secara tegas ada dalam beberapa peraturan perundang-undangan dalam pemaknaan sanksi-
sanksi, baik secara hukum administrasi, pidana maupun perdata. Walau pemaknaan
deforestasi ini tidak secara tersirat ada dalam peraturan tersebut. Sebenarnya, kondisi
penegakkan dalam arti pelarangan dan pencegahan serta perlindungan tersebut di dalam
tentang Kehutanan, dalam ketentuan Pasal 47 huruf (a) juncto Pasal 6 Peraturan Pemerintah
Nomor 45 Tahun 2004 tentang Perlindungan Hutan disebutkan bahwa. “Perlindungan hutan
dan kawasan hutan merupakan usaha untuk, di antaranya, mencegah dan membatasi
kerusakan hutan, kawasan hutan,dan hasil hutan yang disebabkan oleh perbuatan manusia,
yang akan mengelola hutan atau sebagai pemegang izin dalam pengelolaan atau pemanfaatan
hutan wajib untuk melindungi hutan, baik dari ancaman kerusakan akibat kebakaran maupun
perbuatan manusia dan ternaknya. Hal ini kembali dipertegas dalam ketentuan Undang-
Undang Nomor 41 Tahun 1999 juncto Pasal 18 Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 2004,
bahwa perlindungan hutan dari kebakaran dilakukan dengan cara penetapan norma larangan
melakukan pembakaran hutan tanpa izin dan norma larangan pembuangan benda-benda yang
dapat menyebabkan kebakaran. Dan di Pasal 20 ayat (1) juga dinyatakan, bahwa di dalam
perlindungan hutan dari kebakaran dilakukan upaya pengendalian yang terdiri atas
Terkait dengan beberapa pasal sebelumnya, maka, hal ini dapat dipertegas kembali dalam
Perusakan Hutan tidak hanya sekadar melindungi atau membuat perlindungan. Akan tetapi,
lebih mengarah pada upaya pemberantasan perusakan hutan. Pemberantasan perusakan hutan
dilakukan dengan cara menindak secara hukum pelaku perusakan hutan, baik langsung, tidak
langsung, maupun terkait lainnya, dan tindakan secara hukum sebagaimana dimaksud yaitu
karena itu, dalam hal ini dimasukkan dalam perkara tindak pidana dan prosesnya berdasarkan
Dengan demikian, pembakaran hutan yang dapat dikategorikan sebagai perusakan hutan,
merupakan delik formil yang diancam dengan pidana maksimal 15 tahun penjara dan denda
paling banyak 5 (lima) milyar rupiah dalam ketentuan pasal 78 ayat (3) Undang-Undang
Nomor 41 Tahun 1999, untuk pelanggaran Pasal 50 ayat (3) huruf d dan pidana penjara
maksimal 3 tahun dan denda paling banyak 1 milyar rupiah untuk pelanggaran terhadap pasal
Tahun 2013, ancaman hukuman pidananya paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 5
tahun serta pidana denda paling sedikit 500 juta rupiah dan paling banyak 2,5 milyar rupiah,
khusus ini yang melakukan adalah perseorangan, untuk Pasal 82 ayat (3) berlaku bagi
korporasi dipidana dengan pidana penjara paling singkat 5 tahun dan paling lama 15 tahun
serta pidana denda paling sedikit 5 milyar rupiah dan paling banyak 15 milyar rupiah.
lahan hutan yang terkait dengan kriteria baku kerusakan lingkungan hidup dalam Pasal 21,
pada ayat (3) kriteria baku kerusakan ekosistem salah satunya meliputi kriteria baku
kerusakan lingkungan hidup yang berkaitan dengan kebakaran hutan atau lahan, sehingga
setiap orang dilarang untuk melakukan perbuatan yang mengakibatkan pencemaran dan
perusakan lingkungan hidup (Pasal 69 ayat (1) huruf a) dan melakukan pembukaan lahan
dengan cara membakar (Pasal 69 ayat (1) huruf h). Dengan demikian, maka, bagi yang
melakukan pembakaran hutan dapat dianggap melakukan tindak pidana dan diancam
hukuman pidana sebagaimana diatur dalam ketentuan Pasal 98 dan 99 Undang-Undang
Nomor 32 Tahun 2009 serta ketentuan Pasal 108 yang berbunyi sebagai berikut. Setiap orang
yang melakukan pembakaran lahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 69 ayat (1) huruf h,
dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 10 (sepuluh)
tahun dan denda paling sedikit Rp. 3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah) dan paling banyak