Hubungan antara pemerintah pusat dan daerah dapat diartikan sebagai suatu sistem yang
mengatur bagaimana caranya sejumlah dana dibagi di antara berbagai tingkat pemerintah,
serta bagimana cara mencari sumber-sumber pembiayaan daerah untuk menunjang kegiatan-
kegiatan sektor publiknya (Devas, 1989: 179).
Instrumen yang dipergunakan dalam perimbanhan keuangan antara pusat dan daerah adalah
UU No. 25 Tahun 1999:
1. Dana Perimbangan, yaitu
Dana yang bersumber dari penerimaan APBN yang dialokasikan kepada daerah untuk
membiayai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi;
1. Dana Alokasi Umum (DAU), yaitu
Dana yang berasal dari APBN, yang dialokasikan dengan tujuan pemerataan kemampuan
keuangan antar daerah untuk membiayai kebutuhan pengeluarannya dalam rangka
pelaksanaan desentralisasi;
1. Dana Alokasi Khusus (DAK), yaitu
Dana yang berasal dari APBN, yang dialokasikan kepada daerah untuk membantu membiayai
kebutuhan tertentu;
1. Dana Bagi Hasil, yaitu Pembagian hasil penerimaan dari
1. SDA dari, minyak bumi, gas alam, pertambangan umum, kehutanan, dan
perikanan
2. Penerimaan perpajakan (tax sharring) dari pajak perseorangan (PPh),
Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), dan bea perolehan hak atas tanah dan
bangunan (BPHTB).
1. Pengaturan relasi keuangan pemerintah pusat dan daerah, yang antara lain
dilaksanakan melalui dana perimbangan keuangan pemerintah pusat dan daerah
(PKPD) adalah
1. Dalam rangka pemberdayaan (empowerment) masyarakat dan pemerintah
daerah agar tidak tertinggal di bidang pembangunan,
2. Untuk mengintensifkan aktivitas dan kreativitas perekonomian
masyarakat daerah yang berbasis pada potensi yang dimiliki setiap
daerah. Pemda dan DPRD bertindak sebagai Fasilitator dalam
pembangunan ekonomi yang dilakukan oleh rakyatnya. Artinya dalam
era otda rakyat harus berperan aktif dalam perencanaan dan pelaksanaan
pembangunan derahnya,
3. Mendukung terwujudnya goog governance oleh Pemda melalui
perimbanhan keuangan secara transparan, dan
4. Untuk menyelenggarakan otda secara demokratis, efektif, dan efisien
dibutuhkan SDM yang profesional, memiliki moralitas yang baik. Oleh
sebab itu, desentralisasi fiskal yang dilaksanakan melalui perimbangan
keuangan akan meningkatkan kemampuan daerah dalam membangun dan
pemberian pelayanan kepada masyarakat daerah, bukan hanya sekedar
pembagian dana, lalu terjadi “desentralisasi KKN” dari pusat ke daerah.
KASUS
Perlu Evaluasi Menyeluruh UU No 33/2004 Tentang Perimbangan Keuangan Pusat dan
Daerah
Kamis, 28 Oktober 2010
Dalam rangka mema jukan kehidupan bangsa dan mendorong peningkatan kesejahteraan
secara merata di seluruh daerah, anggaran negara sebesar mungkin harus ditujukan untuk
menghormati, melindungi dan memenuhi hak-hak dasar rakyat terutama di wilayah yang
relatif tertinggal.
Terkait dengan kebijakan penggunaan anggaran tersebut, dana transfer ke daerah merupakan
salah satu instrumen anggaran yang harus digunakan untuk mempercepat peningkatan
kesejahteraan rakyat, peningkatan produktivitas dan penguatan daya saing daerah, percepatan
pembangunan daerah, serta men dorong pemerataan pemba ngunan di seluruh wilayah.
Dana transfer ke daerah yang merupakan dana perimbangan terdiri dari tiga bentuk yaitu
Dana Alokasi Umum (DAU), Dana Bagi Hasil (DBH), dan Dana Alokasi Khusus (DAK).
Pengaturan yang terkait dengan otonomi daerah, besaran dana-dana perimbangan tersebut
dan distribusinya ke daerah, pada umumnya diatur dalam UU Nomor 32 Tahun 2004 tentang
Pemerintahan Daerah dan UU Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara
Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah.
Namun demikian, ketetapan tentang dana perimbangan DAU, DBH, DAK dalam UU Nomor
33 Tahun 2004 belum se penuhnya dilaksanakan oleh pemerintah. Oleh kare na itu, Dewan
Perwakilan Daerah Republik Indonesia (DPD RI) menganggap perlu evaluasi menyeluruh
terhadap pelaksanaan UU itu. Usulan evaluasi menyeluruh dikemukakan Wakil Ketua
Komite IV DPR RI Drs.H.Abdul Gafar Usman, MM. Menurut dia, UU No.33/2004 itu
berhubungan dengan UU No 17 tahun 2003 tentang Keuangan Negara.
Evaluasi itu sangat penting guna mengurangi ketim pangan bagi hasil antara pemerintah pusat
dan pemerintah daerah. Namun, kata Gafar, sebelum evaluasi menyeluruh, DPD RI
mengusulkan agar dioptimalkan pelaksanaan dari regulasi atau UU tersebut antara lain
mengakomodir bagi hasil subsektor perkebunan melalui UU APBN 2011. begitu juga perlu
diakomodir bagi hasil Migas melalui UU APBN 2011 dan kebijakan sektor Migas. Pemikiran
tersebut sebenarnya sudah termasuk dalam keputusan DPD RI Nomor 52/ DPR RI/IV 2009-
2010 tentang pertimbangan DPD RI terhadap RUU tentang APBN Tahun Anggaran 2011,
Agustus 2010.
Untuk memperkuat usulan DPD RI tersebut, Komite IV DPD RI, juga telah memberikan
penjelasan tentang Dana Alokasi Umum dan Dana Bagi Hasil dalam RAPBN 2011 dengan
Badan Anggaran DPR RI, Oktober 2010.
Dana Alokasi Umum
Dalam laporan penjelasan Komite IV DPD RI tentang Dana Alokasi Umum dan Dana Bagi
Hasil dalam RAPBN 2011 pada September 2010.
Dana Alokasi Umum (DAU) adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang
dialokasikan dengan tujuan pemerataan kemampuan keuang an antardaerah untuk men danai
kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi. Sampai saat ini otonomi daerah
masih kurang didukung oleh kemampuan keuangannya. Belum ada upaya nyata untuk
meningkatkan dana minimum 26% DAU.
Dana transfer ke daerah harus dapat dinaikkan sejalan dengan penyerahan sebagian
wewenang pemerintah pusat untuk dilaksanakan oleh daerah secara utuh. Kemampuan daerah
untuk melaksanakan dana transfer yang besar harus dibangun oleh Pemerintah Daerah dan
Pemerintah Pusat bersama-sama. Karena itu, DPD RI memberikan pertimbangan bahwa
penghitungan DAU untuk setiap provinsi dan kabupaten/ kota harus berdasarkan standar
pelayanan minimum yang harus dicapai oleh Pemerintah Daerah.
Dengan pendekatan ini, pengelolaan DAU diharapkan dapat meningkatkan kinerja pelayanan
publik dengan menerapkan prinsip akuntabilitas, transparansi, efisiensi, dan efektivitas.
Pemerintah harus cepat menanggulangi berbagai hambatan dalam pengelolaan dana transfer
ke daerah yang menyebabkan keterlambatan pelaksanaan dan kurang optimalnya penyerapan
belanja daerah dengan langkah-langkah yang strategis.
Dana Bagi Hasil
Dana Bagi Hasil (DBH) terkait erat dengan penerimaan perpajakan dan penerimaan bukan
pajak. Dalam tahun 2011 penerimaan perpajakan direncanakan meningkat sebesar Rp96,6
triliun atau meningkat sebesar 13% dibandingkan penerimaan perpajakan tahun 2010.
Peningkatan penerimaan perpajakan pada dasarnya merupakan mobilisasi uang rakyat.
Berdasarkan hasil pengamatan pada kunjungan kerja, DPD RI juga mencatat masih terjadinya
berbagai kasus penyalahgunaan pajak. Dalam kaitan DBH ini, DPD RI mencatat bahwa
penerimaan negara bukan pajak (PNBP) menurun dari Rp247,2 triliun menjadi Rp243,5
triliun atau menurun sebesar Rp3,7 triliun.
Penyerahan kewenangan perpajakan kepada daerah (PBB dan BPHTB) perlu dikaji kembali
khususnya terhadap daerah dengan kemampuan fiskal yang rendah dan dampaknya terhadap
masyarakat. Karena itu, DPD RI berpendapat bahwa Pemerintah perlu bekerja keras
mengoptimalkan penerimaan perpajakan sehingga tax ratio secara bertahap akan meningkat
menjadi 13%—15% dari PDB.
Selain itu, Pemerintah perlu mengoptimalkan PNBP melalui berbagai langkah seperti
optimalisasi penerimaan deviden dan pajak dari BUMN, serta optimalisasi penerimaan dari
minyak dan gas serta langkah lain yang mendasar. DPD RI memandang penting aspek
akuntabilitas penerimaan negara terutama dari sektor perpajakan.
Berbagai bentuk penyimpangan jangan sampai merusak reformasi birokrasi dan administrasi
Mencermati persoalan ter sebut, pertimbangan dan usulan DPD RI menurut Abdul Gafar
Usman, menghasilkan kesamaan visi antara DPR dan DPD yakni bahwa anggaran dalam
APBN harus digunakan untuk kepentingan rakyat di daera-daerah.
Selain itu pertimbangan dan usulan DPD juga telah direspon Presiden Susilo Bambang
Yudhoyono dalam pengantar Nota Keuangan dan disebutkan APBN 2011, juga berdasarkan
pertimbangan DPD RI.
NB: peserta diskusi matahati diharapkan:
1. Mencari dan mempelajari UU. No. 25 Tahun 1999, dan
2. UU No. 33 Tahun 2004
Agar hubungan keuangan pusat dan daerah dapat berjalan dengan lancar, maka harus
menuntut prinsip-prinsip hubungan keuangan pusat dan daerah, (Utomo,1997:7).
Ketiga, Prinsip keadilan : daerah penghasil utama pendapatan negara perlu diberikan
kompensasi atas kontribusinya terhadap pendapatan nasional. Daerah perlu diberi kesempatan
untuk melakukan persaingan dengan daerah lainnya dalam meningkatkan kesejahteraan
masyarakatnya.
Kelima, Prinsip kepastian dan terprediksi : perlu diberikan kriteria alokasi keuangan pusat
dan daerah yang jelas, terbuka dan transparan. Dengan cara ini diharapkan daerah dapat
memastikan berapa alokasi yang akan diterima sebelum perencanaan pembangunan daerah
dirumuskan
Keenam, Prinsip demokrasi : penentuan kebijaksanaan alokasi anggaran dari pusat kepada
daerah tidak semata-mata monopoli oleh pusat, namun juaga perlu diberikan mekanisme yang
memberikan kesempatan bargaining daerah kepada pusat.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.10 Hipotesis
Berdasarkan landasan teori yang digunakan maka dapat dirumuskan hipotesis
yaitu:
1) Pendapatan Asli Daerah diduga berpengaruh negatif Terhadap Pertumbuhan
Ekonomi (PDRB) Kabupaten Dairi, ceteris paribus
Bagi Hasil Pajak dan Bukan
Pajak
Pertumbuhan Ekonomi (PDRB)
Kabupaten Dairi
Pendapatan Asli Daerah
PDRBt-1
Universitas Sumatera Utara
2) Pendapatan Dana Lokasi Umum, diduga berpengaruh positif Terhadap
Pertumbuhan Ekonomi (PDRB) Kabupaten Dairi, ceteris paribus
3) Bagi Hasil Pajak dan Bukan Pajak, berpengaruh positif Terhadap
Pertumbuhan Ekonomi (PDRB) Kabupaten Dairi, ceteris paribus
4) PDRBt-1 berpengaruh positif Terhadap Pertumbuhan Ekonomi (PDRB)
Kabupaten Dairi, ceteris paribus.
Universitas Sumatera Utara
HUBUNGAN KEUANGAN PEMERINTAH PUSAT DAERAH
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sejauh ini pembicaraan kita mengenai keuangan negara dan kebijakan fiskal selalu dihubungkan
dengan satu tingkat pemerintahan namun belum jelas tingkat pemerintahan yang mana. Kita harus tidak
membatasi diri seperti itu, karena sesungguhnya tingkat pemerintahan itu dibedakan menjadi pemerintah pusat
dan pemerintah daerah tingkat 1satu dan pemerintah daerah tingkat dua. Daerah tingkat satu disebut dengan
propinsi dan daerah tingkat dua disebut dengan kotamadya dan kabupaten. Setiap wilayah kabupaten dibagi
menjadi kecamatan-kecamatan, dan setiap wilayah kecamatan dibagi lagi menjadi desa-desa.
Mengenai penyediaan barang-barang dan jasa-jasa sosial/publik perlu dipertanyakan apakah harus
disediakan oleh pemerintah pusat
(sentralisasi) ataukah diserahkan kepada pemerintah daerah masing-masing (desentralisasi). Beberapa barang
publik memiliki manfaat yang sangat luas bahkan bersifat nasional (seperti pertahanan nasional, penelitian,
pemasangan satelit, dan sebagainya), sedangkan di lain pihak terdapat manfaat dari barang dan jasa publik yang
sangat terbatas penyebarannya (seperti penerangan jalan, mobil pemadam kebakaran, dan sebagainya), sehingga
kelompok penerima manfaat juga terbatas pada penduduk di suatu daerah yang terbatas.oleh karena itu jasa
publik tertentu seyogyanya diusahakan secara desentralisasi dan biayanya ditanggung oleh penduduk daerah
yang bersangkutan.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana transfer pemerintah pusat ke pemerintah daerah ?
2. Berapa besarnya transfer pemerintah pusat kepada pemerintah daerah ?
3. Bagaimana bantuan pemerintah dan pembangunan daerah yang seimbang ?
4. Apakah bantuan pusat “Tax Effort” dan “Fiscal Need” ?
C. TUJUAN PENULIHAN
1. Agar pembaca dapat memahami tentang “Hubungan Keuangan Pemerintah Pusat Dan Pemerintah Daerah”.
2. Agar pembaca dapat mengetahui apa saja yang ada dalam hubungan keuangan pemerintah.
3. Agar pembaca dapat mengetahui sistem keuangan pemerintah dalam hubungannya antara pusat dan daerah.
4. Agar pembaca memahami devinisi sentralisasi dan desentralisasi.
D. MANFAAT MAKALAH
Makalah ini diharapkan menjadi salah satu sumber pengetahuan khususnya bagi penulis dan umumnya
bagi para pembaca dan masyarakat.
Diharapkan pula setelah membaca makalah ini pembaca dapat memahami dan dapat lebih jauh
mengetahui tentang “Hubungan Keuangan Pemerintah Pusat Dan Daerah”.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Dasar Teori
1. Pengertian Dan Tujuan Perimbangan Keuangan Pusat Dan Daerah
Menurut UU Nomor 33 tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah yang dimaksud
dengan Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah adalah suatu sistem
pembagian keuangan yang adil, proporsional, demokratis, transparan, dan efisien dalam rangka pendanaan
penyelenggaraan desentralisasi, dengan mempertimbangkan potensi, kondisi, dan kebutuhan daerah, serta
besaran pendanaan penyelenggaraan dekonsentrasi dan tugas pembantuan.
Pada dasarnya pelaksanaan perimbangan keuangan pusat dan daerah merupakan amanat UUD 1945 yaitu
diselenggarakannya otonomi seluas-luasnya dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia. Kemudian
secara ekspisit tertuang dalam Pasal 18A ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945 yang mengamanatkan agar hubungan keuangan, pelayanan umum, serta pemanfaatan sumber daya alam
dan sumber daya lainnya antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah diatur dan dilaksanakan secara adil
dan selaras berdasarkan Undang-Undang. Dengan demikian, Pasal ini merupakan landasan filosofis dan
landasan konstitusional pembentukan Undang-Undang tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat
dan Pemerintahan Daerah.
Lebih lanjut Pendanaan dalam perimbangan keuangan pusat dan daerah tersebut menganut prinsip money
follows function, yang mengandung makna bahwa pendanaan mengikuti fungsi pemerintahan yang menjadi
kewajiban dan tanggung jawab masing-masing tingkat pemerintahan.
Dalam UU No 33 tahun 2004 beberapa istilah yang penting adalah Daerah otonom adalah kesatuan
masyarakat hukum yang mempunyai batas-batas wilayah yang berwenang mengatur dan mengurus urusan
pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat
dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Sentralisasi adalah pengaturan kewenangan dari pemerintah daerah kepada pemerintah pusat untuk
mengurusi urusan rumah tangganya sendiri berdasarkan prakarsa dan aspirasi dari rakyatnya dalam kerangka
negara kesatuan Republik Indonesia.
Desentralisasi adalah penyerahan wewenang pemerintahan oleh Pemerintah kepada daerah otonom untuk
mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Dekonsentrasi adalah pelimpahan wewenang dari Pemerintah kepada gubernur sebagai wakil
Pemerintah.Tugas Pembantuan adalah penugasan dari Pemerintah kepada Daerah dan/atau desa atau sebutan
lain dengan kewajiban melaporkan dan mempertanggungjawabkan pelaksanaannya kepada yang menugaskan.
Pendapatan Asli Daerah (PAD) adalah pendapatan yang diperoleh daerah yang dipungut berdasarkan
Peraturan Daerah sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Dana Perimbangan adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan kepada Daerah
untuk mendanai kebutuhan Daerah dalam rangka pelaksanaan Desentralisasi.
Dana Bagi Hasil adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan kepada Daerah
berdasarkan angka persentase untuk mendanai kebutuhan Daerah dalam rangka pelaksanaan Desentralisasi.
Dana Alokasi Umum (DAU) adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan
dengan tujuan pemerataan kemampuan keuangan antar-Daerah untuk mendanai kebutuhan Daerah dalam rangka
pelaksanaan Desentralisasi.
Dana Alokasi Khusus (DAK) adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan
kepada Daerah tertentu dengan tujuan untuk membantu mendanai kegiatan khusus yang merupakan urusan
Daerah dan sesuai dengan prioritas nasional.
Dana Dekonsentrasi adalah dana yang berasal dari APBN yang dilaksanakan oleh gubernur sebagai wakil
Pemerintah yang mencakup semua penerimaan dan pengeluaran dalam rangka pelaksanaan Dekonsentrasi, tidak
termasuk dana yang dialokasikan untuk instansi vertikal pusat di daerah.
Dana Tugas Pembantuan adalah dana yang berasal dari APBN yang dilaksanakan oleh Daerah yang
mencakup semua penerimaan dan pengeluaran dalam rangka pelaksanaan Tugas Pembantuan.
Dana Darurat adalah dana yang berasal dari APBN yang dialokasikan kepada Daerah yang mengalami
bencana nasional, peristiwa luar biasa, dan/atau krisis solvabilitas.
2. Definisi Hubungan Keuangan Pemerintah Pusat dan Daerah
Hubungan antara pemerintah pusat dan daerah dapat diartikan sebagai suatu sistem yang mengatur
bagaimana caranya sejumlah dana dibagi di antara berbagai tingkat pemerintah, serta bagimana cara mencari
sumber-sumber pembiayaan daerah untuk menunjang kegiatan-kegiatan sektor publiknya (Devas, 1989: 179).
c. Cess
Yang dikenakan pada kopra dibayarkan kepada daerah tingkat I sebagai dana rehabilitasi.
B. Subsidi : Ada beberapa macam subsidi yang dibayarkan oleh pemerintah pusat kepada pemerintah daerah
tingkat I dan tingkat II untuk proyek-proyek tertentu:
1. Subsidi Daerah Otonom
Subsidi ini meliputi gaji dan tunjangan bagi karyawan yang dipekerjakan oleh pemerintah kabupaten dan
kotamadya. Yang pada mulanya dibayarkan oleh Menteri Dalam Negri kepada daerah tingkat I melalui
anggaran rutin. Subsidi ini meliputi semua golongan pegawai negri sipil termasuk supir, pengantar surat maupun
pesuruh.
2. Bantuan Pembangunan Daerah Tingkat I
Subsidi ini sering dikenal sebagai Inpres Dati I dan merupakan subsidi untuk berbagai macam tujuan proyek
pembangunan yang diusahakan oleh pemerintah propinsi. Subsidi ini menggantikan Alokasi Devisa Otomatis
(ADO) yang besarannya 10% dari jumlah nilai ekspor propinsi yang bersangkutan. Sistem yang baru menjamin
bahwa masing-masing propinsi akan menerima subsidi paling tidak sama dengan jumlah yang diterima atas
dasar sistem ADO, sehingga menjamin propinsi-propinsi seperti Sumatera Utara dan Sumatera Selatan tetap
menerima di atas alokasi rata-rata.
3. Bantuan Kabupaten
Bantuan ini dialokasikan untuk penbiayaan proyek-proyek pembangunan yang telah ditentukan oleh pemerintah
pusat.
4. Bantuan Pembangunan Sekolah Dasar
Bantuan ini dialokasikan ke kabupaten dan kotamadya untuk tujuan pembangunan pendidikan dan dananya baru
dapat dibelanjakan setelah ada persetujuan dari pemerintah propinsi sesui dengan petunjuk yang dikeluarkan
oleh pemerintah pusat.
5. Bantuan Sarana Kesehatan
Bantuan ini sangat menyerupai bantuan pembanguna sekolah dasar, tetapi bantuan ini dialokasikan ke
kabupaten dan kotamadya untuk tujuan kesehatan.
6. Bantuan Desa
Dana ini dialokasikan sebagai bantuan untuk menunjang proyek-proyek pembangunan yang berlangsung yg
dalam hal ini untuk pembiayaan diluar bahan bangunan atau bahan-bahan pokok.
7. Subsidi Pembiayaan Penyelenggaraan Sekolah Dasar
Dan ini diberikan untuk bantuan operasional sekolah dasar.
Dari dana-dana bantuan yang diperuntukan untuk kepentingan sekolah dasar (SD) kini telah berubah menjadi
hingga tingkat sekolah menengak akhir (SMA).
C. Pembiayaan Sektoral
Sebagai tambahan terhadap subsidi/bantuan.
Alokasi utama dari pengeluaran jenis ini adalah:
1. Untuk departemen pekerjaan umum
Berupa pengeluaran sektoral untuk pembangunan jalan negara maupun jalan propinsi, serta pembiayaan bagi
kegiatan-kegiatan operasional dan pemeliharaan irigasi, dan
2. Untuk departemen pertanian
Berupa pengembangan pertanian, perkebunan, perikanan, dan peternakan.
D. Pinjaman
Dana pinjaman yang diberikan oleh pemerintah daerah terutama sekali berupa Inpres Pasar untuk program
perbaikan kampung. Dengan program ini, Bank Rakyat Indonesian memberikan pinjaman yang dijamin oleh
pemerintah pusat kepada pemerintah propinsi, kotamadya maupun kabupaten untuk pengembangan toko-toko,
pasar, karena pemerintah pusat memberi subsidi pembayaran bunga, dan dibayar kembali setelah 10 tahun.
C. Besarnya Transfer Pemerintah Pusat Kepada Pemerintah Daerah
1. Subsidi Pemerintah Pusat Untuk Pemerintah Daerah Tingkat I. Meliputi:
a. Penerimaan rutin
b. Penerimaan pembangunan
2. Sumber pendapatan pemerintah daerah tingkat i
A. Pendapatan asli daerah
a. Pajak
Pajak rumah tangga
Bea balik nama
Pajak kendaraan bermotor
Tambahan pajak kekayaan
Pungutan iuran hasil hutang
Pajak BBM
Pajak atas ijin menangkap ikan
Pajak lain-lain
b. Pendapatan dari perusahaan-perusahaan daerah
c. Penerimaan dari jasa
d. Penerimaan dari sewa (tanah, rumah, dan bangunan, kendaraan)
e. Penerimaan dari dina-dinas
B. Pendapatan dalam negri
a. Pendapatan yang dianggarkan
b. Bantuan
c. Lain-lain (termasuk pinjaman)
3. Sumber pendapatan pemerintah daerah tingkat ii
A. Pendapatan asli daerah
a. Pajak
Pajak tontonan
Pajak hotel dan rumah makan
Pajak radio
Pajak bangsa asing
Pajak potongan hewan
Pajak kendaraan tidak bermotor
Pajak iklan
Pajak anjing
Pajak minuman keras
Pajak jalan
Pajak ijin usaha
Pajak lain-lain
b. Pajak jasa-jasa lokal
c. Penerimaan dari dinas-dinas
d. Penerimaan sewa (tanah dan bangunan, dan kendaraan, dll)
e. Penerimaan dari perusahaan-perusahaan daerah
B. Pendapatan dalam negri
a. Pendapatan yg dianggarkan
b. Pinjaman
C. Penghasilan lain-lain
BAB III
SIMPULAN DAN SARAN
A. Simpulan
Dalam hubungan keuangan pemerintah pusat dan daerah sangat erat kaitannya dengan peraturan serta
hukum yang sedang berlangsung pada saat ini.
Dalam hal ini pula dapat dilihat bahwa seluruh pendatan nasional telah dimasukan dalam pos-pos khusus
sebagai dasar pembuatan rancangan anggaran dalam pemerintahan.
Dan dapat dilihat pula bahwa pemerintah daerah kini telah mendapatkan kebebasan untuk pengalokasian
dannya yang disebabkan oleh adanya sistem desebtralisasi yang di antaranya adalah adanya sistem otonomi
daerah.
B. Saran
Mungkin inilah yang diwacanakan pada penulisan makalah kelompok kami meskipun penulisan ini jauh
dari sempurna. Dan daripada itu kami mengharapkan saran atau kritik agar membuat kami menjadi tebih baik,
DAFTAR PUSTAKA
cahaya diatas awan. “Pengertian dan tujuan perimbangan keuangan pusat dan daerah”. 12 juni 2011.
http://tw17forever.blogspot.com/2011/06/mata-kuliah-hukum-keuangan-negara.htmlsecercah