Anda di halaman 1dari 14

PERPAJAKAN

PPh Pasal 21

Disusun Oleh :

1. Nindy Cahya F. S. (118 694 244)


2. Alayyal Khikmah (118 694 247)
3. Irma Rosyida (118 694 248)
4. Santhya Widowati (118 694 273)
5. Ajeng Triyana N. (118 694 277)

S1 AKUNTANSI 2011 BB
FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS NEGERI SURABAYA

1. Pengertian Pajak PPh Pasal 21


PPh pasal 21 merupakan pajak atas penghasilan berupa gaji, upah, honorarium,
tunjangan, dan pembayaran lain dengan nama dan dalam bentuk apapun sehubungan dengan
pekerjaan atau jabatan, jasa dan kegiatan yang dilakukan oleh Wajib Pajak Orang Pribadi
Dalam negeri.

2. Wajib Pajak PPh Pasal 21, Hak dan Kewajiban


Penerimaan penghasilan yang dipotong PPh pasal 21 adalah orang pribadi yang merupakan :

1. Pegawai
2. Penerima uang pesangon, pensiun atau uang manfaat pensiun, tunjangan hari tua, atau
jaminan hari tua, termasuk ahli warisnya;

3. Bukan pegawai yang menerima atau memperoleh penghasilan sehubungan dengan


pekerjaan, jasa, atau kegiatan, antara lain meliputi:

a. tenaga ahli yang melakukan pekerjaan bebas yang terdiri dari pengacara, akuntan,
arsitek, dokter, konsultan, notaris, penilai dan aktuaris;

b. pemain musik, pembawa acara, penyanyi, pelawak, bintang film, bintang sinetron,
bintang iklan, sutradara, kru film, foto model, peragawan/peragawati,pemain
drama, penari, pemahat, pelukis dan seniman lainnya;

c. olahragawan;

d. penasihat, pengajar, pelatih, penceramah, penyuluh, dan moderator,

e. pengarang, peneliti, dan penerjemah;

f. pemberi jasa dalam segala bidang, termasuk teknik, computer dan system
aplikasinya, telekomunikasi, elektronika, fotografi, ekonomi dan sosial, serta
pemberi jasa kepada suatu kepanitiaan;

g. agen iklan;

h. pengawas atau pengelola proyek;

i. pembawa pesanan atau yang menemukan langganan atau yang menjadi perantara;
j. petugas penjaja barang dagangan;

k. petugas dinas luar asuransi;

l. distributor multilevel marketing atau direct selling;dan kegiatan sejenisnya.

4. Peserta kegiatan yang menerima atau memperoleh penghasilan sehubungan dengan


keikutsertaanya dalam suatu kegiatan, antara lain meliputi :

a. peserta perlombaan dalam segala bidang, antara lain perlombaan olah raga, seni,
ketangkasan, ilmu pengetahuan, teknologi dan perlombaan lainnya;

b. peserta rapat, konferensi, siding, pertemuan, atau kunjungan kerja;

c. peserta atau anggota dalam suatu kepanitiaan sebagai penyelenggara kegiatan


tertentu;

d. peserta pendidikan, pelatihan, dan magang;

e. peserta kegiatan lainnya.

 Hak-hak Wajib Pajak adalah:


a. Wajib pajak berhak meminta bukti pemotongan PPh pasal 21 kepada pemotongan pajak.
Jumlah PPh 21 Pasal 21 yang telah dipotong dapat dikreditkan dari PPh untuk tahun
pajak yang bersangkutan, kecuali PPh 21 yang bersifat final.
b. Wajib Pajak berhak mengajukan surat keberatan kepada Direktur Jenderal Pajak jika PPh
Pasal 21 yang dipotong oleh pemotong pajak tidak sesuai dengan peraturan yang berlaku.
c. Wajib pajak berhak mengajukan pemohonan banding secara tertulis dalam bahasa
Indonesia dengan alasan yang jelas kepada Badan Penyelesaian Sengketa Pajak terhadap
keputusan mengenai keberatannya yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pajak.
 Kewajiban Wajib Pajak adalah:
a. Wajib pajak wajib menyerahkan surat pernyataan kepada pemotongan pajak, yang
menyatakan jumlah tanggungan keluarga pada suatu tahun takwim, untuk mendapatkan
pengurangan berupa Penghasilan Tidak Kena Pajak.
b. Wajib pajak berkewajiban menyerahkan SPT Tahunan PPh Wajib Pajak Orang Pribadi,
jika Wajjib Pajak mempunyai penghasilan lebih dari satu pemberi kerja.

3. Pemotong PPh Pasal 21, Hak dan Kewajibannya


Pemotong pajak penghasilan pasal 21 adalah setiap orang pribadi atau badan yang
diwajibkan oleh UU No.7 tahun 1983 tentang pajak penghasilan sebagaimana telah diubah
dengan UU No.17 tahun 2000 dan terakhir UU No.36 tahun 2008 untuk memotong PPh pasal
21. Termasuk pemotong PPh pasal 21 dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor
252/KMK.03/2008 adalah:
a. Pemberi kerja yang terdiri dari orang pribadi dan badan.
b. Bendahara atau pemegang kas pemerintah.
c. Dana pension
d. Orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas serta badan yang
membayar:
1. Honorarium atau pembayaran lain sebagai imbalan sehubungan dengan jasa dan/atau
kegiatan yang dilakukan oleh orang pribadi dengan status subjek pajak dalam negeri.
2. Honorarium atau pembayaran lain sebagai imbalan sehubungan dengan kegiatan dan
jasa yang dilakukan oleh orang pribadi dengan status subjek pajak luar negeri.
3. Honorarium atau pembayaran lain kepada peserta pendidik, organisasi dan magang.
4. Penyelenggara kegiatan, termasuk badan pemerintah, organisasi yang bersifat
nasional dan internasional, perkumpulan, orang pribadi serta lembaga lainnya.
Tidak termasuk sebagai pemberi kerja yang mempunyai kewajiban untuk melakukan
pemotongan pajak adalah:
a. Kantor perwakilan negara asing
b. Organisasi-organisasi internasional yang dimaksud dalam pasal 3 ayat (1) huruf c UU
pajak penghasilan, yang telah ditetapkan oleh Menteri Keungan.
c. Pemberi kerja orang pribadi yang tidak melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas.

 Hak dan kewajiban pemotong pajak penghasilan pasal 21


1. Hak pemotong PPh pasal 21 adalah:
a. pemotong pajak berhak atas kelebihan jumlah penyetoran PPh pasal 21 yang terjadi
karena jumlah PPh pasal 21 yang terutang lebih kecil daripada jumlah yang disetor.
b. Pemotong pajak berhak mengajukan permohonan untuk memperpanjang jangka
waktu penyampaian SPT PPh pasal 21.
c. Pemotong pajak dapat mengajukan keberatan kepada Direktur Jenderal Pajak dan
permohonan banding kepada Badan Peradilan Pajak
Kewajiban pemotong PPh pasal 21 adalah:

a. Setiap pemotong pajak wajib mendaftarkan diri ke kantor pelayanan pajak atau kantor
penyuluhan pajak setempat.
b. Pemotong pajak mengambil sendiri formulir yang diperlukan dalam rangka
pemenuhan kewajiban perpajakannya pada kantor pelayanan pajak atau kantor
penyuluhan pajak setempat.
c. Pemotong pajak wajib menghitung, memotong, dan menyetorkan PPh pasal 21 yang
terutang untuk setiap akhir bulan takwim.
d. Pemotong pajak wajib melaporkan penyetoran PPh pasal 21 sekalipun nihil dengan
menggunakan SPT Masa ke kantor pelayanan pajak atau kantor penyuluhan pajak
setempat, selambat-lambatnya pada tanggal 20 bulan takwim berikutnya.
e. Pemotong pajak wajib memberikan bukti pemotongan PPh pasal 21 baik diminta atau
tidak pada saat dilakukannya pemotongan pajak kepada orang pribadi bukan sebagai
pegawai tetap, penerima uang tebusan pension, penerima jaminan hari tua, penerima
uang pesangon dan penerimaa dana pension.
f. Pemotong pajak wajib memberikan bukti pemotongan PPh pasal 21 kepada pegawai
tetap, termasuk penerima pension bulanan, dengan menggunakan formulir yang
ditentukan oleh direktur jenderal pajak dalam waktu 2 bulan setelah tahun pajak
berakhir.

4. Mekanisme Pemotongan PPh Pasal 21


 Hitungan 1
Hitungan 1 diterapkan pada pegawai tetap dan penerima pensiun berkala. Perhitungannya
dikelompokkan menjadi 2, yaitu sebagai berikut:
1. Perhitungan masa atau bulanan yang menjadi dasar pemotongan PPh pasal 21 yang
terutang untuk setiap masa pajak yang dilaporkan dalam SPT Masa PPh Pasal 21,
selain masa pajak Desember atau masa pajak di mana pegawai tetap berhenti bekerja.
2. Perhitungan kembali sebagai dasar pengisian form 1721-A1 atau 1721-A2 dan
pemotongan PPh Pasal 21 yang terutang untuk masa pajak Desember atau masa pajak
di mana pegawai tetap berhenti bekerja. Perhitungan kembali ini dilakukan pada:
a. Bulan di mana pegawai tetap berhenti bekerja atau pensiun.
b. Bulan Desember bagi pegawai tetap yang bekerja sampai akhir tahun kalender
dan bagi penerima pensiun yang menerima uang pensiun sampai akhir tahun
kalender.

 Hitungan 2
Hitungan 2 dibedakan menjadi:
1. Hitungan 2a, ditetapkan pada pegawai tidak tetap yang tidak dibayar secara bulanan
atau tenaga kerja lepas harian yang menerina upah atau uang saku harian, mingguan,
borongan dan satuan dengan jumlah kumulatif satu bulan kalender tidak lebih dari Rp
1.320.000,00 dengan ketentuan:
a. Tidak dilakukan pemotongan PPh Pasal 21, dalam hal penghasilan sehari atau
rata-rata penghasilan sehari belum melebihi Rp 150.000,00
b. Dilakukan pemotongan PPh Pasal 21, dalam hal penghasilan sehari atau rata-rata
penghasilan sehari melebihi Rp 150.000,00, dan jumlah sebesar Rp 150.000,00
terebut merupakan jumlah yang dapat dikurangkan dari penghasilan bruto.
Rata-rata penghasilan sehari yang dimaksud adalah rata-rata upah mmingguan, upah
satuan, upah borongan untuk setiap hari kerja yang digunakan.
PPh Pasal 21 sehari = 5% X upah sehari kena pajak
Upah sehari kena pajak = upah sehari – Rp 150.000

2. Hitungan 2b, diterapkan bagi pegawai tidak tetap yang tidak dibayar secara bulanan
atau tenaga kerja lepas harian yang menerima upah harian, mingguan, borongan dan
satuan dengan jumlah kumulatif satu bulan kalender lebih dari Rp 1.320.000,00 dan
tidak melebihi Rp 6.000.000,00.
PPh Pasal 21 sehari = tarif 5% X upah sehari kena pajak
Upah sehari kena pajak = upah sehari – PTKP sebenarnya sehari

PTKP sehari sebagai dasar untuk menetapkan PTKP yang sebenarnya adalah sebesar
PTKP per tahun dibagi 360 hari.
3. Hitungan 2c, diterapkan pada pegawai tidak tetap yang dibayar secara bulanan dan
tenaga kerja lepas harian yang menerima upah/uang saku harian, mingguan, borongan
dan satuan yang menerima upah/honorarium secara bulanan atau menerima
upah/honorarium dengan jumlah kumulatif melebihi Rp 6.000.000,00.
PPh Pasal 21 dihitung dengan menerapkan tarif Pasal 17 ayat (1) huruf a UU PPh atas
jumlah upah bruto yang disetahunkan setelah dikurangi PTKP. PPh Pasal 21 yang
harus dipotong adalah sebesar PPh Pasal 21 hasil perhitungan tersebut dibagi 12.
PPh Pasal 21 sebulan = (tarif Pasal 17 X PKP setahun) + 12
PKP setahun = (penghasilan bruto sebulan X 12) – PTKP setahun

 Hitungan 3
1. Hitungan 3a, diterapkan bagi bukan pegawai yang memperoleh imbalan
berkesinambungan yang tidak memiliki NPWP atau memperoleh penghasilan lainnya
selain dari hubungan kerja dengan pemotong PPh Pasal 21 serta memperoleh
penghasilan lainnya.
PPh Pasal 21 dihitung dengan menerapkna tarif Pasal 17 ayat (1) UU PPh atas jumlah
kumulatif 50% dari jumlah penghasilan bruto dalam tahun kalender yang
bersangkutan.
PPh Pasal 21 sebulan = tarif Pasal 17 X 50% X jumlah kumulatif
penghasilan bruto

2. Hitungan 3b, diterapkan bagi bukan pegawai yang memperoleh imbalan


berkesinambungan yang memilikki NPWP dan hanya memperoleh penghasilan dari
hubungan kerja dengan pemotong PPh Pasal 21 serta tidak memperoleh penghasilan
lainnya.
PPh Pasal 21 dihitung dengan menerapkan tarif Pasal 17 ayat (1) huruf a UU PPh atas
jumlah kumulatif PKP dalam tahun kalender yang bersangkutan. Besarnya PKP
adalah 50% dari jumlah penghasilan bruto dikrangi PTKP per bulan.

PPh Pasal 21 sebulan = tatrif Pasal 17 X jumlah kumulatif PKP


Jumlah kumulatif PKP = 50% X (penghasilan bruto – PTKP sebulan)
 Hitungan 4
Hitungan 4 diterapkan pada bukan pegawai yang menerima imbalan yang tidak bersifat
berkesinambungan. PPh Pasal 21 dihitung dengan menerapakan tarif Pasal 17 ayat (1)
huruf a UU PPh atas 50% dari jumlah penghasilan bruto.
PPh Pasal 21 = tarif Pasal 17 UU PPh X 50% X penghasilan bruto

 Hitungan 5
Hitungan 5 diterapakan bagi penerima penghasilan sebagai peserta kegiatan. PPh Pasal
21 dihitung dengan menerapkan tarif Pasal 17 ayat (1) huruf a UU PPh dikalikan jumlah
penghasilan bruto.
PPh Pasal 21 = tarif Pasal 17 UU PPh X penghasilan bruto

 Hitungan 6
Hitungan 6 diterapkan bagi:
1. Dewan komisaris/pengawas yang bukan pegawai tetap atas imbalan/honorarium yang
diterimanya
2. Mantan pegawai yang menerima jasa produksi, gratifikasi dan bonus atau imbalan
lain yang tidak teratur
3. Peserta program pensiun yang masih berstatus pegawai atas penarikan dana pensiun.
PPh Pasal 21 dihitung dengan menerapkan tarif Pasal 17 ayat (1) huruf a UU PPh
dikalikan jumlah kumulatif penghasilan bruto.
PPh Pasal 21 = tarif pasal 17 UU PPh X penghasilan bruto kumulatif
Apabila dalam tahun kalender yang bersangkutan dibayarkan penghasilan kepada mantan
pegawai lebih dari satu kali, maka PPh Pasal 21 atas pembayaran penghasilan yang
berikutnya dihitung dengan menerapkna tarif Pasal 17 ayat (1) huruf a UU PPh atas
jumlah penghasilan bruto yang diterima dengan memperhitungkan penghasilan yang
telah diterima sebelumnya.
 Hitungan 7
Hitungan 7 diterapkan bagi penerima uang pesangon, uang manfaat pensiun, tunjangan
hari tua/jaminan hari tua yang dibayar sekaligus. PPh Pasal 21 dihitung dengan
menerapakn tarif berikut dikalikan dengan jumlah bruto penghasilan.
1. Atas uang pesangon:
a. Tarif 0% untuk penghasilan kurang atau sama dengan Rp 50.000.000,00
b. Tarif 5% untuk penghasilan di atas Rp 50.000.000,00 sampai dengan Rp
100.000.000,00
c. Tarif 15% untuk penghasilan di atas Rp 100.000.000,00 sampai denagn Rp
500.000.00,00
d. Tarif 25% untuk penghasilan di atas Rp 500.000.000,00
2. Atas uang manfaat pensiun, tunjangan hari tua/jaminan hari tua:
a. Tarif 0% untuk penghasilan kurang atau sama dengan Rp 50.000.000,00
b. Tarif 5% untuk penghasilan di atas Rp 50.000.000,00
 Hitungan 8
Hitungan 8 diterapkan bagi pejabat negara, PNS, anggota TNI/Polri dan pensiunannya
yang menerima penghasilan bersumber dari APBN/APBD. Pph Pasal 21 dihitung dengan
menerapkan tarif berikut dikalikan dengan jumlah bruto penghasilan.
1. Bagi pejabat negara dan PNS Golongan II dan TNI/Polri Pangkat Tamtama Bintar
dikenakan tarif 0%
2. Bagi pejabat negara dan PNS Golongan III dan TNI/Polri pangkat Perwira Pertama
dikenakan tarif 5%
3. Bagi pejabat negara dan PNS Golongan IV dan TNI/ Polri pangkat Perwira Tinggi
Bintara dikenakan tarif 15%.
PPh tersebut bersifat final.
 Hitungan 9
Hitungan 9 diterapkan pada orang pribadi yang berstatus sebagai sunjek pajak luar
negeri. PPh Pasal 21 dihitung dengan menerapkan tarif khusus 20% berikut dikalikan
dengan jumlah bruto penghasilan. PPh Pasal 26 tersebut bersifat final. Tarif tersebut
denngan tetap memperhatikan ketentuan yang diatur dalam Perjanjian Penghindaran
Pajak Berganda (P3B) dalam hal orang pribadi yang menerima penghasilan adalh subjek
pajak dalam negeri dari negara yang telah mempunyai P3B dengan Indonesia.
Dalam hal pegawai dengan status Wajib Pajak Luar Negeri memperoleh gaji sebagian
atau seluruhnya dalam mata uang asing.
a. Sebelum PPh dihitung terlebih dahulu harus dikonversi dalam mata uang rupiah
b. PPh Pasal 26 yanng terutang dihitung berdasarkan jumlah penghasilan bruto dan tidak
boleh diperhitungkan pengurangan-pengurangan seperti biaya jabatan dan PTKP.

5. Subjek dan Objek Pajak PPh Pasal 21

1. Subjek Pajak PPh Pasal 21 (Wajib Pajak PPh Pasal 21)


Wajib pajak yang dipotong PPh Pasal 21 adalah orang pribadi yang merupakan:
1. Pegawai
2. Penerima uang pesangon, pensiun atau uang manfaat pensiun, tunjangan hari tua, atau
jaminan hari tua termasuk ahli warisnya.
3. Bukan pegawai yang menerima atau memperoleh penghasilan sehubungan dengan
pekerjaan, jasa, atau kegiatan.

Yang tidak termasuk Wajib Pajak PPh Pasal 21 yaitu:

1. Pejabat perwakilan diplomatic dan konsulat atau pejabat lain dari negara asing dan
orang-orang yang diperbantukan kepada mereka yang bekerja pada dan bertempat
tinggal bersama mereka, dengan syarat bukan warga negara Indonesia dan di Indonesia
tidak menerima atau memperoleh penghasilan lain di luar jabatan atau pekerjaan
tersebut, serta negara yang bersangkutan memberikan perlakuan timbal balik.
2. Pejabat perwakilan organisasi internasional dimaksud dalam pasal 3 ayat 1 huruf c
undang-undang pajak penghasilan, yang telah ditetapkan oleh menteri keuangan,
dengan syarat bukan warga negara Indonesia dan tidak menjalankan usaha atau
kegiatan atau pekerjaan lain untuk memperoleh penghasilan dari Indonesia.
2. Objek Pajak PPh Pasal 21
Penghasilan yang dipotong PPh Pasal 21:
1. Penghasilan yang diterima atau diperoleh pegawai tetap, baik berupa penghasilan yang
bersifat teratur maupun tidak teratur.
2. Penghasilan yang diterima atau diperoleh penerima pensiun secara teratur berupa uang
pensiun atau penghasilan sejenisnya.
3. Penghasilan sehubungan dengan pemutusan hubungan kerja dan penghasilan
sehubungan dengan pensiun yang diterima secara sekaligus berupa uang pesangon,
uang manfaat pensiun, tunjangan hari tua atau jaminan hari tua, dan pembayaran lain
sejenisnya.
4. Penghasilan pegawai tidak tetap atau tenaga kerja lepas, berupa upah harian, upah
mingguan, upah satuan, upah borongan, atau upah yang dibayarkan secara bulanan.
5. Imbalan kepada bukan pegawai, antara lain berupa honorarium, komisi fee, dan
imbalan sehubungan dengan pekerjaan, jasa, dan kegiatan yang dilakukan.
6. Imbalan kepada peserta kegiatan, antara lain berupa uang saku, uang representasi,
uang rapat, honorarium, hadiah atau penghargaan dengan nama dan dalam bentuk apa
pun, dan imbalan sejenis dengan nama apa pun.
7. Penerimaan dalam bentuk natura dan/atau kenikmatan lainnya dengan nama dan dalam
bentuk apa pun yang diberikan oleh:
a. Bukan wajib pajak
b. Wajib pajak yang dikenakan pajak penghasilan yang bersifat final atau
c. Wajib pajak yang dikenakan pajak penghasilan berdasarkan norma perhitungan
khusus (deemed profit)

Penghasilan sebagaimana tersebut di atas yang diterima atau diperoleh orang pribadi subjek
pajak dalam negeri merupakan penghasilan yang dipotong PPh Pasal 21, sedangkan apabila
diterima atau diperoleh orang pribadi subjek pajak luar negeri merupakan penghasilan yang
dipotong PPh Pasal 26.

6. Perhitungan PPh Pasal 21 Pegawai Tetap atau Tidak Tetap dengan Gaji Bulanan
Contoh Pegawai tetap gaji bulanan
Budi Slamet Budi Slamet pada tahun 2013 bekerja pada perusahaan PT Sumber Rezeki
dengan memperoleh gaji sebulan Rp2.500.000,00 dan membayar iuran pensiun sebesar
Rp100.000,00. Budi Slamet menikah tetapi belum mempunyai anak. Pada bulan Januari
penghasilan Budi Slamet dari PT Sumber Rezeki hanya dari gaji. Penghitungan PPh Pasal 21
bulan Januari adalah sebagai berikut:

Gaji Rp 2.500.000,00

Pengurangan:
1. Biaya Jabatan:
5% X Rp2.500.000,00 Rp 125.000,00
2. luran pensiun Rp 100.000,00
Rp 225.000,00
Penghasilan neto sebulan Rp 2.275.000,00
Penghasilan neto setahun adalah
12 x Rp2.275.000,00 Rp 27.300.000,00
PTKP setahun
- untuk WP sendiri Rp 24.300.000,00
- tambahan karena menikah Rp 2.025.000,00
Rp 26.325.000,00
Penghasilan Kena Pajak setahun Rp 975.000,00
PPh Pasal 21 terutang
5% x Rp975.000,00 Rp 48.750,00
PPh Pasal 21 bulan Januari
Rp 48.750,00 : 12 Rp 4.063,00

Catatan:

 Biaya Jabatan adalah biaya untuk mendapatkan, menagih dan memelihara penghasilan
yang dapat dikurangkan dari penghasilan setiap orang yang bekerja sebagai pegawai tetap
tanpa memandang mempunyai jabatan ataupun tidak.
 Contoh di atas berlaku apabila pegawai yang bersangkutan sudah memiliki NPWP.
Dalam hal pegawai yang bersangkutan belum memiliki NPWP, maka jumlah PPh Pasal
21 yang harus dipotong pada bulan Januari adalah sebesar: 120% x Rp4.063,00=
Rp4.875,00.

 Untuk contoh-contoh selanjutnya diasumsikan penerima penghasilan yang dipotong PPh


Pasal 21 sudah memiliki NPWP, kecuali disebut lain dalam contoh tersebut.

Contoh Upah Tenaga Harian Dibayar Bulanan


Pramudya bekerja pada perusahaan jasa dengan dasar upah harian yang dibayarkan
bulanan. Dalam bulan Januari 2013 Pramudya hanya bekerja 20 hari kerja dan upah sehari
adalah Rp150.000,00. Pramudya menikah tetapi belum memiliki anak.

Penghitungan PPh Pasal 21

Upah Januari 2013


20 x Rp150.000,00 Rp 3.000.000,00
Penghasilan neto setahun
12 x Rp3.000.000,00 Rp 36.000.000,00

PTKP (K/-) adalah sebesar


-Untuk WP sendiri Rp 24.300.000,00
-tambahan karena menikah Rp 2.025.000,00
Total PTKP Rp 26.325.000,00
Penghasilan Kena Pajak Rp 6.675.000,00
 PPh Pasal 21 setahun adalah sebesar:
5% x Rp 6.675.000,00 = Rp 333.750,00
 PPh Pasal 21 sebulan adalah sebesar:
Rp333.750,00 : 12 = Rp 27.812,5
Daftar Pustaka

Resmi, Siti. 2011. Perpajakan Teori dan Kasus. Edisi 6. Jakarta: Salemba Empat.
Mardiasno. 2011. Perpajakan. Edisi Revisi Tahun 2011. Yogyakarta: Andi Offset. Tjaraka, Heru.
2008. Perpajakan. Edisi 1. Jakarta: Universitas Terbuka.

Anda mungkin juga menyukai