Anda di halaman 1dari 51

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

“sebenere aku sama suamiku milih gak tinggal bareng itu karena sama-
sama gak pengen nyusahin satu sama lain. kalo aku egois ikut dia pindah-
pindah kan tambah ribet pindahane.” (R,39)

Kutipan percakapan diatas merupakan hasil wawancara dengan subjek

berinisial R dan sedang menjalani pernikahan jarak jauh dengan suaminya sejak

awal ia menikah. R bekerja sebagai ibu rumah tangga, ia menjelaskan kenapa

dirinya dan suaminya lebih memilih untuk tidak tinggal serumah. Suaminya bekerja

sebagai kontraktor di sebuah perusahaan dan hampir setiap dua bulan sekali

suaminya dipindahkan ke berbagai tempat hingga akhirnya saat ini berada di

Kupang. Ketika R berbicara mengenai harus pisah dengan suaminya, R mengaku

bahwa ia merasa sedih dan tidak ingin berpisah dengan suaminya. R berpikir

kembali jika tidak semua yang menikah harus tinggal bersama terlebih untuk masa

depan keluarga mereka.

Memutuskan untuk tidak tinggal bersama merupakan hal yang berat

menurut R dengan suaminya, sebab ia takut ketika ada suatu hal yang mendesak

dan membutuhkan sosok seorang suami. R juga tidak mau bersikap egois untuk

melarang sang suami bekerja di luar pulau, ia juga berpikir kedepan demi anak-

anaknya serta keluarganya. Jadi, R merasa bahwa ia harus memiliki rasa berani dan

harus mandiri tanpa sang suami.

1
“aku sebenernya nggak pengen tinggal jauh-jauhan sama suami, tapi ya
mau gimana lagi ayahku nggak ada yang ngurus wesan disini (Kediri). Jadi
ya mau ngga mau kita harus gak bareng, kalo aku egois nyuruh suamiku
tinggal ndek sini yo sopo sing kerjo terusan?” (T,42)
T juga tidak mau membebani suaminya untuk harus terus tinggal dengan

dirinya di Kediri sedangkan suaminya harus bekerja di Bandung. T menjalani

pernikahan jarak jauh dikarenakan ayah T sedang mengidap penyakit sejak 3 tahun

lalu dan ibu dari T sudah meninggal. Saudara-saudara T tidak ada yang bertempat

tinggal di daerah Jawa Timur jadi mau tidak mau T harus mengurus ayahnya dan

tidak tinggal bersama dengan suaminya.

T memiliki rumah dengan suaminya di Surabaya karena suaminya pernah

bekerja di Surabaya lalu dipindahkan ke Bandung. Terkadang ketika ada saudara T

yang mengunjungi ayahnya, T pergi ke Surabaya untuk beberapa hari karena ia juga

harus mengurus rumah yang mereka miliki berdua walaupun sudah jarang ditempati

karena keadaan yang mengharuskan T dan suaminya tidak tinggal serumah.

Pernikahan jarak jauh atau biasa disebut dengan (commuter marriage)

sudah menjadi hal yang lumrah pada masyarakat saat ini. Beberapa pasangan suami

istri memilih untuk menjalani hal tersebut karena alasan pekerjaan, orang tua sakit

yang tidak bisa ditinggal di rumah asal, ataupun karena urusan sekolah yang harus

dilanjutkan oleh sang suami maupun sang istri untuk mendapatkan gelar yang

dituntut oleh pekerjaan. Menurut Cherlin (2004), pernikahan merupakan sesuatu

yang sangat dibanggakan dan digambarkan oleh cinta, serta perannya digambarkan

dengan sangat jelas sebagai seorang suami dan seorang istri (Maria J. Kefalas,

2011).

2
Pernikahan dapat diartikan sebagai komitmen yang telah dimiliki dan

disepakati oleh dua orang untuk saling berbagi kebahagiaan, emosi, serta

mejalankan perannya sesuai dengan sepasang suami-istri pada umumnya (Olson,

2006). Pasangan yang sudah menikah pastinya memiliki harapan untuk membentuk

suatu kehidupan rumah tangga yang bahagia, memperoleh keturunan, dan

memenuhi kebutuhan finansial keluarga, tidak terkecuali pasangan yang menikah

namun berbeda tempat tinggal.

Dalam urusan memenuhi kebutuhan keluarga, biasanya ada beberapa

pasangan suami maupun istri yang harus bekerja hingga keluar pulau dan tidak

hidup serumah dengan keluarganya. Dalam urusan seperti ini selain komitmen yang

harus dipegang dengan kuat, faktor komunikasi interpersonal juga sangat

mempengaruhi karena mereka bisa berkabar satu sama lain lewat pesan singkat,

telepon, atau video chat. Arditti dan Kauffman (2004) menyatakan bahwa pasangan

yang berhubungan jarak jauh menganggap dirinya sebagai sahabat dekat untuk

membangun sebuah pondasi hubungan yang kuat.

“aku kalo pagi biasane pasti nge-whatsapp dee, ngmong Assalamualaikum, wes
tangi? Semoga kerjanya lancar ga ada halangan, aku doa biar kita sama-sama
diberi kesehatan sama Allah. Wes gitu ae biasanya aku ngewa pagi-pagi sebelum
nganter anak-anak ke sekolah.”(R,39)

3
R melakukan kebiasaan tersebut karena merasa mengabari suami pada

pagi hari merupakan suatu kewajiban terutama bagi orang yang menjalani

commuter marriage. R melakukan hal tersebut karena ingin suaminya masih

menjaga komitmen yang telah mereka bangun serta ingat jika R dan keluarganya

menunggu kepulangan suuaminya. Percapakan melalui chat whatsapp tersebut

biasanya berjalan hingga pukul 09.00 WIB, karena setelah itu suaminya sudah

mulai melakukan pekerjaannya. R juga merasa rindu ketika terbangun dari tidurnya

dan teringat akan suaminya yang tidak tinggal bersamanya di Surabaya. Rindu yang

dirasakannya memang terkadang selalu muncul apalagi ketika suaminya harus

berangkat ke Kupang setelah mengunjungi keluarganya di Surabaya.

Terkadang R juga menunggu jawaban dari sang suami karena ingin

menerima kabar serta merasa tidak ingin jauh dari suami. R juga terkadang gelisah

ketika suaminya tidak memberi kabar di pagi hari, ia juga terkadang memiliki

pikiran yang negatif mengenai suaminya jika terkadang ia tidak berkabar pada satu

hari.

“kebiasaanku pagi-pagi ya telfonan sama suami, pokoke tiap hari nek aku wes tau
kabare dia gimana tenang aku. Seneng ae aku telfonan pagi-pagi, tau keadaane,
terus mbuat dia tetep inget aku masio jauh.” (T,42)

Kebiasaan yang selalu T lakukan dengan suaminya setiap pagi ialah

bertelepon. Tidak peduli hari kerja maupun hari libur T tetap melakukan kegiatan

4
itu karena menurutnya menanyakan keadaan suaminya setiap pagi membuat dirinya

tenang karena tahu bahwa suaminya dalam keadaan baik-baik saja. Terkadang juga

suaminya yang menghubungi dirinya terlebih dahulu ketika pagi jika ia lupa karena

sudah harus mengerjakan pekerjaan rumah dan mengurus keperluan ayahnya.

T juga merasa cemas jika suaminya tidak mengangkat teleponnya ketika

pagi hari karena takut terjadi hal yang tidak diinginkan kepada suaminya.

Percakapan yang mereka lakukan biasanya berlangsung sekitar pukul 06.00 WIB

atau pukul 07.00 WIB karena pukul 07.30 suaminya harus sudah berangkat ke

tempat bekerja.

“aku ya sebenernya capek jauh-jauhan tinggal sama suamiku dan jarang ada buat
aku sama anak-anak. Aku jadi cepet marah kalo lagi males dan ngerasa kalo apa-
apa harus aku aja yang ngerjain tanpa ada keterlibatan suamiku di rumah. Mau
gimana lagi namanya juga kewajiban jadi harus dijalani aja sih.” (R,39)

R merasa dampak yang didapatkan selama menjalani pernikahan jarak

jauh selama 16 tahun ini membuatnya kadang merasa lelah karena ia harus

mengerjakan semuanya sendiri tanpa bantuan suaminya. Ketika R sudah merasa

lelah karena beraktifitas selama seharian ia akan cenderung cepat marah dan

melampiaskannya ke anak-anaknya tanpa memberitahukan kekesalan tersebut

kepada suaminya karena menurutnya itu tidak terlalu penting dan akan menambah

beban suaminya.

Untuk mengatasi masalah tersebut R biasanya berkata kepada anak-

anaknya agar tidak mengganggunya dan memilih istirahat pada saat itu karena ia

tidak ingin kemarahannya berlanjut sampai keesokan harinya. Ketika suaminya

5
menelepon, R juga tidak mau mengangkat karena tidak ingin melampiaskan

kekesalannya kepada suaminya.

“udah 3 tahun menjalani pernikahan jarak jauh sama suamiku, sebenernya sih aku
nggak pengen kejadian kayak gini. Kadang kalo aku lagi inget-inget pas kita
bareng dulu aku pasti sedih. Biar nggak keinget aku ya ngajak temen-temenku SMA
ketemu biar gak galau.” (T,42).

T menyatakan bahwa terkadang ia rindu akan sosok suaminya yang selalu

bersamanya 3 tahun yang lalu sebelum ayahnya mengidap penyakit seperti saat ini.

Perasaan sedih dan kadang hampir menangis juga sering T rasakan, untuk

mengatasi hal tersebut T biasanya mengajak teman-temannya untuk bertemu

sekedar jalan-jalan atau “nongkrong” agar ia tidak mengingat suaminya yang jauh

di Bandung.

Ketika T merasa sedih, ia lebih memilih keluar agar tidak merasa sumpek

dan meninggalkan ayahnya ketika sedang tidur agar ia merasa tenang. Menurutnya,

di rumah banyak foto-fotonya bersama suaminya jadi daripada T harus menangisi

hal tersebut T lebih memilih mengajak teman-temannya keluar dan pulang dalam

keadaan yang sudah gembira serta tidak memikirkan hal yang sama lagi.

Sebuah pernikahan yang ideal adalah ketika pasangan suami-istri tidur

dan tinggal di satu rumah yang sama dan melakukan aktivitas apapun bersama di

rumah, yang artinya mereka tidak mengalami commuter marriage. Seiring dengan

perkembangan teknologi dan pertumbuhan ekonomi, pasangan suami istri memilih

untuk tinggal berjauhan demi kehidupan yang lebih baik dan memenuhi kebutuhan

keluarganya agar jauh dari kata kekurangan. Meskipun harus merasa kesepian dan

butuh seseorang yang harus menemani, commuter marriage merupakan sebuah

6
keharusan yang harus dijalani. Walaupun sudah memiliki teknologi yang bisa

menghubungkan mereka satu sama lain, kedekatan mereka terbatas karena hanya

bisa bertatap muka atau hanya mendengarkan suaranya.

“kangen sih aku kadang sama suamiku pas aku ngerasa lagi banyak beban terus
ngerasa capek. Kalo udah kaya gitu pasti dee tak chat ngomong “yah aku kangen,
kapan bisa pulang?” mek kayak gitu tok sih, trus biasane ya aku ngirimi kata-kata
romantis biar dee ngerasa kangen juga sama aku.” (R,39)

Cerita tersebut menggambarkan bahwa R merasa terkadang kurang dekat

dengan suaminya dalam hal keintiman. R tidak selalu mendapatkan apa yang ia

inginkan ketika suaminya sedang tidak di rumah dalam urusan kedekatan mereka.

R mengaku selalu berkata bahwa ia kangen dengan suaminya agar ada keinginan

dari suaminya untuk pulang bertemu dengan R dan anak-anaknya.

“masalah kangen sih pasti tiap hari, cuma aku ngechat dia nanya kapan bisa nyari
cuti? Aku kangen, gak seneng di rumah nek gak ada kamu. Aku alasan ae ngomong
nek ayah nyariin padahal ya aku sing kangen.” (T,42).

T juga perlu kasih sayang dari suaminya dalam bentuk fisik, ia

menyatakan bahwa sangat tidak mengeenakkan ketika rindu dan tidak bisa

mendapatkan apa yang ia inginkan dari suaminya. Jadi T mencari alasan bahwa

ayahnya menanyakan kepulangan suami T padahal T merasa rindu untuk bertemu

dengan suaminya.

Stenberg (1998) mengungkapkan bahwa keintiman mengandung perasaan

dalam suatu hubungan yang meningkatkan kedekatan, keterikatan, dan keterkaitan

(atau dengan kata lain bahwa intimacy mengandung pengertian sebagai elemen

afeksi yang mendorong individu untuk selalu melakukan kedekatan emosional

dengan orang yang dicintainya) (Neustaedter & Greenberg, 2011) .

7
Pasangan yang memiliki rasa keintiman yang kuat akan sangat

memperhatikan kesejahteraan dan kebahagiaan pihak lain, menghormati dan

menghargai satu sama lain, dan memiliki perasaan saling mengerti. Pasangan

tersebut juga saling berbagi dan merasa saling memiliki, saling memberi dan

menerima dukungan emosional dan berkomunikasi secara intim. Sebuah hubungan

akan mencapai keintiman emosional manakala kedua pihak saling mengerti,

terbuka, saling mendukung, dan merasa bisa berbicara mengenai apapun juga tanpa

merasa takut ditolak. Pasangan tersebut juga akan berusaha menyelaraskan nilai

dan keyakinan tentang hidup, meskipun tentu saja ada perbedaan pendapat dalam

beberapa hal. Mampu untuk saling memaafkan dan menerima, khususnya ketika

mereka tidak sependapat atau berbuat kesalahan (Santrock, 2012).

“selama aku pisah sama suamiku sih aku nggak pernah ngeluh masalah dia nggak
tinggal bareng sama keluarga. Aku mek berusaha menjalani aja, toh juga dia
masih bisa pulang. Kita sama-sama puas aja sih menjalani pernikahan jarak jauh.
Selama ini walaupun jarang bareng, yang penting masih bisa telfonan ae.” (R,39).

R beranggapan bahwa pernikahan jarak jauh bukan suatu masalah baginya

karena masih bisa berkomunikasi. Walaupun R bertemu setiap bulan atau kadang

bisa dua bulan sekali, itu bukan masalah baginya karena R dan suaminya sama-

sama sudah mempunyai komitmen dalam sebuah pernikahan. R juga merasa

terpaksa ketika harus menerima nasibnya untuk tidak tinggal bersama dengan

suaminya namun, R harus kuat menjalaninya karena ia tidak ingin menjadi istri

yang lemah dan cengeng.

8
Menurut R menunggu kepulangan suaminya membuatnya kadang merasa

tidak sabar, R merasa rindu ketika ingin berpelukan dengan suaminya namun hanya

bisa berjumpa lewat video call. Selain itu, anak-anaknya juga merasa kangen

dengan keberadaan ayahnya di rumah. R juga terkadang merasa sendiri ketika anak-

anaknya bersekolah dan ia sedang tidak dihubungi oleh suaminya.

“aku nggak pernah mempermasalahkan sih kita jauh-jauhan gini kan sek bisa
telfonan. Mau gimana lagi nek aku maksa suamiku melok aku di Kediri kan aku
juga mikir dapet duit darimana aku. Belum lagi harus biayain ayah kan ya tambah
akeh pengeluarane. Jadi wes pasrah aku masio gak seneng. Intine kan sek isa
telfonan, video call tenang aku.” (T,42)
T tidak terlalu mempermasalahkan keadaannya dengan suaminya karena

ia tidak ingin membebani suaminya juga. T juga tidak tega meninggalkan ayahnya

di Kediri sendirian, terkadang ia juga berpikir tidak mau egois agar suaminya tetap

bersama dirinya di Kediri. T berpikir mengenai keuangan karena pengeluaran akan

bertambah karena harus mengajak ayahnya kontrol setiap bulan ke rumah sakit. Jadi

R menerima keadaannya dengan suaminya semasih bisa berhubungan lewat

telepon.

Keinginan mengkespresikan cinta mereka secara langsung seperti

berciuman dan berpelukan layaknya seorang suami-istri yang tinggal pada rumah

yang sama. Permasalahannya pada saat mereka melakukan video chat, mereka

hanya bisa mencium area di bagian laptop atau bagian kamera untuk

mengekspresikan rasa ingin berciuman tersebut, pasangan yang menjalani

pernikahan jarak jauh selalu menunggu waktu untuk bertemu untuk

mengekspresikan rasa sayang terhadap pasangannya masing-masing. Mereka

melakukan hal itu karena merasa ingin berada dekat pasangannya. Keinginan atau

9
dapat disebut dengan desire merupakan rasa ingin didukung atau diberikan motivasi

agar merasa dihargai. Dalam pernikahan jarak jauh, keinginan yang dimaksudkan

adalah rasa ingin bertemu dengan pasangannya untuk mengekspresikan emosi

ataupun melepas rasa rindu (Ali Faraji-Rad, 2016).

Teknologi juga memegang peran yang sangat penting dalam

menunjukkan perasaan dan menyatukan pasangan yang sedang menjalani

hubungan jarak jauh (Firmin, Firmin, & Merical, 2013). Teknologi yang dimaksud

ialah ponsel yang dapat membuat komunikasi interpersonal terasa lebih dekat serta

memiliki peran penting saat seseorang menjalani hubungan jarak jauh, komunikasi

interpersonal diungkapkan sebagai hal yang sangat mempunyai dampak dalam

sebuah hubungan.

Survey yang telah dilakukan menyatakan bahwa salah satu dari pasangan

tersebut harus mempunyai keterampilan komukasi yang baik dalam hubungan jarak

ajuh agar tidak terjadi kesalahan dalam berbicara, pasangan tersebut juga harus

mempunyai kemampuan untuk membaca nada suara pasangan untuk memahami

kondisi yang sedang dialami pada saat itu. Partisipan juga mengatakan bahwa sulit

untuk memahami dan mengerti keadaan daerah tempat pasangannya berada

sehingga perlu menyesuaikan satu sama lain, dan yang terpenting merupakan harus

memiliki komitmen untuk menjalin komunikasi yang baik agar tidak menimbulkan

masalah apapun (Firmin, Firmin, & Merical, 2013).

“sebenere ngertikno nada bahasa orang kan susah ya, aku mek ngira-ngira ae dee
iku mood e lagi baik atau engga. Jadi aku ya harus belajar ngerti juga sama nada
bahasa suami, susah sih sebenere. Kadang kan kita bermasalah cuma gara-gara

10
itu dan buat aku pusing dan bete kalo udah dapet masalah gara-gara dee keliatan
marah-marah disana.” (R,39)

Menurut R, ia juga terkadang harus mengerti bagaimana kondisi

suaminya disana. Pada saat R menelepon suaminya terkadang ia mendapat jawaban

yang kurang enak terdengar dari nada bahasanya, dan ia seketika mengerti jika

suaminya sedang sibuk atau sedang bekerja. R lebih memilih untuk menutup

telepon daripada harus memperpanjang masalah. Ketika suaminya memberikan

perilaku tersebut, R merasa marah dan kesal karena suaminya tidak

memberitahunya secara baik-baik. R juga pernah memblokir suaminya agar tidak

bisa menghubunginya lagi karena kesal dibentak seperti itu. Akhirnya R membuka

blokiran tersebut karena merasa rindu dengan suaminya.

“kalo masalah ngertiin keadaane dee jujur aku sek belum terlalu bisa. Soale kayak
nggak tentu gitu dia kerjane maksudku jam jam berapa aja dee sibuk pas ada
pelanggan aku kurang tau. Jadi misale pas dia sibuk sama kerjaane aku nelfon
pasti kadang dee ngomonge gak jelas tiba-tiba nutup telfon aja. La kan aku nggak
seneng, tak telfon lagi trus tak seneni akhire dee marah ngomong lagi banyak
pelanggan. Aku baru paham” (T,42)

Masalah biasanya terjadi karena T tidak mengerti akan kelakuan

suaminya yang tiba-tiba menutup teleponnya saat ia menelpon dan membuat ia

marah. Setelah menghadapi beberapa kali masalah yang sama, akhirnya T belajar

dari pengalaman jika telepon sudah tersambung namun tidak ada jawaban ia akan

11
langsung mematikan teleponnya karena tahu bahwa suaminya sedang sibuk dan

akan mengirimi pesan singkat lewat whatsapp.

Komunikasi interpersonal biasanya dilakukan untuk membangun sebuah

hubungan agar lebih sering berinteraksi serta bisa mengekspresikan perasaan-

perasaan ataupun masalah yang sedang dihadapi. Hal ini dilakukan bisa saja untuk

membangun kepercayaan satu sama lain dan saling memperdulikan keadaan.

Komunikasi interpersonal juga dilakukan untuk mengurangi beban psikologis

seseorang seperti rasa ingin selalu dekat dan bersama dengan pasangan (Devito,

2007).

“aku sama suamiku lebih sering video call, soalnya dia kan sibuk ya disana sama
pekerjaane. Jadi kalo misale aku nge-wa dee pas kita ada timbal balik
komunikasinya, pas aku nge-wa dan dee sibuk dee langsung video call ngeliatin
pekerjaane. Lagi sibuk biar aku tau keadaannya..” (R,39)

Komunikasi interpersonal menurut R sangat berguna baginya terutama

bagi orang yang menjalani pernikahan jarak jauh. Menurut R komunikasi yang

mereka lakukan sangat berguna karena ia dapat mengetahui keadaan suaminya

beserta pekerjaan yang sedang dilakukan. Berkomunikasi menggunakan video call

merupakan hal yang sangat mudah dilakukan karena tidak perlu mengetik secara

panjang lebar untuk menyampaikan sesuatu. R memilih video call dengan alasan

agar bisa melihat wajah pasangannya, salah satu partisipan mengatakan bahwa ia

selalu ingin melihat wajah suaminya, ingin melihat apa yang sedang dirasakan dan

terjadi di sekelilingnya.

“kalo aku sama suamiku sih tergantung ya, kalo lagi pengen video call ya video
call kalo lagi pengen telfonan biasa ya telfonan biasa aja. Jadi gak nentu
tergantung keinginan masing-masing sih. Aku yo gak maksa dee biar gini gitu
males ada pertengkaran. Jadi melok dee aku pokoke telfonan.” (T,42)

12
Komunikasi interpersonal antara suami istri yang efektif merupakan

komunikasi yang membutuhkan proses dan usaha dari pengirim maupun penerima.

Menjadi pengirim yang baik dengan cara menjelaskan hal yang ingin disampaikan

secara rinci tanpa membuat kesalahpahaman, dan menjadi penerima yang bisa

mendengarkan tanpa melebih-lebihkan hal yang disampaikan oleh pengirim

(Lunenburg, 2010).

Memantapkan “communication skills” dalam komunikasi interpersonal

merupakan hal yang penting agar saling mengerti satu sama lain dan mengurangi

terjadinya ketidaksamaan persepsi. Menurut survey yang telah dilakukan pada

jurnal Extended Communication Efforts Involved With College Long-Distance

Relationship dalam (Firmin, Firmin, & Merical, 2013) menjelaskan bahwa hal yang

susah dilakukan dalam berkomunikasi pada pasangan jarak jauh biasanya adalah

menginterpretasikan nada suara pasangannya, partisipan mengaku bahwa jika

hanya mendengarkan suara pasangannya saja cenderung membuat dirinya

mempunyai loncatan kesimpulan. Setelah pulang dari bekerja pasangan mereka

merasa lelah dan jika waktunya menelepon mereka seperti mengeluarkan nada

jengkel, kesal, dan tidak ingin diganggu. Padahal mereka hanya merasa lelah, jadi

terkadang para wanita merasa pasangannya tidak ingin diganggu jika memang

belum terbiasa dengan cara berbahasanya.

Penyesuaian waktu karena padatnya jadwal bekerja membuat pasangan

yang menjalani jarak jauh harus saling membagi waktu untuk bekerja, beristirahat,

serta mengajak pasangannya untuk sekedar telepon atau melakukan video call.

Pasangan yang mengalami pernikahan jarak jauh biasanya akan membicarakan hal

13
tersebut sehari sebelum bekerja karena untuk menghindari kesalahpahaman karena

kurangnya waktu untuk berkomunikasi yang disebabkan urusan pekerjaan.

Walaupun merasa berat untuk tidak berkomunikasi (telepon) dalam waktu yang

cukup lama karena bekerja, salah satu diantara pasangan tersebut merasa kecewa

karena merasa ingin berbagi banyal hal tentang pekerjaannya namun tidak dapat

tersampaikan pada hari itu juga karena alasan padatnya jadwal bekerja.

“gara-gara jarang bisa komunikasi lancar itu ya biasane aku iku sering mikir hal
yang enggak-enggak. Dia juga nggak tau keadaan rumah ambek anak-anake
yaapa, cuma tau beres ae. Pengen tak telfon tapi dee pasti sibuk di Kupang iku
soale lagi banyak proyek katane. Terus jarang komunikasi itu dia itu jadi nggak tau
kebutuhan di rumah itu apa ae, tiba-tiba marah ae pas aku minta transferan duit
padahal emang lagi perlu-perlune buat bayari sekolah anak-anak.” (R,39)

“aku juga kadang ngerasa sedih, kecewa, pokoke campur aduk seakan-akan dee
iku gak pernah inget orang di rumah. Aku ngerasa jadi kurang ada perhatian dari
suamiku buat aku ambek anak-anak gara-gara dee jarang nge-chat atau nelfonin.
Tapi nek biasane aku wes mangkel, pasti aku mulai duluan. Dee tak kirimi kata-
kata romantis, terus tak inget-ingetin jaman-jaman pacaran dulu ben dee agak
pedulian dan komunikasine agak sering. Ya intine harus sabar ae ngadepi orang
sibuk.” (R,39)

Dampak yang ditimbulkan dari jarangnya mereka berkomunikasi secara

interpersonal ialah suaminya tidak terlalu tahu apa saja kebutuhan-kebutuhan

keluarganya di rumah. Ketika R mengirimi rincian kebutuhannya, suaminya

cenderung akan marah dan berkata bahwa R dan anak-anaknya sangat boros tetapi

sebenarnya memang banyak kebutuhan untuk sekolah anak-anaknya. Karena sering

terjadi kesalahpahaman akibat jarangnya berkomunikasi R merasa sedih karena

suaminya terlihat tidak peduli dengan dirinya serta anak-anaknya.

Untuk mengatasi masalah tersebut agar tidak sering terjadi, R biasanya

mencoba membangun suasana dan mempererat komunikasi dengan suaminya

14
seperti mengirimi foto-foto saat mereka bersama dulu, mengirimi kata-kata

romantis atau menceritakan bagaimana saat mereka pacaran dulu. Menurut R

dengan cara itu suaminya akan merasa luluh dan akan mencoba untuk membangun

komunikasi kembali.

“kalo lagi jarang komunikasi biasane aku mikir hal yang enggak-enggak kejadian
sama dia. Ya amit-amit sih cuma ya namae manusia pasti punya pikiran buruklah,
tapi yo aku nggak berharap terjadi. Mangkane aku kadang yo mangkel nek dia gak
ada kabar ngerasa kayak kok aku sendirian ya kayak gini disini, ngurus ayah ae
suami kok ya kayake gak begitu peduli sama keadaanku disini, wes pokoke jelek-
jelek pikiranku nek dee pas lagi jarang ngubungin aku.” (T,42)

Dampak yang ditimbulkan dari jarang berkomunikasi menurut T adalah

ia akan sering memikirkan hal-hal yang tidak diinginkan. T merasa suaminya tidak

begitu peduli dengan keadaannya di rumah dengan ayahnya. T juga mengaku

bahwa ia kurang kasih sayang dari suaminya karena tinggal berjauhan serta ketika

jarang dikabari oleh suaminya. Namun untuk membangun komunikasi kembali agar

lebih baik, T biasanya sholat dan menenangkan dirinya lalu ia akan mencoba

membicarakannya baik-baik kembali dengan suaminya agar keadaan menjadi

normal kembali.

Jadi komunikasi interpersonal sangatlah penting dalam hubungan jarak

jauh karena masalah apapun bisa diatas dengan cara berkomunikasi secara baik-

baik. Komunikasi interpersonal sangat banyak berperan dalam hubungan karena

pasangan dapat mengekspresikan keinginan serta apa yang sedang ia rasakan secara

langsung dengan pasangannya kemudian mencari jalan keluar bersama-sama untuk

masalah yang sedang dihadapi.

15
1.2 Pertanyaan Penelitian

Berdasarkan latar belakang diatas, peneliti mendapatkan beberapa

pertanyaan yang muncul dalam penelitian ini, yaitu mengenai:

1. Bagaimana pola komunikasi interpersonal selama menjalani pernikahan

jarak jauh?

2. Bagaimana dinamika keintiman yang muncul pada seorang istri yang

sedang menjalani pernikahan jarak jauh?

1.3 Batasan Masalah

Fokus permasalahan pada penelitian ini terletak pada bagaimana istri

menjalani pernikahan jarak jauh serta apa saja yang menyebabkan dan dampak yang

ditimbulkan dari pernikahan jarak jauh terhadap istri dan keluarganya. Untuk

menjaga keharmonisan sebuah keluarga serta menjaga kedekatan antar keluarga

agar terciptanya pernikahan yang ideal, maka peneliti merasa perlu untuk meneliti

seorang ibu rumah tangga yang tinggal berjauhan karena masalah pekerjaan atau

harus menjaga keluarga yang sedang sakit demi tercapainya tujuan yang memberi

dampak positif maupun negatif pada pernikahan dan keharmonisan kehidupan

keluarganya.

Peneliti membatasi masalah pada gambaran pernikahan jarak jauh ini mulai

dari pola komunikasi nterpersonal yang dilakukan oleh istri terhadap suami suami

selama menjalani pernikahan jarak jauh, kemudian dinamika keintiman seperti apa

yang biasaya muncul. Usia informan yang peneliti gunakan ialah 30-50 tahun, dan

sedang menjalani pernikahan jarak jauh (commuter marriage) lebih dari 1 tahun.

16
Paradigma yang digunakan oleh peneliti merupakan fenomenologis karena

akan lebih banyak menggali tentang pengalaman subjek mengenai commuter

marriage, apa yang dirasakan subjek selama menjalani commuter marriage, serta

apa saja yang membuat komunikasi subjek dengan suaminya terganggu dan

terhambat.

1.4 Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana intensitas komunikasi

serta masalah apa saja yang muncul pada suatu komunikasi agar tetap bisa

mengetahui keadaan satu sama lain, serta kondisi psikologis apa yang dimunculkan

selama menjalani pernikahan jarak jauh.

1.5 Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan mampu memberikan manfaat, antara lain:

1. Manfaat Teoritis

Untuk menambah wawasan keilmuan psikologi terutama dalam

psikologi keluarga yang berkaitan dengan membina dan mempertahankan

pernikahan khususnya seseorang yang menjalani pernikahan jarak jauh (commuter

marriage).

2. praktis

a. Manfaat Bagi Informan

Sebagai gambaran untuk menciptakan rumah tangga dan keluarga yang

sehat secara fisik maupun mental. Tidak difokuskan terhadap satu orang saja

melainkan mencakup satu unit terkecil yaitu keluarga.

b. Manfaat Bagi Peneliti

17
Untuk menambah wawasan mengenai pernikahan jarak jauh serta hal

apa saja yang bisa dilakukan untuk mempertahankan pernikahan jarak jauh

khususnya dalam bekomunikasi

c. Manfaat Bagi Pembaca

Memberikan pemahaman terhadap pasangan yang akan menikah untuk

mengambil keputusan yang lebih cermat sebelum memutuskan untuk menjalani

pernikahan jarak jauh (commuter marriage) serta bisa mengatasi masalah yang

sedang dihadapi terutama dalam hal komunikasi.

BAB II

LANDASAN TEORI

2.1 Komunikasi Interpersonal

2.1.1 Pengertian Komunikasi Interpersonal

Bauer (1995) menyatakan bahwa komunikasi interpersonal

merupakan sesuatu yang efektif untuk dilakukan bagi dua orang

dikarenakan komunikasi terseut cocok untuk sebuah hubungan agar lebih

mengeratkan satu sama lain (DeVito, 2007)

18
Komunikasi interpersonal menurut Goffman (1967) (dalam DeVito,

2007) merupakan komunikasi yang menggambarkan perhatian serta

interaksi yang lebih intim dalam suatu hubungan. Komunikasi interpersonal

dapat membuat hubungan lebih terlihat bahagia dikarenakan memiliki

waktu lebih banyak untuk membahas masalah hubungan.

Komunikasi interpersonal juga dapat diartikan sebagai komunikasi

yanng dilakukan oleh dua orang dan dapat saling memberikan masukan satu

sama lain agar hubungan yang dijalin mengarah ke arah yang lebih baik

serta dapat mengubah perilaku sesuai dengan situasi yang sedang dihadapi

menurut Johnson (2004) (dalam DeVito, 2007)

Jadi dapat disimpulkan bahwa komunikasi interpersonal merupakan

komunikasi yang dilakukan oleh dua orang yang memiliki hubungan dan

melakukan interaksi serta memiliki tujuan yang sama dalam sebuah

hubungan.

2.1.2 Fungsi Komunikasi Interpersonal

Komunikasi memiliki fungsi yang sangat penting dalampenyampian

sebuah informasi, fungsi dari komunikasi dapat dirinci secara detail

sebagai berikut (Dewi, 2006):

a. Informasi, yakni bagaimana seseorang mengumpulkan,

menerima, serta menyimpan informasi yang telah didapat

sehingga lawan bicara bisa mengetahui apa yang telah

disampaikan.

19
b. Motivasi, mendorong seseorang untuk bergerak serta melakukan

hal yang memang seharusnya dilakukan melalui apa yang

mereka baca, lihat, dan dengar.

c. Bahan diskusi, dapat menyediakan informasi atau permasalahan

yang dapat didiskusikan untuk mendapat suatu persetujuan

dalam sebuah percakapan.

Komunikasi interpersonal memiliki fungsi yang sangat penting

karena dapat menyediakan informasi serta memberikan pengetahuan yang

disampaikan melalui komunikasi verbal maupun non-verbal.

2.1.3 Dimensi Komunikasi Interpersonal

Berikut ini merupakan dimensi komunikasi interpersonal menurut

Smith (dalam DeVito, 2007) :

a. Learn

Lebih menjelaskan mengenai pengetahuan yang akan

didapatkan dari lawan bicara serta belajar untuk menerima dan

memahami pendapat yang diutarakan oleh lawan bicara.

20
Memberikan respon yang tidak membuat lawan bicara

tersinggung serta belajar beberapa hal baru darinya.

b. Relate

Untuk mendapatkan penerimaan terhadap orang lain karena

mereka memperlihatkan kesukaan mereka terhadap diri kita

setelah melihat kepedulian yang telah kita berikan dan menjadi

pendengar yang baik ketika melakukan komunikasi.

c. Influence

Menjelaskan megenai bagaimana kita bisa merubah sikap dan

perilaku orang lain setelah mereka mendengarkan masukan yang

menurut mereka benar-benar bisa mempengaruhi dirinya dan

akhirnya mengikuti saran kita untuk berubah ke arah yang lebih

baik.

d. Help

Membantu lawan bicara untuk mendengarkan apa saja hal-hal

yang dikeluhkannya. Membuat seseorang merasa nyaman dan

percaya untuk bercerita serta mendapatkan bantuan yang sesuai

dengan masalah yang mereka miliki.

Komunikasi interpersonal merupakan sesuatu yang tidak dapat

dihindari, karena dengan memperlihatkan ekspresi wajah atau gerakan

21
tubuh komunikasi juga dapat tersampaikan dengan baik walaupun tidak

sejelas komunikasi verbal. Kita juga dapat melihat reaksi atau respon yang

diperlihatkan dari lawan bicara mengenai informasi yang kita berikan.

Komunikasi interpersonal juga dapat memicu konflik atau masalah jika

terjadi kesalahpahaman dalam memberikan informasi serta didukung

dengan gerak tubuh yang memperlihatkan kemarahan tentunya.

2.1.4 Hambatan Komunikasi Interpersonal

Berkomunikasi secara efektif dan luwes tidak hanya cukup

memahami faktor-faktor yang menyebabkan keefektifan komunikasi

tersebut berlangsung, namun juga perlu melihat apa hambatan-hambatan

yang akan terjadi dalam sebuah komunikasi (Dewi, 2006). Agar dapat saling

memahami antar penerima dan pengirim, mereka harus memiliki pengertian

serta tujuan yang sama. Hambatan komunikasi yang biasanya terjadi yaitu

sebagai berikut:

a. Perbedaan persepsi dan bahasa

Perbedaan persepsi mengenai suatu informasi yang akan

disampaikan dapa membuat komunikasi terhambat, apalagi

bahasa yang tidak dimengerti juga akan membuat komunikasi

tidak berjalan dengan baik.

b. Pendengaran yang buruk

22
Menjadi pendengar yang baik bukanlah hal yang mudah, ketika

sedang melamun atau tidak berkonsentrasi dapat membuat

pendengaran tidak berfokus pada apa yang disampaikan dan

membuat infomasi yang disampaikan tidak sesuai dengan

keinginan.

c. Gangguan emosional

Perasaan sedih, marah, serta taku dapat membuat penerimaan

informasi menjadi tidak efektif. Penerima atau pengirim tidak

akan fokus terhadap informasi jika sedang mengalami gangguan

emosional dan akan terjadi kesalahpahaman dalam

berkomunikasi.

d. Perbedaan budaya

Memiliki perbedaan budaya merupakan hal yang wajar, namun

terkadang hal tersebut membuat komunikais terhambat karena

pengirim atau penerima tidak mengerti bahasa yang akan

digunakan untuk menyampaikan pesan.

e. Gangguan fisik

Memiliki gangguan fisik merupakan suatu hambatan dalam

penyampaian informasi, misalnya seseorang yang mengalami

kebutaan, gangguan pendengaran, atau tidak dapat berbicara

membuat komunikasi dapat terhambat sehingga tidak dapat

berjalan seperti seharusnya.

23
Terjadinya hambatan dalam komunikasi interpersonal sangat

berpengaruh terhadap proses beserta hasil komunikasi tersebut, biasanya

akan terjadi kesalahpahaman jika terdapat masalah pada pendengaran serta

jika terdapat masalah dalam hal emosional. Hal tersebut sangat berpengaruh

dalam proses berkomunikasi sehingga komunikasi tidak dapat berjalan

seperti seharusnya.

2.2 Keintiman (Intimacy)

2.2.1 Pengertian Keintiman

Menurut Eshleman dan Clake (1978) keintiman dapat diartikan

sebagai rasa percaya terhadap satu sama lain serta memiliki rasa

kepercayaan terhadap pasangan masing-masing (Choi, 2012). Sedangkan

menurut Sternberg (1986) keintiman merupakan kedekatan atau keterikatan

seseorang dalam suatu hubungan, yang membuat hubungan tersebut

berjalan dengan lancar tanpa ada rasa curiga (Choi, 2012).

Keintiman dalam berhubungan merupakan pasangan yang memiliki

rasa yang kuat dalam memperhatikan kesejahteraan dan kebahagiaan pihak

lain, menghormati dan menghargai satu sama lain, dan memiliki perasaan

saling mengerti. Pasangan tersebut juga saling berbagi dan merasa saling

memiliki, saling memberi dan menerima dukungan emosional dan

berkomunikasi secara intim. Sebuah hubungan akan mencapai keintiman

emosional manakala kedua pihak saling mengerti, terbuka, saling

mendukung, dan merasa bisa berbicara mengenai apapun juga tanpa merasa

24
takut ditolak. Pasangan tersebut juga akan berusaha menyelaraskan nilai dan

keyakinan tentang hidup, meskipun tentu saja ada perbedaan pendapat

dalam beberapa hal. Mampu untuk saling memaafkan dan menerima,

khususnya ketika mereka tidak sependapat atau berbuat kesalahan

(Santrock, 2012).

Dapat disimpulkan bahwa keintiman merupakan hubungan yang

mempererat atau hal yang membuat seseorang merasa dekat dalam suatu

hubungan yang sedang dijalaninya. Hal tersebut juga membuat seseorang

memiliki rasa percaya serta komitmen dalam menjalani hubungan.

2.2.2 Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Keintiman dalam Suatu

Hubungan

Dalam rasa keintiman, akan ada hal-hal yang mempengaruhi dalam

suatu hubungan dan membuat rasa intim tersebut semakin terasa. Berikut

adalah hal-hal yang mempengaruhi rasa intim, yaitu:

a. Keluarga sebagai tempat bersosialisasi

Keluarga merupakan tempat yang paling baik untuk memulai

dan mempelajari bagaimana seseorang dapat bersosialisasi dengan

lingkungannya. Miller (2009) menyatakan bahwa keluarga memiliki

peran penting dalam berkomitmen dalam suatu hubungan karena

didalam keluarga kita banyak mendapat contoh untuk menjaga

sebuah komitmen atau bersikap sesuai dengan norma yang dapat

25
mempengaruhi perilaku kita dalam menjalin sebuah hubungan

dengan seseorang (Choi, 2012).

Seseorang dapat melihat pengalaman untuk menjaga sebuah

keintiman dari keluarga karena dapat mengobservasi atau

mencontoh orang tua maupun anggota keluarga lainnya dalam hal

berkomunikasi untuk mendapatkan sebuah hubungan yang romantis

dan bisa menjaga hubungan tersebut dengan penuh rasa tanggung

jawab Gray dan Steinberg (1999) (dalam Choi, 2012).

b. Kelekatan (attachment)

Kelekatan dapat diartikan sebagai seseorang yang memiliki

hubungan dekat dalam sebuah ikatan. Kelekatan tidak hanya dapat

dilakukan dengan keluarga namun, pasangan juga bisa membuat

seseorang merasa dekat dan mempunyai suatu hubungan yang

spesial seperti dalam sebuah pernikahan menurut Mikulincer dan

Shaver (2007) (dalam Choi, 2012).

Fraley (2000) menyatakan bahwa seseorang yang memiliki rasa

keintiman yang kuat pasti akan mempunyai kepercayaan, rasa

bertanggung jawab, rasa memiliki, rasa peduli, serta menyemangati

satu sama lain dalam berbagai hal yang sedang mereka hadapi.

Dalam suatu hubungan, kelekatan tersebut sangatlah penting karena

dapat membuat keintiman dalam suatu hubungan menjadi lebih kuat

dan dapat menjalani hubungan dengan penuh rasa cinta (Choi,

2012).

26
Faktor-faktor tersebut sangat mempengaruhi keintiman

karena mulai dari dalam keluarga sudah diajarkan bagaimana cara

menyayangi satu dengan lainnya. Seseorang yang memiliki rasa

keintiman pasti akan memiliki kepercayaan serta rasa peduli dengan

seseorang yang disayanginya.

2.2.3. Dimensi Keintiman

Menurut Deutsch (2011) (dalam Blanco, 2017) keintiman memiliki

beberapa dimensi yang dijelaskan sebagai berikut:

a. Intense vs. Superficial

Dimensi ini menjelaskan mengenai bagaimana interaksi antara

kedua pasangan dalam suatu hubungan. Interaksi yang

dimaksudkan adalah bagaimana mereka saling berkomunikasi

secara langsung (tatap muka) atau melalui telepon. Dimensi ini

juga mengukur seberapa seringkah interaksi tersebut terlihat.

b. Equal vs. Hierarchial

Dimensi ini membahas mengenai apakah dalam suatu hubungan

mereka memiliki kewajiban yang sama atau dibedakan menurut

perannya masing-masing. Dimensi ini juga membahas mengenai

tanggung jawab seseorang dalam suatu hubungan.

27
2.3. Pernikahan Jarak Jauh (Commuter Marriage)

2.3.1. Pengertian Pernikahan Jarak Jauh (Commuter Marriage)

Pernikahan jarak jauh merupakan pernikahan yang ditandai

dengan krisisnya kebutuhan ekonomi yang membuat bekerja di luar pulau

tempat tinggal atau karena keadaan keluarga yang mendesak yang membuat

tidak tinggal serumah dengan pasangan dalam rentang waktu tertentu

(Glotzer & Federlein, 2007). Sills (1972) juga berpendapat bahwa

pernikahan merupakan bergantinya status menjadi seorang istri dan seorang

suami yang memiliki satu ikatan, saling memberikan dukungan sosial dalam

keadaan apapun (Wimalasena, 2016).

Pernikahan merupakan hubungan antara perempuan dengan laki-laki

yang diketahui oleh publik serta bersifat abadi. Dalam hubungan pernikahan

merupakan hal normal melakukan hubungan seksual untuk memproduksi

keturunan selanjutnya dan itu merupakan salah satu tujuan dari pada

pernikahan menurut Stone (1939). Stone menjelaskan bahwa pernikahan

merupakan suatu ikatan antar keluarga perempaun dengan laki-laki, menjadi

sebuah satu kesatuan dan hidup bersama (Wimalasena, 2016).

Dapat disimpulkan bahwa pernikahan jarak jauh merupakan

pernikahan yang dijalani oleh seorang suami istri namun tidak tinggal

bersama seperti pernikahan pada umumnya. Pernikahan jarak jauh terjadi

karena adanya krisis ekonomi atau penempatan kerja yang harus dilakukan

untuk memenuhi kebutuhan keluarganya. Pernikahan merupakan hubungan

28
antara perempuan dengan laki-laki yang bersifat abadi dan terikat dalam

sebuah hubungan pernikahan.

2.3.2. Faktor-faktor yang Menyebabkan Pernikahan Jarak Jauh Berjalan

dengan Baik

Menurut Otto (1962) ada beberapa faktor yang harus terpenuhi dalam

menjalani pernikahan jarak jauh, yaitu sebagai berikut:

a. Memiliki Komitmen Terhadap Keluarga

Keluarga merupakan hal yang paling penting dalam sebuah

pernikahan jarak jauh, tinggal di rumah yang berbeda membuat

pasangan tersebut harus memiliki komitmen terhadap

pernikahannya agar memiliki keluarga yang utuh dan menanamkan

rasa saling percaya antara satu sama lain.

b. Memiliki Komunikasi Positif

Berkomunikasi merupakan salah satu cara yang paling baik

untuk menyatukan pasangan suami istri ketika merasa rindu

ataupun ingin menanyakan bagaimana keadaan masing-masing di

saat tidak sedang berada bersama. Meluangkan waktu untuk

menelepon atau video call merupakan salah satu cara yang ampuh

untuk tetap menjaga pernikahan.

c. Meningkatkan Rasa Perhatian dalam Hubungan Pernikahan

Perbedaan tempat tinggal membuat susah untuk

mengapresiasi apa yang telah dilakukan oleh pasangan masing-

masing. Meninkatkan rasa perhatian serta memuji pasangan lewat

29
telepon merupakan salah satu cara yang baik karena akan membuat

rasa nyaman semakin erat dan akan membuat hubungan berjalan

dengan lancar.

Pernikahan jarak jauh dapat berjalan lancar ketika suami dengan istri

memiliki suatu komitmen untuk menjalani sebuah hubungan yang dimiliki

serta memiliki komunikasi yang intens tanpa ada sesuatu yang ditutup-

tutupi yaitu memiliki kejujuran serta rasa percaya yang kuat.

2.3.3. Faktor-faktor Yang Menyebabkan Terjadinya Pernikahan Jarak Jauh

Menurut Rotter dan Barnett (1998) ada beberapa faktor yang

menyebabkan pernikahan jarak jauh terjadi dan harus dilakukan oleh

pasangan suami istri. Berikut adalah beberapa faktor tersebut, yaitu:

a. Keuangan dan kebutuhan

Hal yang membuat pernikahan jarak jauh terjadi ialah faktor

perekonomian keluarga yang kurang mencukupi, biasanya untuk

mencukupi perekonomian keluarga mereka rela untuk bekerja di luar

daerah mereka demi mencukupi kebutuhan keluarga dan bekerja

dalam kurun waktu yang tidak ditentukan.

b. Keluarga yang tidak bisa ditinggal

Beberapa dari pasangan suami istri memiliki ayah atau ibu yang

sedang menderita penyakit. Hal tersebut membuat untuk tinggal

bersama pasangan terhambat jika mereka merupakan anak tunggal

dalam keluarga dan menjadi sebuah tanggung jawab untuk merawat

30
orang tuanya. Maka dari itu tidak mudah untuk meninggalkan orang

tua yang sedang sakit sedangkan pasangannya harus tinggal di

tempat lain demi sebuah pekerjaan. Hal ini dapat membuat

terjadinya pernikahan jarak jauh terjadi.

Seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya, pernikahan jarak jauh

terjadi karena faktor pemenuhan kebutuhan ekonomi yang jauh dari kata

cukup. Keluarga juga dapat menjadi penyebab terjadinya pernikahan jarak

jauh, karena tidak bisa ditinggal dalam keadaan sakit atau ada hal yang

membuatnya harus tinggal bersama orang tuanya.

2.4. Tahap Perkembangan Dewasa Awal

2.4.1. Pengertian Tahap Perkembangan Dewasa Awal

G. Stanley Hall (2014) menyatakan bahwa dewasa merupakan

perubahan dari anak-anak dan remaja yang ditandai dengan perubahan umur

setiap tahunnya. Dewasa juga ditandai dengan berubahnya tanggung jawab

yang harus ditanggung serta sudah legal untuk menikah dan memiliki anak.

Masa dewasa merupakan masa dimana seseorang fokus terhadap masa

depan yang akan dijalai serta memilih karir yang sesuai dengan kebutuhan

mereka (Rathus, 2008).

Transisi menjadi dewasa juga diartikan sebagai berubah menjadi

seseorang yang harus menerima tanggung jawab terhadap diri sendiri serta

kebutuhan finansial yang harus dipenuhi secara mandiri tanpa bantuan dari

orang tua. Dewasa juga berarti dapat menjalin hubungan dengan seseorang

31
dan melanjutkannya ke jenjang pernikahan menurut Arnett (2007) dan

Gottlieb (2007) (dalam Rathus, 2008).

Dapat disimpulkan bahwa tahap perkembangan dewasa merupakan

dimana seseorang mulai fokus terhadap masa depannya serta mulai fokus

untuk meniti karir untuk memenuhi kebutuhan hidupnya yang tidak

bergantung lagi dengan orang tua.

2.4.2. Hubungan Dalam Menjalin Pertemanan

Cara seseorang untk menjalin pertemanan dalam tahap perkembangan

dewasa sangat beragam, berikut dijelaskan hubungan seseorang dalam

sebuah pertemanan.

a. Pertemanan dalam Dewasa

Pertemanan merupakan hal yang penting dalam tahap dewasa

dan menjadi sebuah keharusan untuk memiliki teman menurut

Feiring&Lewis (1991). Mereka biasanya memiliki teman dekat

bahkan ketika tidak bertemu secara langsung, mereka tetap bisa

berkomunikasi lewat telepon. Mereka biasanya mencari teman

sesuai dengan kesamaan dalam menyelesaikan atau menghadapi

masalah, memiliki hubungan kedekatan, serta saling mengerti satu

sama lain. Seseorang yang memiliki teman dekat merupakan orang

yang memiliki kepercayaan diri yang tinggi daripada tidak memiliki

teman sama sekali menurut Berndt (1992) dan Bukowski (1993)

(dalam Rathus, 2008).

b. Teman Kelompok

32
Pertemanan kelompok dibagi menjadi dua, yaitu cliques dan

crowds. Cliques diartikan sebagai sekumpul orang-orang sebanyak

5-10 orang yang berkumpul serta beraktifitas bersama-sama.

Sedangkan crowds diartikan sebagai lebih dari 10 orang yang

melakukan aktifitas atau tidak melakukan apapun namun berada

dalam satu kelompok.

c. Pertemanan Romantis

Pertemanan romantis dapat diartikan sebagai melakukan kencan

dengan lawan jenis atau telah menjalin hubungan diantara mereka.

Kencan merupakan hal penting dalam masa dewasa karena mereka

biasanya hanya menginginkan sesuatu yang menyenangkan untuk

menghilangkan stres dari pekerjaan ataupun dari tugas-tugas di

kantor. Pada masa dewasa, kencan bersama lawan jenis biasanya

sudah mengarah ke arah serius yaitu berkomitmen untuk menuju ke

jenjang pernikahan dan hidup bersama selamanya menurut Feiring

(1993).

Dalam menjalin hubungan pertemanan, seorang dewasa pasti akan

mencari teman yang menurutnya memiliki pemikiran yang sejalan serta

memiliki pemikirann yang sama terhadapnya. Pada masa dewasa juga

mereka sudah mencari teman yang mengarah pada hubungan romantis serta

sudah mengarah pada hal yang serius.

2.4.3. Jenis Pengaruh Sosial Yang Memicu Munculnya Kedewasaan

33
Berikut dijelaskan bahwa pengaruh sosial dapat memicu

munculnya kedewasaan seseorang, yaitu:

a. Memilih Pendidikan

Dewasa bukan berarti berhenti untuk melanjutkan pendidikan,

justru ketika seseorang menjadi dewasa pendidikan merupakan hal

yang sangat penting karena akan berhubungan dengan pekerjaan

serta memenuhi kebutuhan finansial mereka sebagai orang dewasa

yang sudah tidak lagi membebani orang tua mengenai keuangan.

b. Mementingkan Karir daripada Memiliki Anak

Wanita yang sudah menginjak masa dewasa biasanya akan

menyiapkan masa depan untuk keluarga mereka terutama untuk

anak. Mereka mencari pekerjaan agar dapat memnuhi kebutuhan

keluarga ditambah dengan biaya sekolah anak yang tidak murah.

Terkadang ada beberapa wanita yang tetap melakukan hubungan

seksual dan memilih untuk tetap tidak mempunyai anak terlebih

dahulu karena belum mempersiapkan keuangan yang lebih untuk

anak mereka walaupun sudah menikah. Mereka lebih memilih giat

bekerja agar memiliki keuangan yang cukup untuk menyekolahkan

anaknya dan membantu suami untuk mencari nafkah.

Dalam tahap dewasa memilih pendidikan merupakan hal yang

sangat penting karena akan menunjang dalam budang pekerjaan yang

berdampak pada perekonomian. Terkadang dalam hal tersebut seseorang

akan lebih mementingkan karir daripada keluarga karena mereka tidak ingin

34
adanya kekurangan dalam kebutuhan keluarga yang membuat mereka harus

bekerja keras sebelum berkeluarga.

Tabel 2.1. Dinamika komunikasi interpersonal pada pernikahan jarak jauh

sama untuk masalah yang sedang dihadapi.

gkhcbhjnzsxdcfvbhnjmxdcfvbhn

35
BAB III

METODE PENELITIAN

3.1. Tema Penelitian

Tema penelitian yang akan peneliti lakukan ialah untuk mengetahui

bagaimana seorang ibu rumah tangga yang menjalani pernikahan jarak jauh

menjalin pola komunikasi interpersonal dengan suaminya serta melihat

kondisi psikologis yang diperlihatkan oleh informan selama menjalani

pernikahan jarak jauh. Peneliti ingin menggali lebih dalam lagi mengenai

masalah-masalah komunikasi interpersonal yang timbul serta bagaimana

cara informan mengatasi masalah tersebut selama tidak tinggal satu rumah

dengan suaminya.

3.2. Paradigma Penelitian

Cara mendapatkan data penelitian menggunakan paradigma

fenomenologis interpretatif yaitu menggunakan metode wawancara.

Peneliti mendapatkan data mengenai fenomena terkait komunikasi dalam

pernikahan jarak jauh dengan paradigma fenomenologi tersebut.

Fenomenologi memperlihatkan bagaimana peristiwa tersebut terjadi dan

apa kaitannya terhadap seseorang yang sedang mengalami situasi tersebut.

Didalam paradigma tersebut juga menggambarkan mengenai makna dan

kualitas yang didapatkan seseorang melalui pengalaman yang

menggambarkan kejadian tersebut. Paradigma ini juga akan menganalisis

36
data yang telah didapatkan kemudian akan mengambil kesimpulan dari data

yang telah dianalisis tersebut.

3.3. Metode Pengumpulan Data

Prosedur pengumpulan data pada penelitian ini menggunakan

metode wawancara tatap muka secara langsung oleh peneliti kepada

partisipan. Wawancara merupakan percapakan dan tanya jawab yang

diarahkan untuk mencapai tujuan tertentu. Wawancara dilakukan dengan

menggunakan metode in depth interview. Melalui in depth interview, penelit

peneliti mengetahu makna-makna subjektif yang dipahami oleh informan

mengenai tentang pemaknaan yang selama ini melekat pada komunikasi

menjalin hubungan yang mereka alami dalam hubungan jarak jauhnya.

Pertanyaan harus bersifat netral, tidak diwarnai nilai-nilai tertentu dan tidak

mengarahkan.

Berikut merupakan tabel blueprint untuk menggali pertanyaan dengan

informan:

No. Topik Pertanyaan Jumlah Pertanyaan


1. Learn 3
2. Relate 2
3. Influence 2
4. Help 3
5. Intense vs. Superficial 3
6. Equal vs. Hierarchial 3
7. Tahap Perkembangan 3
8. Pernikahan Jarak Jauh 4

37
Pengertian dari masing-masing dimensi :

a. Learn

Lebih menjelaskan mengenai pengetahuan yang akan

didapatkan dari lawan bicara serta belajar untuk menerima dan

memahami pendapat yang diutarakan oleh lawan bicara.

Memberikan respon yang tidak membuat lawan bicara

tersinggung serta belajar beberapa hal baru darinya.

b. Relate

Untuk mendapatkan penerimaan terhadap orang lain karena

mereka memperlihatkan kesukaan mereka terhadap diri kita

setelah melihat kepedulian yang telah kita berikan dan menjadi

pendengar yang baik ketika melakukan komunikasi. Influence

Menjelaskan megenai bagaimana kita bisa merubah sikap dan

perilaku orang lain setelah mereka mendengarkan masukan yang

menurut mereka benar-benar bisa mempengaruhi dirinya dan

akhirnya mengikuti saran kita untuk berubah ke arah yang lebih

baik.

c. Help

Membantu lawan bicara untuk mendengarkan apa saja hal-hal

yang dikeluhkannya. Membuat seseorang merasa nyaman dan

percaya untuk bercerita serta mendapatkan bantuan yang sesuai

dengan masalah yang mereka miliki.

c. Intense vs. Superficial

38
Dimensi ini menjelaskan mengenai bagaimana interaksi antara

kedua pasangan dalam suatu hubungan. Interaksi yang

dimaksudkan adalah bagaimana mereka saling berkomunikasi

secara langsung (tatap muka) atau melalui telepon. Dimensi ini

juga mengukur seberapa seringkah interaksi tersebut terlihat.

d. Equal vs. Hierarchial

Dimensi ini membahas mengenai apakah dalam suatu hubungan

mereka memiliki kewajiban yang sama atau dibedakan menurut

perannya masing-masing. Dimensi ini juga membahas mengenai

tanggung jawab seseorang dalam suatu hubungan.

e. Tahap Perkembangan Dewasa (18-40 tahun)

Pada tahap perkembangan dewasa menjelaskan mengenai

bagaimana perubahan fisik yang terjadi, kemudian bagaimana

mereka menata masa depan mereka dan memfokuskan diri

terhadap keluarga yang akan dibangun atau telah dibangunnya.

Tahap perkembangan juga membahas mengenai kognitif

seseorang serta apakah perkembangan yang dialami sudah

sesuai dengan tahap perkembangan atau tidak.

f. Pernikahan Jarak Jauh

Pernikahan jarak jauh menjelaskan mengenai hal apa saja yang

membuat pasangan suami istri harus tinggal pada tempat yang

berbeda. Dalam hal ini membahas mengenai intensitas waktu

bertemu mereka setiap kepulangan pasangannya.

39
Pedoman umum tersebut hanya untuk mengingatkan peneliti

untuk menanyakan aspek-aspek yang perlu diteliti dalam

wawancara. Peneliti memiliki kebebasan untuk

mengembangkan atau improve pedoman yang ada dalam bentuk

pertanyaan konkrit beserta probing-nya namun masih berkaitan

dalam riset penelitian. Peneliti juga perlu menjalin rapport

(hubungan baik) sebelum wawancara dilakukan. Proses

wawancara akan ditulis oleh peneliti sebagai hasil dan bukti

pengumpulan data.

3.4. Informan Penelitian

Karakteristik partisipan yang peneliti gunakan dalam penelitian ini,

yakni wanita dewasa awal berusia sekitar 30-40 tahun yang saat ini sedang

menjalani pernikahan jarak jauh atau long distance marriage dan bekerja

sebagai ibu rumah tangga. Partisipan kami pilih berdasarkan teknik

purposive sampling, yaitu pemilihan informan berdasarkan ciri-ciri yang

memenuhi tujuan yang sudah ditetapkan peneliti. Ciri-ciri yang dimaksud

adalah sebagai berikut.

Menjalani hubungan pernikahan jarak jauh dengan kategori:

a. Waktu berpisah lebih dari 1 tahun.

b. Masih bertahan pada hubungan jarak jauh.

c. Bekerja sebagai ibu rumah tangga

40
Peneliti tidak memilih partisipan yang memiliki kelekatan atau

attachment yang erat terhadap peneliti seperti bertemu sehari-hari dan

berbincang setiap saat. Karena hal tersebut memungkinkan timbulnya bias

penilaian peneliti terhadap partisipan.

Setiap informan akan diberikan lembar persetujuan atau informed

consent yang berisi tentang kesediaannya untuk ikut berproses dalam

penelitian ini dan bentuk-bentuk perjanjian atau konsekuensi menjadi

informan penelitian. Peneliti juga akan merahasiakan identitas setiap

informan dan identitas ini hanya diketahui oleh orang-orang yang telah

disepakait sebelumnya dan berpartisipasi dalam penelitian ini.

3.5. Proses Pengambilan Data

Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode in depth

interview atau proses memperoleh keterangan untuk tujuan penelitian

dengan tanya jawab sambil bertatap muka antara pewawancara dengan

informan atau orang yang diwawancarai, dengan atau tanpa menggunakan

pedoman (guide) wawancara, pewawancara dan informan terlibat dalam

proses untuk menggali data dari subjek penelitian. In depth interview

menjadi sangat berguna ketika kita ingin mendapatkan informasi

mengenai pemikiran dan perilaku informan atau ingin mengeksplor isu-isu

baru secara mendalam. Dalam penelitian ini subjek yang telah dipilih oleh

peneliti telah memenuhi kriteria informan penelitian ini. Dalam

pengumpulan dat,peneliti menggunakan metode wawancara dengan

memfokuskan pertanyaan berdasarkan teori komunikasi menurut Johnson.

41
3.6. Kredibilitas Penelitian

Dalam melakukan penelitian kualitatif diharuskan untuk

mengungkapkan kebenaran yang terjadi di lapangan. Melalui kredibilitas

atau kepercayaan, penelitian kualitatif akan dapat tercapai.

Berikut merupakan teknik yang dilakukan dalam melakukan

kredibilitas sebuah data kualitatif:

a. Uji Kredibilitas/Validitas Internal

Uji kredibilitas dapat dilakukan melalui banyak cara, yaitu dengan

melakukan pengamatan terhadap data yang didapat, menganalisa,

serta melakukan triangulasi data. Triangulasi dapat diartikan

sebagai mengecek kembali kebenaran data dan membandingkan

data yang telah diperoleh dengan sumber yang berbeda.

b. Uji Transferability/Validitas Eksternal

Pengujian yang dilakukan ini berkaitan dengan pertanyaan terhadap

penelitian yang telah dilakukan oleh peneliti. Data yang telah

diperoleh oleh peneliti dapat menjadi suatu referensi terhadap

penelitian dengan konteks atau ruang lingkup yang sama juga.

c. Uji Dependability/Reliabilitas

Uji reliabilitas dilakukan untuk melihat apakah penelitian yang

dilakukan sudah sesuai prosedur serta sudah melakukan rangkaian

dari seluruh penelitian.

d. Uji Conformability/Objektivitas

42
Uji conformability dilakukan bersamaan dengan uji dependability,

karena hasil dari kedua teknik tersebut akan menampilkan data

apakah penelitian yang dilakukan sudah valid atau belum.

Dalam penelitian kualitatif peneliti menggunakan uji validitas internal

karena akan melihat kepastian jawaban dari subjek. Kepastian yang

dimaksud berasal dari konsep yang terlihat objektivitas, sehingga dengan

melakukan kesepakatan antar peneliti dengan subjek hasil penelitian tidak

lagi subjektif tapi sudah menjadi objektif. Berdasarkan hasil triangulasi

yang telah didapatkan, peneliti akan melihat kemungkinan apakah data

yang didapatkan konsisten atau tidak konsisten, atau bisa jadi berlawanan

dengan yang seharusnya terjadi.

3.7. Teknik Analisis Data

a. Reduksi Data

Reduksi data merupakan teknik analisis data kualitatif yang

menggunakan cara menggolongkan, mengarahkan, hingga

membuang data yang tidak diperlukan sehingga mendapatkan

kesimpulan akhir. Data yang didapat dari lapangan memiliki

jumlah yang cukup banyak, maka dari itu diperlukan reduksi

data agar data menjadi lebih rinci dan fokus pada topik yang

telah ditentukan.

b. Penyajian Data

43
Penyajian data merupakan kegiatan yang dilakukan untuk

menyusun informasi yang telah didapat sehingga dapat

memfokuskan pada hal tertentu. Penyajian data dapat disajikan

dengan cara membuat uraian singkat, tabel, maupun teks

bersifat deskriptif agar data terlihat lebih tersusun sehingga

makin mudah untuk memahaminya.

c. Penarikan Kesimpulan

Penarikan kesimpulan dilakukan untuk menjawab rumusan

masalah yang telah ditetapkan sebelumnya. Kesimpulan

dalam penelitian kualitatif dapat berupa sebuah hipotesis

atau teori.

3.8. Instrumen Penelitian

Instrumen penelitian yang dibuat oleh peneliti adalah alat

yang digunakan untuk mengumpulkan data hasil wawancara

agar mendapatkan hasil lebih banyak sehingga lebih mudah

diolah. Berdasarkan teknik pengumpulan data yang akan

dibuat oleh peneliti, tabel kisi-kisi panduan wawancara yang

akan digunakan oleh peneliti terlampir dalam lampiran.

44
PUSTAKA ACUAN

Adler, R. B., & Elmhorst, J. M. (1996). Communicating At Work Fifth Edition. United
States of America: The McGraw-Hill Companies, Inc.
Ali Faraji-Rad, S. M. (2016). Customer Desire For Control As a Barrier To New Product
Adoption. Journal of Consumer Psychology.
Blanco, F. R. (2017). Dimensions of Interpersonal Relationships: Corpus and
Experiments.
Choi, A. W. (2012). The Relationship between Family Cohesion and Intimacy Dating
Relationship: A Study Based on Attachment and Exchange Theories. Discovery-
SS Student E-Journal.
DeVito, J. A. (2007). The Interpersonal Communication Book Eleventh Edition. United
States of America: Pearson Education,Inc.
Dewi, S. (2006). Komunikasi Bisnis. Denpasar: ANDI Yogyakarta.
Firmin, M. W., Firmin, R. L., & Merical, K. L. (2013). Extended Communication Efforts
Involved. Contemporary Issues In Education Research.
G. Riva, M. A. (2006). From Communication to Presence: Cognition, Emotions and
Culture towards the. Presence as a Dimension of Communicatin : Context of Use
and the Person.
Glotzer, R., & Federlein, A. C. (2007). Miles That Bind: Commuter Marriage and
Family. Michigan Family Review.
Kessler, M. (2015). The Importance of Commitment in Intimate Realtionships and How
To Strengthen it.
Khatib, S. A. (2011). Exploring the Relationship among Loneliness, Self-esteem, Self-
efficacy and Gender in United Arab Emirates College Students. Europe’s Journal
of Psychology.
Lunenburg, F. C. (2010). Communication: The Process, Barriers, And Improving
Effectiveness. Journal Of Schooling Vol. 1.
Maria J. Kefalas, F. F. (2011). "Marriage Is More Than Being Together": The Meaning of
Marriage for Young Adults. Journal of Family Issues.
Neustaedter, C., & Greenberg, S. (2011). Intimacy in Long-Distance Relationship over
Video Chat.
Olson, D. D. (2006). Marriage & Families; Intimacy, Diversity, And Strengths. New
York.

45
Rathus, S. A. (2008). Childhood and Adolescence Voyages in Development Third Edition.
New York: Thomson Learning, Inc.
Santrock, J. W. (2012). Life-span development: Perkembangan masa-hidup edisi
ketigabelas jilid 2. Jakarta: Erlangga.
Wimalasena, D. N. (2016). An Analytical Study of Definitions of the Term “Marriage".
International Journal of Humanities and Social Science.

46
47
48
LAMPIRAN

Tabel 3.3. Kisi-Kisi Panduan Wawancara

No Dimensi Bentuk Pertanyaan


1. Learn a. Dalam hal apa
biasanya anda akan
merasa mempelajari
hal baru dari suami
anda?
b. Apa pendapat yang
sering anda untarakan
agar tidak
menyinggung perasaan
suami?
c. Pendapat yang seperti
apa biasanya akan
anda terima ketika
sedang menghadapi
masalah?
2. Relate a. Apa yang dilakukan
oleh suami anda ketika
anda memperlakukan
dirinya sesuai dengan
apa yang
diinginkannya?
b. Perlakuan seperti apa
yang biasanya anda
lakukan agar suami
merasa dipedulikan?

3. Influence a. Apakah kalian berdua


pernah saling memberi
masukan terhadap
perilaku masing-
masing? Bisa
diberikan contohnya?
b. Saran seperti apa yang
biasanya anda turuti
agar mengubah pikiran
anda ke arah yang
lebih baik?

49
50

4. Help a. Dalam situasi yang


seperti apa suami anda
berkeluh-kesah pada
saat menelepon?
b. Apakah suami anda
selalu menerima
pendapat dari anda
ketika ia meminta
untuk dibantu? Bisa
dijelaskan?
c. Menurut anda, apakah
suami anda selalu
terbuka dengan anda
dan selalu meminta
diberi bantuan ketika
menelepon? Bisa
diceritakan?

5. Intense vs. Superficial a. Bisa dijelaskan


mungkin seberapa
sering interaksi anda
dengan suami via
telepon serta bertatap
muka secara lansgung?
b. Apa yang biasanya
menghambat
komunikasi anda
menjadi tidak intens
ketika suami berada di
Kupang?
c. Pernahkan anak-anak
menanyakan
keberadaan ayah yang
jarah dirumah?
Bagaimana anda
menjelaskannya?
6. Equal vs. Hierarchial a. Dalam pembagian
tugas di rumah, apakah
anda sering melakukan
tugas yang seharusnya
dikerjakan oleh suami?
b. Bisakah anda
menjelaskan tugas apa
sajakah itu serta
mengapa hal tersebut
terjadi?
51

c. Apakah anda
mengeluh terhadap
peran anda menjadi
seorang ibu serta ayah
untuk anak-anak?
Mengapa?
7. Tahap Perkembangan a. Apa anda sudah
merasa
mempersiapkan
kebutuhan anak-anak
anda dalam hal
finansial untuk
kedepannya?
b. Apakah anda pernah
memikirkankan untuk
bekerja dalam hal
pemenuhan kebutuhan
ekonomi? Mengapa?
c. Apakah anda bisa
mengatur emosi anda
ketika merasa lelah?
Seperti apa misalnya?
8. Pernikahan Jarak Jauh a. Apa hal yang membuat
anda dan suami
memilih pernikahan
jarak jauh?
b. Apakah tanggapan
anak-anak setuju atau
tidak? Bisa dijelaskan?
c. Apa yang anda rasakan
pertama kali menjalani
pernikahan jarak jauh?
d. Apakah anda pernah
membujuk suami agar
tidak bekerja di luar
pulau jawa timur?

Anda mungkin juga menyukai

  • Bab I DSDP
    Bab I DSDP
    Dokumen15 halaman
    Bab I DSDP
    Ardya Putri Saraswati
    Belum ada peringkat
  • Sludge Thickener, Digester
    Sludge Thickener, Digester
    Dokumen4 halaman
    Sludge Thickener, Digester
    Ardya Putri Saraswati
    Belum ada peringkat
  • Baterai
    Baterai
    Dokumen7 halaman
    Baterai
    Ardya Putri Saraswati
    Belum ada peringkat
  • Makalah Biomonitoring (Sungai Mulyorejo)
    Makalah Biomonitoring (Sungai Mulyorejo)
    Dokumen25 halaman
    Makalah Biomonitoring (Sungai Mulyorejo)
    Ardya Putri Saraswati
    Belum ada peringkat
  • Bab 4 Ipal
    Bab 4 Ipal
    Dokumen44 halaman
    Bab 4 Ipal
    Ardya Putri Saraswati
    Belum ada peringkat
  • Bab Ii Ipal Raras
    Bab Ii Ipal Raras
    Dokumen31 halaman
    Bab Ii Ipal Raras
    Ardya Putri Saraswati
    Belum ada peringkat
  • Bab 5 6 Ipam
    Bab 5 6 Ipam
    Dokumen21 halaman
    Bab 5 6 Ipam
    Ardya Putri Saraswati
    Belum ada peringkat
  • BAB I Ipam
    BAB I Ipam
    Dokumen3 halaman
    BAB I Ipam
    Ardya Putri Saraswati
    Belum ada peringkat
  • BAB IV Ipam
    BAB IV Ipam
    Dokumen9 halaman
    BAB IV Ipam
    Ardya Putri Saraswati
    Belum ada peringkat
  • Bab I Timbal
    Bab I Timbal
    Dokumen10 halaman
    Bab I Timbal
    Ardya Putri Saraswati
    Belum ada peringkat