Oleh:
Deril Ridwan 1740312444
Hanna Nabila 1740312117
Rahmad Noprialdy 1110312141
Preseptor :
dr. Fauzar, Sp. PD-KP, FINASIM
DAFTAR ISI
BAB I Pendahuluan.......................................................................................1
1.1 Latar Belakang...........................................................................................1
1.2 Tujuan penulisan........................................................................................1
BAB I
PENDAHULUAN
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Asma merupakan penyakit yang heterogen, dengan karakteristik adanya
inflamasi kronis saluran napas1. Pada asma terjadi inflamasi saluran napas yang
ditandai dengan menyempitnya saluran napas karena hiperaktivitas bronkus,
adanya mukus, dan kontraksi kuat otot sekitar saluran napas2. Hal ini ditandai
dengan adanya riwayat gejala saluran napas berupa whizing, sesak napas, dada
terasa berat dan batuk yang bervariasi dari waktu kewaktu serta intensitasnya
disertai dengan adanya keterbatasan aliran udara ekspirasi yang bervariasi1.
Eksaserbasi (serangan) asma adalah episode perburukan gejala-gejala
asma secara progresif. Gejala yang dimaksud adalah sesak napas, batuk, mengi,
dada terasa berat atau tertekan, atau berbagai kombinasi dari gejala-gejala
tersebut. Pada umumnya, eksaserbasi disertai distres pernapasan4.
2.2 Klasifikasi
A. Asma alergika
Asma ini adalah asma yang paling mudah dikenali, yang biasanya muncul
pada anak anak dengan riwayat alegi sebelumnya misalnya rhinitis allergy,
eksim atau alergi makanan. Pemeriksaan sputum pada pasien tersebut
sebelum terapi kadang menemukan inflamasi jalan nafas eosinofilik. Pasien
dengan asma tipe ini biasanya berespon baik terhadap terapi kortikosteroid
inhalasi.
B. Asma non-alergika
Asma ini terjadi pada sebagian orang dewasa dengan ciri sputumnya dapat
ditemui netrofil, eosinofil atau hanya mengandung beberapa sel-sel inflamasi.
Asma jenis ini tidak respon dengan pemberian kortikosteroid inhalasi.
C. Asma onset lambat
Beberapa orang dewasa, terutama wanita, mengalami asma pertama kali pada
saat dewasa, biasanya non alergika dan membutuhkan dosis kortikosteroid
inhalasi lebih tinggi.
D. Asma dengan hambatan jalan nafas paten
Clinical Science Sessions
Reaksi ini timbul antara 6-9 jam setelah provokasi alergen dan melibatkan
pengerahan serta aktivasi eosinofil, sel T CD4+, neutrofil dan makrofag.
INFLAMASI KRONIK
Berbagai sel terlibat dan teraktivasi pada inflamasi kronik. Sel tersebut
ialah limfosit T, eosinofil, makrofag , sel mast, sel epitel, fibroblast dan otot
polos bronkus.
Limfosit T
Limfosit T yang berperan pada asma ialah limfosit T-CD4+ subtipe Th2).
Limfosit T ini berperan sebagai orchestra inflamasi saluran napas dengan
mengeluarkan sitokin antara lain IL-3, IL-4,IL-5, IL-13 dan GM-CSF. Interleukin-
4 berperan dalam menginduksi Th0 ke arah Th2 dan bersama-sama IL-13
menginduksi sel limfosit B mensintesis IgE. IL-3, IL-5 serta GM-CSF berperan
pada maturasi, aktivasi serta memperpanjang ketahanan hidup eosinofil.
Epitel
Sel epitel yang teraktivasi mengeluarkan a.l 15-HETE, PGE2 pada
penderita asma. Sel epitel dapat mengekspresi membran markers seperti molekul
adhesi, endothelin, nitric oxide synthase, sitokin atau khemokin.
Epitel pada asma sebagian mengalami sheeding. Mekanisme terjadinya
masih diperdebatkan tetapi dapat disebabkan oleh eksudasi plasma, eosinophil
granule protein, oxygen free-radical, TNF-alfa, mast-cell proteolytic enzym dan
metaloprotease sel epitel.
Eosinofil
Eosinofil jaringan (tissue eosinophil) karakteristik untuk asma tetapi tidak
spesifik. Eosinofil yang ditemukan pada saluran napas penderita asma adalah
dalam keadaan teraktivasi. Eosinofil berperan sebagai efektor dan mensintesis
sejumlah sitokin antara lain IL-3, IL-5, IL-6, GM-CSF, TNF-alfa serta mediator
lipid antara lain LTC4 dan PAF. Sebaliknya IL-3, IL-5 dan GM-CSF
meningkatkan maturasi, aktivasi dan memperpanjang ketahanan hidup eosinofil.
Eosinofil yang mengandung granul protein ialah eosinophil cationic protein
(ECP), major basic protein (MBP), eosinophil peroxidase (EPO) dan eosinophil
derived neurotoxin (EDN) yang toksik terhadap epitel saluran napas.
Sel Mast
Clinical Science Sessions
Sel mast mempunyai reseptor IgE dengan afiniti yang tinggi. Cross-
linking reseptor IgE dengan “factors” pada sel mast mengaktifkan sel mast.
Terjadi degranulasi sel mast yang mengeluarkan preformed mediator seperti
histamin dan protease serta newly generated mediators antara lain prostaglandin
D2 dan leukotrin. Sel mast juga mengeluarkan sitokin antara lain TNF-alfa, IL-3,
IL-4, IL-5 dan GM-CSF.
2.6 Diagnosis3,4
A. Anamnesis
Gejala khas untuk asma yang jika ada maka menigkatkan kemungkinan
pasien memiliki asma, yaitu :
1. Terdapat lebih dari satu gejala (mengi, sesak, dada terasa berat)
khususnya pada dewasa muda
2. Gejala sering memburuk di malam hari atau pagi dini hari
Clinical Science Sessions
2. 7 Diagnosis Banding4,7
Diagnosis banding asma stabil yaitu, disfungsi pita suara, hiperventilasi,
bronkiektasis, kistik fibrosis, gagal jantung, benda asing di saluran pernapasan.
Sedangkan diagnosis banding untuk asma akut (eksaserbasi) adalah obstruksi
saluran napas atas, benda asing di saluran napas, PPOK eksaserbasi,penyakit paru
parenkimal, disfungsi pita suara, gagal jantung akut, dangagal ginjal akut4.
Clinical Science Sessions
Gambar 2.5. Diagnosis banding asma pada dewasa, remaja, dan anak usia 6-11 tahun
\
2. 8 Penatalaksanaan1
A. Asma stabil
1. Pasien disarankan untuk mengidentifikasi serta mengendalikan faktor
pencetusnya.
2. Perlu dilakukan perencanaan dan pemberian pengobatan jangka panjang
serta menetapkan pengobatan pada serangan akut sesuai tabel 2.6 di bawah
ini.
Clinical Science Sessions
B. Asma eksaserbasi
Penatalaksanaan asma eksaserbasi dapat dilihat gambar 2.7 dan 2.8
dibawah ini:
Clinical Science Sessions
Gambar 2.7.Penatalaksanaan asma eksaserbasi di layanan primer (dewasa, remaja, dan anak usia 6-
11 tahun7
Clinical Science Sessions
2.9 Prognosis4
A. Asma stabil
Ad sanasionam : bonam
Ad fungsionam : bonam
Ad vitam : bonam
Clinical Science Sessions
B. Asma Eksaserbasi
Ad vitam : Dubia ad bonam
Ad functionam : Bonam
Ad sanationam : Dubia ad bonam
BAB III
KESIMPULAN
ras) dan faktor-faktor lingkungan (infeksi virus, pajanan dari pekerjaan, rokok,
alergen, dan lain-lain).
Kontrol pemeriksaan diri harus secara teratur dilakukan agar asma tidak
menjadi berat dan pengobatan yang paling baik adalah menghindari faktor
pencetusnya.
DAFTAR PUSTAKA
1. Global Initiative for Asthma. Global strategy for asthma management and
prevention, 2017.
2. American Thoracic Society. Patient Information Series: What is Asthma?.
2013. Am J Respir Care Med Vol 188: 7-8.
3. Departemen Kesehatan RI . Riset Kesehatan Dasar 2013.
http://www.depkes.go.id. 2013. Diakses pada 12 Oktober 2017
4. WHO. Global Tuberculosis Report http://www.who.int/tb/publications
/global_report/en/.2015. Diakses pada 12 Oktober 2017
5. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI) 2015. Pedoman diagnosis dan
penatalaksanaan asma di Indonesia. Jakarta.
Clinical Science Sessions