Anda di halaman 1dari 10

LAPORAN PENDAHULUAN

UROLITHIASIS

A. DEFINISI
Urolithiasis atau batu saluran kemih merupakan suatu penyakit yang sudah
lama ditemukan. Penyakit ini dapat menyerang siapa saja, laki-laki memiliki risiko
lebih besar dari pada wanita hal ini dikarenakan panjang uretra laki-laki lebih panjang
dari wanita yaitu 17-22,5 cm dan untuk wanita 2,5-3,5 cm (Suharyanto & Madjid,
2009).
Urolithiasis adalah terbentuknya batu (kalkulus) dimana saja pada sistem
penyalur urine, tatapi batu pada umumnya terbentuk di ginjal. Batu mungkin
terbentuk tanpa menimbulkan gejala atau kerusakan ginjal yang bermakna, hal ini
terutama pada batu besar yang tersangkut pada pelvis ginjal. Makna klinis batu
terletak pada kapasitasnya menghambat aliran urin atau menimbulkan trauma yang
menyababkan ulserasi dan perdarahan, pada kedua kasus ini terjadi peningkatan
predisposisi infeksi bakteri (Alam & Iwan, 2007).
B. ETIOLOGI
Penyebab terbentuknya batu saluran kemih diduga berhubungan dengan
gangguan aliran urine, gangguan metabolik, infeksi saluran kemih, dehidrasi dan
keadaan-keadaan lain yang masih belum terungkap (idiopatik) Secara epidemiologis
terdapat beberapa faktor yang mempermudah terjadinya batu saluran kemih yang
dibedakan sebagai faktor intrinsik dan faktor ekstrinsik;
1. Faktor intrinsik, meliputi
a. Herediter; diduga dapat diturunkan dari generasi ke generasi.
b. Umur; paling sering didapatkan pada usia 30-50 tahun karena terjadinya
penurunan kerja oragan sistem perkemihan
c. Jenis kelamin; jumlah pasien pria 3 kali lebih banyak dibanding pasien wanita
dapat dikatakan karena perbedaan aktivitas.
2. Faktor ekstrinsik, meliputi:
a. Geografi; pada beberapa daerah menunjukkan angka kejadian yang lebih tinggi
daripada daerah lain sehingga dikenal sebagai daerah stone belt (sabuk batu)
b. Iklim dan temperatur : Tempat yang bersuhu dingin (ruang AC)
menyebabkan kulit kering dan pemasukan cairan kurang. Tempat yang bersuhu
panas misalnya di daerah tropis, di ruang mesin menyebabkan banyak keluar
keringat, akan mengurangi produksi urin.
c. Asupan air : Kurangnya asupan air dan tingginya kadar mineral kalsium dapat
meningkatkan insiden batu saluran kemih.
d. Diet : Diet tinggi purin, oksalat dan kalsium mempermudah terjadinya batu
saluran kemih. Kebiasaan mengkonsumsi makanan tinggi kalsium seperti susu,
keju, kacang polong, kacang tanah dan coklat. Tinggi purin seperti : ikan, ayam,
daging, jeroan. Tinggi oksalat seperti : bayam, seledri, kopi, teh, dan vitamin D
e. Pekerjaan : Penyakit ini sering dijumpai pada orang yang pekerjaannya banyak
duduk atau kurang aktivitas fisik (sedentary life). Pekerjaan dengan banyak duduk
lebih memungkinkan terjadinya pembentukan batu dibandingkan pekerjaan
seorang buruh atau petani.
f. Infeksi : Infeksi saluran kemih dapat menyebabkan nekrosis jaringan ginjal dan
menjadi inti pembentukan batu (Nursalam, 2006).

C. KLASIFIKASI
Menurut Nursalam (2006), pembentukan batu saluran kemih atau uretet dapat
diklasifikasikan menjadi sebagai berikut:
a. Batu kalsium
Paling sering terjadi (90%), dalam bentuk kalsium oksalat atau kalsium fosfat. Mulai
dari ukuran pasir sampai memenuhi pelvis renal (batu stoghorn). Hiperkalsiuria dapat
disebabkan oleh beberapa hal:
 Kecepatan reabsorpsi tulang yang tinggi yang melepas kalsium,seperti pada
hiperparatiroid, immobilias, dan cushing disease.
 Absorpsi kalsium di perut dalam jumlah besar, seperti: sarcoidosis atau milk-
alkali sindrom.
 Gangguan absorpsi tubulus ginjal.
 Abnormalitas struktur traktur urinarius, seperti: sponge kidney.
b. Batu oksalat
Paling sering terjadi di daerah yang makanan utamanyasereal, dan jarang terjadi di
daerah peternakan. Meningkatnya oksalat disebabkan oleh:
 Hiperabsorpsi oksalat pada inflamasi bowel disease dan intake tinggimakanan
berbahan kecap.
 Post ileal resection atau post operasi bypass usus kecil.
 Overdosis vitamin C atau asam askorbat.
 Malabsorpsi lemak, yang menyebabkan calcium binding dan oksalat dilepas
untuk diabsorpsi.
c. Batu struvit
Disebut juga triple fosfat: carbonat, magnesium, dan ammonium fosfat. Pada urin
tinggi ammonia karena infeksi oleh bakteri yang mengandung enzim urease, seperti
proteus, pseudomonas, klebsiella, stapilococcus,yang memecah urea menjadi 2
molekul ammonia, sehingga pH urin menjadi alkali. Biasa membentuk batu staghorn,
sering membuat abses,dan sulit dieliminasi karena batu mengelilingi bakteri sehingga
terlindung dari antibiotic.
 Batu asam urat Disebabkan karena peningkatan ekskresi asam urat, kurang
cairan,atau pH urin rendah. Orang dengan gout primer/sekunder
berisikomengalami batu asam urat
 Batu sistin Merupakan hasil dari gangguan metabolic asam amino congenital
dari gangguan autosom resesif, yang mengakibatkan terbentuknya Kristalcistin
di urin yang terutama terjadi pada anak-anak dan remaja, sedangkan pada
dewasa jarang terjadi.
 Batu xantin Berssifat herediter, akibat defisiensi xantin oksidase. Kristal
dipicu pada urin yang asam.
D. PATOFISIOLOGI
Mekanisme terbentuknya batu pada saluran kemih atau dikenal dengan
urolithiasis belum diketahui secara pasti. Namun sesuai berdasrkan beberapa faktor
predisposisi terjadinya batu yang telah disebutkan diatas antara lain : peningkatan
konsentrasi larutan urin akibat dari intake cairan yang kurang dan juga peningkatan
bahan-bahan organik akibat infeksi saluran kemih atau stasis urin menyajikan sarang
untuk pembentukan batu.
Supersaturasi elemen urin seperti kalsium, fosfat, oksalat, dan faktor lain
mendukung pembentukan batu meliputi : pH urin yang berubah menjadi asam, jumlah
solute dalam urin dan jumlah cairan urin. Masalah-masalah dengan metabolisme purin
mempengaruhi pembentukan batu asam urat. pH urin juga mendukung pembentukan
batu. Batu asam urat dan batu sistine dapat mengendap dalam urin yang asam. Batu
kalsium fosfat dan batu struvite biasa terdapat dalam urin yang alkalin. Batu oxalat
tidak dipengaruhi oleh pH urin.
Imobilisasi yang lama akan menyebabkan pergerakan kalsium menuju tulang
akan terhambat. Peningkatan serum kalsium akan menambah cairan yang akan
diekskresikan. Jika cairan masuk tidak adekuat maka penumpukan atau pengendapan
semakin bertambah dan pengendapan ini semakin kompleks sehingga terjadi batu.
Batu yang terbentuk dalam saluran kemih sangat bervariasi, ada batu yang
kecil dan batu yang besar. Batu yang kecil dapat keluar lewat urin dan akan
menimbulkan rasa nyeri, trauma pada saluran kemih dan akan tampak darah dalam
urin. Sedangkan batu yang besar dapat menyebabkan obstruksi saluran kemih yang
menimbulkan dilatasi struktur, akibat dari dilatasi akan terjadi refluks urin dan akibat
yang fatal dapat timbul hidronefrosis karena dilatasi ginjal.
Kerusakan pada struktur ginjal yang lama akan mengakibatkan kerusakan
pada organ-organ dalam ginjal sehingga terjadi gagal ginjal kronis karena ginjal tidak
mampu melakukan fungsinya secara normal.
Maka dapat terjadi penyakit ginjal kronis yang dapat menyebabkan kematian.
Selain itu, Dari beberapa referensi disebutkan terdapat teori terbentuknya batu
ginjal yaitu:
a. Teori inti matriks
Terbentuknya batu saluran kencing memerlukan adanya substansia organik sebagai
inti. Substansia organik ini terutama terdiri dari mukopolisakarida dan mukoprotein A
yang akan mempermudah kristalisasi dan agregasi substansi pembentuk batu.
b. Teori supersaturasi
Terjadi kejenuhan substansi pembentuk batu dalam urine seperti sistin, santin, asam
urat, kalsium oksalat akan mempermudah terbentuknya batu.
c. Teori presipitasi-kristalisasi
Perubahan pH urine akan mempengaruhi substansi dalam urine. Pada urine yang
bersifat asam akan mengendapkan sistin, santin, asam dan garam urat, sedangkan
pada urine yang bersifat alkali akan mengendap garam-garam fosfat (Suharyanto &
Madjid, 2009).
E. MANIFESTASI KLINIK
Tanda dan gejala penyakit batu saluran kemih di tentukan oleh letaknya,
besarnya dan morfologinya.
1 Batu di ginjal
a. Nyeri dalam dan terus-menerus di area kastovertebral.
b. Hematuri dan piuria.
c. Nyeri berasal dari area renal menyebar secara anterior dan pada wanita nyeri ke
bawah mendekati kandung kemih sedangkan pada pria mendekati testis.
d. Mual dan muntah.
e. Diare.
2 Batu di ureter
a. Nyeri menyebar ke paha dan genitalia.
b. Rasa ingin berkemih namun hanya sedikit urine yang keluar.
c. Hematuri akibat aksi abrasi batu.
d. Biasanya batu bisa keluar secara spontan dengan diametr batu 0,5-1 cm.
3 Batu di kandung kemih
a. Biasanya menyebabkan gejala iritasi dan berhubungan dengan infeksi traktus
urinarius dan hematuri.
b. Jika batu menyebabkan obstruksi pada leher kandung kemih akan terjadi retensi
urine (Wijaya & Yessie, 2013).
F. KOMPLIKASI
1) Obstruksi Ginjal
2) Perdarahan
3) Infeksi
4) Hidronefrosis (Herdrman, 2012).

G. PENGOBATAN
1. Pengurangan nyeri
Tujuan segera dari penanganan kolik renal atau ureteral adalah untuk mengurangi
nyeri sampai penyebabnya dapat dihilangkan; morfin atau meperidin diberikan
untuk mencegah syok dan sinkop akibat nyeri yang luar biasa. Mandi air hangat
diarea panggul dapat bermanfaat. Cairan diberikan, kecuali pasien mengalami
muntah atau menderita gagal jantung kongestif atau kondisi lain yang memerlukan
pembatasan cairan. Ini meningkatkan tekanan hidrostatik pada ruang di belakang
batu sehingga mendorong pasase batu tersebut ke bawah. Masukan cairan
sepanjang hari mengurangi konsentrasi kristaloid urin, mengencerkan urin dan
menjamin haluaran urin yang besar
2. Pengangkatan batu
Pemeriksaan sitoskopik dan pasase kateter ureteral kecil untuk menghilangkan
batu yang menyebabkan obstruksi (jika mungkin), akan segera mengurangi
tekanan-belakang pada ginjal dan mengurangi nyeri.
3. Lithotripsi Gelombang Kejut Ekstrakorporeal (ESWL)
Adalah prosedur noninvasive yang digunakan untuk menghancurkan batu di
kaliks ginjal. Setelah batu tersebut pecah menjadi bagian yang kecil seperti pasir,
sisa batu-batu tersebut dikeluarkan secara spontan
4. Metode Endourologi Pengangkatan Batu
Mengangkat batu renal tanpa pembedahan mayor. Nefrostomi perkutan (atau
nefrolitotomi perkutan) dilakukan dan nefroskop dimasukkan ke traktus perkutan
yang sudah dilebarkan ke dalam parenkim ginjal.
5. Ureteroskopi
Mencakup visualisasi dan aksis ureter dengan memasukkan suatu alat ureteroskop
melalui sistoskop. Batu dapat dihancurkan dengan menggunakan laser, lithotripsy
elektrohidraulik atau ultrasound kemudian diangkat
6. Pelarutan batu
Infus cairan kemolitik (misal: agen pembuat asam dan basa) untuk melarutkan
batu dapat dilakukan sebagai alternative penanganan untuk pasien kurang beresiko
terhadap terapi lain dan menolak metode lain, atau mereka yang memiliki batu
yang mudah larut (struvit).
7. Pengangkatan batu
Jika batu terletak didalam ginjal, pembedahan dilakukan
dengannefrolitotomi (insisi pada ginjal untuk mengangkat batu)
atau nefrektomi,jika ginjal tidak berfungsi akibat infeksi atau hidronefrosis. Batu
dalam piala ginjal diangkat dengan pielolitotomi, sedangkan batu pada ureter
diangkat dengan ureterolitotomi dan sistotomi jika batu berada dikandung kemih.
Jika batu berada dikandung kemih; suatu alat dapat dimasukkan ke uretra ke
dalam kandung kemih; batu kemudian dihancurkan oleh penjepit pada alat ini.
prosedur ini disebut sistolitolapaksi.
Farmakologi yang diterapkan
Analgesia untuk meredakan nyeri dan memberi kesempatan batu untuk keluar
sendiri. Opioid (injeksi morfin sulfat, petidin hidroklorida)au obat AINS (mis
ketorolac dan naproxen) dapat diberikan, bergantung pada intensitas nyeri.
Propantelin dapat digunakan untuk mengatasi spasme ureter. Pemberian antibiotic
dilakukan apabila terdapat infeksi sal kemih atau pada pengangkatan batu untuk
mencegah infeksi sekunder.
Setelah dikeluarkan, batu ginjal dapat dianalisis dan obat tertentu dapat
diresepkan untuk mencegah atau menghambat pembentukan batu berikutnya.
Preparat diuretic tiazida akan mengurangi kandungan kalsium dalam urine dengan
menurunkan ekskresi kalsium dalam tubulus ginjal. Produksi asam urat dapat
dikurangi dengan pemberian alopurinal. Urine yang asam harus dibuat basa
dengan preparat sitrat (Herdman, 2012).
H. PENCEGAHAN
Setelah batu dikeluarkan dari saluran kemih, tindakan selanjutnya yang tidak
kalah pentingnya adalah upaya menghindari timbulnya kekambuhan. Angka
kekambuhan saluran kemih rata-rata 7% per tahun atau kurang lebih 50% dalam 10
tahun.
Pencegahan yang dilakukan adalah berdasarkan atas kandungan unsur yang menyusun
batu saluran kemih yang diperoleh dari analisis batu. Pada umumnya pencegahan itu
dapat berupa :
1 Menghindari dehidrasi dengan minum cukup dan diusahakan produksi urine
sebanyak 2-3 liter per hari
2 Diet untuk mengurangi kadar zat-zat komponen pembentuk batU
3 Aktifitas harian yang cukup
4 Pemberian medikamentosa

Diet rendah kalsium tidak dianjurkan kecuali pada pasien yang menderita absorbtif
tipe II. Beberapa diet yang dianjurkan untuk mengurangi kekambuhan adalah

1 Rendah protein, karena protein akan memacu ekskresi kalsium urine dan
menyebabkan suasana urine menjadi lebih asam
2 Rendah oksalat
3 Rendah garam, karena natriuresis akan memacu timbulnya hiperkalsiuri
4 Rendah purin

Beberapa makanan dan minuman yang harus dibatasi untuk mencegah urolithiasis
diantaranya :

1 Makanan kaya vitamin D harus dihindari (vitamin D meningkatkan reabsorpsi


kalsium)
2 Garam meja dan makanan tinggi natrium harus dikurangi (Na bersaing dengan
Ca dalam reabsorpsinya diginjal).
3 Daftar makanan berikut harus dihindari :
 Produk susu: semua keju (kecuali keju yang lembut dan keju
batangan); susu dan produk susu (lebih dari ½ cangkir per hari); krim
asam (yoghurt).
 Daging, ikan, unggas: otak, jantung, hati, ginjal, sardine, sweetbread,
telur, ikan
 Sayuran: bit hijau, lobak, mustard hijau, bayam, lobak cina, buncis
kering, kedelai, seledri.
 Buah: kelembak, semua jenis beri, kismis, buah ara, anggur.
 Roti, sereal, pasta: roti murni, sereal, keripik, roti gandum, semua roti
yang dicampur pengembang roti, oatmeal, beras merah, sekam, benih
gandum, jagung giling, seluruh sereal kering (kecuali keripik nasi, com
flakes).
 Minuman: teh, coklat, minuman berkarbonat, bir, semua minuman
yang dibuat dari susu atau produk susu.
 Lain-lain: kacang, mentega kacang, coklat, sup yang dicampur susu,
semua krim, makanan pencuci mulut yang dicampur susu atau produk
susu (kue basah, kue kering, pie) (Billota, 2012).

I. PEMERIKSAAN PENUNJANG
a Urinalisa : warna kuning, coklat gelap, berdarah. Secara umum menunjukkan
adanya sel darah merah, sel darah putih dan kristal(sistin,asam urat, kalsium
oksalat), serta serpihan, mineral, bakteri, pus, pH urine asam(meningkatkan sistin
dan batu asam urat) atau alkalin meningkatkan magnesium, fosfat amonium, atau
batu kalsium fosfat.
b Urine (24 jam) : kreatinin, asam urat, kalsium, fosfat, oksalat atau sistin meningkat.
c Kultur urine : menunjukkan adanya infeksi saluran kemih (stapilococus aureus,
proteus,klebsiela,pseudomonas).
d Survei biokimia : peningkatan kadar magnesium, kalsium, asam urat, fosfat, protein
dan elektrolit
e BUN/kreatinin serum dan urine : Abnormal ( tinggi pada serum/rendah pada urine)
sekunder terhadap tingginya batu okkstuktif pada ginjal menyebabkan
iskemia/nekrosis.
f Kadar klorida dan bikarbonat serum : peningkatan kadar klorida dan penurunan
kadar bikarbonat menunjukkan terjadinya asidosis tubulus ginjal.
g Hitung Darah lengkap : sel darah putih mungkin meningkat menunjukan
infeksi/septicemia.
h Sel darah merah : biasanya normal (Billotta, 2012).
i Hb, Ht : abnormal bila pasien dehidrasi berat atau polisitemia terjadi ( mendorong
presipitas pemadatan) atau anemia(pendarahan, disfungsi ginjal).
j Hormon paratiroid : mungkin meningkat bila ada gagal ginjal. (PTH merangsang
reabsorbsi kalsium dari tulang meningkatkan sirkulasi serum dan kalsium urine).
k Foto rontgen : menunjukkan adanya kalkuli atau perubahan anatomik pada area
ginjal dan sepanjang ureter.
l IVP : memberikan konfirmasi cepat urolithiasis, seperti penyebab nyeri abdominal
atau panggul. Menunjukan abdomen pada struktur anatomik ( distensi ureter) dan
garis bentuk kalkuli.
m Sistoureterokopi : visualisasi langsung kandung kemih dan ureter dapat
menunjukan batu dan efek obstruksi
n Stan CT : mengidentifikasi/ menggambarkan kalkuli dan massa lain, ginjal, ureter,
dan distensi kandung kemih.
o USG Ginjal : untuk menentukan perubahan obstruksi, lokasi batu (Billotta, 2012).
J. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
1 Pengkajian
a. Data Subyektif mencakup :
I. Riwayat adanya infeksi saluran kemih kronis, obstruksi
sebelumnya.
II. Menngeluh nyeri akut, berat, nyeri kholik
III. Penurunan haluaran urin, kandung kemih penuh, rasas terbakar,
dan dorangan berkemih.
IV. Mual/ muntah, nyeri tekan abdomen.
V. Riwayat diit tinggi purin, kalsium oksalat, dan/atau fosfat
VI. Tidak minum air dengan cukup.
b. Data obyektif meliputi :
1. Peningkatan tekanan darah dan nadi.
2. Kulit pucat.
3. Oliguria, hematuria.
4. Perubahan pola berkemih.
5. Distensi abdominal, penurunan atau tidak ada bising usus.
6. Muntah.
7. Nyeri tekan pada arae ginjal saat dipalpasi. (Suharyanto dan Madjid ,
2009: 163)
c. Riwayat penyakit sekarang
1. Penurunan haluaran urin
2. Kandung kemih, rasa terbakar.
3. Dorongan berkemih, mual/muntah.
4. Nyeri abdomen.
5. Nyeri punggung.
6. Nyeri panggul.
7. Kolik ginjal.
8. Kolik uretra.
9. Nyeri waktu kencing.
10. Lamanya nyeri.
11. Demam.
d. Riwayat penyakit yang lalu
1. Riwayat adanya ISK kronis.
2. Obstruksi sebelumnya.
3. Riwayat kolik ginjal/ bleder tanpa batu yanng keluar
4. Riwayat trauma saluran kemih.
5. Riwayat penyakit keluarga
6. Riwayat adanya ISK kronis.
7. Penyakit atau kelainan gagal ginjal lainnya.
e. Pemeriksaan fisik
1. Aktivitas.
2. Sirkulasi.
3. Eliminasi.
4. Makanan/ cairan.
f. Test diagnostik
1. Urinalisis.
2. Urine kultur (infeksi, hematuri, kristal).
3. Radiografi (Computed Tomografi Scan, IVP (Intra Venous
Pylogram)).
4. Endoscopi.
5. Cystocopy.
6. Ureteroscopy.
7. Nephroscopy
8. Laboratorium (tes kimia serum; identifikasi kalsium, phospate,
oksalat, cystin, fungsi renal ; darah lengkap, urine 24 jam, ekskresi
phospate, kalsium, asam urat, kreatinin, dan analisa batu (komposisi
batu)

K. DIAGNOSA KEPERAWATAN YANG SERING MUNCUL


1.
2. Nyeri akut berhubungan dengan trauma jaringan sekunder terhadap batu ginjal
3. Gangguan eliminasi urin berhubunngan dengan obstruksi mekanik dan iritasi
ginjal/eretral
4. Kelebihan Volume Cairan berhubungan dengan retensi natrium.
5. Intoleransi Aktivitas berhubungan dengan penurunan suplay oksigen.
6. Risiko Infeksi berhubugan dengan trauma jaringan (Nursalam, 2006).
DAFTAR PUSTAKA

Alam, Syamsir dan Iwan H.(2007). Gagal Ginjal. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

Bilotta.(2012).Kapita Selekta Penyakit dengan Implikasi Keperawatan Edisi 2, Jakarta: EGC

Herdman, T, Heater. (2012). Diagnosis Keperawatan : Definisi dan Klasifikasi 2012-


2014,Jakarta: EGC.

Nursalam.(2006). Asuhan Keperawatan pada Pasien dengan Gangguan Sistem


Perkemihan, Jakarta: Salemba Medika.

Suharyanto, Toto & Abdul Madjid.(2009.) Asuhan Keperawatan pada Klien Gangguan
Sistem Perkemihan, Jakarta: Trans Info Medika.

Wijaya, Andra Saferi & Yessie Mariza Putri.(2013). Keperawatan Medikal Bedah 1
Keperawatan Dewasa, Yogyakarta: Nuha Medika.

Anda mungkin juga menyukai