Anda di halaman 1dari 28

HUBUNGAN KEUANGAN ANTARA PUSAT DAN DAERAH

Oleh : Aditya Bima Laksana Putra (Pegiat Matahati UNNES)

Hubungan antara pemerintah pusat dan daerah dapat diartikan sebagai suatu sistem yang
mengatur bagaimana caranya sejumlah dana dibagi di antara berbagai tingkat pemerintah,
serta bagimana cara mencari sumber-sumber pembiayaan daerah untuk menunjang kegiatan-
kegiatan sektor publiknya (Devas, 1989: 179).
Instrumen yang dipergunakan dalam perimbanhan keuangan antara pusat dan daerah adalah
UU No. 25 Tahun 1999:
1. Dana Perimbangan, yaitu
Dana yang bersumber dari penerimaan APBN yang dialokasikan kepada daerah untuk
membiayai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi;
1. Dana Alokasi Umum (DAU), yaitu
Dana yang berasal dari APBN, yang dialokasikan dengan tujuan pemerataan kemampuan
keuangan antar daerah untuk membiayai kebutuhan pengeluarannya dalam rangka
pelaksanaan desentralisasi;
1. Dana Alokasi Khusus (DAK), yaitu
Dana yang berasal dari APBN, yang dialokasikan kepada daerah untuk membantu membiayai
kebutuhan tertentu;
1. Dana Bagi Hasil, yaitu Pembagian hasil penerimaan dari
1. SDA dari, minyak bumi, gas alam, pertambangan umum, kehutanan, dan
perikanan
2. Penerimaan perpajakan (tax sharring) dari pajak perseorangan (PPh),
Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), dan bea perolehan hak atas tanah dan
bangunan (BPHTB).
1. Pengaturan relasi keuangan pemerintah pusat dan daerah, yang antara lain
dilaksanakan melalui dana perimbangan keuangan pemerintah pusat dan daerah
(PKPD) adalah
1. Dalam rangka pemberdayaan (empowerment) masyarakat dan pemerintah
daerah agar tidak tertinggal di bidang pembangunan,
2. Untuk mengintensifkan aktivitas dan kreativitas perekonomian
masyarakat daerah yang berbasis pada potensi yang dimiliki setiap
daerah. Pemda dan DPRD bertindak sebagai Fasilitator dalam
pembangunan ekonomi yang dilakukan oleh rakyatnya. Artinya dalam
era otda rakyat harus berperan aktif dalam perencanaan dan pelaksanaan
pembangunan derahnya,
3. Mendukung terwujudnya goog governance oleh Pemda melalui
perimbanhan keuangan secara transparan, dan
4. Untuk menyelenggarakan otda secara demokratis, efektif, dan efisien
dibutuhkan SDM yang profesional, memiliki moralitas yang baik. Oleh
sebab itu, desentralisasi fiskal yang dilaksanakan melalui perimbangan
keuangan akan meningkatkan kemampuan daerah dalam membangun dan
pemberian pelayanan kepada masyarakat daerah, bukan hanya sekedar
pembagian dana, lalu terjadi “desentralisasi KKN” dari pusat ke daerah.
KASUS
Perlu Evaluasi Menyeluruh UU No 33/2004 Tentang Perimbangan Keuangan Pusat dan
Daerah
Kamis, 28 Oktober 2010
Dalam rangka mema jukan kehidupan bangsa dan mendorong peningkatan kesejahteraan
secara merata di seluruh daerah, anggaran negara sebesar mungkin harus ditujukan untuk
menghormati, melindungi dan memenuhi hak-hak dasar rakyat terutama di wilayah yang
relatif tertinggal.
Terkait dengan kebijakan penggunaan anggaran tersebut, dana transfer ke daerah merupakan
salah satu instrumen anggaran yang harus digunakan untuk mempercepat peningkatan
kesejahteraan rakyat, peningkatan produktivitas dan penguatan daya saing daerah, percepatan
pembangunan daerah, serta men dorong pemerataan pemba ngunan di seluruh wilayah.
Dana transfer ke daerah yang merupakan dana perimbangan terdiri dari tiga bentuk yaitu
Dana Alokasi Umum (DAU), Dana Bagi Hasil (DBH), dan Dana Alokasi Khusus (DAK).
Pengaturan yang terkait dengan otonomi daerah, besaran dana-dana perimbangan tersebut
dan distribusinya ke daerah, pada umumnya diatur dalam UU Nomor 32 Tahun 2004 tentang
Pemerintahan Daerah dan UU Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara
Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah.
Namun demikian, ketetapan tentang dana perimbangan DAU, DBH, DAK dalam UU Nomor
33 Tahun 2004 belum se penuhnya dilaksanakan oleh pemerintah. Oleh kare na itu, Dewan
Perwakilan Daerah Republik Indonesia (DPD RI) menganggap perlu evaluasi menyeluruh
terhadap pelaksanaan UU itu. Usulan evaluasi menyeluruh dikemukakan Wakil Ketua
Komite IV DPR RI Drs.H.Abdul Gafar Usman, MM. Menurut dia, UU No.33/2004 itu
berhubungan dengan UU No 17 tahun 2003 tentang Keuangan Negara.
Evaluasi itu sangat penting guna mengurangi ketim pangan bagi hasil antara pemerintah pusat
dan pemerintah daerah. Namun, kata Gafar, sebelum evaluasi menyeluruh, DPD RI
mengusulkan agar dioptimalkan pelaksanaan dari regulasi atau UU tersebut antara lain
mengakomodir bagi hasil subsektor perkebunan melalui UU APBN 2011. begitu juga perlu
diakomodir bagi hasil Migas melalui UU APBN 2011 dan kebijakan sektor Migas. Pemikiran
tersebut sebenarnya sudah termasuk dalam keputusan DPD RI Nomor 52/ DPR RI/IV 2009-
2010 tentang pertimbangan DPD RI terhadap RUU tentang APBN Tahun Anggaran 2011,
Agustus 2010.
Untuk memperkuat usulan DPD RI tersebut, Komite IV DPD RI, juga telah memberikan
penjelasan tentang Dana Alokasi Umum dan Dana Bagi Hasil dalam RAPBN 2011 dengan
Badan Anggaran DPR RI, Oktober 2010.
Dana Alokasi Umum
Dalam laporan penjelasan Komite IV DPD RI tentang Dana Alokasi Umum dan Dana Bagi
Hasil dalam RAPBN 2011 pada September 2010.
Dana Alokasi Umum (DAU) adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang
dialokasikan dengan tujuan pemerataan kemampuan keuang an antardaerah untuk men danai
kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi. Sampai saat ini otonomi daerah
masih kurang didukung oleh kemampuan keuangannya. Belum ada upaya nyata untuk
meningkatkan dana minimum 26% DAU.
Dana transfer ke daerah harus dapat dinaikkan sejalan dengan penyerahan sebagian
wewenang pemerintah pusat untuk dilaksanakan oleh daerah secara utuh. Kemampuan daerah
untuk melaksanakan dana transfer yang besar harus dibangun oleh Pemerintah Daerah dan
Pemerintah Pusat bersama-sama. Karena itu, DPD RI memberikan pertimbangan bahwa
penghitungan DAU untuk setiap provinsi dan kabupaten/ kota harus berdasarkan standar
pelayanan minimum yang harus dicapai oleh Pemerintah Daerah.
Dengan pendekatan ini, pengelolaan DAU diharapkan dapat meningkatkan kinerja pelayanan
publik dengan menerapkan prinsip akuntabilitas, transparansi, efisiensi, dan efektivitas.
Pemerintah harus cepat menanggulangi berbagai hambatan dalam pengelolaan dana transfer
ke daerah yang menyebabkan keterlambatan pelaksanaan dan kurang optimalnya penyerapan
belanja daerah dengan langkah-langkah yang strategis.
Dana Bagi Hasil
Dana Bagi Hasil (DBH) terkait erat dengan penerimaan perpajakan dan penerimaan bukan
pajak. Dalam tahun 2011 penerimaan perpajakan direncanakan meningkat sebesar Rp96,6
triliun atau meningkat sebesar 13% dibandingkan penerimaan perpajakan tahun 2010.
Peningkatan penerimaan perpajakan pada dasarnya merupakan mobilisasi uang rakyat.
Berdasarkan hasil pengamatan pada kunjungan kerja, DPD RI juga mencatat masih terjadinya
berbagai kasus penyalahgunaan pajak. Dalam kaitan DBH ini, DPD RI mencatat bahwa
penerimaan negara bukan pajak (PNBP) menurun dari Rp247,2 triliun menjadi Rp243,5
triliun atau menurun sebesar Rp3,7 triliun.
Penyerahan kewenangan perpajakan kepada daerah (PBB dan BPHTB) perlu dikaji kembali
khususnya terhadap daerah dengan kemampuan fiskal yang rendah dan dampaknya terhadap
masyarakat. Karena itu, DPD RI berpendapat bahwa Pemerintah perlu bekerja keras
mengoptimalkan penerimaan perpajakan sehingga tax ratio secara bertahap akan meningkat
menjadi 13%—15% dari PDB.
Selain itu, Pemerintah perlu mengoptimalkan PNBP melalui berbagai langkah seperti
optimalisasi penerimaan deviden dan pajak dari BUMN, serta optimalisasi penerimaan dari
minyak dan gas serta langkah lain yang mendasar. DPD RI memandang penting aspek
akuntabilitas penerimaan negara terutama dari sektor perpajakan.
Berbagai bentuk penyimpangan jangan sampai merusak reformasi birokrasi dan administrasi
Mencermati persoalan ter sebut, pertimbangan dan usulan DPD RI menurut Abdul Gafar
Usman, menghasilkan kesamaan visi antara DPR dan DPD yakni bahwa anggaran dalam
APBN harus digunakan untuk kepentingan rakyat di daera-daerah.
Selain itu pertimbangan dan usulan DPD juga telah direspon Presiden Susilo Bambang
Yudhoyono dalam pengantar Nota Keuangan dan disebutkan APBN 2011, juga berdasarkan
pertimbangan DPD RI.
NB: peserta diskusi matahati diharapkan:
1. Mencari dan mempelajari UU. No. 25 Tahun 1999, dan
2. UU No. 33 Tahun 2004
Agar hubungan keuangan pusat dan daerah dapat berjalan dengan lancar, maka harus
menuntut prinsip-prinsip hubungan keuangan pusat dan daerah, (Utomo,1997:7).

Pertama, Prinsip otonomi : memberikan keleluasaan pada daerah untuk menentukan


kebijaksanaan sendiri (memanfaatkan sumber daya keuangan yang ada di daerah) oleh karena
itu prioritas pembiayaan daerah perlu diberikan secara berurutan yaitu PAD dan block grant

Kedua, Prinsip pemerataan : sedapat mungkin diusahakan terciptanya pemerataan pelayanan


di seluruh wilayah Indonesia

Ketiga, Prinsip keadilan : daerah penghasil utama pendapatan negara perlu diberikan
kompensasi atas kontribusinya terhadap pendapatan nasional. Daerah perlu diberi kesempatan
untuk melakukan persaingan dengan daerah lainnya dalam meningkatkan kesejahteraan
masyarakatnya.

Kelima, Prinsip kepastian dan terprediksi : perlu diberikan kriteria alokasi keuangan pusat
dan daerah yang jelas, terbuka dan transparan. Dengan cara ini diharapkan daerah dapat
memastikan berapa alokasi yang akan diterima sebelum perencanaan pembangunan daerah
dirumuskan

Keenam, Prinsip demokrasi : penentuan kebijaksanaan alokasi anggaran dari pusat kepada
daerah tidak semata-mata monopoli oleh pusat, namun juaga perlu diberikan mekanisme yang
memberikan kesempatan bargaining daerah kepada pusat.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Prinsip-Prinsip Penyelenggaraan Pemerintah


Undang-Undang No.32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah yang
merupakan perubahan atas Undang-Undang No. 22 Tahun 1999 tentang pokok-pokok
Pemerintah Daerah menjelaskan bahwa otonomi daerah adalah bagian dari
penyelenggaraan Pemerintah Negara Republik Indonesia,yang dirumuskan sebagai
otonomi yang nyata dan bertang jawab,dimana dalam penyelenggaraannya banyak
dilimpahkan kepada daerah dan dilaksanakan secara bertahap.
Meningkatnya kewenangan Pemerintah Pusat yang diberikan kepada
Pemerintah Daerah, menyebabkan peranan keuangan daerah sangat penting. Oleh
karena itu daerah dituntut untuk lebih aktif dalam memobilisasikan sumber dayanya
sendiri disamping mengelola dana yang diterima dari Pemerintah Pusat secara efisien.
Kemandirian daerah inilah yang tidak dapat ditafsirkan bahwa Pemerintah Daerah
harus dapat membiayai seluruh kebutuhannya dari Pendapata Asli Daerah. Namun
harus pula disertai dengan kemampuan dalam memantapkan manajemen keuangan
daerah melalui efisiensi pembiayaan dalam penyelenggaraan otonomi daerah. Hal ini
sesuai dengan penjelasan Undang-Undang No.32 Tahun 2004 tentang Pemerintah
Daerah, bahwa penyelenggaraan Pemerintah Daerah harus dilaksanakan berdasarkan
atas 5 prinsip yaitu :
Universitas Sumatera Utara
1. Pelaksanaan pemberian otonomi kepada daerah harus menunjang aspirasi
perjuangan rakyat, yakni memperkokoh Negara Kesatuan dan mempertinggi
tingkat kesejahteraan rakyat indonesia seluruhnya.
2. Pemberian otonomi kepada daerah harus merupakan otonomi yang nyata dan
bertanggung jawab.
3. Azas Desentralisasi dilaksanakan bersama-sama dengan Azas Dekonsentrasi,
dengan memberikan kemungkinan bagi pelaksanaan azas tugas pembantuan
(medebewid).
4. Pemberian otonomi kepada daerah mengutamakan aspek keserasian dengan
tujuan di samping aspek pendemokrasian.
5. Tujuan pemberian otonomi kepada daerah adalah untuk meningkatkan daya
guna dan hasil guna penyelenggaraan pemerintah di daerah, terutama dalam
pelaksanaan pembangunan dan dan pelayanan terhadap masyarakat serta
untuk meningkatkan pembinaan kestabilan politik dan kesatuan bangsa.

2.2 Otonomi Daerah dan Desentralisasi Fiskal


Otonomi daerah dan desentralisasi fiskal bukan konsep baru di Indonesia,
sudah diatur dalam UU RI No. 5 tahun 1975 tentang pokok-pokok pemerintahan di
daerah. Dalam prakteknya kebijakan otonomi daerah dan desentralisasi fiskal selama
pemerintahan orde baru belum dapat mengurangi ketimpangan vertikal dan
horisontal, yang ditunjukkan dengan tingginya derajat sentralisasi fiskal dan besarnya
ketimpangan antardaerah dan wilayah (Uppal dan Suparmoko, 1986; Sjahfrizal,
Universitas Sumatera Utara
1997). Praktek internasional desentralisasi fiskal baru dijalankan pada 1 Januari 2001
berdasarkan UU RI No. 25 tahun 1999 yang disempurnakan dengan UU RI No. 33
tahun 2000 tentang perimbangan keuangan antara pemerintah pusat dan pemerintah
daerah. Prinsip dasar pelaksanaan desentralisasi fiskal di Indonesia ialah ?Money
Follows Functions?, yaitu fungsi pokok pelayanan publik didaerahkan, dengan
dukungan pembiayaan pusat melalui penyerahan sumber-sumber penerimaan kepada
daerah.
Berdasarkan pasal 5 UU No. 33 tahun 2000 sumber-sumber penerimaan
daerah adalah pendapatan daerah dan pembiayaan. Pendapatan daerah terdiri dari
Pendapatan Asli Daerah (PAD), dana perimbangan dan lain-lain pendapatan. Dana
Perimbangan keuangan Pusat-Daerah (PKPD) merupakan mekanisme transfer
pemerintah pusat-daerah terdiri dari Dana Bagi Hasil Pajak dan Sumber Daya Alam
(DBHP dan SDA), Dana Alokasi Umum (DAU), dan Dana Alokasi Khusus (DAK).
Dana pembiayaan daerah berasal dari Sisa Lebih Anggaran daerah (SAL), pinjaman
daerah, dana cadangan daerah dan privatisasi kekayaan daerah yang dipisahkan.
Besarnya PAD dan pembiayaan daerah dapat diklasifikasikan sebagai dana non
PKPD, karena berasal dari pengelolaan fiskal daerah. Khusus pinjaman daerah
pemerintah pusat masih khawatir dengan kondisi utang negara, sehingga belum
mengijinkan penerbitan utang daerah.
Idealnya semua pengeluaran pemerintah daerah dapat dicukupi dengan
menggunakan PAD-nya, sehingga daerah menjadi benar-benar otonom. Selama tahun
2001 ? 2003 peranan PAD terhadap pengeluaran rutin dan total pengeluaran APBD
Universitas Sumatera Utara
semakin menurun. Menurunnya peranan PAD terhadap pengeluaran rutin dan
pengeluaran total dalam APBD mengindikasikan bahwa terjadi peningkatan peranan
mekanisme transfer dari pemerintah pusat melalui dana perimbangan (Mahi, 2005).
Tujuan utama pemberian dana perimbangan dalam kerangka otonomi daerah untuk
pemerataan kemampuan fiskal pada tiap daerah (equalizing transfer) (Ehtisham,
2002). Secara umum dana PKPD terdiri dari bantuan umum (block grant) dan
bantuan khusus (spesific grant) (Davey, 1998). Penggunaan DAU, DBHP dan DBH
SDA (block grants) diserahkan pada kebijakan masing-masing daerah. Pada awal
penerapannya DAU banyak dimanfaatkan untuk membiayai pengeluaran rutin
terutama untuk belanja pegawai sebagai dampak pengalihan status pegawai pusat
menjadi pegawai pemda (Isdijoso, dan Wibowo, 2002). Sedangkan penggunaan DAK
(spesific grants) telah ditentukan oleh pemerintah pusat dengan kewajiban daerah
penerima harus menyediakan 10% dana pendamping.
Kebijakan Dana Alokasi Umum (DAU) mempunyai tujuan utama untuk
memperkuat kondisi fiskal daerah dan mengurangi ketimpangan antar daerah
(horizontal imbalance). Melalui kebijakan bagi hasil SDA diharapkan masyarakat
daerah dapat merasakan hasil dari sumber daya alam yang dimilikinya. Hal ini karena
selama pemerintahan orde baru hasil SDA lebih banyak dinikmati oleh pemerintah
pusat (Devas, 1989). Mekanisme bagi hasil SDA dan pajak bertujuan untuk
mengurangi ketimpangan vertikal (vertical imbalance) pusat-daerah. Walaupun
Indonesia terkenal sebagai daerah yang kaya akan SDA tetapi persebarannya tidak
merata di seluruh daerah. Daerah kaya SDA misalnya Riau, Kalimantan Timur, Aceh,
Universitas Sumatera Utara
dan Irian Jaya akan mendapatkan dana bagi hasil yang relatif lebih besar jika
dibandingkan dengan daerah lain yang miskin sumber daya alam. Pada sisi yang lain
Jakarta dan kota besar lainnya akan memperoleh dana bagi hasil pajak (PBB,
BPHTB, dan PPh) yang cukup besar, sebagai konsekuensi terkonsentrasinya pusat
bisnis di kota metropolitan. Phenomena seperti ini akan berdampak terhadap
meningkatnya ketimpangan fiskal antar daerah, yang pada akhirnya melalui kebijakan
ekspansi pengeluaran pemerintah daerah dapat meningkatkan ketimpangan
pendapatan antardaerah dan wilayah.
Dana Alokasi Khusus (DAK) bertujuan untuk membantu mendanai kegiatan
khusus yang merupakan urusan daerah dan sesuai dengan prioritas nasional. Di
samping itu tujuan pemberian DAK adalah untuk mengurangi inter-jurisdictional
spillovers, dan meningkatkan penyediaan barang publik di daerah (Mahi, 2002 (c)).
Dalam perspektif peningkatan pemerataan pendapatan maka peranan DAK sangat
penting untuk mempercepat konvergensi antar daerah, karena dana diberikan sesuai
dengan prioritas nasional, misalnya DAK untuk bantuan keluarga miskin. Dalam
jangka panjang dana dekonsentrasi dan dana tugas pembantuan yang merupakan
bagian dari anggaran kementerian negara/lembaga yang digunakan untuk
melaksanakan urusan yang menurut peraturan perundang-undangan menjadi urusan
daerah akan dialihkan menjadi DAK (Pasal 107 UU No. 33 tahun 2000).
Meningkatnya penerimaan daerah melalui pemberian dana PKPD dan
pengumpulan dana non PKPD pada satu sisi akan meningkatkan pertumbuhan
ekonomi, tetapi pada sisi yang lain dapat memperburuk ketimpangan antardaerah.
Universitas Sumatera Utara
Peningkatan penerimaan daerah akan memberikan keleluasaan untuk mendesain
kebijakan yang dapat memberikan stimulus pada pertumbuhan ekonomi. Alokasi
anggaran daerah untuk investasi akan meningkatkan kapital stok daerah dan
memperluas kesempatan kerja, sehingga akan meningkatkan kapasitas ekonomi
daerah yang pada akhirnya akan meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Peningkatan
pertumbuhan ekonomi berdampak terhadap konsumsi dan tabungan (investasi)
masyarakat sehingga akan memperbesar basis pajak daerah. Dampak selanjutnya
yaitu terjadi peningkatan penerimaan pajak dan retribusi daerah, sehingga penerimaan
daerah akan meningkat. Pada sisi yang lain kondisi endowment factors setiap daerah
yang berbeda berdampak terhadap akselerasi pertumbuhan ekonomi daerah, dan
berpotensi memperparah ketimpangan antardaerah dan wilayah. Terjadinya migrasi
tenaga kerja dan pergerakan modal ke daerah core, serta tidak berjalannya
mekanisme trickle down effect akan berdampak meningkatkan ketimpangan
antardaerah (Myrdal, 1957, dan Hirchman, 1958). Hubungan antara pertumbuhan
ekonomi, ketimpangan pendapatan, investasi, konsumsi, dan mekanisme transfer
dana PKPD dan non PKPD terjadi dalam hubungan simultan (Dartanto, dan
Brodjonegoro, 2005). Permasalahan ini merupakan topik utama yang akan di bahas
dalam penelitian ini.
Desentralisasi fiskal terdiri dari kata desentralisasi dan fiskal. Pengertian
desentralisasi menurut UU Nomor 32 Tahun 2004 adalah penyerahan wewenang
pemerintahan oleh pemerintah kepada daerah otonom untuk mengatur dan mengurus
urusan pemerintahan dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Universitas Sumatera Utara
Desentralisasi fiskal menurut Linvack dan Seddon dalam Prawirosetoto
(2002) adalah pendelegasian tanggung jawab dan pembagian kekuasaan dan
kewenangan untuk pengambilan keputusan di bidang fiskal yang meliputi aspek
penerimaan (tax assignment) maupun aspek pengeluaran (expenditure assignment).
Selanjutnya menurut Bastian (2001) menyatakan kebijakan fiskal adalah kebijakan
yang ditempuh oleh pemerintah dalam rangka untuk membelanjakan uangnya guna
mencapai tujuan negara dan upaya yang ditempuh oleh pemerintah dalam
mendapatkan dana yang dibutuhkan untuk membiayai pembelanjaan pemerintah.
Sidik (2002) mengemukakan desentralisasi fiskal merupakan salah satu
komponen utama dari desentralisasi. Pemerintah daerah melaksanakan fungsinya
secara efektif dan diberikan kebebasan dalam pengambilan keputusan penyediaan
pelayanan di sektor publik, maka daerah harus didukung sumber-sumber keuangan
yang memadai baik yang berasal dari pendapatan asli daerah (PAD) termasuk
sucharge of taxes, bagi hasil pajak dan bukan pajak, pinjaman maupun
subsidi/bantuan dari pemerintah pusat.

2.3 Kapasitas Fiskal


Undang-Undang Nomor 33 tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan
Pemerintah Pusat dan Daerah pasal 28 ayat 4 menyebutkan kapasitas fiskal daerah
merupakan pendanaan yang berasal dari PAD dan Dana Bagi Hasil..
Menurut Sidik ada empat kriteria untuk menjamin sistem hubungan keuangan
pusat-daerah yang baik. Pertama, harus memberikan kewenangan yang rasional dari
Universitas Sumatera Utara
berbagai tingkat pemerintahan mengenai penggalian sumber dana pemerintah dan
kewenangan penggunaannya; kedua, menyajikan suatu bagian yang memadai dari
sumber-sumber dana masyarakat secara keseluruhan untuk membiayai pelaksanaan
fungsi-fungsi penyediaan pelayanan dan pembangunan yang diselenggarakan
pemerintah daerah; ketiga, sejauh mungkin membagi pengeluaran pemerintah secara
adil di antara daerah-daerah, atau sekurang-kurangnya memberikan prioritas pada
pemerataan pelayanan kebutuhan dasar tertentu; dan keempat, pajak dan retribusi
yang dikenakan pemerintah daerah harus sejalan dengan distribusi yang adil atas
beban keseluruhan dari pengeluaran pemerintah dalam masyarakat
Sumber-sumber penerimaan daerah dalam pelaksanaan desentralisasi menurut
Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara
Pemerintah Pusat dan Daerah adalah ; pendapatan asli daerah, dana perimbangan,
pembiayaan, dan lain-lain pendapatan.
Desentralisasi fiskal adalah suatu proses distribusi anggaran dari tingkat
pemerintahan yang lebih tinggi kepada pemerintahan yang lebih rendah untuk
mendukung fungsi atau tugas pemerintahan yang dilimpahkan. Desentralisasi fiskal
merupakan konsekuensi logis dari diterapkan kebijakan otonomi daerah. Prinsip dasar
yang harus diperhatikan adalah money follow functions, artinya penyerahan atau
pelimpahan wewenang pemerintah membawa konsekuensi anggaran yang diperlukan
untuk 4 melaksanakan kewenangan tersebut. Perimbangan keuangan dilakukan
melalui mekanisme dana perimbangan, yaitu pembagian penerimaan antar tingkatan
pemerintahan guna menjalankan fungsi-fungsi pemerintahan dalam kerangka
Universitas Sumatera Utara
desentralisasi. Masalah keseimbangan anggaran menjadi masalah serius karena
banyak pemerintah pusat tidak mengijinkan pemerintah daerah untuk melakukan
utang kepada publik.
Dalam pelaksanaan desentralisasi fiskal dapat menggunakan pendekatan
expenditure assignment dan revenue assigment. Pendekatan expenditure assigment
menyatakan bahwa terjadi perubahan tanggung jawab pelayanan publik dari
pemerintah pusat ke pemerintah daerah, sehingga peran local public goods
meningkat. Kebijakan ini dapat dilakukan melalui dua tahap: Pertama; Menentukan
secara umum batasan urusan pemerintah pusat dan daerah. Kedua; Membagi secara
tegas urusan pemerintah pusat dan pemerintah daerah secara spesifik untuk urusan
yang bersifat ?grey area?. Pendekatan ini mensyaratkan penentuan Standar Pelayanan
Minimum (SPM) setiap urusan yang dilimpahkan ke pemerintah daerah sudah
terindentifikasi, sehingga besarnya standar pengeluaran minimum (Standard
Spending Assesement = SSA) untuk setiap penyediaan barang publik yang
didaerahkan dapat diketahui.
Ciri utama pendekatan revenue assigment yaitu memberikan peningkatan
kemampuan keuangan, melalui alih sumber pembiayaan pusat kepada daerah, dalam
rangka membiayai fungsi yang didesentralisasikan (Mahi, 2002 (c); Lewis, 2001 dan
2003, LPEM FE-UI, 2001). Penentuan sumber-sumber pembiayaan ke daerah dapat
dilakukan dengan berpegangan pada tax assigment. Lima prinsip utama dalam
menjalankan tax assigment dapat diuraikan sebagai berikut: Satu; Progressive
redistributive taxes should be centralize, pajak untuk kepentingan redistribusi
Universitas Sumatera Utara
pendapatan menjadi tanggung jawab pemerintah pusat Dua: Taxes suitable for
economic stabilization should be centralized, pajak untuk kepentingan stabilisasi
perekonomian sebaiknya dipungut oleh pemerintah pusat. Tiga; Unequal tax bases
among jurisdictions should be centralized. Misalnya pembebanan pajak terhadap
deposit sumber daya alam menjadi tanggungjawab pemerintah pusat untuk
menghindari geographical inequities dan menjaga allocative distortions.
Empat;Taxes on mobile factors of production should be centralized. Objek pajak
yang relatif tidak bergerak akan menjadi tanggungjawab pemerintah daerah. Artinya
bahwa pemerintah pada level yang lebih rendah akan menghindari objek pajak yang
mudah berpindah, karena pajak tersebut dapat mendistrosi aktivitas perekonomian.
Lima; Residence-based taxes, such as excise, should be levied by local authorities.
Hal ini dimungkinkan karena tidak ada potensi perpindahan antar daerah (Musgrave,
Mahi, 2005).

2.4 Pendapatan Asli Daerah (PAD)


Pendapatan Asli Daerah merupakan suatu pendapatan yang menunjukan
kemampuan suatu daerah dalam menghimpun sumbersumber dana untuk membiayai
pengeluaran rutin. Jadi dapat dikatakan bahwa Pendapatan Asli Daerah sebagai
pendapatan rutin dari usahausaha Pemerintah Daerah dalam memanfaatkan potensi-
potensi sumber keuangan daerahnya sehingga dapat mendukung pembiayaan
penyelenggaraan Pemerintah dan pembangunan daerah.
Universitas Sumatera Utara
Penerimaan Pendapatan Asli Daerah merupakan akumulasi dari Pos
Penerimaan Pajak yang berisi Pajak Daerah dan Pos Retribusi Daerah, Pos
Penerimaan Non Pajak yang berisi hasil perusahaan milik daerah, Pos Penerimaan
Investasi serta Pengelolaan Sumber Daya Alam. (Bastian, 2002)
Pendapatan Asli Daerah (PAD) merupakan semua penerimaan daerah yang
berasal dari sumber ekonomi asli daerah. Menurut Elita Dewi, dalam jurnalnya yang
membahas tentang identifikasi sumber pendapatan daerah, dijelaskan bahwa
identifikasi adalah pengenalan atau pembuktian sama, jadi identifikasi sumber
pendapatan asli daerah adalah : meneliti, menentukan dan menetapkan mana
sesungguhnya yang menjadi sumber pendapatan asli daerah 14 dengan cara meneliti
dan mengusahakan serta mengelola sumber pendapatan tersebut dengan benar
sehingga memberikan hasil yang maksimal.
Pemerintah Daerah supaya dapat mengurus rumah tangganya sendiri dengan
sebaik-baiknya, maka perlu diberikan sumber-sumber pembiayaan yang cukup.
Tetapi mengingat bahwa tidak semua sumber pembiayaan dapat diberikan kepada
daerah maka daerah diwajibkan untuk menggali segala sumber-sumber keuanganya
sendiri berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Sedangkan pendapatan asli daerah adalah pendapatan yang diperoleh dari
sumber-sumber pendapatan daerah dan dikelola sendiri oleh pemerintahan daerah.
Berdasarkan UU nomor 22 tahun 1999 pasal 79 disebutkan bahwa pendapatan asli
daerah terdiri dari :
a. Hasil pajak daerah
Universitas Sumatera Utara
b. Hasil retribusi daerah
c. Hasil perusahaan milik daerah, dan hasil pengelolaan milik daerah yang
dipisahkan.
d. Lain-lain pendapatan asli daerah yang sah
a. Pajak Daerah
Menurut Kaho pajak daerah adalah peralihan kekayaan dari pihak rakyat
kepada kas negara untuk membiayai pengeluaran rutin dan surplusnya digunakan
untuk Public Investment.
Pajak daerah adalah pungutan daerah menurut peraturan yang ditetapakan
sebagai badan hukum publik dalam rangka membiayai rumah tangganya. Dengan
kata lain pajak daerah adalah : pajak yang wewenang pungutannya ada pada daerah.
b. Retribusi Daerah
Rochmat Sumitra mengatakan bahwa retribusi adalah pembayaran kepada
negara yang dilakukan kepada mereka yang menggunakan jasa-jasa negara, artinya
retribusi daerah sebagai pembayaran atas pemakain jasa atau kerena 15 mendapat
pekerjaan usaha atau milik daerah bagi yang berkepentingan atau jasa yang diberikan
oleh daerah, baik secara langsung maupun tidak langsung. Oleh karena itu setiap
pungutan yang dilakukan oleh pemerintah daerah senantiasa berdasarkan prestasi dan
jasa yang diberikan kepada masyarakat, sehingga keluasaan retribusi daerah terletak
pada yang dapat dinikmati oleh masyarakat. Jadi retribusi sangat berhubungan erat
dengan jasa layanan yang diberikan pemerintah kepada yang membutuhkan.

Universitas Sumatera Utara


Disamping itu menurut Kaho, ada beberapa ciri-ciri retribusi yaitu :
1. Retibusi dipungut oleh negara
2. Dalam pungutan terdapat pemaksaan secara ekonomis
3. Adanya kontra prestasi yang secara langsung dapat ditunjuk
4. Retribusi yang dikenakan kepada setiap orang / badan yang menggunakan /
mengenyam jasa-jasa yang disediakan oleh negara.
Dari uraian diatas dapat kita lihat pengelompokan retribusi yang meliputi :
1. Retribusi jasa umum, yaitu : retribusi atas jasa yang disediakan atau diberikan
oleh pemerintah daerah untuk tujuan kepentingan umum serta dapat dinikmati
oleh orang pribadi atau badan.
2. Retribusi jasa usaha, yaitu : retribusi atas jasa yang disediakan oleh Pemda
dengan menganut prinsip komersial karena pada dasarnya disediakan oleh
sektor swasta.
c. Perusahaan Daerah
Dalam usaha menggali sumber pendapatan daerah dapat dilakukan dengan
berbagai cara, selama tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan 16
yang berlaku. Salah satu sumber pendapatan asli daerah yang sangat penting dan
perlu mendapat perhatian khusus adalah perusahaan daerah.
1. Perusahaan Daerah adalah kesatuan produksi yang bersifat :
a. Memberi jasa
b. Menyelenggarakan pemanfaatan umum
c. Memupuk pendapatan
Universitas Sumatera Utara
2. Tujuan perusahaan daerah untuk turut serta melaksanakan pembangunan
daerah khususnya dan pembangunan kebutuhan rakyat dengan
menggutamakan industrialisasi dan ketentraman serta ketenangan kerja
menuju masyarakat yang adil dan makmur.
3. Perusahaan daerah bergerak dalam lapangan yang sesuai dengan urusan
rumah tangganya menurut perundang-undangan yang mengatur pokok-pokok
pemerintahan daerah.
4. Cabang-cabang produksi yang penting bagi daerah dan mengusai hajat hidup
orang banyak di daerah, yang modal untuk seluruhnya merupakan kekayaan
daerah yang dipisahkan.
d. Pendapatan Asli Daerah Yang Sah
Pendapatan asli daerah tidak seluruhnya memiliki kesamaan, terdapat pula
sumber-sumber pendapatan lainnya, yaitu penerimaan lain-lain yang sah, menurut
Devas bahwa : kelompok penerimaan lain-lain dalam pendapatan daerah Tingkat II
mencakup berbagai penerimaan kecil-kecil, seperti hasil penjualan alat berat dan
bahan jasa. Penerimaan dari swasta, bunga simpanan giro dan Bank serta 17
penerimaan dari denda kontraktor. Namun walaupun demikian sumber penerimaan
daerah sangt bergantung pada potensi daerah itu sendiri.

2.5 Bagi Hasil Pajak dan Bukan Pajak


Batasan mengenai definisi pajak dikemukakan oleh : (Munawir,2000), pajak
adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan Undang-Undang yang dapat
Universitas Sumatera Utara
dipaksakan dengan tidak mendapat jasa timbal balik (tagen presties) yang langsung
dapat ditunjuk dan digunakan untuk membiayai pengeluaran umum (publieke
uitgiven). Pajak adalah iuran wajib berupa uang atau barang yang dipungut oleh
penguasa berdasarkan norma-norma hukum guna menutup biaya produksi barang-
barang dan jasa dalam mencapai kesejahteraan umum.
Pajak adalah kewajiban menyerahkan sebagian dari kekayaan kepada Negara
disebabkan suatu keadaan, kejadian dan perbuatan yang memberikan kedudukan
tertentu tetapi bukan sebagai hukuman, menurut peraturan-peraturan yang ditetapkan
pemerintah serta dapat dipaksakan, tetapi tidak ada jasa balik dari Negara secara
langsung, untuk memelihara kesejahteraan umum. Dari beberapa definisi tentang
pajak tersebut,dapat disimpulkan pajak adalah merupakan iuran atau kewajiban yang
ditarik pemerintah yang dapat dipaksakan dimana tidak ada timbale jasa secara
langsung kepada pembayarnya untuk memelihara kesejahteraan umum.
Unsur adalah sesuatu yang harus ada supaya sesuatu itu ada. Ciri adalah apa
yang tampak dari luar kepada kita melalui panca indera.maka dapat disebutkan unsur-
unsur dan ciri-ciri pajak adalah (Rochmat Soemitro, 2000)
Unsur-unsur pajak adalah :
1. Adanya penguasaan pemungut pajak
2. Adanya subjek pajak
3. Adanya objek pajak
4. Adanya masyarakat atau kepentingan umum
5. Adanya surat ketetapan pajak (SKP)
Universitas Sumatera Utara
6. Adanya Undang-Undang pajak yang mendasari
Ciri-ciri pajak adalah :
1. Pajak merupakan peralihan kekayaan dari perseorangan atau badan ke dalam
kas negara.
2. Tanpa imbalan langsung yang dapat ditujukan dalam pembayaran pajak secara
individu
3. Dapat dipaksakan
4. Pemungutannya berulang-ulang atau sekaligus
5. Digunakan untuk membiayai pengeluaran Pemerintah baik pengeluaran rutin
maupun pengeluaran pembangunan
6. Pemungutannya dapat dilakukan secara langsung maupun tidak langsung
7. Dapat digunakan sebagai alat pendorong atau penghambat
8. Sebagai alat untuk mencapai tujuan tertentu diluar bidang keuangan, termasuk
kebijakan yang lazimnya disebut kebijakan fiscal
9. Untuk dimasukan ke dalam kas Negara
Dalam hukum pajak terdapat pembagian jenis-jenis pajak yang dibagi dalam
berbagai kelompok pajak. Cara pengelompokan pajak didasarkan atas sifat-sifat
tertentu yang terdapat dalam masingmasing pajak atau didasarkan pada ciri-ciri
tertentu pada setiap pajak. Sifat atau ciri-ciri tertentu yang bersamaan dari setiap
pajak dimasukan dalam suatu kelompok sehingga terjadilah pengelompokan atau
pembagian (Munawir, 2000).

Universitas Sumatera Utara


1. Pengelompokan pajak menurut golongannya
a. Pajak Langsung. Yaitu pajak yang bebannya harus dipikul sendiri oleh wajib
pajak yang bersangkutan, tidak boleh dilimpahkan kepada orang lain, atau
menurut pengertian administrasif pajak yang dikenaan secara periodik/
berkala dengan menggunakan kohir. Kohir adalah surat ketetapan pajak
dimana wajib pajak tercatat sebagai pembayar pajak dengan jumlah pajaknya
yang terhutang, yang merupakan dasar dari penagihan. Misalnya : pajak
penghasilan.
b. Pajak Tidak Langsung. Yaitu pajak yang oleh si penanggung dapat
dilimpahkan kepada orang lain, atau menurut pengertian administratif pajak
yang dapat dipungut tidak dengan kohir dan pengenaanya tidak secara
langsung periodik tergantung ada tidaknya peristiwa atau hal yang
menyebabkan dikenakannya pajak, misalnya : pajak penjualan, pajak
pertambahan nilai barang dan jasa.
2. Pengelompokan pajak menurut sifat-sifatnya
a. Pajak Subjektif. Adalah wajib pajak yang memperhatikan pribadi wajib pajak,
pemungutannya berpengaruh pada subjeknya, keadaan pribadi wajib pajak
dapat mempengaruhi besar kecilnya pajak yang harus dibayar.
b. Pajak Objektif. Adalah pajak yang tidak memperhatikan wajib pajak, tidak
memandang siapa pemilik atau keadaan wajib pajak, yang dikenaan atas
objeknya.

Universitas Sumatera Utara


3. Pengelompokan pajak menurut wewenang pemungutannya
a. Pajak Pusat. Adalah pajak yang dipungut oleh Pemerintah Pusat yang
penyelenggaraannya di daerah dilakukan oleh inspeksi pajak setempat dan
hasilnya digunakan untuk pembiayaan rumah tangga negara pada umumnya Yang
termasuk dalam pajak yang dipungut oleh Pemerintah pusat adalah:
1) Pajak yang dikelola oleh inspektorat jendral pajak, misalnya: Pajak
Penghasilan, pajak kekayaan, pajak pertambahan nilai barang dan jasa, pajak
penjualan barang mewah, bea materai, IPEDA, bea lelang.
2) Pajak yang dikelola direktorat moneter, misalnya : pajak minyak bumi.
3) Pajak yang dikelola direktorat jendral bea cukai, misalnya : bea masuk, pajak
eksport.
4) Pajak Daerah. Adalah pajak yang dipungut oleh Daerah beradasarkan
peraturanperaturan pajak yang ditetapkan oleh Daerah untuk kepentingan
pembiayaan rumah tangga di daerahnya, misalnya : pajak radio,pajak
tontonan.Fungsi pajak pada umumnya dibagi menjadi 2 yaitu : (Munawir,
2000) a. Fungsi Budgeter (penerimaan negara) Fungsi Budgeter dari pajak
berarti bahwa pungutan pajak oleh Negara dilakukan untuk menutup
pembiayaan penyelenggaraan pemerintah baik rutin maupun pembangunan.
Sesuai dengan anggaran pengeluaran rutin dan pembangunan setiap tahun,
maka biaya tersebut sedapat mungkin bisa ditutup dengan penerimaan pajak
yang dikumpulkan dari masyarakat berdasarkan peraturan perundangundang
yang berlaku.
Universitas Sumatera Utara
b. Fungsi Regulereend (pengatur). Menurut fungsi ini pajak digunakan sebagai alat
pengatur kebijakan ekonomidan sosial misalnya tingginya tingkat inflasi akan
dapat ditekan Pemerintah dengan menaikan pajak penghasilan.
Dalam pengenaan pajak Adam Smith telah mengajukan beberapa prinsip,
yang dikenal dengan Smith Canon?s yaitu : (Suparmoko, 2000).
a. Prinsip kesamaan /keadilan (Equity). Artinya pajak harus disesuaikan dengan
kemampuan relatif dari setiap wajib pajak. Perbedaan dalam tingkat
penghasilan harus digunakan sebagai dasar distribusi pembenaan pajak,
sehingga bukan pajak dalam arti uang tetapi beban riil dalam arti kepuasan
yang hilang.
b. Prinsip kepastian (Certanty). Artinya pajak hendaknya tegas, jelas dan pasti
bagi setiap wajib pajak sehingga mudah dimengerti dan memudahkan
administrasi sendiri.
c. Prinsip kecocokan (Convenience).Artinya pajak jangan sampai terlalu
menekan wajib pajak, sehingga wajib pajak akan dengan suka rela dan senang
hati melakukan pembayaran pajak kepada pemerintah.
d. Prinsip ekonomi (Economy). Artinya pajak hendaknya menimbulkan kerugian
yang minimal dalam arti jangan sampai biaya pemungutannya lebih besar dari
pada jumlah penerimaan pajak.
Smith Canon?s ini masih dilengkapi oleh sarjana lain dengan prinsip satu lagi
yaitua prinsip ketepatan (adequase) artinya pajak hendaknya dipungut tepat pada
waktunya atau jangan sampai mempersulit posisi anggaran belanja pemerinta.
Universitas Sumatera Utara
Agar pemungutan pajak negara maupun pajak daerah tidak menimbulkan
hambatan atau perlawanan maka pajak harus memenuhi syarat-syarat sebagai
berikut : (Munawir, 2000)
a. Syarat keadilan. Adil yang dimaksud adalah adil yang bersifat
horizontal dan adil yang bersifat vertikal. Adil yang bersifat horisontal
adalah orang atau wajib pajak yang kondisinya sama haruslah
memikul beban pajak yang sama pula. Sedangkan adil yang bersifat
vertikal adalah orang atau wajib pajak yang kondisinya berbeda
haruslah memikul beban pajak yang berbeda pula.
b. Syarat yuridis (berdasarkan Undang-Undang). Pengungutan pajak
haruslah mengacu pada hukum pajak yang berlaku sehingga dapat
memberikan jaminan atau kepastian hukum yang perlu untuk
menyatakan keadilan yang tegas, baik untuk negara atau untuk warga
negaranya. Seperti yang diatur dalam UUD 1945 pasal 23 ayat 2 yang
menyatakan bahwa : ? pengenaan pajak dan pemungutan pajak
(termasuk bea dan cukai ) untuk keperluan negara hanya boleh terjadi
berdasarkan Undang-Undang ?.
c. Syarat ekonomi. Pemungutan pajak dan kebijakasanaan pajak
diusahakan jangan sampai mengganggu keseimbangan perekonomian.
Bahkan sebaliknya dengan adanya pajak maka perekoomian harus
menjadi lebih baik. Hal ini tidak terlepas dari fungsi pajak sebagai
pengatur perekonomian.
Universitas Sumatera Utara
d. Syarat finansial. Pemungutan pajak sedapat mungkin cukup untuk
menutup sebagian dari pengeluaran-pengeluaran negara sesuai dengan
fungsinya yaitu sebagai sumber keuangan negara (fungsi budgetair).
Oleh karena itu untuk melaksanakan pemungutan pajak hendaknya
tidak memakan biaya pemungutan yang besar.
e. Sistem pemungutan pajak harus sederhana. Untuk mencapai efisiensi
pemungutan pajak serta untuk memudahkan wajib pajak dalam
menghitung dan memperhitungkan pajaknya maka harus diterapkan
sistem pemungutan pajak yang sederhana dan mudah dilaksanakan
sehingga masyarakat tidak terganggu dengan permasalahan pajak yang
sulit.

2.6 Dana Alokasi Umum (DAU)


Dana Alokasi Umum adalah dana yang berasal dari APBN yang dialokasikan
dengan tujuan pemerataan kemampuan keuangan antar daerah untuk membiayai
kebutuhan pembelanjaan. Adapun cara menghitung DAU menurut ketentuan adalah
sebagai berikut:
a. Dana Alokasi umum (DAU) ditetapkan sekurang-kurangnya 25% dari
penerimaan dalam negeri yang ditetapkan dalam APBN.
b. Dana Alokasi umum (DAU) untuk daerah propinsi dan untuk daerah
kabupaten/kota ditetapkan masing-masing 10% dan 90% dari dana alokasi
umum sebagaimana ditetapkan diatas.
Universitas Sumatera Utara
c. Dana Alokasi umum (DAU) untuk suatu daerah kabupaten/kota tertentu
ditetapkan berdasarkan perkalian jumlah dana alokasi umum untuk
daerah/kabupaten yang ditetapkan APBN dengan porsi daerah kabupaten/kota
yang bersangkutan.
d. Porsi daerah kabupaten/kota sebagaimana dimaksud di atas merupakan
proporsi bobot daerah kabupaten/kota di seluruh Indonesia. (Prakosa, 2004)
Sejak akhir dekade 1950-an, dalam literature ekonomi dan keuangan daerah,
hubungan pendapatan dan belanja daerah didiskusikan secara luas, serta berbagai
hipotesis tentang hubungan ini diuji secara empiris. Seperti yang dinyatakan oleh
Holtz-Eakin et al (1985), yang dikutip oleh Maemunah (2006), 18 bahwa terdapat
keterkaitan sangat erat antara transfer dari Pempus dengan belanja pemerintah daerah.
Analisisnya menggunakan model maximizing under uncertainty of intertemporal
utility function dengan menggunakan data runtun waktu selam tahun 1934-1991
untuk mengetahui seberapa jauh pengeluaran daerah dapat dirasionalkan melalui
suatu model.
Dengan diberlakukannya Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang
Pemerintahan Daerah dan Undang-undang Nomor 25 Tahun 1999 tentang
Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah yang dimulai sejak 1
Januari 2001, maka Pemerintah Daerah diberi kewenangan yang lebih luas, nyata,
dan bertanggung jawab untuk mengatur dan mengelola daerahnya sendiri.
Dalam menjalankan tugasnya sebagai daerah otonom, Pemerintah Daerah
sangat bergantung pada dana perimbangan dari Pemerintah Pusat berupa bagi hasil
Universitas Sumatera Utara
pajak, baga hasil SDA, Dana Alokasi Umum (DAU) dan Dana Alokasi Khusus
(DAK). Dana Alokasi Umum yang merupakan penyangga utama pembiayaan APBD
sebagian besar terserap untuk belanja pegawai, sehingga belanja untuk proyek-proyek
pembangunan menjadi sangat berkurang.
Kendala utama yang dihadapi Pemerintah Daerah dalam melaksanakan
otonomi daerah adalah minimnya pendapatan yang bersumber dari Pendapatan Asli
Daerah (PAD). Proporsi PAD yang rendah, di lain pihak, juga menyebabkan
Pemerintah Daerah memiliki derajat kebebasan rendah dalam mengelola keuangan
daerah. Sebagian besar pengeluaran, baik rutin maupun pembangunan, dibiayai dari
dana perimbangan, terutama dana alokasi umum. Alternatif jangka pendek
peningkatan penerimaan Pemerintah Daerah adalah menggali dari PAD. 19 Pungutan
pajak dan retribusi daerah yang berlebihan dalam jangka pendek dapat meningkatkan
PAD, namun dalam jangka panjang dapat menurunkan kegiatan perekonomian, yang
pada akhirnya akan menyebabkan menurunnya PAD. (Brahmantio, 2002). Berikut
adalah formulasi yang digunakan untuk menghitung besarnya DAU suatu daerah:
Tabel 2.1. Formulasi Untuk Menghitung Besarnya DAU

Besarnya DAU DAU Untuk Propinsi DAU Untuk Kabupaten/Kota


25% x PDN APBN 10% x 25 % PDN APBN

90% x 25% x PDN APBN

DAU Suatu Provinsi =


opinsiutkxDAU
Indonesiadipropinsiseluruhbobot
bersangkuygpropinsibobot
Pr
tan

Universitas Sumatera Utara


DAU Suatu Kabupaten =
kotaKabutkxDAU
Indonesiaikabupatendseluruhbobot
bersangkuygkabupatenbobot
/
tan

Sumber: UU No. 25 Tahun 1999


Dalam UU No.32/2004 disebutkan bahwa untuk pelaksanaan kewenangan
Pemda, Pempus akan mentransfer Dana Perimbangan yang terdiri dari Dana Alokasi
Umum (DAU), Dana Alokasi Khusus (DAK), dan bagian daerah dari Dana Bagi
Hasil yang terdiri dari pajak dan sumber daya alam. Disamping dana 20 perimbangan
tersebut, pemda mempunyai sumber pendanaan sendiri berupa Pendapatan Asli
Daerah (PAD), pembiayaan, dan lain-lain pendapatan. Kebijakan penggunaan semua
dana tersebut diserahkan kepada pemerintah daerah. Seharusnya dana transfer dari
Pempus diharapkan digunakan secara efektif dan efisien oleh Pemda untuk
meningkatkan pelayanannya kepada masyarakat. Kebijakan penggunaan dana
tersebut sudah seharusnya pula secara transparan dan akuntabel.
Namun, pada praktiknya, transfer dari Pempus merupakan sumber pendanaan
utama Pemda untuk membiayai operasi utamanya sehari-hari, yang oleh Pemda
?dilaporkan? di perhitungan APBD. Tujuan dari transfer ini adalah untuk mengurangi
(kalau tidak mungkin menghilangkan) kesenjangan fiskal antar pemerintah dan
menjamin tercapainya standar pelayanan publik minimum di seluruh negeri. Hal ini
seperti disebutkan oleh Simanjuntak dalam Sidik et al, 2002.

Universitas Sumatera Utara


2.7 Pertumbuhan Ekonomi
Menurut Kuznets, pertumbuhan ekonomi adalah kenaikan kapasitas dalam
jangka panjang dari negara yang bersangkutan untuk menyediakan berbagai barang
ekonomi kepada penduduknya. Kenaikan kapasitas itu sendiri ditentukan atau
dimungkinkan oleh adanya kemajuan atau penyesuaian-penyesuaian teknologi,
institusional (kelembagaan), dan idiologis terhadap berbagai tuntutan keadaan yang
ada (Smith dan Todaro, 2004).
Menurut pandangan ekonomi klasik, Adam Smith, David Ricardo, Thomas
Robert Malthus dan John Struart Mill, maupun ekonom neoklasik, Robert Solow dan
Trevor Swan, mengemukakan bahwa pada dasarnya ada empat faktor yang
mempengaruhi pertumbuhan ekonomi yaitu (1) jumlah penduduk, (2) Jumlah stok
barang modal, (3) luas tanah dan kekayaan alam, dan (4) tingkat teknologi. Suatu
perekonomian dikatakan mengalami pertumbuhan atau berkembang apabila tingkat
kegiatan ekonomi lebih tinggi dari pada apa yang dicapai pada masa sebelumnya.
Artinya perkembangan baru tercipta apabila jumlah barang dan jasa yang dihasilkan
dalam perekonomian tersebut menjadi bertambah besar pada tahun-tahun berikutnya
Smith dan Todaro (2004) mengatakan bahwa ada tiga faktor atau komponen
utama dalam pertumbuhan ekonomi dari setiap bangsa. Ketiga faktor tersebut adalah;
pertama akumulasi modal, yang meliputi semua bentuk atau jenis investasi baru yang
ditanamkan pada tanah, perlatan fisik, dan modal atau sumber daya manusia. Kedua,
pertumbuhan penduduk, yang pada akhirnya akan memperbanyak jumlah angkatan
kerja. Ketiga, Kemajuan teknologi yang bagi kebanyakan ekonom merupakan sumber
Universitas Sumatera Utara
pertumbuhan ekonomi yang paling penting. Ada tiga klasifikasi kemajuan teknologi
yaitu; kemajuan teknologi yang bersifat netral, kemajuan teknologi yang hemat
tenaga kerja, dan kemajuan teknologi yang hemat modal. Peranan investasi terhadap
pertumbuhan ekonomi dapat dijelaskan dengan menggunakan teori
pertumbuhan(Todaro dan Smith 2004,), antara lain :
Teori pertumbuhan Harrod-Domar, teori ini menyatakan bahwa agar bisa
tumbuh dengan cepat, maka setiap perekonomian harus menginvestasikan sebanyak
mungkin bagian dari pendapatan nasionalnya., dengan model persamaan sebagai
berikut :
1. Tabungan (S) adalah bagian dalam jumlah tertentu, atau s, dari pendapatan
nasional (Y). Oleh karena itu, dapat ditulis dalam bentuk persamaan sederhana:
sYS = (2.1)
2. Investasi neto (I) didefenisikan sebagai perubahan dari stok modal (K) yang dapat
diwakili oleh K? , sehingga persamaan tersebut ditulis sebagai berikut:
KI ?= (2.2)
Akan tetapi, karena jumlah stok modal, K mempunyai hubungan langsung dengan
jumlah pendapatan nasional atau output, Y, seperti yang ditunjukkan oleh rasio
modal-output, k, maka:
k
Y
K
= atau k
Y
K
=
?
?

YkK ?=? (2.3)


Universitas Sumatera Utara
3. Mengingat tabungan nasional neto (S) harus sama dengan investasi neto(I), maka
persamaan berikutnya dapat ditulus sebagai berikut:
IS = (2.4)
YkKI ?=?=
IKYksYS =?=?== (2.5)
YksY ?= (2.6)
k
s
Y
Y
=
?
(2.7)
Teori pertumbuhan Neo-Klasik Solow, model pertumbuhan Neo-Klasik
Solow (Solow neoclassical growth model) merupakan pilar yang sangat mewarnai
teori pertumbuhan Neo-Klasik. Model ini menyatakan bahwa secara kondisional,
perekonomian berbagai negara akan bertemu (converge) pada tingkat pendapatan
yang sama., dengan syarat bahwa negara-negara tersebut mempunyai tingkat
tabungan, depresiasi, pertumbuhan angkatan kerja, dan pertumbuhan produktivitas
yang sama.
Konsep tersebut dituliskan oleh Solow, yang menjadi salah satu karya klasik
dalam literatur pertumbuhan ekonomi. Solow memasukkan faktor produksi modal
(capital) dan tenaga kerja (labour) sebagai sumber pertumbuhan. Model pertumbuhan
yang dikembangkan Solow memakai fungsi produksi agregat standar, yakni:
(2.8)
?? ?
=
1
)(ALKY
Universitas Sumatera Utara
Di mana Y adalah produk domestik bruto, K adalah stok modal fisik dan modal
manusia dan A adalah produktivitas tenaga kerja, yang pertumbuhannya ditentukan
secara eksogen.
()1,// LKfLY = atau ( )kfy = (2.9)
?
AkY = (2.10)
Teori pertumbuhan endogen atau teori pertumbuhan baru (new growth theory,
teori ini memberikan kerangka teoritis untuk menganalisis pertumbuhan endogen,
yaitu pertumbuhan GNP yang persistem, yang ditentukan oleh sistem yang mengatur
proses produksi dan bukan oleh kekuatan-kekuatan di luar sistem. Teori pertumbuhan
endogen berupaya menjelaskan skala hasil yang semakin meningkat dan pola
pertumbuhan jangka panjang yang berbeda-beda antar negara.
Aspek yang paling menarik dari model ini adalah, membantu menjelaskan
keanehan aliran modal internasional yang memperparah ketimpangan negara maju
dangan negara berkembang dikarenakan rendahnya tingkat investasi komplementer
dalam sumber daya manusia (pendidikan), infrastruktur, atau riset dan
pengembangan.
Untuk menggambarkan pendekatan pertumbuhan endogen, akan dibahas
model pertumbuhan endogen Romer, yang mengasumsikan bahwa proses
pertumbuhan berasal dari tingkat perusahaan atau industri:
?
??
KLAKY
iii
?
=
1
(2.9)
??? ?+
=
1
LAKY (2.10)
Universitas Sumatera Utara
Diasumsikan A bersifat konstan dan bukan meningkat sepanjang waktu, sehingga
tidak terdapat kemajuan teknologi.
[]??? +?=? 1/ng (2.11)
Di mana g adalah tingkat pertumbuhan output dan n adalah tingkat pertumbuhan
populasi, ;0>? sehingga g-n>0 dan Y/L tumbuh.

2.8 Penelitian Sebelumnya


Lin dan Liu (2000) menemukan hal yang serupa, dengan menggunakan
metode Mankiw, Romer, and Weil (MRW), kedua peneliti ini membuktikan bahwa
desentralisasi fiskal memberikan dampak positif dan signifikan terhadap
pertumbuhan ekonomi melalui perbaikan efisiensi alokasi sumber penerimaan.
Mereka juga menambahkan bahwa reformasi pedesaan,stok kapital dan sektor swasta
menjadi kunci menggerakkan kemajuan Cina dalam dua puluh tahun terakhir.
Sakata dan Akai (2004) melakukan penelitian di 50 negara bagian di Amerika
Serikat, indikator desentralisasi fiskal diukur dari rasio penerimaan daerah terhadap
negara bagian; rasio pengeluaran daerah dibandingkan dengan pengeluaran negara
bagian; rasio pajak daerah terhadap penerimaan daerah dan penerimaan produksi
yang diukur dari bagi hasil. Mereka menemukan hubungan yang positif dan
signifikan antara desentralisasi fiskal dan pertumbuhan ekonomi.
Zou dan Jin (2005) menggunakan data panel untuk 30 provinsi di Cina untuk
melihat pengaruh desentralisasi fiskal terhadap pertumbuhan ekonomi untuk dua fase
Universitas Sumatera Utara
yaitu sebelum desentralisasi fiskal periode 1979-1993 dan setelah desentralisasi fiskal
1994-1999, bahwa pada fase pertama, pertumbuhan ekonomi propinsi mempunyai
hubungan negatif terhadap pengeluaran dan hubungan positif terhadap penerimaan.
Pada fase kedua, pertumbuhan ekonomi propinsi menunjukkan hubungan tidak
signifikan terhadap pengeluaran dan hubungan positif dan signifikan terhadap
penerimaan..
Indraswanti (2002), melakukan studi mengenai kebijakan fiskal dan
pertumbuhan ekonomi di Indonesia menggunakan data panel dari 26 propinsi periode
waktu 1983-1999, alat analisis yang digunakan adalah EBA (Extreme Baounds
Analysis) dan Generalized Least Square (GLS), ditemukan bahwa kebijakan fiskal
mempunyai pengaruh positif yang kuat.
Waluyo, 2007 mengatakan bahwa setelah desentralisasi fiskal pertumbuhan
ekonomi makin tinggi pada daerah pusat bisnis dan kaya sumber daya alam
sedangkan ketimpangan daerah berada pada daerah-daerah seperti jawa, Kawasan
Timur Indonesia (KTI) serta Kawasan Barat Indonesia (KBI). Hal ini disebabkan oleh
adanya endowment factor yang berbeda-beda dari setiap daerah di Indonesia sehingga
peningkatan pendapatan asli domestik bruto (PDRB) juga terpengaruh.
Harison F. Sirumapea (2007), melakukan penelitian dampak desentralisasi
terhadapp pertumbuhan ekonomi Kabupaten/kota se Sumatera Utara periode waktu
2001-2004 dengan hasil bahwa desentralisasi fiskal mempunyai pengaruh positif dan
signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi serta faktor populasi penduduk juga
mempunyai mempengaruhi positif dan signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi
Universitas Sumatera Utara
dilihat dari produksi dan konsumsi. Alat analisis yang digunakan Generalized Least
Square (GLS),
Siti Aisyah (2003) dalam penelitian Peranan sektor Publik Lokal dalam
pertumbuhan Ekonomi Regional Wilayah Surakarta (1987-2000) dengan Variabel
indenpenden yaitu Investasi Pemerintah Daerah, Konsumsi Pemerintah daerah,
Penerimaan pemerintah Daerah dan laju angkatan kerja. Sedangkan variabel
dependen adalah Pertumbuhan Ekonomi regional. Penelitian ini menghasilkan bahwa
Investasi pemerintah berpengaruh positif dan signifikan sedangkan variabel konsumsi
pemerintah dan tenaga kerja memberikan kontribusi yng positif tetapi tidak signifikan
terhadap pertumbuhan ekonomi regional. Disisi lain penerimaan pemerintah
memberikan efek negatif.
Penelitian L. Jay Helms (1985) dengan menggunakan data panel lintas negara
menunjukkan bahwa kenaikan pajak pusat dan pajak daerah berdampak
memperlambat pertumbuhan ekonomi daerah, jika penerimaan pajak digunakan
sebagai dana perimbangan pusat-daerah. Hasil penelitian ini juga mengindikasikan
bahwa pemanfaatan dana perimbangan untuk penyediaan barang publik akan
berdampak terhadap kualitas barang publik lokal. Kesimpulan yang didapat
menunjukkan bahwa pemberian insentif dana perimbangan berdasarkan pengeluaran
lebih baik daripada berdasarkan penerimaan pajak. Penelitian Jutting et all (2004)
dengan menggunakan data lintas negara menunjukkan bahwa hubungan antara
desentalisasi fiskal dengan pemberantasan kemiskinan bersifat umbigous. Pada
beberapa negara miskin kualitas institusi dan adanya konflik politik menyebabkan 5
Universitas Sumatera Utara
kebijakan pemberantasan kemiskinan tidak mencapai sasaran. Dampak kemiskinan
terhadap desentralisasi tergantung oleh kualitas infrastruktur sebuah negara, hal ini
berdampak terhadap kapasitas dan kemampuan pengambil kebijakan untuk
mencurahkan perhatian terhadap pemberantasan kemiskinan.

2.9 Kerangka Pemikiran

Dana Alokasi Umum

2.10 Hipotesis
Berdasarkan landasan teori yang digunakan maka dapat dirumuskan hipotesis
yaitu:
1) Pendapatan Asli Daerah diduga berpengaruh negatif Terhadap Pertumbuhan
Ekonomi (PDRB) Kabupaten Dairi, ceteris paribus
Bagi Hasil Pajak dan Bukan
Pajak
Pertumbuhan Ekonomi (PDRB)
Kabupaten Dairi
Pendapatan Asli Daerah

PDRBt-1
Universitas Sumatera Utara
2) Pendapatan Dana Lokasi Umum, diduga berpengaruh positif Terhadap
Pertumbuhan Ekonomi (PDRB) Kabupaten Dairi, ceteris paribus
3) Bagi Hasil Pajak dan Bukan Pajak, berpengaruh positif Terhadap
Pertumbuhan Ekonomi (PDRB) Kabupaten Dairi, ceteris paribus
4) PDRBt-1 berpengaruh positif Terhadap Pertumbuhan Ekonomi (PDRB)
Kabupaten Dairi, ceteris paribus.
Universitas Sumatera Utara
HUBUNGAN KEUANGAN PEMERINTAH PUSAT DAERAH

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Sejauh ini pembicaraan kita mengenai keuangan negara dan kebijakan fiskal selalu dihubungkan
dengan satu tingkat pemerintahan namun belum jelas tingkat pemerintahan yang mana. Kita harus tidak
membatasi diri seperti itu, karena sesungguhnya tingkat pemerintahan itu dibedakan menjadi pemerintah pusat
dan pemerintah daerah tingkat 1satu dan pemerintah daerah tingkat dua. Daerah tingkat satu disebut dengan
propinsi dan daerah tingkat dua disebut dengan kotamadya dan kabupaten. Setiap wilayah kabupaten dibagi
menjadi kecamatan-kecamatan, dan setiap wilayah kecamatan dibagi lagi menjadi desa-desa.
Mengenai penyediaan barang-barang dan jasa-jasa sosial/publik perlu dipertanyakan apakah harus
disediakan oleh pemerintah pusat
(sentralisasi) ataukah diserahkan kepada pemerintah daerah masing-masing (desentralisasi). Beberapa barang
publik memiliki manfaat yang sangat luas bahkan bersifat nasional (seperti pertahanan nasional, penelitian,
pemasangan satelit, dan sebagainya), sedangkan di lain pihak terdapat manfaat dari barang dan jasa publik yang
sangat terbatas penyebarannya (seperti penerangan jalan, mobil pemadam kebakaran, dan sebagainya), sehingga
kelompok penerima manfaat juga terbatas pada penduduk di suatu daerah yang terbatas.oleh karena itu jasa
publik tertentu seyogyanya diusahakan secara desentralisasi dan biayanya ditanggung oleh penduduk daerah
yang bersangkutan.

Hubungan keuangan antar pemerintah (inter-govermenmental fiscal relations) menunjuk pada


hubungan keuangan antar berbagai tingkatan pemerintah dalam suatu negara yang erat kaitannya dengan
distribusi pendapatan negara dan pola pengeluarannya termasuk dalam kekuasaan.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana transfer pemerintah pusat ke pemerintah daerah ?
2. Berapa besarnya transfer pemerintah pusat kepada pemerintah daerah ?
3. Bagaimana bantuan pemerintah dan pembangunan daerah yang seimbang ?
4. Apakah bantuan pusat “Tax Effort” dan “Fiscal Need” ?

C. TUJUAN PENULIHAN
1. Agar pembaca dapat memahami tentang “Hubungan Keuangan Pemerintah Pusat Dan Pemerintah Daerah”.
2. Agar pembaca dapat mengetahui apa saja yang ada dalam hubungan keuangan pemerintah.
3. Agar pembaca dapat mengetahui sistem keuangan pemerintah dalam hubungannya antara pusat dan daerah.
4. Agar pembaca memahami devinisi sentralisasi dan desentralisasi.
D. MANFAAT MAKALAH
Makalah ini diharapkan menjadi salah satu sumber pengetahuan khususnya bagi penulis dan umumnya
bagi para pembaca dan masyarakat.
Diharapkan pula setelah membaca makalah ini pembaca dapat memahami dan dapat lebih jauh
mengetahui tentang “Hubungan Keuangan Pemerintah Pusat Dan Daerah”.

BAB II
PEMBAHASAN

A. Dasar Teori
1. Pengertian Dan Tujuan Perimbangan Keuangan Pusat Dan Daerah
Menurut UU Nomor 33 tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah yang dimaksud
dengan Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah adalah suatu sistem
pembagian keuangan yang adil, proporsional, demokratis, transparan, dan efisien dalam rangka pendanaan
penyelenggaraan desentralisasi, dengan mempertimbangkan potensi, kondisi, dan kebutuhan daerah, serta
besaran pendanaan penyelenggaraan dekonsentrasi dan tugas pembantuan.
Pada dasarnya pelaksanaan perimbangan keuangan pusat dan daerah merupakan amanat UUD 1945 yaitu
diselenggarakannya otonomi seluas-luasnya dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia. Kemudian
secara ekspisit tertuang dalam Pasal 18A ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945 yang mengamanatkan agar hubungan keuangan, pelayanan umum, serta pemanfaatan sumber daya alam
dan sumber daya lainnya antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah diatur dan dilaksanakan secara adil
dan selaras berdasarkan Undang-Undang. Dengan demikian, Pasal ini merupakan landasan filosofis dan
landasan konstitusional pembentukan Undang-Undang tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat
dan Pemerintahan Daerah.

Lebih lanjut Pendanaan dalam perimbangan keuangan pusat dan daerah tersebut menganut prinsip money
follows function, yang mengandung makna bahwa pendanaan mengikuti fungsi pemerintahan yang menjadi
kewajiban dan tanggung jawab masing-masing tingkat pemerintahan.
Dalam UU No 33 tahun 2004 beberapa istilah yang penting adalah Daerah otonom adalah kesatuan
masyarakat hukum yang mempunyai batas-batas wilayah yang berwenang mengatur dan mengurus urusan
pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat
dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Sentralisasi adalah pengaturan kewenangan dari pemerintah daerah kepada pemerintah pusat untuk
mengurusi urusan rumah tangganya sendiri berdasarkan prakarsa dan aspirasi dari rakyatnya dalam kerangka
negara kesatuan Republik Indonesia.
Desentralisasi adalah penyerahan wewenang pemerintahan oleh Pemerintah kepada daerah otonom untuk
mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Dekonsentrasi adalah pelimpahan wewenang dari Pemerintah kepada gubernur sebagai wakil
Pemerintah.Tugas Pembantuan adalah penugasan dari Pemerintah kepada Daerah dan/atau desa atau sebutan
lain dengan kewajiban melaporkan dan mempertanggungjawabkan pelaksanaannya kepada yang menugaskan.
Pendapatan Asli Daerah (PAD) adalah pendapatan yang diperoleh daerah yang dipungut berdasarkan
Peraturan Daerah sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Dana Perimbangan adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan kepada Daerah
untuk mendanai kebutuhan Daerah dalam rangka pelaksanaan Desentralisasi.
Dana Bagi Hasil adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan kepada Daerah
berdasarkan angka persentase untuk mendanai kebutuhan Daerah dalam rangka pelaksanaan Desentralisasi.
Dana Alokasi Umum (DAU) adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan
dengan tujuan pemerataan kemampuan keuangan antar-Daerah untuk mendanai kebutuhan Daerah dalam rangka
pelaksanaan Desentralisasi.
Dana Alokasi Khusus (DAK) adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan
kepada Daerah tertentu dengan tujuan untuk membantu mendanai kegiatan khusus yang merupakan urusan
Daerah dan sesuai dengan prioritas nasional.
Dana Dekonsentrasi adalah dana yang berasal dari APBN yang dilaksanakan oleh gubernur sebagai wakil
Pemerintah yang mencakup semua penerimaan dan pengeluaran dalam rangka pelaksanaan Dekonsentrasi, tidak
termasuk dana yang dialokasikan untuk instansi vertikal pusat di daerah.
Dana Tugas Pembantuan adalah dana yang berasal dari APBN yang dilaksanakan oleh Daerah yang
mencakup semua penerimaan dan pengeluaran dalam rangka pelaksanaan Tugas Pembantuan.
Dana Darurat adalah dana yang berasal dari APBN yang dialokasikan kepada Daerah yang mengalami
bencana nasional, peristiwa luar biasa, dan/atau krisis solvabilitas.
2. Definisi Hubungan Keuangan Pemerintah Pusat dan Daerah

Hubungan antara pemerintah pusat dan daerah dapat diartikan sebagai suatu sistem yang mengatur
bagaimana caranya sejumlah dana dibagi di antara berbagai tingkat pemerintah, serta bagimana cara mencari
sumber-sumber pembiayaan daerah untuk menunjang kegiatan-kegiatan sektor publiknya (Devas, 1989: 179).

B. Transfer Pemerintah Pusat Ke Pemerintah Daerah


1. Devinisi
Transfer pemerintah pusat ke pemerintah daerah disini dapat diartikan sebagai pemberian dana dari
pemerintah pusat kepada pemerintah daerah untuk memenuhu kebutuhan dan membangun daerah tersebut
dalam segala sektor dari anggaran pemerintah pusat yang didapat dari pendapatan nasional dengan tujuan
mencapai tujuan ekonomi.
2. Transfer Pemerintah
Sebelum tahun 1970-1972, pemerintah pusat telah mengalokasikan dana ke daerah tingkat I sesuai dengan
rumusan (Undang-Undang No. 32) dengan mempertimbangkan faktor penduduk, panjang jalan, panjang
saluran irigasi, luas wilayah, serta potensi daerah. Namun metode ini dianggap terlalu sulit, pemerintah daerah
merasa tidak pasti dengan pembagian pendapatan yang akan diterimanya dari tahun ke tahaun dan ternyata
rumusan yang ada terlalu memihak (bisa) terhadap jumlah penduduk. Akibatnya cara distribusi itu diakhiri sejak
tahun anggaran 1970-1972, dan digantikan dengan Undang-Undang No. 5/1974 tentang Pokok-Pokok Keuangan
Daerah, dengan mana pemerintah pusat membagi keuanganya dengan pemerintah daerah didasarkan pada dua
kategori yaitu: a) pendapatan yang ditunjuk/diserahkan dan b) subsidi.
A. Pendapatan yang diajukan /diserahkan meliputi : pajak royalti, pungutan yang semula dikenakan oleh
pemerintah pusat, tetapi deserahkan seluruhnya atau sebagian kepada pemerintah daerah. Ini meliputi :
1. Ipeda (Iuran Pembangunan Daerah)
Pajak terhadap tanah dan bangunan di kota. 10% dari pendapatan ini dialokasikan untuk biaya pemungutan, dan
dari sisanya 10% diserahkan kepada pemerintah daerah tingkat I dan yang 90% diserahkan kepada pemerintah
daerah tingkat II. Pendapatan dari Ipeda ini dimasukkan dalam anggaran pendapatan pembangunan. Mulai
masuk 1986-1987 Ipeda digantikan dengan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB).
2. a. Pungutan produksi
Pungutan atas kayu yang ditebang di suatu daerah. Besarnya pungutan ini ditentukan oleh Menteri Pertanian dan
sekarang ini kira-kira sebesar 15% dari keuntungan bersih.
b. Cess
Sebesar Rp. 300,00/kg dikenakan pada cengkeh (Sumbangan Rehabilitasi Cengkeh) dibayarkan kepada daerah
tingkat I dimana cenkeh itu dihasilkan.

c. Cess
Yang dikenakan pada kopra dibayarkan kepada daerah tingkat I sebagai dana rehabilitasi.
B. Subsidi : Ada beberapa macam subsidi yang dibayarkan oleh pemerintah pusat kepada pemerintah daerah
tingkat I dan tingkat II untuk proyek-proyek tertentu:
1. Subsidi Daerah Otonom
Subsidi ini meliputi gaji dan tunjangan bagi karyawan yang dipekerjakan oleh pemerintah kabupaten dan
kotamadya. Yang pada mulanya dibayarkan oleh Menteri Dalam Negri kepada daerah tingkat I melalui
anggaran rutin. Subsidi ini meliputi semua golongan pegawai negri sipil termasuk supir, pengantar surat maupun
pesuruh.
2. Bantuan Pembangunan Daerah Tingkat I
Subsidi ini sering dikenal sebagai Inpres Dati I dan merupakan subsidi untuk berbagai macam tujuan proyek
pembangunan yang diusahakan oleh pemerintah propinsi. Subsidi ini menggantikan Alokasi Devisa Otomatis
(ADO) yang besarannya 10% dari jumlah nilai ekspor propinsi yang bersangkutan. Sistem yang baru menjamin
bahwa masing-masing propinsi akan menerima subsidi paling tidak sama dengan jumlah yang diterima atas
dasar sistem ADO, sehingga menjamin propinsi-propinsi seperti Sumatera Utara dan Sumatera Selatan tetap
menerima di atas alokasi rata-rata.
3. Bantuan Kabupaten
Bantuan ini dialokasikan untuk penbiayaan proyek-proyek pembangunan yang telah ditentukan oleh pemerintah
pusat.
4. Bantuan Pembangunan Sekolah Dasar
Bantuan ini dialokasikan ke kabupaten dan kotamadya untuk tujuan pembangunan pendidikan dan dananya baru
dapat dibelanjakan setelah ada persetujuan dari pemerintah propinsi sesui dengan petunjuk yang dikeluarkan
oleh pemerintah pusat.
5. Bantuan Sarana Kesehatan
Bantuan ini sangat menyerupai bantuan pembanguna sekolah dasar, tetapi bantuan ini dialokasikan ke
kabupaten dan kotamadya untuk tujuan kesehatan.
6. Bantuan Desa
Dana ini dialokasikan sebagai bantuan untuk menunjang proyek-proyek pembangunan yang berlangsung yg
dalam hal ini untuk pembiayaan diluar bahan bangunan atau bahan-bahan pokok.
7. Subsidi Pembiayaan Penyelenggaraan Sekolah Dasar
Dan ini diberikan untuk bantuan operasional sekolah dasar.
Dari dana-dana bantuan yang diperuntukan untuk kepentingan sekolah dasar (SD) kini telah berubah menjadi
hingga tingkat sekolah menengak akhir (SMA).
C. Pembiayaan Sektoral
Sebagai tambahan terhadap subsidi/bantuan.
Alokasi utama dari pengeluaran jenis ini adalah:
1. Untuk departemen pekerjaan umum
Berupa pengeluaran sektoral untuk pembangunan jalan negara maupun jalan propinsi, serta pembiayaan bagi
kegiatan-kegiatan operasional dan pemeliharaan irigasi, dan
2. Untuk departemen pertanian
Berupa pengembangan pertanian, perkebunan, perikanan, dan peternakan.
D. Pinjaman
Dana pinjaman yang diberikan oleh pemerintah daerah terutama sekali berupa Inpres Pasar untuk program
perbaikan kampung. Dengan program ini, Bank Rakyat Indonesian memberikan pinjaman yang dijamin oleh
pemerintah pusat kepada pemerintah propinsi, kotamadya maupun kabupaten untuk pengembangan toko-toko,
pasar, karena pemerintah pusat memberi subsidi pembayaran bunga, dan dibayar kembali setelah 10 tahun.
C. Besarnya Transfer Pemerintah Pusat Kepada Pemerintah Daerah
1. Subsidi Pemerintah Pusat Untuk Pemerintah Daerah Tingkat I. Meliputi:
a. Penerimaan rutin
b. Penerimaan pembangunan
2. Sumber pendapatan pemerintah daerah tingkat i
A. Pendapatan asli daerah
a. Pajak
 Pajak rumah tangga
 Bea balik nama
 Pajak kendaraan bermotor
 Tambahan pajak kekayaan
 Pungutan iuran hasil hutang
 Pajak BBM
 Pajak atas ijin menangkap ikan
 Pajak lain-lain
b. Pendapatan dari perusahaan-perusahaan daerah
c. Penerimaan dari jasa
d. Penerimaan dari sewa (tanah, rumah, dan bangunan, kendaraan)
e. Penerimaan dari dina-dinas
B. Pendapatan dalam negri
a. Pendapatan yang dianggarkan
b. Bantuan
c. Lain-lain (termasuk pinjaman)
3. Sumber pendapatan pemerintah daerah tingkat ii
A. Pendapatan asli daerah
a. Pajak
 Pajak tontonan
 Pajak hotel dan rumah makan
 Pajak radio
 Pajak bangsa asing
 Pajak potongan hewan
 Pajak kendaraan tidak bermotor
 Pajak iklan
 Pajak anjing
 Pajak minuman keras
 Pajak jalan
 Pajak ijin usaha
 Pajak lain-lain
b. Pajak jasa-jasa lokal
c. Penerimaan dari dinas-dinas
d. Penerimaan sewa (tanah dan bangunan, dan kendaraan, dll)
e. Penerimaan dari perusahaan-perusahaan daerah
B. Pendapatan dalam negri
a. Pendapatan yg dianggarkan
b. Pinjaman
C. Penghasilan lain-lain

4. Pelaksanaan otonomi daerah


Dalam pelaksanaan otonomi daerah, pemerintah daerah harus mempunyai sumber-sumber keuangan yang
memadai untuk membiayai penyelenggaraan otonominya. Kapasitas keuangan pemerintah daerah akan
menentukan kemampuan pemerintah daerah dalam menjalankan fungsi-fungsinya seperti melaksanakan fungsi
pelayanan masyarakat (public service function), melaksanakan fungsi pembangunan (development function) dan
perlindungan masyarakat (protective function). Rendahnya kemampuan keuangan daerah akan menimbulkan
siklus efek negatif antara lain rendahnya tingkat pelayanan masyarakat yang pada gilirannya akan mengundang
campur tangan pusat atau bahkan dalam bentuk ekstrim menyebabkan dialihkannya sebagian fungsi-fungsi
pemerintah daerah ke tingkat pemerintahan yang lebih atas ataupun kepada instansi vertikal (unit
dekonsentrasi). Kemampuan keuangan daerah ditentukan oleh ketersediaan sumber-sumber pajak (tax objects)
dan tingkat hasil (buoyancy) dari objek tersebut. Tingkat hasil pajak ditentukan oleh sejauhmana sumber pajak
(tax bases) responsif terhadap kekuatan-kekuatan yang mempengaruhi objek pengeluaran, seperti inflasi,
pertambahan penduduk dan pertumbuhan ekonomi yang pada gilirannya akan berkorelasi dengan tingkat
pelayanan baik secara kuantitatif maupun kualitatif. Di samping itu, sumber-sumber pendapatan potensial yang
dimiliki oleh daerah akan menentukan tingkat kemampuan keuangannya. Setiap daerah mempunyai potensi
pendapatan yang berbeda karena perbedaan kondisi ekonomi,sumber daya alam, besaran wilayah, tingkat
pengangguran, dan besaran penduduk
Dalam Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pusat dan
Pemerintahan Daerah ditegaskan bahwa penerimaan Daerah dalam pelaksanaan Desentralisasi terdiri atas
Pendapatan Daerah dan Pembiayaan. Pendapatan Daerah bersumber dari Pendapatan Asli Daerah; Dana
Perimbangan; dan Lain-lain Pendapatan.
1. Pendapatan Asli Daerah (PAD)
Pendapatan Asli Daerah (PAD) adalah pendapatan yang diperoleh Daerah yang dipungut berdasarkan
Peraturan Daerah sesuai dengan peraturan perundang- undangan. Pendapatan Asli Daerah (PAD) bersumber dari
Pajak Daerah, Retribusi Daerah, hasil pengelolaan kekayaan Daerah yang dipisahkan; dan lain-lain PAD yang
sah (meliputi hasil penjualan kekayaan Daerah yang tidak dipisahkan;jasa giro;pendapatan bunga;keuntungan
selisih nilai tukar rupiah terhadap mata uang asing; dan komisi, potongan, ataupun bentuk lain sebagai akibat
dari penjualan dan/atau pengadaan barang dan/atau jasa oleh Daerah).
2. Dana Perimbangan
Dana Perimbangan adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan kepada Daerah
untuk mendanai kebutuhan Daerah dalam rangka pelaksanaan Desentralisasi.
Telly Sumbu (2010) menemukan berbagai ketidak selarasan dalam perundangan pengelolaan keuangan
Negara. Sebagai contoh Undang-Undang No. 17 Tahun 2003 yang mengandung isi dan pokok pengelolaan
keuangan Negara dan daerah, namun jika ditelaah secara mendalam latar belakang dan penyatuan tersebut tidak
ditemukan dalam UU ini.
Bahkan lebih tidak selaras lagi (disharmoni) dalam Undang-Undang No. 15 Tahun 2004 tentang
Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggungjawab Keuangan Negara, tidak ditemukan istilah keuangan daerah, pada
hal keuangan daerah ini merupakan obyek pemeriksaan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).

D. Bantuan Pusat “Tax Effort” Dan “Fiscal Need”


Literatur mengenai hubungan keuangan antara pemerintah ini mencangkup beberapa perusahaan yang
berkaitan dengan berbagai faktor seperti usaha pajak.
Tax effort adalah usaha pajak yang berarti jumlah pajak yang sungguh-sungguh dikumpulkan oleh kantor
pajak dan dilawankan dengan potensi pajak (tax capacity = tax potensial) yaitu sejumlah pajak yang seharusnya
mampu dikumpulkan dari dasar pajak (tax base), yang biasanya berupa pendapatan per kapita.
Fiscal need adalah kebutuhan fiskal yang dapat diartikan sebagai biaya pemeliharaan prasarana sosial
ekonomi seperti angkutan dan komunikasi, lembaga pendidikan dan pusat kesehatan. Dikehendaki bahwa
transfer dana dan pengeluaran pemerintah di berbagai daerah hendaknya memiliki dampak pemerataan
(equalization effect) yang layak dalam masyarakat.

BAB III
SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan
Dalam hubungan keuangan pemerintah pusat dan daerah sangat erat kaitannya dengan peraturan serta
hukum yang sedang berlangsung pada saat ini.
Dalam hal ini pula dapat dilihat bahwa seluruh pendatan nasional telah dimasukan dalam pos-pos khusus
sebagai dasar pembuatan rancangan anggaran dalam pemerintahan.
Dan dapat dilihat pula bahwa pemerintah daerah kini telah mendapatkan kebebasan untuk pengalokasian
dannya yang disebabkan oleh adanya sistem desebtralisasi yang di antaranya adalah adanya sistem otonomi
daerah.

B. Saran
Mungkin inilah yang diwacanakan pada penulisan makalah kelompok kami meskipun penulisan ini jauh
dari sempurna. Dan daripada itu kami mengharapkan saran atau kritik agar membuat kami menjadi tebih baik,

DAFTAR PUSTAKA

cahaya diatas awan. “Pengertian dan tujuan perimbangan keuangan pusat dan daerah”. 12 juni 2011.
http://tw17forever.blogspot.com/2011/06/mata-kuliah-hukum-keuangan-negara.htmlsecercah

moden, imam. “keuangan pusat dan daerah”. 11 Mei 2012. http://imammoden.blogspot.com/2012/05/makalah-


tentang-keuangan-pusat-daerah.html

my little scratch. “hubungan pemerintah pusat dan daerah”. 05 november 2013.

Anda mungkin juga menyukai