PPh Pasal 21
Disusun Oleh :
S1 AKUNTANSI 2011 BB
FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS NEGERI SURABAYA
1. Pegawai
2. Penerima uang pesangon, pensiun atau uang manfaat pensiun, tunjangan hari tua, atau
jaminan hari tua, termasuk ahli warisnya;
a. tenaga ahli yang melakukan pekerjaan bebas yang terdiri dari pengacara, akuntan,
arsitek, dokter, konsultan, notaris, penilai dan aktuaris;
b. pemain musik, pembawa acara, penyanyi, pelawak, bintang film, bintang sinetron,
bintang iklan, sutradara, kru film, foto model, peragawan/peragawati,pemain
drama, penari, pemahat, pelukis dan seniman lainnya;
c. olahragawan;
f. pemberi jasa dalam segala bidang, termasuk teknik, computer dan system
aplikasinya, telekomunikasi, elektronika, fotografi, ekonomi dan sosial, serta
pemberi jasa kepada suatu kepanitiaan;
g. agen iklan;
i. pembawa pesanan atau yang menemukan langganan atau yang menjadi perantara;
j. petugas penjaja barang dagangan;
a. peserta perlombaan dalam segala bidang, antara lain perlombaan olah raga, seni,
ketangkasan, ilmu pengetahuan, teknologi dan perlombaan lainnya;
a. Setiap pemotong pajak wajib mendaftarkan diri ke kantor pelayanan pajak atau kantor
penyuluhan pajak setempat.
b. Pemotong pajak mengambil sendiri formulir yang diperlukan dalam rangka
pemenuhan kewajiban perpajakannya pada kantor pelayanan pajak atau kantor
penyuluhan pajak setempat.
c. Pemotong pajak wajib menghitung, memotong, dan menyetorkan PPh pasal 21 yang
terutang untuk setiap akhir bulan takwim.
d. Pemotong pajak wajib melaporkan penyetoran PPh pasal 21 sekalipun nihil dengan
menggunakan SPT Masa ke kantor pelayanan pajak atau kantor penyuluhan pajak
setempat, selambat-lambatnya pada tanggal 20 bulan takwim berikutnya.
e. Pemotong pajak wajib memberikan bukti pemotongan PPh pasal 21 baik diminta atau
tidak pada saat dilakukannya pemotongan pajak kepada orang pribadi bukan sebagai
pegawai tetap, penerima uang tebusan pension, penerima jaminan hari tua, penerima
uang pesangon dan penerimaa dana pension.
f. Pemotong pajak wajib memberikan bukti pemotongan PPh pasal 21 kepada pegawai
tetap, termasuk penerima pension bulanan, dengan menggunakan formulir yang
ditentukan oleh direktur jenderal pajak dalam waktu 2 bulan setelah tahun pajak
berakhir.
Hitungan 2
Hitungan 2 dibedakan menjadi:
1. Hitungan 2a, ditetapkan pada pegawai tidak tetap yang tidak dibayar secara bulanan
atau tenaga kerja lepas harian yang menerina upah atau uang saku harian, mingguan,
borongan dan satuan dengan jumlah kumulatif satu bulan kalender tidak lebih dari Rp
1.320.000,00 dengan ketentuan:
a. Tidak dilakukan pemotongan PPh Pasal 21, dalam hal penghasilan sehari atau
rata-rata penghasilan sehari belum melebihi Rp 150.000,00
b. Dilakukan pemotongan PPh Pasal 21, dalam hal penghasilan sehari atau rata-rata
penghasilan sehari melebihi Rp 150.000,00, dan jumlah sebesar Rp 150.000,00
terebut merupakan jumlah yang dapat dikurangkan dari penghasilan bruto.
Rata-rata penghasilan sehari yang dimaksud adalah rata-rata upah mmingguan, upah
satuan, upah borongan untuk setiap hari kerja yang digunakan.
PPh Pasal 21 sehari = 5% X upah sehari kena pajak
Upah sehari kena pajak = upah sehari – Rp 150.000
2. Hitungan 2b, diterapkan bagi pegawai tidak tetap yang tidak dibayar secara bulanan
atau tenaga kerja lepas harian yang menerima upah harian, mingguan, borongan dan
satuan dengan jumlah kumulatif satu bulan kalender lebih dari Rp 1.320.000,00 dan
tidak melebihi Rp 6.000.000,00.
PPh Pasal 21 sehari = tarif 5% X upah sehari kena pajak
Upah sehari kena pajak = upah sehari – PTKP sebenarnya sehari
PTKP sehari sebagai dasar untuk menetapkan PTKP yang sebenarnya adalah sebesar
PTKP per tahun dibagi 360 hari.
3. Hitungan 2c, diterapkan pada pegawai tidak tetap yang dibayar secara bulanan dan
tenaga kerja lepas harian yang menerima upah/uang saku harian, mingguan, borongan
dan satuan yang menerima upah/honorarium secara bulanan atau menerima
upah/honorarium dengan jumlah kumulatif melebihi Rp 6.000.000,00.
PPh Pasal 21 dihitung dengan menerapkan tarif Pasal 17 ayat (1) huruf a UU PPh atas
jumlah upah bruto yang disetahunkan setelah dikurangi PTKP. PPh Pasal 21 yang
harus dipotong adalah sebesar PPh Pasal 21 hasil perhitungan tersebut dibagi 12.
PPh Pasal 21 sebulan = (tarif Pasal 17 X PKP setahun) + 12
PKP setahun = (penghasilan bruto sebulan X 12) – PTKP setahun
Hitungan 3
1. Hitungan 3a, diterapkan bagi bukan pegawai yang memperoleh imbalan
berkesinambungan yang tidak memiliki NPWP atau memperoleh penghasilan lainnya
selain dari hubungan kerja dengan pemotong PPh Pasal 21 serta memperoleh
penghasilan lainnya.
PPh Pasal 21 dihitung dengan menerapkna tarif Pasal 17 ayat (1) UU PPh atas jumlah
kumulatif 50% dari jumlah penghasilan bruto dalam tahun kalender yang
bersangkutan.
PPh Pasal 21 sebulan = tarif Pasal 17 X 50% X jumlah kumulatif
penghasilan bruto
Hitungan 5
Hitungan 5 diterapakan bagi penerima penghasilan sebagai peserta kegiatan. PPh Pasal
21 dihitung dengan menerapkan tarif Pasal 17 ayat (1) huruf a UU PPh dikalikan jumlah
penghasilan bruto.
PPh Pasal 21 = tarif Pasal 17 UU PPh X penghasilan bruto
Hitungan 6
Hitungan 6 diterapkan bagi:
1. Dewan komisaris/pengawas yang bukan pegawai tetap atas imbalan/honorarium yang
diterimanya
2. Mantan pegawai yang menerima jasa produksi, gratifikasi dan bonus atau imbalan
lain yang tidak teratur
3. Peserta program pensiun yang masih berstatus pegawai atas penarikan dana pensiun.
PPh Pasal 21 dihitung dengan menerapkan tarif Pasal 17 ayat (1) huruf a UU PPh
dikalikan jumlah kumulatif penghasilan bruto.
PPh Pasal 21 = tarif pasal 17 UU PPh X penghasilan bruto kumulatif
Apabila dalam tahun kalender yang bersangkutan dibayarkan penghasilan kepada mantan
pegawai lebih dari satu kali, maka PPh Pasal 21 atas pembayaran penghasilan yang
berikutnya dihitung dengan menerapkna tarif Pasal 17 ayat (1) huruf a UU PPh atas
jumlah penghasilan bruto yang diterima dengan memperhitungkan penghasilan yang
telah diterima sebelumnya.
Hitungan 7
Hitungan 7 diterapkan bagi penerima uang pesangon, uang manfaat pensiun, tunjangan
hari tua/jaminan hari tua yang dibayar sekaligus. PPh Pasal 21 dihitung dengan
menerapakn tarif berikut dikalikan dengan jumlah bruto penghasilan.
1. Atas uang pesangon:
a. Tarif 0% untuk penghasilan kurang atau sama dengan Rp 50.000.000,00
b. Tarif 5% untuk penghasilan di atas Rp 50.000.000,00 sampai dengan Rp
100.000.000,00
c. Tarif 15% untuk penghasilan di atas Rp 100.000.000,00 sampai denagn Rp
500.000.00,00
d. Tarif 25% untuk penghasilan di atas Rp 500.000.000,00
2. Atas uang manfaat pensiun, tunjangan hari tua/jaminan hari tua:
a. Tarif 0% untuk penghasilan kurang atau sama dengan Rp 50.000.000,00
b. Tarif 5% untuk penghasilan di atas Rp 50.000.000,00
Hitungan 8
Hitungan 8 diterapkan bagi pejabat negara, PNS, anggota TNI/Polri dan pensiunannya
yang menerima penghasilan bersumber dari APBN/APBD. Pph Pasal 21 dihitung dengan
menerapkan tarif berikut dikalikan dengan jumlah bruto penghasilan.
1. Bagi pejabat negara dan PNS Golongan II dan TNI/Polri Pangkat Tamtama Bintar
dikenakan tarif 0%
2. Bagi pejabat negara dan PNS Golongan III dan TNI/Polri pangkat Perwira Pertama
dikenakan tarif 5%
3. Bagi pejabat negara dan PNS Golongan IV dan TNI/ Polri pangkat Perwira Tinggi
Bintara dikenakan tarif 15%.
PPh tersebut bersifat final.
Hitungan 9
Hitungan 9 diterapkan pada orang pribadi yang berstatus sebagai sunjek pajak luar
negeri. PPh Pasal 21 dihitung dengan menerapkan tarif khusus 20% berikut dikalikan
dengan jumlah bruto penghasilan. PPh Pasal 26 tersebut bersifat final. Tarif tersebut
denngan tetap memperhatikan ketentuan yang diatur dalam Perjanjian Penghindaran
Pajak Berganda (P3B) dalam hal orang pribadi yang menerima penghasilan adalh subjek
pajak dalam negeri dari negara yang telah mempunyai P3B dengan Indonesia.
Dalam hal pegawai dengan status Wajib Pajak Luar Negeri memperoleh gaji sebagian
atau seluruhnya dalam mata uang asing.
a. Sebelum PPh dihitung terlebih dahulu harus dikonversi dalam mata uang rupiah
b. PPh Pasal 26 yanng terutang dihitung berdasarkan jumlah penghasilan bruto dan tidak
boleh diperhitungkan pengurangan-pengurangan seperti biaya jabatan dan PTKP.
1. Pejabat perwakilan diplomatic dan konsulat atau pejabat lain dari negara asing dan
orang-orang yang diperbantukan kepada mereka yang bekerja pada dan bertempat
tinggal bersama mereka, dengan syarat bukan warga negara Indonesia dan di Indonesia
tidak menerima atau memperoleh penghasilan lain di luar jabatan atau pekerjaan
tersebut, serta negara yang bersangkutan memberikan perlakuan timbal balik.
2. Pejabat perwakilan organisasi internasional dimaksud dalam pasal 3 ayat 1 huruf c
undang-undang pajak penghasilan, yang telah ditetapkan oleh menteri keuangan,
dengan syarat bukan warga negara Indonesia dan tidak menjalankan usaha atau
kegiatan atau pekerjaan lain untuk memperoleh penghasilan dari Indonesia.
2. Objek Pajak PPh Pasal 21
Penghasilan yang dipotong PPh Pasal 21:
1. Penghasilan yang diterima atau diperoleh pegawai tetap, baik berupa penghasilan yang
bersifat teratur maupun tidak teratur.
2. Penghasilan yang diterima atau diperoleh penerima pensiun secara teratur berupa uang
pensiun atau penghasilan sejenisnya.
3. Penghasilan sehubungan dengan pemutusan hubungan kerja dan penghasilan
sehubungan dengan pensiun yang diterima secara sekaligus berupa uang pesangon,
uang manfaat pensiun, tunjangan hari tua atau jaminan hari tua, dan pembayaran lain
sejenisnya.
4. Penghasilan pegawai tidak tetap atau tenaga kerja lepas, berupa upah harian, upah
mingguan, upah satuan, upah borongan, atau upah yang dibayarkan secara bulanan.
5. Imbalan kepada bukan pegawai, antara lain berupa honorarium, komisi fee, dan
imbalan sehubungan dengan pekerjaan, jasa, dan kegiatan yang dilakukan.
6. Imbalan kepada peserta kegiatan, antara lain berupa uang saku, uang representasi,
uang rapat, honorarium, hadiah atau penghargaan dengan nama dan dalam bentuk apa
pun, dan imbalan sejenis dengan nama apa pun.
7. Penerimaan dalam bentuk natura dan/atau kenikmatan lainnya dengan nama dan dalam
bentuk apa pun yang diberikan oleh:
a. Bukan wajib pajak
b. Wajib pajak yang dikenakan pajak penghasilan yang bersifat final atau
c. Wajib pajak yang dikenakan pajak penghasilan berdasarkan norma perhitungan
khusus (deemed profit)
Penghasilan sebagaimana tersebut di atas yang diterima atau diperoleh orang pribadi subjek
pajak dalam negeri merupakan penghasilan yang dipotong PPh Pasal 21, sedangkan apabila
diterima atau diperoleh orang pribadi subjek pajak luar negeri merupakan penghasilan yang
dipotong PPh Pasal 26.
6. Perhitungan PPh Pasal 21 Pegawai Tetap atau Tidak Tetap dengan Gaji Bulanan
Contoh Pegawai tetap gaji bulanan
Budi Slamet Budi Slamet pada tahun 2013 bekerja pada perusahaan PT Sumber Rezeki
dengan memperoleh gaji sebulan Rp2.500.000,00 dan membayar iuran pensiun sebesar
Rp100.000,00. Budi Slamet menikah tetapi belum mempunyai anak. Pada bulan Januari
penghasilan Budi Slamet dari PT Sumber Rezeki hanya dari gaji. Penghitungan PPh Pasal 21
bulan Januari adalah sebagai berikut:
Gaji Rp 2.500.000,00
Pengurangan:
1. Biaya Jabatan:
5% X Rp2.500.000,00 Rp 125.000,00
2. luran pensiun Rp 100.000,00
Rp 225.000,00
Penghasilan neto sebulan Rp 2.275.000,00
Penghasilan neto setahun adalah
12 x Rp2.275.000,00 Rp 27.300.000,00
PTKP setahun
- untuk WP sendiri Rp 24.300.000,00
- tambahan karena menikah Rp 2.025.000,00
Rp 26.325.000,00
Penghasilan Kena Pajak setahun Rp 975.000,00
PPh Pasal 21 terutang
5% x Rp975.000,00 Rp 48.750,00
PPh Pasal 21 bulan Januari
Rp 48.750,00 : 12 Rp 4.063,00
Catatan:
Biaya Jabatan adalah biaya untuk mendapatkan, menagih dan memelihara penghasilan
yang dapat dikurangkan dari penghasilan setiap orang yang bekerja sebagai pegawai tetap
tanpa memandang mempunyai jabatan ataupun tidak.
Contoh di atas berlaku apabila pegawai yang bersangkutan sudah memiliki NPWP.
Dalam hal pegawai yang bersangkutan belum memiliki NPWP, maka jumlah PPh Pasal
21 yang harus dipotong pada bulan Januari adalah sebesar: 120% x Rp4.063,00=
Rp4.875,00.
Resmi, Siti. 2011. Perpajakan Teori dan Kasus. Edisi 6. Jakarta: Salemba Empat.
Mardiasno. 2011. Perpajakan. Edisi Revisi Tahun 2011. Yogyakarta: Andi Offset. Tjaraka, Heru.
2008. Perpajakan. Edisi 1. Jakarta: Universitas Terbuka.