Anda di halaman 1dari 6

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Penyakit tidak menular merupakan masalah kesehatan yang sangat serius saat
ini. Beberapa contoh penyakit tidak menular diantaranya hipertensi, diabetes mellitus,
kardiovaskuler, stroke, dan masih banyak lagi (Rehajeng, et al, 2009). Diantara
penyakit tidak menular tersebut yang perlu menjadi perhatian sangat serius saat ini
adalah hipertensi, karena insiden hipertensi meningkat seiring bertambahnya usia,
angka kejadian yang tinggi terutama di negara berkembang ,dan akibat yang
ditimbulkan dalam kondisi kronik (Tjokronegoro, et al, 2001). Penyakit yang dapat
ditimbulkan karena hipertensi bermacam-macam antara lain : kerusakan jantung
(gagal jantung, infark miokardium, dan hipertrofi ventrikel), kerusakan otak (stroke),
penyakit ginjal kronis, penyakit arteri perifer, dan retinopati (Sudoyo, et al, 2009).
Menurut Nugroho (2008) hipertensi pada usia lanjut menjadi masalah serius karena
merupakan faktor utama penyakit koroner, lebih dari separuh kematian diatas usia 60
tahun disebabkan oleh penyakit jantung dan serebrovaskuler. Oleh karena itu
hipertensi bukanlah suatu penyakit yang dapat dianggap remeh.
Semakin bertambahnya usia, peningkatan tekanan darah semakin tinggi. Hal
ini dikarenakan terjadi perubahan struktural dan fungsional pada sistem pembuluh
darah perifer yang memiliki peran dalam perubahan tekanan darah yang terjadi pada
usia lanjut. Perubahan yang dapat terjadi meliputi aterosklerosis, hilangnya elastisitas
jaringan ikat, dan penurunan dalam relaksasi otot polos pembuluh darah, yang pada
akhirnya dapat menurunkan kemampuan distensi dan daya regang pembuluh darah
(Novian, 2013).
Pengertian hipertensi menurut klasifikasi JNC VII (Joint National Committe)
2003 yaitu jika tekanan sistolik ≥ 140 mmHg dan tekanan diastolik ≥ 90 mmHg
(Muttaqin, 2009). Hipertensi pada lansia adalah kondisi dimana tekanan sistolik >160
mmHg dan tekanan diastolik >90 mmHg. Peningkatan tekanan darah bukan
merupakan bagian normal dari menua, insiden hipertensi pada lanjut usia mempunyai
prevalensi yang tinggi antara 60-80% pada usia di atas 65 tahun. Hipertensi pada
lansia ditandai dengan pembesaran pada pembuluh darah arteri dan perifer,
kecenderungan penurunan curah jantung, meningkatnya fluktuasi tekanan darah yang
dapat mengakibatkan disfungsi organ, seperti otak, jantung dan ginjal (Arif, 2013).
Menurut data WHO dan the International Society of Hypertension (ISH), saat
ini penderita hipertensi berkisar 600 di seluruh dunia, dan 3 juta di antaranya
meninggal setiap tahunnya. Tujuh dari setiap 10 penderita tersebut tidak mendapatkan
pengobatan secara adekuat (Rehajeng, et al, 2009).
Berdasarkan (RISKESDAS, 2013) prevalensi hipertensi di Indonesia yang
didapat melalui pengukuran pada umur ≥18 tahun sebesar 25,8 persen, tertinggi di
Bangka Belitung (30,9%), diikuti Kalimantan Selatan (30,8%), Kalimantan Timur
(29,6%) dan Jawa Barat (29,4%). Bengkulu masuk dalam 20 besar angka prevalensi
hipertensi tertinggi di Indonesia dengan 21,6%. Prevalensi hipertensi meningkat
sampai 50% setelah umur 69 tahun keatas. Ini menunjukkan bahwa faktor usia juga
berperan dalam terjadinya hipertensi. Berdasarkan data yang di dapatkan prevalensi
hipertensi berdasarkan jenis kelamin tahun 2013 prevalensi hipertensi perempuan
lebih tinggi dibanding laki-laki.
Para penderita hipertensi akan bergantung pada obat-obatan di hampir
sepanjang hidupnya dan melakukan kunjungan ke dokter untuk mendapatkan resep
ulang dan check-up. Selain itu, penggunaan obat-obatan juga sering menimbulkan
efek samping yang tidak diinginkan. Salah satu contoh efek samping yang sering
terjadi adalah meningkatnya kadar gula dan kolesterol, kelelahan serta kehilangan
energi (Kharisna, et al, 2012). Berdasarkan penelitian yang dilakukan Hairunisa
(2014) didapatkan bahwa adapun faktor ketidakpatuhan pasien dalam mengkonsumsi
obat anti hipertensi yaitu Jenis kelamin, perempuan lebih tinggi dari pada laki-laki
,Usia berkisar 53-60 tahun keatas, kesibukan pekerjaan, tingkat pendidikan yang
rendah dan peran dari anggota keluarga maupun lingkungan sekitar.
Salah satu faktor resiko terjadinya hipertensi adalah kurangnya asupan
kalium, kalsium, magnesium dan serat. Mineral-mineral tersebut berfungsi
menghambat terjadinya konstriksi pembuluh darah yang menyebabkan penurunan
resistensi perifer sehingga terjadi penurunan tekanan darah (Lestari, 2010). Data dari
journal of nutrition college vol. 3 yang di publikasihkan oleh lebalado putri dan tatik
mulyati (2014), menuliskan International Food Information Council Foundation dan
North Carolina Dietetic Association merekomendasi mengkonsumsi asupan bahan
makanan yang mengandung kalium dan magnesium, sebanyak kalium 4700 mg dan
magnesium 400 mg. Manfaat kalium dan magnesium yaitu memperbesar ukuran sel
endotel, menghambat kontraksi otot halus pembuluh darah, menstimulasi produksi
prostasiklin vasodilator dan meningkatkan produksi nitric oxide yang akan memicu
reaksi dilatasi dan reaktivas vaskuler yang akan menurunkan tekanan darah, serta
mineral mineral ini juga berpengaruh dalam sistem renin-angiotensin yang
merupakan pusat dalam mengontrol tekanan darah. DASH (Dietary Approaches to
Stop Hypertension) merekomendasikan banyak mengkonsumsi buah-buahan dan
sayuran, bagi penderita hipertensi untuk meningkatkan konsumsi serat, dan minum
banyak air. Terapi diet rendah garam merupakan terapi pilihan yang baik untuk
penderita hipertensi. Terapi ini dapat dilakukan dengan mengkonsumsi sayuran yang
dapat mempengaruhi tekanan darah, seperti mentimun (Kharisna, 2012). Kandungan
gizi mentimun tiap 100 gram bahan mentah terdiri dari kalsium, kalium, zat besi ,
potassium, magnesium, fosfor, lemak, protein, kabohidrat, serat, vitamin dan
beberapa mineral lainnya. Selain itu mentimun bersifat diuretik karena kandungan
airnya yang tinggi sehingga dapat membantu menurunkan tekanan darah (Karim,
2010).
Menurut hasil penelitian Khusnul (2012), pemberian jus mentimun sebanyak
100 gram yang di blender dengan air 100cc tanpa tambahan apapun selama 5 hari
sambil melihat perbedaan penurunan tekanan darah pada 2 jam, 6 jam, dan 9 jam
setelah perlakuan. Pada penelitian lain pemberian jus mentimun dilakukan setiap hari
dalam jangka waktu 1 minggu yang diberikan pada sore hari sekitar jam16.00-
17.30WIB dan memberikan jus mentimun sebanyak 1 gelas (±100 cc) dengan melihat
tekanan arteri rata-rata (MAP) pada kelompok kontrol dan perlakuan didapatkan
penurunan MAP sebesar 13,8 mmHg (Kharisna, 2012).
Berdasarkan dari penelitian-penelitian yang telah dilakukan sebelumnya,
maka penelitian ini dilakukan untuk membuktikan adanya pengaruh pemberian jus
mentimun (Cucumis sativus linn) terhadap tekanan darah pada penderita hipertensi
lanjut usia. Dari hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi
mengenai pengaruh pemberian jus mentimun (Cucumis sativus l) terhadap penurunan
tekanan darah pada penderita hipertensi lanjut usia dan menjadikan jus mentimun
sebagai terapi alternatif dalam menurunkan tekanan darah tinggi. Penelitian ini akan
dilaksanakan di balai pelayanan dan penyantunan lanjut usia kecamatan Pagar Dewa
kota Bengkulu yang merupakan satu satunya balai pelayanan khusus untuk para
lanjut usia di kota Bengkulu, dengan judul pengaruh pemberian jus mentimun
(Cucumis sativus linn) terhadap tekanan darah pada penderita hipertensi lanjut usia di
balai pelayanan dan penyantunan lanjut usia kecamatan Pagar Dewa kota Bengkulu.

B. Rumusan Masalah

Bagaimana pengaruh pemberian jus mentimun (Cucumis sativus linn)


terhadap tekanan darah pada penderita hipertensi lanjut usia di balai pelayanan dan
penyantunan lanjut usia kecamatan Pagar Dewa kota Bengkulu?

C. Tujuan penelitian
1. Tujuan umum
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui adanya pengaruh
mengkonsumsi jus mentimun (Cucumis sativus l) terhadap penurunan tekanan
darah pada penderita hipertensi lanjut usia.
2. Tujuan khusus
a. Mengetahui adanya perubahan tekanan darah sebelum dan sesudah
pemberian jus mentimun (Cucumis sativus l) pada pada penderita
hipertensi lanjut usia.
b. Membuktikan adanya pengaruh zat yang terkandung dalam mentimun
yang dapat menurunkan tekanan darah tinggi lanjut usia.
D. Manfaat penelitian
1. Bagi peneliti
a. Mampu menerapkan pengetahuan yang didapatkan selama kuliah dan
juga dapat melatih proses berpikir serta melakukan penelitian dengan
metode penelitian yang baik dan benar.
b. Mendapatkan ilmu pengetahuan tentang hubungan pemberian jus
mentimun (Cucumis sativus l) terhadap penurunan tekanan darah pada
penderita hipertensi lanjut usia.
2. Bagi Institusi
Hasil penelitian dapat memberi manfaat dan pedoman bagi klinisi untuk
mengembangkan pilihan pangan dalam menurunkan tekanan darah.
Penelitian ini diharapkan dapat menjadi dasar bagi penelitian selanjutnya.
3. Bagi Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Bengkulu
a. Hasil penelitian yang dilakukan dapat memberikan informasi dan
pengetahuan yang bermanfaat mengenai keterkaitan mentimun (Cucumis
sativus linn) terhadap penurunan kadar tekanan darah bagi mahasiswa
Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan (FKIK)Universitas Bengkulu
b. Meningkatkan citra akademik Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan
(FKIK) Universitas Bengkulu.

4. Bagi masyarakat

a. Hasil penelitian diharapkan dapat menjadi tambahan informasi bagi


masyarakat tentang keterkaitan konsumsi jus mentimun (Cucumis
sativus linn) terhadap penurunan tekanan darah tinggi.

b. Dari hasil penelitian konsumsi jus mentimun (Cucumis sativus linn) dapat
menjadi alternatif dan trend baru alami untuk menurunkan tekanan darah
tinggi.

Anda mungkin juga menyukai