipokondriasis
Kondisi medis nonpsikiatrik: khususnya gangguan yang tampak dengan gejala yang
tidak mudah didiagnosis. Penyakit-penyakit tersebut adalah AIDS, endokrinopati,
miastenia gravis, skerosis multiple, penyakit degeneratif pada sistem saraf, lupus
eritematosus sistemik, dan gangguan neoplastik yang tidak jelas.
c. Gangguan Konversi
Gangguan neurologis (seperti demensia, penyakit degeneratif), tumor otak, penyakit
ganglia basalis harus dipertimbangkan sebagai diagnosis banding.
d. Gangguan Dismorfik Tubuh

WRAP UP SKENARIO 3 BLOK SARAF DAN PERILAKU 39


Pada distorsi citra tubuh terjadi pada anoreksia nervosa, gangguan identitas jenis
kelamin, gangguan depresif, gangguan kepribadian narsistik, skizofrenia dan
gangguan obsesif-kumpulsif.
e. Gangguan Nyeri
Gangguan nyeri harus dibedakan dari gangguan somatoform lain, seperti nyeri pada
hipokondrial, nyeri pada konversi.

3.6. Tata Laksana

Gangguan Somatisasi

Tujuan pengobatan
1. Mencegah adopsi dari rasa sakit, invalidasi (tidak membenarkan
pemikiran/meyakinkan bahwa gejala hanya ada dalam pikiran tidak untuk kehidupan
nyata
2. Meminimalisir biaya dan komplikasi dengan menghindari tes-tes diagnosis, treatment,
dan obat-obatan yang tidak perlu
3. Melakukan kontrol farmakologis terhadap sindrom komorbid (memperparah kondisi)

Strategi dan teknik psikoterapi dan psikososial


1. Pengobatan yang konsisten, ditangani oleh dokter yang sama
2. Buat jadwal regular ddengan interval waktu kedatangan yang memadai
3. Memfokuskan terapi secara gradual dari gejala ke personal dan ke masalah sosial

Strategi dan teknik farmakologikal dan fisik


1. Diberikan hanya bila indikasinya jelas
2. Hindari obat-obatan yang bersifat adiksi
3. Anti anxietas dan antidepressant

Gangguan Somatoform Tak Terinci


Tujuan pengobatan
1. Mencegah adopsi dari rasa sakit, invalidasi (tidak membenarkan
pemikiran/meyakinkan bahwa gejala hanya ada dalam pikiran tidak untuk kehidupan
nyata
2. Meminimalisir biaya dan komplikasi dengan menghindari tes-tes diagnosis, treatment,
dan obat-obatan yang tidak perlu
3. Melakukan kontrol farmakologis terhadap sindrom komorbid (memperparah kondisi)

Strategi dan teknik psikoterapi dan psikososial


1. Pengobatan yang konsisten, ditangani oleh dokter yang sama
2. Buat jadwal regular dengan interval waktu kedatangan yang memadai
3. Memfokuskan terapi secara gradual dari gejala ke personal dan ke masalah sosial

Strategi dan teknik farmakologikal dan fisik


1. Diberikan hanya bila indikasinya jelas
2. Hindari obat-obatan yang bersifat adiksi

WRAP UP SKENARIO 3 BLOK SARAF DAN PERILAKU 40


3. Anti anxietas dan antidepressant (kalau perlu)

Gangguan Hipokondrik
Tujuan pengobatan
1. Mencegah adopsi dari rasa sakit, invalidasi (tidak membenarkan
pemikiran/meyakinkan bahwa gejala hanya ada dalam pikiran tidak untuk kehidupan
nyata
2. Meminimalisir biaya dan komplikasi dengan menghindari tes-tes diagnosis, treatment,
dan obat-obatan yang tidak perlu
3. Melakukan kontrol farmakologis terhadap sindrom komorbid (memperparah kondisi)

Strategi dan teknik psikoterapi dan psikososial


1. Pengobatan yang konsisten, ditangani oleh dokter yang sama
2. Buat jadwal regular dengan interval waktu kedatangan yang memadai
3. Memfokuskan terapi secara gradual dari gejala ke personal dan ke masalah sosial
4. Therapi kognitif-behaviour

Strategi dan teknik farmakologikal dan fisik


1. Hindari obat-obatan yang bersifat adiksi
Usahakan untuk mengurangi gejala hipokondriasis dengan SSRI (Fluoxetine 60-80
mg/ hari) dibandingkan dengan obat lain
Gangguan nyeri somatoform menetap
Tujuan pengobatan
1. Mencegah adopsi dari rasa sakit, invalidasi (tidak membenarkan
pemikiran/meyakinkan bahwa gejala hanya ada dalam pikiran tidak untuk kehidupan
nyata
2. Meminimalisir biaya dan komplikasi dengan menghindari tes-tes diagnosis, treatment,
dan obat-obatan yang tidak perlu
3. Melakukan kontrol farmakologis terhadap sindrom komorbid (memperparah kondisi)
4. Jika nyerinya akut (< 6 bulan), tambahkan obat simptomatik untuk gejala yang timbul
5. Jika nyeri bersifat kronik (>6 bulan ), fokus pada pertahankan fungsi dan motilitas
tubuh daripada fokus pada penyembuhan nyeri

Strategi dan teknik psikoterapi dan psikososial


1. Pengobatan yang konsisten, ditangani oleh dokter yang sama
2. Buat jadwal regular dengan interval waktu kedatangan yang memadai
3. Memfokuskan terapi secara gradual dari gejala ke personal dan ke masalah sosial
4. Nyeri kronik: pertimbangkan terapi fisik dan pekerjaan, serta terapi kognitif-
behavioural

Strategi dan teknik farmakologikal dan fisik


1. Diberikan hanya bila indikasinya jelas
2. Hindari obat-obatan yang bersifat adiksi
3. Akut: acetaminophen dan NSAIDS (tidak dicampur) atau sebagai tambahan pada
opioid
4. Kronik: Trisiklik anti depresan, acetaminophen dan NSAID

WRAP UP SKENARIO 3 BLOK SARAF DAN PERILAKU 41


5. Pertimbangkan akupunktur

Gangguan Konvensi
Tujuan pengobatan

1. Mencegah adopsi dari rasa sakit, invalidasi (tidak membenarkan


pemikiran/meyakinkan bahwa gejala hanya ada dalam pikiran tidak untuk kehidupan
nyata
2. Meminimalisir biaya dan komplikasi dengan menghindari tes-tes diagnosis, treatment,
dan obat-obatan yang tidak perlu
3. Melakukan kontrol farmakologis terhadap sindrom komorbid (memperparah kondisi)

Strategi dan teknik psikoterapi dan psikososial


1. Pengobatan yang konsisten, ditangani oleh dokter yang sama
2. Buat jadwal regular dengan interval waktu kedatangan yang memadai
3. Memfokuskan terapi secara gradual dari gejala ke personal dan ke masalah sosial
4. Akut: yakinkan, sugesti pasien untuk mengurangi gejala
5. Pertimbangkan narcoanalisis (sedatif hipnotik), hipnoterapi, behavioural terapi
6. Kronik: Eksplorasi lebih lanjut mengenai konflik yang bersifat interpersonal pada
pasien

Strategi dan teknik farmakologikal dan fisik


1. Diberikan hanya bila indikasinya jelas
2. Hindari obat-obatan yang bersifat adiksi
3. Pertimbangkan narcoanalisis (sedatif hipnotik)

Gangguan Dismorfik Tubuh


Tujuan pengobatan
1. Mencegah adopsi dari rasa sakit, invalidasi (tidak membenarkan
pemikiran/meyakinkan bahwa gejala hanya ada dalam pikiran tidak untuk kehidupan
nyata
2. Meminimalisir biaya dan komplikasi dengan menghindari tes-tes diagnosis, treatment,
dan obat-obatan yang tidak perlu
3. Melakukan kontrol farmakologis terhadap sindrom komorbid (memperparah kondisi)
4. Khususnya menghindari pembedahan

Strategi dan teknik psikoterapi dan psikososial


1. Pengobatan yang konsisten, ditangani oleh dokter yang sama
2. Buat jadwal regular dengan interval waktu kedatangan yang memadai
3. Memfokuskan terapi secara gradual dari gejala ke personal dan ke masalah sosial
4. Terapi kognitif-behavioural

Strategi dan teknik farmakologikal dan fisik


1. Diberikan hanya bila indikasinya jelas
2. Hindari obat-obatan yang bersifat adiksi

WRAP UP SKENARIO 3 BLOK SARAF DAN PERILAKU 42


3. Usahakan untuk mengurangi gejala hipokondriacal dengan SSRI (Fluoxetine 60-80
mg/ hari) dibandingkan dengan obat lain

PENATALAKSANAAN

Pendekatan terapi
a) Berhubungan dengan primary care practitioner → memonitoring gejala yang dialami
pasien, apakah ada gejala baru, dan pengobatan yang diberikan. Diperlukan juga untuk
berkonsultasi dengan psikiatri.
b) Medikamentosa
c) Pasien dengan somatoform disorder terkadang diperlukan obat anti-anxietas atau obat
antidepresan jika ada mood atai anxietas disorder. Tricyclic antidepresant dan selective
serotonin reuptake inhibitors (SSRI) mungkin bisa membantu.
d) Psikoterapi.

Cognitif-behavioural therapy
Terapis behavioral dapat mengajarkan anggota keluarga untuk menghargai usaha
memenuhi tanggung jawab dan mengabaikan tuntutan dan keluhan. Teknik kognitif
behavioral, paling sering pemaparan terhadap pencegahan respons dan restrukturisasi
kognitif, juga mencapai hasil yang memberikan harapan dalam menangani gangguan
dismorfik tubuh (BDD). Pencegahan respons berfokus pada pemutusan ritual
kompulsif seperti memeriksa di depan cermin (dengan menutup semua cermin) dan
berdandan berlebihan. Dalam restrukturisasi kognitif, terapis menantang keyakinan
pasien dengan cara menyemangati mereka untuk mengevaluasi keyakinan mereka
dengan bukti yang jelas.

Perhatian akhir-akhir ini beralih pada penggunaan anti depressan terutama


fluoxetine (Prozac) dalam menangani beberapa tipe gangguan somatoform. Meski kita
kekurangan terapi obat yang spesifik untuk gangguan konversi, sebuah penelitian
terhadap 16 pasien hipokondriasis menunjukkan penurunan yang berarti terhadap
keluhan-keluhan hipokondrial setelah percobaan selama 12 minggu dengan Prozac.

Hipnosis
Tujuan terapi medis adalah membangun keadaan fisik pasien sehingga pasien dapat
berperan dengan berhasil, serta psikoterapi untuk kesembuhan totalnya. Tujuan
akhirnya adalah kesembuhan, yang berarti resolusi gangguan struktural dan
reorganisasi kepribadian. Psikoterapi kelompok dan terapi keluarga. Terapi keluarga
menawarkan harapan suatu perubahan dalam hubungan keluarga dan anak, mengingat
kepentingan psikopatologis dari hubungan ibu-anak dalam perkembangan gangguan
psikosomatik. Keluarga dan anak, mengingat kepentingan psikopatologis dari
hubungan ibu-anak dalam perkembangan gangguan psikosomatik.

 motivasi: perlu motivasi dari orang lain, karena pasien sering kali berpikir bahwa
mereka tidak memerlukan terapi.

WRAP UP SKENARIO 3 BLOK SARAF DAN PERILAKU 43


 konfrontasi: merespon dengan cara mendukung melalui konfrontasi terhadap akibat
dari pemikiran dan pola perilaku. Lebih efektif bila dilakukan oleh teman sebaya,
psikoterapis.
 peran keluarga dan kelompok.
 dorongan dan partisipasi sangat efektif bagi pasien.
 bila terdapat cemas dan depresi maka berikan anti-depresan namun terkadang tidak
efektif.

Terapi jangka panjang

Terapi wicara: psikoterapi yang dimaksudkan untuk membantu pasien mengerti apa
penyebab kecemasan dan mengenal perilakunya yang tidak pantas, sebagai landasan
untuk pengobatan lainnya. Psikoanalisis: bila ditemukan gangguan kepribadian
seperti, narsis/obsesif kompulsif.

Medikamentosa

Golongan Mekanisme Kerja Contoh

Anti depresan Menghambat reuptake Amitriptilin,


trisiklik imipramin,
5-HT/NE secara tidak
selektif desipramin,
nortriptilin,
klomipramin

SSRIs (selective Menghambat secara Fluoksetin, paroksetin,


serotonin
selektif reuptake 5-HT sertralin, fluvoksamin
reuptake
inhibitors)

Mixed DA/NE Menghambat reuptake Trazodon, nefazodon,


reuptake
DA/NE secara tidak mirtazapin, bupropion,
Inhibitor selektif
maprotilin,
venlafaksin

MAO inhibitors Menghambat aktivitas Phenelzine,


tranylcypromine
enzim MAO

WRAP UP SKENARIO 3 BLOK SARAF DAN PERILAKU 44


Dosis
 Depresi ringan sampai dengan sedang 25 mg 1-3 x sehari atau 25-75 mg 1 x sehari
tergantung dari beratnya gejala.
 Depresi berat 25 mg 3 x sehari atau 75 mg 1 x sehari. Maksimal: 150 mg/hari
dalam dosis tunggal atau terbagi.
 Lansia Awal 10 mg 3 x sehari atau 25 mg 1 x sehari. Bila perlu tingkatkan
bertahap sampai 25 mg 3 x sehari atau 75 mg 1 x sehari.

Efek Samping
Reaksi SSP, antikolinergik ringan, sinus takikardi, hipotensi pustural, reaksi alergi
pada kulit, kejang, aritmia, gangguan hantaran jantung, alveolitis alergi, hepatitis.

Kontraindikasi
 epilepsi atau ambang rangsang lebih rendah, intoksikasi akut oleh alkohol,
gangguan hantaran jantung, glaukoma sudut sempit, retensi urin, hepatitis berat,
gangguan ginjal.
 pengguanaan bersama obat analgesik, hipnotik, atau psikotropik.

Perhatian pada pasien dengan:

Insufisiensi hati & ginjal, retensi urin, riwayat peningkatan tekanan intra okular, hamil,
laktasi, skizofrenia,gangguan afektik siklik,dapat mengganggu kemampuan
mengemudi/menjalankan mesin.
Rujukan: penanganan pada kasus ini juga membutuhkan dukungan dari berbagai
bidang ilmu misalnya psikiatri, ahli penyakit dalam, keluarga, serta para ulama (bila
perlu).

3.7. Komplikasi

1. Komplikasi iatrogenik akibat prosedur diagnostik invasif / prosedur – prosedur


operasi.
2. Ketergantungan pada substansi- substansi pengontrol yang diresepkan.
3. Kehidupan yang bergantung pada orang lain.
4. Suicide.

3.8. Pencegahan
Pertama, mulai berolah raga dengan baik dan teratur serta menjaga pola makan dengan
asupan gizi yang seimbang. Hal ini berguna untuk menjaga metabolism tubuh.
Sehingga menjadi prima.
Kedua, Apabila gangguan serangan cemas akan rasa sakit menyerang, katakan pada
diri anda stop, lalu lakukan relaksi dengan cara mengatur aliran nafas anda.

WRAP UP SKENARIO 3 BLOK SARAF DAN PERILAKU 45


Ketiga, Lakukan lah medical check up 1 tahun 1 kali, secara rutin. Dengan harapan
dapat mengetahui kondisi fisikyang sebenarnya (membuat anda tenang), dan
melakukan langkah pencegahan jika ditemukan penyakit dalam diri.
Self talk “Tubuh saya sehat, dan saya baik-baik saja” (katakan pada diri anda, setiap
hari saat anda bercermin setiap saat, dan katakan juga “indahnya hari ini, saya
bersyukur karena tuhan masih mengijinkan saya menikmati setiap karuniaNya”.

3.9. Prognosis

Prognosis pada gangguan somatoform sangat bervariasi, tergantung umur pasien


dan sifat gangguannya (kronik atau episodik). Umumnya, gangguan somatoform
prognosisnya baik, dapatditangani secara sempurna. Sangat sedikit sekali yang
mengalami eksarsebasi, dapat bervariasi dari mild-severe dan kronis. Pengobatan yang
lebih awal dan menjadikan prognosis menjadilebih baik. Secara independen tidak
meningkatkan risiko kematian. Kematian lebih disebabkan karena upaya bunuh diri.
(Kaplan, 1999)

4. Memahami dan Menjelaskan Keluarga Sakkinah, Mawaddah, Warrahmah


Semua ibadah dalam Islam mengandung hikmah yang baik bagi manusia, baik
yang sudah dapat diketahui atau belum bisa diketahui. Sikap seorang mukmin ketika
sudah jelas datang aturan dari Allah dan Rasul Nya.
Begitupun dengan syari'at pernikahan, di dalamnya mengandung hikmah dan
tujuan yang baik bagi manusia, antara lain adalah :

1. Untuk memenuhi tuntutan naluri manusia yang asasi


Islam adalah agama yang sesuai dengan fitrah manusia, tidak bertentangan dengan
perkara-perkara yang asasi bagi manusia, seperti marah, malu, cinta, ini semua
adalah contoh sifat fitrah manusia, dalam Islam tidak boleh dimatikan, tetapi di
atur agar menjadi ibadah kepada Allah ta'ala.

Menikah juga merupakan fitrah manusia (ghorizah insaniyah) yang tidak boleh
dibunuh sehingga dapat menimbulkan kerusakan pada diri dan masyarakat, maka
ghorizah insaniyah/ insting manusiawi ini harus diatur dengan nikah, kalau tidak
maka dia akan mencari jalan setan yang menjerumuskan manusia ke lembah
hitam. Oleh karena itu dalam Islam tidak ada doktrin kerahiban, "tidak menikah
dan mengklaim mensucikan diri". Juga tidak dibiarkan saja menghambur nafsu
syahwatnya tanpa aturan, sehingga menimbulkan berbagai penyakit moral dalam
masyarakat.
2. Untuk membentengi akhlak yang luhur
Menikah merupakan jalan yang paling bermanfaat dan paling afdhol dalam upaya
merealisasikan dan menjaga kehormatan. Dengan menikah seseorang dapat
menundukan pandangannya dan menjaga kemaluannya, sehingga tidak terjatuh
dalam berbagai bentuk kemaksiatan dan perzinahan, dengan menikah seseorang
dapat menjaga kehormatan dan akhlaknya, tidak mengikuti nafsu syahwat.

WRAP UP SKENARIO 3 BLOK SARAF DAN PERILAKU 46


Dari Ibnu Mas'ud RA telah bersabda Rosulullah SAW : "Wahai para pemuda
barang siapa diantara kalian yang sudah mampu maka segeralah menikah,
karena hal ini dapat menundukan pandangan dan menjaga kemaluan,
barangsiapa yang belum mampu, maka hendaklah dia berpuasa karena hal ini
dapat menjadi tameng baginya. " (Muttafaqun 'alaihi).

3. Untuk menegakkan rumah tangga yang Islami


Merupakan salah satu tujuan pernikahan dalam Islam, yang semestinya setiap
mukmin memperhatikannya. Maka Islam sedemikian rupa mengatur urusan
pernikahan ini agar pasangan suami istri dapat bekerja sama dalam merealisasikan
nilai-nilai Islam dalam rumah tangga.

4. Untuk meningkatkan ibadah kepada Allah SWT


Bersabda Rosulullah Shalallahu 'Alaihi Wassalam

" …..Sesoorang diantara kalian yang bergaul dengan istrinya adalah sedekah!"
Mendengar sabda Rosulullah SAW tersebut para sahabat bertanya: "Wahai
Rosulullah, apakah seseorang dari kita yang melampiaskan syahwatnya terhadap
istrinya akan mendapatkan pahala?" Rosulullah SAW menjawab: "Bagaimana
menurut kalian jika sesorang bersetubuh dengan selain istrinya, bukankah dia
berdosa?, Begitu pula jika dia bersetubuh dengan istrinya maka dia akan
mendapatkan pahala." (HR. Bukhori Muslim)

5. Untuk memperoleh banyak keturunan yang sholeh dan sholehah


Firman Allah ta'ala dalam surat An Nahl ayat 72 :
Artinya:
"Allah menjadikan bagi kamu isteri-isteri dari jenis kamu sendiri dan
menjadikan bagimu dari isteri-isteri kamu itu, anak-anak dan cucu-cucu, dan
memberimu rezki dari yang baik-baik. Maka mengapakah mereka beriman
kepada yang bathil dan mengingkari nikmat Allah ?"

Melalui menikah dengan izin Allah SWT, seseorang akan mendapatkan keturunan
yang sholeh sehingga menjadi aset yang sangat berharga, karena anak yang sholeh
senantiasa akan mendoakan kedua orang tuanya ketika masih hidup atau sudah
meninggal dunia, hal ini menjadi amal jariyah bagi kedua orang tua. Dengan
banyak anak juga akan memperkuat barisan kaum muslimin.

6. Untuk mendatangkan ketenangan dalam hidupnya


Merupakan salah satu tujuan dalam pernikahan, yakni membentuk keluarga yang
sakinah, mawaddah warohmah.

Firman Allah ta'ala dalam Al Qur'an surat Ar Rum ayat 2:

WRAP UP SKENARIO 3 BLOK SARAF DAN PERILAKU 47


"Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah dia menciptakan untukmu
isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram
kepadanya, dan dijadikan-Nya diantaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya
pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang
berfikir."

Rasulullah SAW menyebutkan beberapa indikasi keluarga sakinah, mawaddah,


warohmah dalam sabdanya :

Dari Anas RA, telah bersabda Rosulullah SAW : "Apabila Allah SWT ingin
menghendaki kebaikan pada sebuah rumah tangga, maka Allah akan
mengkaruniakan keluarga tersebut kepahaman terhadap agamanya, orang yang
kecil dikeluarga akan menghormati yang besar, Allah akan mengkaruniakan
kepada mereka kemudahan dalam penghidupan mereka dan kecukupan dalam
nafkahnya, dan Allah akan menampakkan aib dan keburukan keluarga tersebut
kemudian mereka semua bertaubat dari keburukan tersebut. Jika Allah tidak
menginginkan kebaikan pada sebuah keluarga, maka Allah akan biarkan begitu
saja keluarga tersebut (tanpa bimbingan Nya). (HR Ad Daruquthni).

Sakinah merupakan pondasi dari bangunan rumah tangga yang sangat penting.
Tanpanya, tiada mawaddah dan warahmah. Sakinah itu meliputi kejujuran,
pondasi iman dan taqwa kepada Allah SWT.

Dalam hadits yang mulia ini ada beberapa indikator keluarga sakinah, yakni :
- At tafaqquh fid diin : Indikasinya adalah, anggota keluarga tersebut rajin dan
penuh semangat dalam menuntut ilmu agama, menjadikan rumah sebagai tempat
ibadah dan majelis ilmu, cinta kepada orang-orang sholeh dan pejuang Islam serta
mereka berupaya menerapkan nilai-nilai Islam itu pada seluruh anggota
keluarganya.
- Al ihtiroom al mutabaadil lilhuquuq baina ash shighoor wal kibaar (ada
penghormatan yang timbal balik dalam kewajiban antara orang tua dan
anak-anak) : Indikasinya anak-anak berbakti kepada orang tuanya dan mereka pun
mendapatkan pendidikan dan kebutuhan dari kedua orang tuanya, serta lingkungan
keluarga yang kondusif dan Islami.
- Ar rifqu fil ma'iisyah (Allah SWT mudahkan penghidupannya) : Indikasinya
selalu berusaha mencari nafkah dengan jalan yang halal, berinfak dan membantu
yatim piatu serta orang-orang yang membutuhkan bantuan.
- Al qoshdu fin nafaqoot (merasa cukup dengan rezeki yang Allah SWT
karuniakan) : Indikasinya anggota keluarga tersebut mempunyai sikap qona'ah
dan hatinya tidak tergantung dan terbuai dengan kehidupan dunia.
- Tabshiirul 'uyuub at taubah 'anhaa (Allah SWT tampakkan aibnya dan
mereka bertaubat dari aib tersebut) : Indikasinya mereka selalu muhasabah

WRAP UP SKENARIO 3 BLOK SARAF DAN PERILAKU 48


dalam hidup, menghindarkan hal-hal yang dapat merugikan anggota keluarga,
menjaga kehormatan keluarga dan tidak menyebarkan rahasia-rahasia keluarga.

Mawaddah adalah berupa cinta dan harapan. Setiap mahluk Allah SWT kiranya
diberikan sifat ini, mulai dari hewan sampai manusia. Dalam konteks pernikahan,
contoh mawaddah itu berupa “kejutan” suami untuk istrinya, begitu pun sebaliknya.
Misalnya suatu waktu si suami bangun pagi-pagi sekali, membereskan rumah,
menyiapkan sarapan untuk anak-anaknya. Dan ketika si istri bangun, hal tersebut
merupakan kejutan yang luar biasa.

Warahmah merupakan kasih sayang yang merupakan suatu kewajiban. Kewajiban


seorang suami menafkahi istri dan anak-anaknya, mendidik, dan memberikan contoh
yang baik. Kewajiban seorang istri untuk menaati suaminya. Intinya warahmah ini
kaitannya dengan segala kewajiban.

Hak bersama suami istri


1. Suami istri, hendaknya saling menumbuhkan suasana mawaddah dan rahmah.
2. Hendaknya saling mempercayai dan memahami sifat masing-masing pasangannya.
3. Hendaknya menghiasi dengan pergaulan yang harmonis.
4. Hendaknya saling menasehati dalam kebaikan.

Kewajiban suami kepada istri


1. Suami hendaknya menyadari bahwa istri adalah suatu ujian dalam menjalankan
agama.
2. Seorang istri bisa menjadi musuh bagi suami dalam mentaati Allah clan Rasul-Nya.
3. Hendaknya senantiasa berdoa kepada Allah meminta istri yang sholehah.
4. Diantara kewajiban suami terhadap istri, ialah: membayar mahar, memberi nafkah
(makan, pakaian, tempat tinggal), menggaulinya dengan baik, berlaku adil jika
beristri lebih dari satu.
5. Jika istri berbuat ‘Nusyuz’, maka dianjurkan melakukan tindakan berikut ini secara
berurutan: memberi nasehat, pisah kamar, memukul dengan pukulan yang tidak
menyakitkan. Nusyuz adalah: kedurhakaan istri kepada suami dalam hal ketaatan
kepada Allah.
6. Orang mukmin yang paling sempurna imannya ialah yang paling baik akhlaknya
dan paling ramah terhadap istrinya/keluarganya.
7. Suami tidak boleh kikir dalam menafkahkan hartanya untuk istri dan anaknya.
8. Suami dilarang berlaku kasar terhadap istrinya.
9. Hendaklah jangan selalu mentaati istri dalam kehidupan rumah tangga. Sebaiknya
terkadang menyelisihi mereka. Dalam menyelisihi mereka, ada keberkahan.
10. Suami hendaknya bersabar dalam menghadapi sikap buruk istrinya.
11. Suami wajib menggauli istrinya dengan cara yang baik. Dengan penuh kasih
sayang, tanpa kasar dan zhalim.
12. Suami wajib memberi makan istrinya apa yang ia makan, memberinya pakaian,
tidak memukul wajahnya, tidak menghinanya, dan tidak berpisah ranjang kecuali
dalam rumah sendiri.

WRAP UP SKENARIO 3 BLOK SARAF DAN PERILAKU 49


13. Suami wajib selalu memberikan pengertian, bimbingan agama kepada istrinya, dan
menyuruhnya untuk selalu taat kepada Allah dan Rasul-Nya.
14. Suami wajib mengajarkan istrinya ilmu-ilmu yang berkaitan dengan wanita
(hukum-hukum haidh, istihadhah,dll).
15. Suami wajib berlaku adil dan bijaksana terhadap istri.
16. Suami tidak boleh membuka aib istri kepada siapapun.
17. Apabila istri tidak mentaati suami (durhaka kepada suami), maka suami wajib
mendidiknya dan membawanya kepada ketaatan, walaupun secara paksa.
18. Jika suami hendak meninggal dunia, maka dianjurkan berwasiat terlebih dahulu
kepada istrinya.

Kewajiban istri kepada suami


1. Hendaknya istri menyadari dan menerima dengan ikhlas bahwa kaum laki-Iaki
adalah pemimpin kaum wanita.
2. Hendaknya istri menyadari bahwa hak (kedudukan) suami setingkat lebih tinggi
daripada istri.
3. Istri wajib mentaati suaminya selama bukan kemaksiatan.
4. Diantara kewajiban istri terhadap suaminya, ialah: menyerahkan dirinya, entaati
suami, tidak keluar rumah, kecuali dengan ijinnya, inggal di tempat kediaman yang
disediakan suami, menggauli suami dengan baik.
5. Istri hendaknya selalu memenuhi hajat biologis suaminya, walaupun sedang dalam
kesibukan.
6. Apabila seorang suami mengajak istrinya ke tempat tidur untuk menggaulinya, lalu
sang istri menolaknya, maka penduduk langit akan melaknatnya sehingga suami
meridhainya.
7. Istri hendaknya mendahulukan hak suami atas orang tuanya. Allah SWT
mengampuni dosa-dosa seorang istri yang mendahulukan hak suaminya daripada
hak orang tuanya.
8. Yang sangat penting bagi istri adalah ridha suami. Istri yang meninggal dunia dalam
keridhaan suaminya akan masuk surga.
9. Kepentingan istri mentaati suaminya, telah disabdakan oleh Nabi saw: “Seandainya
dibolehkan sujud sesama manusia, maka aku akan perintahkan istri bersujud
kepada suaminya. (Timidzi)
10. Istri wajib menjaga harta suaminya dengan sebaik-baiknya.
11. Istri hendaknya senantiasa membuat dirinya selalu menarik di hadapan suami.
12. Istri wajib menjaga kehormatan suaminya baik di hadapannya atau di belakangnya
(saat suami tidak di rumah).
13. Ada empat cobaan berat dalam pernikahan, yaitu: banyak anak, sedikit harta,
tetangga yang buruk, istri yang berkhianat.
14. Wanita Mukmin hanya dibolehkan berkabung atas kematian suaminya selama
empat bulan sepuluh hari.
15. Wanita dan laki-laki mukmin, wajib menundukkan pandangan mereka dan menjaga
kemaluannya.

Prinsip yang harus dilakukan untuk mencapai rasa tenteram, kasih dan sayang
dalam rumah tangga:

WRAP UP SKENARIO 3 BLOK SARAF DAN PERILAKU 50


 Sikap yang santun dan bijak (Mu’asyarah bil Ma’ruf), merawat cinta kasih dalam
keluarga. Rasulullah saw menyatakan bahwa : “Sebaik-baik orang diantara kamu
adalah orang yang paling baik terhadap isterinya, dan aku (Rasulullah) adalah orang
yang paling baik terhadap isteriku”.
 Saling mengingatkan dalam kebaikan. Di antara bentuk ketakwaan suami istri dalam
mempererat serta mengokohkan rumah tangga adalah dengan saling nasehat
menasehati untuk menjalankan sunnah Nabi.
 "Allah merahmati seorang suami yang bangun pada malam hari untuk melaksanakan
shalat (malam/tahajjud) lalu dia juga membangunkan istrinya hingga shalat. Jika
istrinya enggan untuk bangun dia percikan air kewajahnya. Dan Allah merahmati
seorang istri yang bangun dimalam hari untuk melaksanakan shalat (malam/tahajjud)
lalu dia membangunkan suaminya hingga shalat. Jika suaminya enggan untuk bangun
dia percikan air ke wajahnya" (HR. Ahmad, Nasai, dan Ibnu Majah dan derajatnya
hasan shohih).
 Lebih mengutamakan untuk melaksanakan kewajiban daripada menuntut hak. Dalam
membangun rumah tangga, suami dan istri memiliki hak dan kewajiban yang saling
sinergi satu sama lain. Untuk menghadirkan ketentraman, hendaknya setiap individu
lebih mengedepankan kewajiban daripada hak. Hal ini akan menumbuhkan sikap
saling pengertian dan rasa tanggung jawab. Sebaliknya, tuntutan yang muncul dalam
kehidupan rumah tangga dapat menyulut api perpecahan diantara pasangan suami-
istri.
 Saling menutupi kekurangan pasangannya. Setiap suami pasti memiliki kekurangan,
begitu juga dengan sang istri. Dengan saling menutupi kekurangan diri masing-
masing, harmonisasi dalam rumah tangga akan terjaga. Prinsip saling menutupi ini
didasari oleh Surat Al Baqarah ayat 187, "..mereka adalah pakaian bagimu, dan
kamupun adalah pakaian bagi mereka..". Fungsi pakaian adalah menutup aurat,
sehingga dapat dipahami bahwa suami-istri hendaknya saling menutupi
kekurangannya satu sama lain.
 Saling tolong menolong. Itulah kata kunci pasangan samara dalam mengelola
keluarga. Suami-istri itu akan berbagi peran dan tanggung jawab dalam mengelola
keluarga mereka. Suami penuh rasa tanggung jawab, istri mampu menjaga kehormatan
diri dan pandai menempatkan diri.

WRAP UP SKENARIO 3 BLOK SARAF DAN PERILAKU 51


DAFTAR PUSTAKA

 Kaplan, H.I., Sadock B.J. (1997). Sinopsis Psikiatri Jilid II Edisi ke-7. Jakarta.
Binarupa Aksara.
 Mansjoer, A.A.,etc. (2004). Kapita Selekta Kedokteran Jilid I. Jakarta. Media
Aesculapius Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
 Departemen Kesehatan RI. Direktorat Jenderal Pelayanan Medik. (2003). Pedoman
Penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa di Indonesia III. Jakarta.
 Maslim, R. (2001). Buku Saku Diagnosis Gangguan Jiwa Rujukan Ringkas dari
PPDGJ III. Jakarta.
 Kowalak, Jennifer P., William Welsh. (2011). Buku Ajar Patofisiologi. Jakarta.
Penerbit Buku Kedokteran EGC.
 Uddin, Jurnalis. (2009). Anatomi Susunan Saraf Manusia. Jakarta. Fakultas
Kedokteran Universitas Yarsi.
 Price.Sylvia A.,Wilson.Lorraine M, (2006). Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses
Penyakit., Edisi 6. Jakarta. Penerbit Buku Kedokteran EGC.
 Sherwood, Lauralee. (2004). Fisiologi Manusia dari sel ke sistem Edisi 2. Jakarta.
EGC.
 Gunawan , Sulistis Gan et all. (2007). Farmakologi dan Terapi Edisi 5. Jakarta. FKUI.
 Maramis, W.F. (1997). Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa Edisi VI. Surabaya. Airlangga
University Press.
 Lindsay, Kenneth W. (2004). Headache. Neurology and Neurosurgery. London.
Churchill Livingstone.
 Yutzy SH. (2006). Somatization. In: Blumenfield M, Strain JJ, penyunting.
Psychosomatic Medicine. 1st ed. New York: Lippincott Williams & Wilkins.
 Khan AA, Khan A, Harezlak J, Tu W, Kroenke K. (2003). Somatic symptoms in
primary care: Etiology and outcome. Psychosomatics.

WRAP UP SKENARIO 3 BLOK SARAF DAN PERILAKU 52

Anda mungkin juga menyukai