Anda di halaman 1dari 19

Clinical Science Sessions

PENATALAKSAAN ASMA STABIL DAN EKSASERBASI AKUT

Oleh:
Deril Ridwan 1740312444
Hanna Nabila 1740312117
Rahmad Noprialdy 1110312141

Preseptor :
dr. Fauzar, Sp. PD-KP, FINASIM

BAGIAN ILMU PENYAKIT DALAM


RSUP DR. M. DJAMIL
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS
PADANG
2018
Clinical Science Sessions

DAFTAR ISI

BAB I Pendahuluan.......................................................................................1
1.1 Latar Belakang...........................................................................................1
1.2 Tujuan penulisan........................................................................................1

BAB II Tinjauan Pustaka..............................................................................2


2.1 Defenisi......................................................................................................2
2.2 Klasifikasi..................................................................................................2
2.3 Faktor Resiko.............................................................................................3
2.4 Patogenesis Asma.......................................................................................4
2.5 Gambaran Klinis........................................................................................7
2.6 Diagnosis...................................................................................................8
2.7 Diagnosis Banding.....................................................................................10
2.8 Penatalaksanaan.........................................................................................11
2.9 Prognosis....................................................................................................15

BAB III Kesimpulan......................................................................................16


Daftar Pustaka
Clinical Science Sessions

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Asma merupakan penyakit yang heterogen, dengan karakteristik adanya
inflamasi kronis saluran napas1. Pada asma terjadi inflamasi saluran napas yang
ditandai dengan menyempitnya saluran napas karena hiperaktivitas bronkus,
adanya mukus, dan kontraksi kuat otot sekitar saluran napas2. Hal ini ditandai
dengan adanya riwayat gejala saluran napas berupa whizing, sesak napas, dada
terasa berat dan batuk yang bervariasi dari waktu kewaktu serta intensitasnya
disertai dengan adanya keterbatasan aliran udara ekspirasi yang bervariasi1.
Asma merupakan salah satu masalah kesehatan global. Prevalensi asma di
berbagai negara berkisar antara 1-18% dari semua populasi. Angka kejadian asma
di Indonesia berdasarkan RISKESDAS 2013 adalah sebesar 4,5%. Provinsi
dengan prevalensi asma tertinggi adalah Sulawesi Tengah (7,8%), sedangkan
provinsi dengan prevalensi terendah adalah Lampung (1,6%). Prevalensi asma di
Sumatera Barat sendiri adalah 2,7%, angka ini lebih rendah jika dibandingkan
dengan prevalensi nasional. Asma dapat mengenai semua kelompok umur.
Prevalensi asma tertinggi adalah pada usia 25-34 tahun dan terendah pada usia di
bawah 1 tahun. Asma lebih banyak terjadi pada wanita3.
Pada penderita asma akan selalu ditemui saluran napas yang
hiperresponsif terhadap stimulus. Stimulus pada tiap individu tidak selalu sama.
Dalam keadaan serangan asma, sangat mudah untuk menegakkan diagnosisnya,
tetapi ketika berada dalam episode bebas gejala, tidak mudah untuk menentukan
seseorang menderita asma4. Pada serangan asma akan terjadi gejala yang sangat
berat, seperti napas yang sangat cepat sehingga menjadi sulit untuk berbicara.
Adanya batuk, wheezing dan rasa berat di dada dapat membuat pasien menjadi
gelisah2.
1.2 Tujuan Penulisan
Tujuan penulisan case ini adalah untuk menambah pengetahuan mengenai
asma terutama pada saat serangan akut (eksaserbasi).
Clinical Science Sessions

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi
Asma merupakan penyakit yang heterogen, dengan karakteristik adanya
inflamasi kronis saluran napas1. Pada asma terjadi inflamasi saluran napas yang
ditandai dengan menyempitnya saluran napas karena hiperaktivitas bronkus,
adanya mukus, dan kontraksi kuat otot sekitar saluran napas2. Hal ini ditandai
dengan adanya riwayat gejala saluran napas berupa whizing, sesak napas, dada
terasa berat dan batuk yang bervariasi dari waktu kewaktu serta intensitasnya
disertai dengan adanya keterbatasan aliran udara ekspirasi yang bervariasi1.
Eksaserbasi (serangan) asma adalah episode perburukan gejala-gejala
asma secara progresif. Gejala yang dimaksud adalah sesak napas, batuk, mengi,
dada terasa berat atau tertekan, atau berbagai kombinasi dari gejala-gejala
tersebut. Pada umumnya, eksaserbasi disertai distres pernapasan4.

2.2 Klasifikasi
A. Asma alergika
Asma ini adalah asma yang paling mudah dikenali, yang biasanya muncul
pada anak anak dengan riwayat alegi sebelumnya misalnya rhinitis allergy,
eksim atau alergi makanan. Pemeriksaan sputum pada pasien tersebut
sebelum terapi kadang menemukan inflamasi jalan nafas eosinofilik. Pasien
dengan asma tipe ini biasanya berespon baik terhadap terapi kortikosteroid
inhalasi.
B. Asma non-alergika
Asma ini terjadi pada sebagian orang dewasa dengan ciri sputumnya dapat
ditemui netrofil, eosinofil atau hanya mengandung beberapa sel-sel inflamasi.
Asma jenis ini tidak respon dengan pemberian kortikosteroid inhalasi.
C. Asma onset lambat
Beberapa orang dewasa, terutama wanita, mengalami asma pertama kali pada
saat dewasa, biasanya non alergika dan membutuhkan dosis kortikosteroid
inhalasi lebih tinggi.
D. Asma dengan hambatan jalan nafas paten
Clinical Science Sessions

Asma ini diduga karena remodeling jalan nafas.

E. Asma dengan obesitas


Beberapa pasien obesitas dengan asma memiliki gejala pernapasan yang
sangat menonjol dan sedikit inflamasi jalan nafas eosinofilik.

2.3 Faktor Resiko


Risiko berkembangnya asma merupakan interaksi antara faktor pejamu
(host factor) dan faktor lingkungan. Faktor pejamu disini termasuk predisposisi
genetik yang mempengaruhi untuk berkembangnya asma, yaitu genetik asma,
alergik (atopi), hipereaktiviti bronkus, jenis kelamin dan ras. Faktor lingkungan
mempengaruhi individu dengan kecenderungan/ predisposisi asma untuk
berkembang menjadi asma, menyebabkan terjadinya eksaserbasi dan atau
menyebabkan gejala-gejala asma menetap. Termasuk dalam faktor lingkungan
yaitu alergen, sensitisasi lingkungan kerja, asap rokok, polusi udara, infeksi
pernapasan (virus), diet, status sosioekonomi dan besarnya keluarga. Interaksi
faktor genetik/ pejamu dengan lingkungan dipikirkan melalui kemungkinan5 :
A. pajanan lingkungan hanya meningkatkan risiko asma pada individu
dengan genetik asma,
B. baik lingkungan maupun genetik masing-masing meningkatkan risiko
penyakit asma.
Menurut WHO (2015) faktor risiko asma dibagi menjadi4 :
A. Faktor Penjamu
1. Prediposisi genetik
2. Atopi
3. Hiperesponsif jalan napas
4. Jenis kelamin
B. Faktor lingkungan yang mempengaruhi berkembangnya asma pada individu
dengan predisposisi asma
1. Alergen di dalam ruangan (mite domestic, biantang, kecoa, jamur)
2. Alergen di luar ruangan (tepung sari bunga, jamur)
3. Bahan di lingkungan kerja (Asap rokok pada perokok aktif dan pasif)
4. Polusi udara(dalam dan luar ruangan)
5. Infeksi pernapasan (Hipotesis higiene)
6. Infeksi parasit
7. Status sosioekonomi
8. Besar keluarga
Clinical Science Sessions

9. Diet dan obat


10. Obesitas
C. Faktor lingkungan yang mencetuskan eksaserbasi dan/atau menyebabkan
gejala asma menetap
1. Alergen di dalam dan di luar ruangan
2. Polusi udara di dalam dan di luar ruangan
3. Infeksi pernapasan
4. Exercise dan hiperventilasi
5. Perubahan cuaca
6. Sulfur dioksida
7. Makanan, aditif (pengawet, penyedap, pewarna makanan), obat-obatan
8. Ekspresi emosi yang berlebihan
9. Asap rokok
10. Iritan (parfum, bau-bauan merangsang, household spray)

2.4 Patogenesis Asma4


Asma merupakan inflamasi kronik saluran napas. Berbagai sel inflamasi
berperan terutama sel mast, eosinofil, sel limfosit T, makrofag, neutrofil dan sel
epitel. Faktor lingkungan dan berbagai faktor lain berperan sebagai penyebab atau
pencetus inflamasi saluran napas pada penderita asma. Inflamasi terdapat pada
berbagai derajat asma baik pada asma intermiten maupun asma persisten.
Inflamasi dapat ditemukan pada berbagai bentuk asma seperti asma alergik, asma
nonalergik, asma kerja dan asma yang dicetuskan aspirin.
INFLAMASI AKUT
Pencetus serangan asma dapat disebabkan oleh sejumlah faktor antara lain
alergen, virus, iritan yang dapat menginduksi respons inflamasi akut yang terdiri
atas reaksi asma tipe cepat dan pada sejumlah kasus diikuti reaksi asma tipe
lambat.

Reaksi Asma Tipe Cepat


Alergen akan terikat pada IgE yang menempel pada sel mast dan terjadi
degranulasi sel mast tersebut. Degranulasi tersebut mengeluarkan preformed
mediator seperti histamin, protease dan newly generated mediator seperti
leukotrin, prostaglandin dan PAF yang menyebabkan kontraksi otot polos
bronkus, sekresi mukus dan vasodilatasi.
Reaksi Fase Lambat
Clinical Science Sessions

Reaksi ini timbul antara 6-9 jam setelah provokasi alergen dan melibatkan
pengerahan serta aktivasi eosinofil, sel T CD4+, neutrofil dan makrofag.
INFLAMASI KRONIK
Berbagai sel terlibat dan teraktivasi pada inflamasi kronik. Sel tersebut
ialah limfosit T, eosinofil, makrofag , sel mast, sel epitel, fibroblast dan otot
polos bronkus.
Limfosit T
Limfosit T yang berperan pada asma ialah limfosit T-CD4+ subtipe Th2).
Limfosit T ini berperan sebagai orchestra inflamasi saluran napas dengan
mengeluarkan sitokin antara lain IL-3, IL-4,IL-5, IL-13 dan GM-CSF. Interleukin-
4 berperan dalam menginduksi Th0 ke arah Th2 dan bersama-sama IL-13
menginduksi sel limfosit B mensintesis IgE. IL-3, IL-5 serta GM-CSF berperan
pada maturasi, aktivasi serta memperpanjang ketahanan hidup eosinofil.
Epitel
Sel epitel yang teraktivasi mengeluarkan a.l 15-HETE, PGE2 pada
penderita asma. Sel epitel dapat mengekspresi membran markers seperti molekul
adhesi, endothelin, nitric oxide synthase, sitokin atau khemokin.
Epitel pada asma sebagian mengalami sheeding. Mekanisme terjadinya
masih diperdebatkan tetapi dapat disebabkan oleh eksudasi plasma, eosinophil
granule protein, oxygen free-radical, TNF-alfa, mast-cell proteolytic enzym dan
metaloprotease sel epitel.
Eosinofil
Eosinofil jaringan (tissue eosinophil) karakteristik untuk asma tetapi tidak
spesifik. Eosinofil yang ditemukan pada saluran napas penderita asma adalah
dalam keadaan teraktivasi. Eosinofil berperan sebagai efektor dan mensintesis
sejumlah sitokin antara lain IL-3, IL-5, IL-6, GM-CSF, TNF-alfa serta mediator
lipid antara lain LTC4 dan PAF. Sebaliknya IL-3, IL-5 dan GM-CSF
meningkatkan maturasi, aktivasi dan memperpanjang ketahanan hidup eosinofil.
Eosinofil yang mengandung granul protein ialah eosinophil cationic protein
(ECP), major basic protein (MBP), eosinophil peroxidase (EPO) dan eosinophil
derived neurotoxin (EDN) yang toksik terhadap epitel saluran napas.
Sel Mast
Clinical Science Sessions

Sel mast mempunyai reseptor IgE dengan afiniti yang tinggi. Cross-
linking reseptor IgE dengan “factors” pada sel mast mengaktifkan sel mast.
Terjadi degranulasi sel mast yang mengeluarkan preformed mediator seperti
histamin dan protease serta newly generated mediators antara lain prostaglandin
D2 dan leukotrin. Sel mast juga mengeluarkan sitokin antara lain TNF-alfa, IL-3,
IL-4, IL-5 dan GM-CSF.

Gambar 2.1 Patogenesis asma


Clinical Science Sessions

Gambar 2.2 Perbedaan bronkus normal dan asma

2.5 Gambaran Klinis


Asma merupakan sindrom yang diakibatkan oleh berbagai mekanisme
yang akhirnya menghasilkan kompleks gejala klinis termasuk obstruksi jalan
pernapasan reversible. Sebagai sindrom episodik, terdapat interval asimtomatik
diantara kejadian serangan asma. Ciri-ciri yang sangat penting pada sindrom ini
seperti dispnea, wheezing, obstruksi jalan pernapasan reversible terhadap
bronkodilator, bronkus yang hipersensitif terhadap stimulus yang spesifik ataupun
tidak spesifik, dan peradangan saluran pernapasan. Semua ciri diatas tidak harus
terdapat bersamaan6.
Serangan asma ditandai dengan sesak napas, batuk, dan wheezing. Gejala
yang sering terlihat jelas adalah penggunaan otot napas tambahan, timbulnya
pulsus paradoksus, timbulnya Kusmaul’s sign. Pasien akan mencari posisi yang
enak, yaitu duduk tegak dengan tangan berpegangan pada sesuatu agar bahu tetap
stabil, biasanya berpegangan pada lengan kursi, dengan begitu otot napas
tambahan dapat bekerja dengan lebih baik. Takikardia akan muncul pada awal
gejala, kemudian dapat diikuti sianosis sentral (jarang)6.

2.6 Diagnosis3,4
A. Anamnesis
Gejala khas untuk asma yang jika ada maka menigkatkan kemungkinan
pasien memiliki asma, yaitu :
1. Terdapat lebih dari satu gejala (mengi, sesak, dada terasa berat)
khususnya pada dewasa muda
2. Gejala sering memburuk di malam hari atau pagi dini hari
Clinical Science Sessions

3. Gejala bervariasi waktu dan intensitasnya


4. Gejala dipicu oleh infeksi virus, latihan, pajanan allergen, perubahan
cuaca, tertawa atau iritan seperti asap kendaraan, rokok atau bau yang
sangat tajam
B. Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik pasien asma biasanya normal. Abnormalitas yang paling
sering ditemukan adalah mengi ekspirasi saat pemeriksaan auskultasi, tetapi ini
bisa saja hanya terdengar saat ekspirasi paksa. Mengi dapat juga tidak terdengar
selama eksaserbasi asma yang berat karena penurunan aliran napas yang dikenal
dengan “silent chest”.
C. Pemeriksaan penunjang
1. Arus Puncak Ekspirasi (APE) menggunakan Peak Flowmeter
2. Pemeriksaan darah (eosinofil dalam darah)
3. Spirometri
Diagnosis pasti asma ditegakkan dengan menggunakan
pemeriksaan spirometri. Adanya bukti penurunan rasio dari nilai Forced
Expiratory Volume in 1 second (FEV1) terhadap Force vital capacity
(FVC) merupakan tanda dari asma.
Diagnosis asma ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisis dan
pemeriksaan penunjang, yaitu terdapat kenaikan ≥15 % rasio APE sebelum dan
sesudah pemberian inhalasi salbutamol4.
Clinical Science Sessions

Gambar 2.3. Klasifikasi Asma brokial5


Clinical Science Sessions

Gambar 2.4. Klasifikasi Berat serangan Asma Akut 3

2. 7 Diagnosis Banding4,7
Diagnosis banding asma stabil yaitu, disfungsi pita suara, hiperventilasi,
bronkiektasis, kistik fibrosis, gagal jantung, benda asing di saluran pernapasan.
Sedangkan diagnosis banding untuk asma akut (eksaserbasi) adalah obstruksi
saluran napas atas, benda asing di saluran napas, PPOK eksaserbasi,penyakit paru
parenkimal, disfungsi pita suara, gagal jantung akut, dangagal ginjal akut4.
Clinical Science Sessions

Gambar 2.5. Diagnosis banding asma pada dewasa, remaja, dan anak usia 6-11 tahun
\
2. 8 Penatalaksanaan1
A. Asma stabil
1. Pasien disarankan untuk mengidentifikasi serta mengendalikan faktor
pencetusnya.
2. Perlu dilakukan perencanaan dan pemberian pengobatan jangka panjang
serta menetapkan pengobatan pada serangan akut sesuai tabel 2.6 di bawah
ini.
Clinical Science Sessions

Gambar 2.6.Penatalaksanaan asma berdasarkan berat keluhannya 4

B. Asma eksaserbasi
Penatalaksanaan asma eksaserbasi dapat dilihat gambar 2.7 dan 2.8
dibawah ini:
Clinical Science Sessions

Gambar 2.7.Penatalaksanaan asma eksaserbasi di layanan primer (dewasa, remaja, dan anak usia 6-
11 tahun7
Clinical Science Sessions

Gambar 2.8.Pengobatan asma berdasarkan berat serangan dan tempat pengobatan 4

2.9 Prognosis4
A. Asma stabil
Ad sanasionam : bonam
Ad fungsionam : bonam
Ad vitam : bonam
Clinical Science Sessions

B. Asma Eksaserbasi
Ad vitam : Dubia ad bonam
Ad functionam : Bonam
Ad sanationam : Dubia ad bonam

BAB III
KESIMPULAN

Asma adalah inflamasi kronik saluran napas yang melibatkan peranan


banyak sel dan elemen seluler.Inflamasi kronik menyebabkan peningkatan
hiperesponsivitas jalan napas yang menimbulkan gejala episodik berulang :
mengi, sesak napas; dada terasa berat, dan batuk –batuk khususnya pada malam
dan atau dini hari. Episodik tersebut berhubungan dengan obstruksi jalan napas
yang luas, bervariasi dan seringkali bersifat reversibel dengan atau tanpa
pengobatan.
Secara etiologis, asma adalah penyakit yang heterogen, dipengaruhi oleh
berbagai faktor seperti genetik (atopik, hipereaktivitas bronkus, jenis kelamin, dan
Clinical Science Sessions

ras) dan faktor-faktor lingkungan (infeksi virus, pajanan dari pekerjaan, rokok,
alergen, dan lain-lain).
Kontrol pemeriksaan diri harus secara teratur dilakukan agar asma tidak
menjadi berat dan pengobatan yang paling baik adalah menghindari faktor
pencetusnya.

DAFTAR PUSTAKA

1. Global Initiative for Asthma. Global strategy for asthma management and
prevention, 2017.
2. American Thoracic Society. Patient Information Series: What is Asthma?.
2013. Am J Respir Care Med Vol 188: 7-8.
3. Departemen Kesehatan RI . Riset Kesehatan Dasar 2013.
http://www.depkes.go.id. 2013. Diakses pada 12 Oktober 2017
4. WHO. Global Tuberculosis Report http://www.who.int/tb/publications
/global_report/en/.2015. Diakses pada 12 Oktober 2017
5. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI) 2015. Pedoman diagnosis dan
penatalaksanaan asma di Indonesia. Jakarta.
Clinical Science Sessions

6. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Strategi Nasional


pengendalian TB di Indonesia 2010-2014. 2011
7. Lobue PA, Iademarco MF, Castro KG. The Epidemiology, Prevention, and
Control of Tuberculosis in the United States. Dalam : Fishman’s
Pulmonary Diseases and Disorders. Volume ke 1. Edisi ke 4. Editor
Fishman AP. 2008. United States of America: The McGraw-Hill
Companies. 2447

Anda mungkin juga menyukai