FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS TADULAKO 2018 Pada tanggal 28 September 2018 tepanya pada hari Jumat, gempa dengan kekuatan 7,4 Scala Richter yang diikuti dengan gelombang tsunami dan fenomena likuifaksi mengguncang kota Palu, Donggala, dan Sigi tepat pada puku 18:02 saat orang-orang akan bersiap melaksanakan ibadah sholat Maghrib dan melakukan aktivitas-aktivitas yang lain. Akibat dari gempa ini, bangunan-bangunan rubuh dan ribuan nyawa menjadi korban. Di Indonesia gempa bumi merupakan salah satu fenomena alam yang sering terjadi, yang hampir selalu menelan cukup banyak korban jiwa. Korban jiwa tersebut bukan diakibatkan secara langsung oleh gempa, tetapi diakibatkan oleh keruntuhan bangunan pada saat terjadi gempa. Runtuhnya bangunan saat terjadi gempa akan menimpa orang yang berada di dalamnya yang dapat menimbulkan luka-luka bahkan korban jiwa. Salah satu bangunan yang sangat terkena dampak dari peristiwa gempa ini adalah Mall Tatura palu yang berlokasi di jalan Emy Saelan, bangunan ini rusak parah dan banyak korban yang terjebak serta tertimpa reruntuhannya. Jika dilihat dari bangunan-bangunan lain disekitarnya yang tidak mengalami kerusakan separah Mall Tatura Palu, boleh dikatakan bahwa Mall Tatura palu merupakan bangunan yang tidak tahan terhadap guncangan gempa sehingga mudah rubuh saat diguncang oleh gempa bermagnitudo besar. Dengan memperhatikan kondisi Indonesia yang dilalui oleh banyak lempeng tektonik, dan kondisi kota Palu sendiri yang dilalui oleh salah satu sesar paling aktif yaitu sesar Palu-Koro, sudah seharusnya pembangunan di kota Palu diperhatikan dengan membuat bangunan yang tahan gempa, apalagi untuk tempat-tempat umum seperti pusat perbelanjaan. Pada waktu-waktu terakhir ini, penelitian telah lebih melakukan tinjauan dari hulu (upstream) dalam menjelaskan penyebab kecelakaan. Teori-teori ini menyatakan bahwa faktor perencanaan pembangunan suatu konstruksi bangunan mempunyai peranan terhadap munculnya kecelakaan. Dari uraian tersebut, dapat dikemukakan bahwa penyebab kecelakaan yaitu tindakan yang tak aman dan kondisi yang tak aman (dalam hal ini gempa), yang dapat disebabkan juga atau diperbesar risikonya oleh buruknya manajemen pengendalian (Depatemen Pekerjaan Umum, 2009). Selain faktor tersebut di atas, menurut saya ada faktor penting lain yang harus diperhatikan yaitu tersedianya jalur evakuasi dan emergency exit pada suatu bangunan. Hal-hal sederhana seperti ini justru dapat membantu proses evakuasi mandiri agar berjalan lebih cepat sehingga tidak banyak orang yang terjebak di dalam bangunan. Menurut Sumarjito (2010), sarana emergency exit dapat menjamin kemudahan evakuasi setidaknya akan mengurangi secara signifikan kemungkinan jumlah korban nyawa penghuninya apabila terjadi peristiwa darurat, baik yang diakibat oleh peristiwa alam maupun oleh ulah manusia. Sarana emergency exit yang tidak tertata dan terencana dengan baik, atau malahan difungsikan untuk hal-hal lain selain untuk fungsi evakuasi penghuni justru dapat menjadi sarana jebakan maut bagi peghuninya. Musibah tentunya tidak dapat kita hindari, namun banyaknya korban akibat musibah tersebut sebenarnya dapat kita tekan dengan memperhatikan aspek-aspek keselamatan. Semoga tulisan ini dapat bermanfaat dan semoga kejadian yang menimpa saudara-saudara kita tidak terjadi lagi di kemudian hari. DAFTAR PUSTAKA
Departemen Pekerjaan Umum. 2009. Konstruksi Indonesia 2009: Gagasan, Teknologi
dan Produk Karya Anak Bangsa untuk Kualitas dan Keselamatan Konstruksi.
Sumarjito, 2010, Emergency Exit sebagai Sarana Penyelamatan Penghuni pada
Bangunan-Bangunan Skala Besar, Jurnal Inersia, Vol. VI No.1