Anda di halaman 1dari 12

PERALATAN PENUNJANG MEDIS DAN KEPERAWATAN

ELECTRO CONVULSIVE THERAPY (ECT)

oleh:

Kelompok 4

Mohammad Rifki Wibowo NIM 112310101040


Subaida NIM 112310101048
Jamilatul Komari NIM 132310101004
Indah Dwi Haryati NIM 132310101005
Anis Fitri Nurul Anggraeni NIM 132310101023
Lathifah Nur Lailiyah NIM 142310101012
Linda Ayu A. NIM 142310101097
Nilam Ganung P. M NIM 142310101129

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


UNIVERSITAS JEMBER
2015

ELEKTRO CONVULSIVE THERAPY (ECT)

a. Pengertian ECT

ECT (Electro Convulsive Therapy) adalah suatu jenis pengobatan terapi yang
dilakukan dengan mengalirkan aliran listrik yang sangat lemah melalui kabel yang
terhubung dari sebuah alat yang diujungnya terdapat elekroda yang kemudian
dialirkan ke otak melalui kedua pelipis atau pada pelipis yang mengandung belahan
otak yang tidak dominan. Hanya aliran ringan yang dibutuhkan untuk menghasilkan
serangan otak yang diberikan, karena serangan itu sendiri yang bersifat terapis, bukan
aliran listriknya. Penenang otot mencegah terjadinya kekejangan otot tubuh dan
kemungkinan luka. Pasien bangun beberapa menit dan tidak ingat apa-apa tentang
pengobatan yang dilakukan.

b. Manfaat ECT

Electro Convulsive Therapy (ECT) adalah suatu tindakan terapi dengan


menggunakan aliran listrik dan menimbulkan kejang pada penderita baik tonik
maupun klonik. Tindakan ini adalah bentuk terapi pada klien dengan mengalirkan
arus listrik melalui elektroda yang ditempelkan pada pelipis klien untuk
membangkitkan kejang grandmall dengan tujuan mengembalikan fungsi mental klien
dan meningkatkan ADL klien secara periodik.

ECT dapat memberikan hasil perbaikan yang cepat dan signifikan pada gejala
berat dari sejumlah kondisi kesehatan mental. Hal inilah yang menyebabkan ECT
lebih efektif pada seseorang yang mengalami gangguan mental seperti ingin bunuh
diri, atau untuk mengakhiri kecanduan atau mania yang parah pada sesuatu.
ECT bisanya digunakan untuk menormalkan atau mengobati beberapa gejala
mental berikut ini :

1. Depresi berat, terutama jika disertai dengan detasemen dari realitas (psikosis),
keinginan untuk bunuh diri atau penolakan untuk makan.

2. Pengobatan depresi kronis, yaitu depresi berat yang tidak membaik dengan
obat atau perawatan lainnya.

3. Mania parah, keadaan euforia intens, agitasi atau hiperaktif yang terjadi
sebagai bagian dari gangguan bipolar. Tanda-tanda lain dari mania termasuk
gangguan pengambilan keputusan, perilaku impulsif atau berisiko,
penyalahgunaan zat aditif, dan psikosis.

4. Catatonia, ditandai dengan kurang gerak, gerakan yang cepat atau aneh,
kurangnya pidato, dan gejala lainnya. Ini terkait dengan skizofrenia dan
beberapa gangguan kejiwaan lainnya. Dalam beberapa kasus, katatonia dapat
disebabkan oleh penyakit medis.

5. Agitasi dan agresi pada orang dengan demensia, yang sulit untuk diobati dan
mempengaruhi kualitas hidup ke sisi negatif.

Selain itu, ECT dapat menjadi pilihan pengobatan yang tepat ketika pasien
memiliki kondisi alergi atau tidak toleran terhadap obat lainnya. Dalam beberapa
kasus, ECT juga digunakan untuk pengobatan:

1. Selama masa kehamilan, ketika suatu obat tidak bisa dikonsumsi karena
memiliki efek samping yang mungkin membahayakan kondisi janin yang
sedang berkembang.
2. Pada orang dewasa yang usianya lebih tua yang tidak dapat mentoleransi efek
samping obat.

c. Cara Kerja ECT

Mekanisme kerja ECT sebenarnya tidak diketahui secara pasti selain itu juga
cara kerja listrik ini terhadap otak sebab itulah yang menjadikan terapi ini menjadi
terapi yang kontroversional, namun hingga saat ini terapi ini masih menjadi pilihan
terbaik untuk diberikan kepada pasien dengan gangguan jiwa disamping pemberian
obat depresan dan terapi lain. ECT ini bukanlah terapi jangka panjang namun terapi
ini harus segera dihentikan setelah penderita sembuh. Terapi ini lebih efektif
digunakan daripada terapi obat-obat depresi untuk menghilangkan depresi endogen
(fisiologis) yang berat tetapi ini tidak berarti bahwa terapi ini merupakan terapi yang
disukai, karena pada teknik terapi ini hanya digunakan untuk kasus-kasus kejiwaan
yang berat atau untuk pasien yang tidak dapat dirawat dengan terapi obat.
Diperkirakan bahwa ECT menghasilkan perubahan-perubahan biokimia
didalam otak (peningkatan kadar nonepinefrin dan serotinin) mirip dengan obat anti
depresan. Jadi, bukan kejang yang ditampilkan secara motorik melainkan respon
bangkitan listrik di otak. Terapi ini dilakukan dengan cara mengalirkan listrik
sinusoid ke tubuh sehingga penderita menerima aliran yang terputus-putus. Alatnya
dinamakan konvulsator, di dalamnya ada pengatur voltase (tekanan listrik) dan
pengatur waktu yang secara otomatis memutuskan aliran listrik yang keluar sesudah
waktu yang ditetapkan. Setelah aliran listrik yang masuk dikepalanya, pasien menjadi
tidak sadar seketika. Konvulsi terjadi mirip epilepsy diikuti fase kloni, kemudian
relaksasi otot dengan pernapasan dalam dan keras. Kemudian, tidak sadar (kurang
lebih 5 menit) dan setelah bangun timbul rasa kantuk, kemudian pasien tertidur.
Namun, ada pula pasien yang tertidur atau mengalami ketidaksadaran setelah pada
fase relaksasi otot.
d. Cara Mengoperasionalkan ECT
1. Persiapkan alat dan mengenal bagian-bagiannya:
Electro convulsator terdiri dari :
a) Tombol power
b) Electrode ( electroda + dan electrode - )
c) Saklar pengatur waktu/timer
d) Saklar pengatur intesitas
e) Saklar pengatur cara masuknya arus (gelombang sinus atau
gelombang dengan pulsasi singkat dan berulang).
2. Setelah alat sudah disiapkan, pindahkan klien ke tempat dengan permukaan
rata dan cukup keras. Posisikan hiperektensi punggung tanpa bantal. Pakaian
dikendorkan, seluruh badan di tutup dengan selimut, kecuali bagian kepala.
3. Berikan natrium metoheksital (40-100 mg IV). Anestetik barbiturat ini dipakai
untuk menghasilkan koma ringan.
4. Berikan pelemas otot suksinikolin atau Anectine (30-80 mg IV) untuk
menghindari kemungkinan kejang umum.
5. Kepala bagian temporal (pelipis) dibersihkan dengan alkohol untuk tempat
elektrode menempel.
6. Kedua pelipis tempat elektroda menempel dilapisi dengan kasa yang dibasahi
cairan NaCl.
7. Penderita diminta untuk membuka mulut dan masang spatel/karet yang
dibungkus kain dimasukkan dan klien diminta menggigit.
8. Rahang bawah (dagu) ditahan supaya tidak membuka lebar saat kejang
dengan dilapisi kain.
9. Persendian (bahu, siku, pinggang, dan lutut) di tahan selama kejang dengan
mengikuti gerak kejang.
10. Pasang elektroda di pelipis kain kasa basah kemudian tekan tombol power
sampai timer berhenti dan dilepas.

Cara penempatan elektroda


a) Unilateral
 Penempatan pada hemisfer non dominan.
 Gangguaan memori yang timbul lebih rendah dari pada
perangsangan bilateral.
Jika gagal memberi respon terhadap ECT setelah pemberian 4
sampai 8 dengan dosis 2,5 sampai 5 kali ambang kejang, jika
memungkinkan dosis dinaikan samapi dengan 5 kali ambang kejang.
Jika masih belum berspon, maka ganti dengan ECT bilateral.

b) Bilateral
 Penempatan elektrode pada bitemporofrontalis.
 Dilakukan bila riwayat respon yang rendah terhadap ECT
unilateral, pasien dengan riwayat respon yang baik terhadap
ECT bilateral sebelumnya, atau pada pasien dengan gejala
psikiatrik yang berat.
11. Menahan gerakan kejang sampai selesai kejang dengan mengikuti gerakan
kejang (menahan tidak boleh dengan kuat).
12. Bila berhenti nafas berikan bantuan nafas dengan rangsangan menekan
diafragma.
13. Bila banyak lendir, dibersihkan dengan slim siger.
14. Kepala dimiringkan.
15. Observasi sampai klien sadar.
16. Dokumentasikan hasil di kartu ECT dan catatan keperawatan

e. Hal Yang Harus Diperhatikan Pada Penggunaan ECT

Dalam melakukan tindakan ECT banyak hal yang perlu diperhatikan dan
dilakukan oleh perawat pada saat:

1. Sebelum ECT, prosedur yang benar adalah:

a. Berikan penyuluhan kepada pasien dan keluarga tentang prosedur


ECT.

b. Dapatkan persetujuan tindakan secara tertulis.


c. Puasakan setelah tengah malam.

d. Minta pasien untuk melepaskan perhiasan, jepit rambut, kacamata, alat


dengar dan gigi palsu.

e. Pakaikan pakaian yang longgar dan nyaman.

f. Kosongkan kandung kemih pasien.

g. Berikan obat premedikasi (anestesi yang bekerja singkat dan


perelaksasi otot).

h. Obat dan alat yang diperlukan harus tersedia dan siap pakai.

2. Saat pelaksanaan ECT:

A. Buat pasien merasa nyaman.

B. Dokter dan ahli anestesi akan memasangkan O2 untuk mempersiapkan


pasien yang mungkin akan mengalami apnea karena relaksasi otot.

C. Berikan obat

D. Letakkan pengganjal pada mulut untuk melindungi gigi pasien.

E. Letakkan electrode kemudian berikan syok.

3. Setelah dilakukan ECT, hendaknya dilakukan pemantauan dengan:

a. Bantu pemberian O2 dan penghisapan lendir sebagaimana mestinya.

b. Pantau tanda-tanda vital.

c. Setelah pernapasan pulih kembali, atur pasien dengan posisi miring


sampai sadar. Pertahankan kelancaran jalan napas.
d. Jika berespon orientasikan pasien.

e. Gerakkan tubuh pasien dengan bantuan setelah mengecek


kemungkinan hipotensi postural.

f. Biarkan pasien tidur sesaat jika diinginkan.

g. Berikan makanan ringan.

h. Libatkan dalam aktivitas sehari-hari seperti biasa, orientasi


sebagaimana diperlukan.

i. Tawarkan obat analgetik untuk sakit kepala sebagaimana diperlukan.

F. Peran Perawat Terhadap ECT Untuk Menunjang Penegakan Diagnosis


Keperawatan adalah suatu bentuk pelayanan profesional yang merupakan
bagian integral dari pelayanan kesehatan yang didasarkan pada ilmu dan kiat
keperawatan, berbentuk pelayanan biopsikososial dan spiritual yang komprehensif,
ditujukan kepada individu, keluarga dan masyarakat baik sakit maupun sehat yang
mencakup seluruh proses kehidupan manusia (Hidayat, 2004).
Perawat adalah profesi yang difokuskan pada perawatan individu, keluarga,
dan masyarakat sehingga mereka dapat mencapai, mempertahankan, atau
memulihkan kesehatan yang optimal dan kualitas hidup dari lahir sampai mati
(Bagolz, 2010).
Perawat sangat berperan penting dalam hal tindakan ECT. Perawat memiliki
peran selama tindakan ini berlangsung baik sebelu melakukan tindakan, saat
melakukan tindakan dan setelah melakukan tindakan ECT, (Riyadi 2009).
1. Sebelum tindakan
Sebelum melakukan tindakan ECT perawat harus memperhatikan secara
keseluruhan kondisi pasien saat ini dan mempersiapkan peralatan yang
digunakan.
2. Saat tindakan
Saat tindakan akan dimulai perawat harus memperhatikan pasien secara
konvensional dan secara pre-medikasi.
a. Secara Konvensional
Perawat memberi penjelasan kepada pasien mengenai tindakan yang akan
dilakukan dan memberi dukungan mental kepada pasien. Lepaskan
perhiasan-perhiasan yang melekat ditubuh, pakaian dilonggarkan
dan anjurkan pasien berbaring ditempat tidur yang telah disediakan.
Melakukan fiksasi pada anggota gerak pasien. Bersihkan bagian kepala
yang ditempelkan elektroda. Diantara rahang atas dan rahang bawah
ditempat gigi yang masih kuat diberi bahan lunak (sepotong kain yang
dilipat-lipat) yang disuruh gigit oleh pasien. Perhatikan bahwa bibir
atau pipi tidak terjepit. Dagu pasien ditahan supaya mulut tidak terbuka
besar pada waktu pase tonik dan klonik. Perhatikan semua gerakan-
gerakan yang terjadi pada pasien pada saat kejang tonik-
klonik berlangsung.
b. Secara Pre-Medikasi
Perawat harus mengecek monitor untuk mengetahui elektroda sudah
terpasang dengan benar atau tidak, bila elektroda pemasangannya sudah
benar akan terlihat dilayar monitor berhasil (self test passed) bila gagal
(failed) letak elektroda harus diperbaiki sampai berhasil. Lakukan ECT
dengan monitor.
3. Setelah Tindakan
Setelah melakukan tindakan ECT hendaknya seorang perawat harus
memperhatikan kondisi pasien saat ini. Jangan sampai setelah diberikan
tindakan ECT terjadi perubahan yang negative.
ECT sendiri dilakukan sebenarnya untuk mengatasi diagnose yang telah ada.
Tindakan ECT ini dilakukan guna mendapatkan perubahan yang terjadi pada pasien
sehingga didapatkan status baru pada pasien dan mendapatkan apakah tindakan ECT
ini bermanfaat bagi pasien atau tidak. Dengan adanya tindakan ECT ini diharapkan
diagnosa yang ada akan menjadi teratasi dan terganti dengan diagnose yang baru
yang lebih ringan atau lebih baik.
Perawat juga mempunyai peranan yang sangat penting dalam penegakan
diagnosa. Setelah melakukan tindakan ECT perawat harus mengetahui akan status
kesehatan pada pasien. Selain itu, perawat juga harus mengetahui akan manfaat pada
tindakan ECT tersebut. Namun perlu diperhatikan bahwa, dengan kemajuan teknologi
saat ini, perawat harus selalu menggali informasi mengenai kemajauan teknologi
kesehatan yang ada, sehingga perawat dapat mengoperasikan alat kesehatan tersebut
dengan benar dalam melaksanakan asuhan keperawatan.

G. Peran Perawat Memanfaatkan ECT Untuk Melakukan Pelayanan Asuhan


Keperawatan
Asuhan Keperawatan merupakan proses atau rangkaian kegiatan pada praktik
keperawatan yang diberikan secara langsung kepada klien/ pasien di berbagai tatanan
pelayanan kesehatan. Dilaksanakan berdasarkan kaidah-kaidah Keperawatan sebagai
suatu profesi yang berdasarkan ilmu dan kiat keperawatan, bersifat humanistic,dan
berdasarkan pada kebutuhan objektif klien untuk mengatasi masalah yang dihadapi
klien.
Menurut Ali (1997) Proses Keperawatan adalah metode Asuhan Keperawatan
yang ilmiah, sistematis, dinamis dan terus-menerus serta berkesinambungan dalam
rangka pemecahan masalah kesehatan pasien/klien, dimulai dari Pengkajian
(Pengumpulan Data, Analisis Data dan Penentuan Masalah) Diagnosis Keperawatan,
Pelaksanaan dan Penilaian Tindakan Keperawatan (evaluasi).
Peran perawat adalah merupakan tingkah laku yang diharapkan oleh orang
lain terhadap seseorang sesuai dengan kependudukan dalam system, dimana dapat
dipengaruhi oleh keadaan sosial baik dari profesi perawat maupun dari luar profesi
keperawatan yang bersifat konstan (Hidayat, 2007).
Seiring dengan perkembangan jaman yang diiringi dengan kemajuan
teknologi diberbagai bidang, bidang kesehatan mendapatkan dampak akibat kemajuan
teknologi tersebut. Banyak alat-alat kesehatan yang semakin canggih yang kini
banyka bermunculan. Salah satu alat kesehatan yang muncul akibat kemajuan
teknologi adalah ECT. Dengan munculnya alat ini tentu saja diperlukan peran
perawat dalam memanfaatkan alat medis yang bernama ECT ini dalam memberikan
pelayanan asuhan keperawatan.
Perawat sebagai salah satu dari tim medis diharapkan dapat memahami
penggunaan dari ECT sehingga perawat dapat menentukan diagnosa yang tepat.
Selain penentuan diagnosa yang tepat, peran perawat lainnya adalah dapat mendeteksi
adanya suatu kelainan pada diri pasien. Jika peran perawat ini tidak dapat terlaksana
dengan baik, maka dapat menimbulkan diagnosa yang salah yang berakibat pada
penanganan klien yang tidak tepat.
Penggunaan alat ECT yang tidak tepat pula dapat mendeteksi adanya suatu
kelainan pada klien dengan tepat pula. Peran perawat dalam penggunaan ECT sangat
bermanfaat dalam pengambilan keputusan terhadap kelainan kongenital. Apabila
peran ini dapat terlaksana dengan baik maka kesehatan mental pada seseorang akan
pulih kembali secara normal. Namun perlu diperhatikan bahwa, dengan kemajuan
teknologi saat ini, perawat harus selalu menggali informasi mengenai kemajauan
teknologi kesehatan yang ada, jangan sampai seorang perawat salah mengoperasikan
alat kesehatan yang ada dalam melaksanakan asuhan keperawatan.
DAFTAR PUSTAKA

Ali, H. Zaidin. 1997. Dasar-dasar Dokumen Keperawatan. Jakarta: EGC


Baihaqi, MIF. 2007. Psikiatri. Bandung: PT Refika Aditama
Dalami, Ermawati dkk. 2009. Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan Jiwa.
Jakarta: Trans Info Media.
Hidayat, Alimul Aziz. 2004. Pengantar Kosep dasar Keperawatan. Jakarta: Salemba
Medika
Hidayat, Alimul Aziz. 2007.Metode Penelitian Keperawatan dan Tekhnik Analisa
Data. Jakarta: Salemba Medika
Riyadi. Dkk. 2009. Asuhan Keperawatan Jiwa. Yogyakarta: Graha Ilmu
Saputro, Heri. (Tanpa Tahun). Electro Convultion Therapy (Terapi Kejang Listrik).
(diakses melalui http://www.akuperawat.com/2012/08/electro-convultion-
therapy-terapi.html pada tanggal 9 Maret 2015 pukul 11.00 WIB)
Semius, Yustinus. 2006. Kesehatan Mental 2: Gangguan-gangguan kepribadian,
Reaksi-rekasi Simptom khusus, gangguan penyesuaian diri, anak-anak luar
biasa, dan gangguan mental berat. Yogyakarta: Kanisius
Tjay, Tan Hoan & Kirana Rahardja. 2007. OBAT-OBAT PENTING : Kasiat,
Penggunaan, dan Efek-Efek Sampingnya. Jakarta: Gramedia
https://www.youtube.com/watch?v=1Zip88ArtwQ (diakses pada tanggal 10 Maret
2015 pukul 10.45 WIB)

Anda mungkin juga menyukai